Anda di halaman 1dari 9

Nama : Sherly Mectildis Baker

NIM : 15061021
Kelas : Keperawatan A
TEMA :

MANAJEMEN GANGGUAN SISTEM MUKULOSKELETAL OSTEOMIELITIS

JUDUL :

TEMUAN RADIOLOGIS, TATALAKSANA TERAPI DAN PENGOLAHAN PASIEN


DENGAN OSTEOMIELITIS KRONIS PADA MANDIBULA

LATAR BELAKANG

Osteomielitis atau inflamasi pada tulang, umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri (Kalyoussef,
2006). Organisme atau mikroba yang sering ditemukan pada osteomielitis (biasanya campuran
berbagai jenis bakteri) antara lain Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Streptococcus
pyogens, Proteus sp., dan Pseudomonas sp. (Apley, 1993). Saat ini penanganan osteomielitis
masih merupakan masalah dalam bidang ortopedi, karena seringkali antibiotika yang diberikan
secara oral maupun parenteral tidak dapat mencapai lokasi infeksi dengan baik (Lubis, 2005).

Osteomyelitis dapat diklasifikasikan menjadi supuratif atau non-supuratif dan sebagai proses
akut atau kronis.1 Osteomyelitis akut terjadi jika proses inflamasi akut menyebar ke ruang
medulla sehingga tidak ada waktu untuk tubuh bereaksi terhadap timbulnya infiltrat inflamasi.
Osteomyelitis kronis timbul jika terdapat respon pertahanan tubuh sehingga menghasilkan
jaringan granulasi yang akan menjadi jaringan parut padat sebagai usaha pertahanan dan
mengisolasi daerah infeksi. Daerah nekrotik yang terisolasi berfungsi sebagai penampungan
bakteri dimana sulit untuk antibiotic mencapai daerah tersebut.

Dalam kasus ini dilaporkan seorang pasien yang berusia lanjut dengan diagnosis osteomielitis
kronis pada mandibula edentulus kanan. Penanganan yang dilakukan adalah sekuesterektomi dan
pencabutan sisa akar gigi 43 dalam kondisi anastesi umum, dan dikombinasi dengan pemberian
antibiotik. Penderita osteomielitis supuratif kronis pada mandibula edentulus dapat didiagnosis
melalui pemeriksaan klinis dan radiologi, dan sukses dirawat dengan pilihan perawatan
sekuesterektomi, dan pencabutan sisa akar di bawah keadaan anastesi umum. Jadi perbaikan
keadaan umum, nutrisi makanan, terapi vitamin, mempercepat proses kesembuhan. Penanganan
fokal infeksi sesegera mungkin menghindari komplikasi yang lebih berat.
Osteomielitis merupakan peradangan pada tulang yang dapat disebabkan oleh adanya
keterlibatan infeksi dari organisme organisme tertentu. Umumnya organisme yang menginfeksi
adalah bakteri pyogenik dan mikobakteri. Penatalaksanaan osteomielitis harus dilakukan dengan
cepat dan tepat,mengingat bahwa ostoemielitis merupakan kasus kegawatdaruratan dalam
orthopedi dimana penatalaksaan dipengaruhi oleh gambaran histologi dan durasi osteomielitis
(akut dan kronis).

Osteomyelitis adalah penyakit pada tulang yang ditandai oleh adanya infeksi dari sumsum tulang
dan tulang yang berdekatan dan sering dikaitkan dengan hancurnya kortikal dan trebekular
tulang. Ada banyak modalitas pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa
osteomyelitis kronis termasuk radiografi, ultrasonografi, pencitraan nuklir, CT Scan dan MRI.

Saat ini pengelolaan osteomielitis kronis sudah mengalami kemajuan terutama dalam cara
pengunaan dan pilihan antibiotika yang digunakan,oleh karena itu penulis ingin mengetahui
pengelolaan yang dilakukan terhadap pasien osteomielitis kronis

MANFAAT

1. Mengetahui temuan radiologis, tatalaksana terapi dan pengolahan pasien dengan


osteomielitis kronik pada mandibula.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan baru untuk mahasiswa dan dosen
3. Mengetahui berbagai temuan radiologis untuk membantu dalam pengobatan pasien
dengan osteomielitis kronik.
4. Membantu dalam pemenuhan tugas matakuliah system musculoskeletal
5. Membantu pada saat akan praktek lapangan ketika menemukan pasien dengan penyakit
osteomielitis kronis.

ANALISIS LITERATUR

Setelah terjadi iskemia tulang yang terinfeksi menjadi nekrotik dan akan terbentuk sequester
yang merupakan tanda klasik dari osteomyelitis.( Topazian RG, Goldberg MH. Oral and
Maxillofacial Infections) . Lesi biasanya mengalami resolusi dimana pada 6 12 bulan terjadi
konsolidasi antara lapisan-lapisan tulang yang berproliferasi dan terjadi remodelling dengan
bantuan tekanan dari aksi otot otot diatas lesi tersebut sehingga kembali ke bentuk semula.(
Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot)

Kondisi-kondisi yang mempengaruhi persarafan tulang menjadikan pasien tentan terhadap


berlangsungnnya osteomielitis. Kondisi tersebut antara lain sinar radiasi, osteoporosis,
osteopetrosis, penyakit tulang paget, dan tumor ganas tulang . (Cilmiaty R. Infeksi odontogen).
Bukti lain menyebutkan bahwa osteomielitis dengan gejala adanya inflamasi akibat penggunaan
antibiotic untuk kemoterapi secara intens mengalami peningkatan(Sato T, Shigwaki S, Kazunori
K, Akito T, Takenori N.)

Osteomielitis hematogenous utamanya merupakan penyakit pada anakanak, dengan 85% kasus
terjadi pada pasien yang lebih muda dari 17 tahun, dan hal ini menyumbang sekitar 20% dari
kasus osteomielitis secara keseluruhan.(BMJ, 2015). Sekitar 20% kasus pada pasien osteomielitis
dewasa adalah hematogenous, yang lebih sering terjadi pada lakilaki untuk alasan yang tidak
diketahui. Selama 41 tahun di Amerika dari 1969 sampai 2009 ditemukan 760 kasus baru
osteomielitis dengan 59% merupakan kasus osteomielitis yang di diagnosis dengan minimal dua
kali kultur tulang disertai adanya pertumbuhan mikrobial yang sama atau satu kultur tulang
positif yang disertai kombinasi penemuan purulen dengan operasi, inflamasi akut pada
pemeriksaan histologi dengan infeksi yang konsisten, atau adanya jalur sinus yang
menghubungkan tulang (Kremers, 2015).

Banyak cara untuk mendapatkan diagnosis tersebut, mulai dari foto polos, CT scan, sampai MRI
(Magnetic Resonance Imaging) dan tentu saja biopsi untuk mengetahui jenis bakteri. Prevalensi
osteomyelitis kronis adalah 5-25% setelah episode osteomyelitis akut di Amerika Serikat, insiden
osteomyelitis kronis di Negara berkembang lebih tinggi daripada di negara-negara lain,
meskipun insiden yang tepat tidak diketahui.( Zuluaga AF, Galvis W, Saldarriaga JG, Agudelo).
Pendekatan radiologis pada pasien osteomyelitis kronis dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui daerah tulang yang terinfeksi (panjang infeksi intramedular yang aktif atau abses
pada area yang nekrosis, sequestrum dan fibrosis) dan untuk mengetahui jaringan kulit yang
terlibat (area selulitis, abses dan sinus).( Calhoun JH and Manring MM)
Penanganan osteomielitis kronis masih merupakan masalah dalam bidang orthopedi karena
penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat,selain itu juga membutuhkan biaya yang
besar,waktu yang lama ,pengalaman yang cukup dari dokter bedah, dan penanganannya sulit
khususnya untuk menangani komplikasi dan resistensi bakteri.( Gentry LO, MD.) Sampai saat
ini debridement dan penggunaan antibiotika intravena maupun oral merupakan terapi yang
dianut untuk mengelola osteomielitis kronis pada umumnya(Walenkamp G H.chronic).

STRATEGI PENERAPAN/PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilakukan sequestrektomi dan debridement untuk mengangkat tulang nekrotik dan
membuka tulang sehat yang memiliki vaskularisasi baik. Hal ini akan memfasilitasi proses
penyembuhan dan memungkinkan antibiotik mencapai daerah yang dituju. Oleh karena itu
pembedahan dan antibiotik merupakan tatalaksana utama untuk kasus ini. Saat pasien kontrol
pasca operasi secara subjektif tidak ada keluhan dan dari pemeriksaan fisik intra oral tampak
tulang telah tertutup jaringan sehat. Garres sclerosing osteomyelitis adalah suatu tipe
osteomyelitis kronis yang terutama di alami oleh anak dan remaja. Kelainan ini juga dikenal
sebagai chronic non-suppurative sclerosing osteomyelitis, chronic osteomyelitis with periostitis
proliferatif dan periostitis ossificans. Penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Karl Garre pada
tahun 1893 sebagai penebalan periosteum dan korteks tibia yang diinduksi oleh iritasi. Penyakit
ini merupakan proses inflamasi nonsupuratif dimana terjadi deposisi tulang subperiosteal perifer
disebabkan oleh infeksi dan iritasi ringan-sedang. Kondisi ini terjadi eksklusif pada anak atau
dewasa muda. Mandibula lebih sering mengalami osteomyelitis dibanding maksila. Jika
mengenai tulang rahang umumnya berasal dari infeksi dengan virulensi rendah seperti karies,
periodontitis, erupsi gigi atau dari tempat bekas ekstraksi gigi.6 Secara klinis proses reaktif ini
menghasilkan pembengkakan yang keras dan asimetri wajah. Lesi ini biasanya asimtomatik
tanpa adanya tanda-tanda inflamasi lokal maupun sistemik walaupun gambaran klinis dapat
bervariasi. Garres osteomyelitis menampilkan gambaran radiografis yang khas, terutama pada
ronsen oklusal yang menunjukan proliferasi periosteal baru secara berlapis. Gambaran khas ini
biasa disebut onion skin appearance.
Penderita osteomielitis sebaiknya dirawatinap di rumah sakit. Penanganan osteomielitis
adalah menghilangkan faktor penyebabnya,yaitu gigi yang terinfeksi segera diekstraksi, bila ada
sekuester tulang matinya dibuang dengan sekuesterektomi, serta pemberian antibiotik secara
adekuat. Dengan kata lain, kombinasi dari insisi, drainase, ekstraksi gigi, dan sekuesterektomi,
dan perawatan secara medikamentosa dengan antibiotik. Antibiotik yang diberikan, yaitu secara
intravena dalam dosis tinggi selama 3-4 hari. Penanganan selanjutnya dapat dilanjutkan secara
peroral selama 2-4 minggu, tergantung dari keparahan penyakit, penyebabnya, dan respon
klinisnya. Antibiotik pilihan yang dapat diberikan adalah penicillin 3x106 unit/4 jam iv; jika
alergi terhadap penicillin, dapat diganti dengan clindamycin (600 mg/6 jam iv).4
Prosedurinimembutuhkantindakanoperasiagar terbentuk penulangan baru yang sehat. Perbaikan
keadaan umum, nutrisi, terapi vitamin, membantu mempercepat proses penyembuhan.

Penyebab umum yang ketiga dari osteomielitis dental adalahadanyagangren radiks.Tidak


tuntasnya pencabutan gigi sehingga masih ada sisa akar yang tertinggal di dalam tulang rahang,
selanjutnya akan memproduksi toksin yang akan merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dan
tulang nekrotik di sekitar hilang. Bukti lain menyebutkan bahwa osteomielitis dengan gejala
adanya inflamasi akibat penggunaan antibiotic untuk kemoterapi secara intens mengalami
peningkatan.7 Diagnosis histopatologis osteomielitis diperoleh dari suatu osteomielitis yang
terinflamasi kronis aktif dan resobsi tulang yang dikultur

Metode: Desain penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder.


Populasi sampel penelitian ini adalah semua pasien osteomielitis berdasarkan data rekam medis
di ruang rawat inap ortopedi RSUP Sanglah, Denpasar pada April 2015 Oktober 2016 dengan
metode random sampling yang menghasilkan 15 data sampel. Alat penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rekam medis. Hasil: Hasil analisis data terhadap 15 pasien
osteomielitis berdasarkan data rekam medis di RSUP Sanglah periode tahun April 2015 -
Oktober 2016 dan didapatkan bahwa sebagian besar kasus ditemukan pada laki-laki (66.7%), dan
lebih sedikit pada perempuan (33.3%). Mayoritas umur pasien osteomielitis pada penelitian ini
yakni umur <18 tahun dan 40-49 tahun (26.7%). Klasifikasi diagnosis terbanyak adalah
osteomielitis kronis (53.3%) dengan pola kuman terbanyak Staphylococcus aureus (50%) dan 4
pasien (26.7%) memiliki riwayat post operatif dengan lokasi tersering pada cruris(26.7%)
dimana tata laksana yang sering dilakukan yakni kombinasi terapi antara antibiotik, antipiretik
serta tindakan operatif.(66.7%).

Penatalaksanaan penting dilakukan dengan tepat dikarenakan berhubungan dengan


prognosis osteomielitis ini. Dimana osteomielitis akut dapat dihentikan sebelum terjadi
perkembangan tulang mati jika segera dilakukan pengobatan secara agresif dengan antibiotik
yang sesuai serta pembedahan jika diperlukan. Osteomielitis kronis juga dapat tercetus dari
adanya koeksistensi infeksi, jaringan nonviable, serta adanya respon host yang tidak efektif
(Calhoun, 2009). Menurut sebuah penelitian, dimana tingkat kegagalan dalam pengobatan
osteomielitis serta angka kekambuhan masih cukup tinggi pada 20% dari semua kasus
osteomielitis (Roberts, 2014). Angka yang tergolong masih cukup tinggi ini tentu saja akan
sangat berpengaruh pada prognosis pasien, dimana jika tata laksana terapi tidak tepat akan
mengakibatkan terjadinya kematian tulang yang akan memicu infeksi kronis (Berendt, 2010).

Ada banyak modalitas pencitraan yang dapat digunakan untuk mendiagnosa


osteomyelitis kronis termasuk radiografi, ultrasonografi, pencitraan nuklir, CT Scan dan MRI.
Meskipun radiografi masih akurat menunjukkan perubahan kronis, CT Scan adalah lebih sensitif
untuk mendeteksi sequestra, sinus dan jaringan abcess yang lunak. CT scan dan USG sangat
dalam membantu dalam aspirasi subperiosteal percutaneus dan koleksi cairan atau abses
jaringan. Technetium dan gallium atau indium scan dapat membantu menentukan apakah infeksi
tersebut masih aktif dan dapat membedakan infeksi dari bagian tulang yang tidak mengalami
inflamasi. MRI sangat tepat dalam menampilkan panjang infeksi secara anatomis namun tidak
selalu dapat membedakan osteomyelitis dari fraktur yang sudah sembuh dan tumor. Pendekatan
radiologis pada pasien osteomyelitis kronis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui daerah
tulang yang terinfeksi (panjang infeksi intramedular yang aktif atau abses pada area yang
nekrosis, sequestrum dan fibrosis) dan untuk mengetahui jaringan kulit yang terlibat (area
selulitis, abses dan sinus).4 Akhirnya pendekatan radiologis memiliki peranan dalam mendeteksi
infeksi aktif dan menentukan panjang debridement yang diperlukan untuk mengeluarkan bagian
tulang yang nekrosis dan jaringan lunak yang abnormal. Modalitas radiologis yang dapat
digunakan untuk mendiagnosis osteomyelitis kronis adalah plain photo, ultrasound, nuclear
imaging, CT dan MRI.
Metode:metode yang digunakan adalah cross sectional deskriptif dengan melihat data dari
catatan medis pasien osteomielitis kronis dan mendeskripsikannya pada artikel ini. Hasil: jumlah
pasien sebanyak 33 orang,dengan 26 pasien laki-laki dan 7 pasien perempuan.23 orang
meninggalkan rumah sakit dengan perbaikan,4 orang sembuh,6 orang dengan keadaan lainnya.
Penyebab pada 17 orang adalah trauma,11 orang dengan penyebab iatrogenik,5 orang dengan
sebab lainnya. Tes sensitivitas hanya ditemukan pada 9 kasus sedang lainnya tidak dicantumkan
pada catatan medis,dari 9 kasus ditemukan 8 kasus paling sensitif terhadap amikasin dan 1 kasus
terhadap ciprofloksasin. 25 kasus dilakukan debridement dan sekuestrektomi,3 kasus dilakukan
amputasi,5 kasus hanya dilakukan tindakan konservatif. Tindakan bedah yang dilakukan seperti
debridement,sekuestrektomi,amputasi maupun hanya tindakan konservatif berantung pada
kondisi pasien saat akan dilakukan tindakan bedah,apakah sudah terbentuk sekuester atau
belum,keadaan involukrum,atau adanya komplikasi lain seperti diabetes melitus. Cara
Penggunaan antibiotika secara sistemik masih dilakukan di RSUP Dr.Kariadi karena antibiotika
penggunaan lokal belum tersedia,selain itu pertimbangan bahwa penggunaan antibiotika secara
sistemik masih lebih dianggap efektif dan lebih ekonomis.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa, perawatan yang dilakukan pada kedua kasus berbeda tergantung pada
etiologi dan bentuk kerusakan tulang yang terjadi. Pada prinsipnya penatalaksanaan
osteomyelitis menyangkut eliminasi sumber infeksi, pemberian antibiotik yang adekuat,
melakukan sequestrektomi, debridement, dekortikasi, dan jika lesi ekstensif dilakukan reseksi
dan rekonstruksi, serta mengevaluasi dan memperbaiki sistem daya tahan tubuh dengan
meningkatkan asupan gizi ataupun suplemen dan multivitamin.

Lewat penatalaksanaan kasus ini, disimpulkan bahw aosteomielitis supuratif kronis pada
mandibula edentulus didiagnosis melalui pemeriksaan klinis dan radiologi, dan sukses dirawat
dengan pilihan perawatan sekuesterektomi, dan pencabutan sisa akar di bawah keadaan
teranastesi umum. Penanganan fokal infeksi secara sesegera mungkin, dapat menghindari
terjadinya komplikasi-komplikasi yang lebih berat.
Dimana osteomielitis akut dapat dihentikan sebelum terjadi perkembangan tulang mati jika
segera dilakukan pengobatan secara agresif dengan antibiotik yang sesuai serta pembedahan jika
diperlukan. Osteomielitis kronis juga dapat tercetus dari adanya koeksistensi infeksi, jaringan
nonviable, serta adanya respon host yang tidak efektif

Terdapat banyak modalitas radiologis yang dapat digunakan dalam mendiagnosis osteomyelitis
kronis meliputi foto polos, ultrasonografi, radionuklir, CT scan dan MRI. Walaupun poto polos
masih akurat dalam menunjukkan perubahan kronik, CT scan sangat sensitif dalam menunjukkan
adanya sequestra, sinus dan abses jaringan lunak. CT scan dan USG sangat berguna dalam
membantu aspirasi percutaneus subperiosteal dan koleksi cairan atau abses jaringan. Sequensial
technetium dan gallium kemungkinan membantu dalam mengetahui apakah infeksi tersebut
masih aktif dan membedakan infeksi dari bagian tulang yang tidak mengalami inflamasi. MRI
sangat tepat dalam menampilkan panjang infeksi secara anatomis namun tidak selalu dapat
membedakan osteomyelitis dari fraktur yang sudah sembuh dan tumor

tindakan bedah yang dilakukan pada osteomielitis kronis adalah debridement dan
sekuestrektomi,amputasi,dan tindakan konservatif tergantung keadaan pasien saat akan
dilakukan tindakan bedah dan antibiotika yang digunakan antara lain;
amikasin,ciprofloksasin,golongan cefalosporin generasi ke 3, ampicilin dan gentamicin.
Penggunaan dari antibiotika tersebut diatas secara sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Calhoun JH and Manring MM. Adult Osteomyelitis.Infect Dis N Am 2005; 19:765- 786
2. Cilmiaty R. Infeksi odontogen. Available from: URL http://www.dentalword.com.
Accessed on Jan 20, 2010.
3. Gentry LO, MD. Osteomyelitis : Treatment Overview.
http://www.medscape.com/Osteomyelitis Treatment Overview.htm
4. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oraland Maxillofacial Pathology.
Philadelphia. WB Saunders Company. 1995:112-114
5. Sato T, Shigwaki S, Kazunori K, Akito T, Takenori N. Chronic osteomyelitis of the
mandible. Tokyo: Department of Dental Radiology.
6. Topazian RG, Goldberg MH. Oral and Maxillofacial Infections. 3th ed.
Philadelphia.Saunders.1994: 251-288
7. Walenkamp G H.chronic osteomyelitis.Acta Orthop Scand 1997 ; 68 (5): 497-506.
8. Zuluaga AF, Galvis W, Saldarriaga JG, Agudelo M, Salahazar BE, Vesga O. Etiologic
Diagnosis of Chronic Osteomyelitis. Arch Intern Med. 2006. 166:95 100.

Anda mungkin juga menyukai