Anda di halaman 1dari 18

BAB I

SKENARIO

Gigitanku Kok Ngga Pas


Seorang dokter gigi melakukan kegiatan UKGS di SD X. Keadaan
maloklusi yang ditemukan dicatat untuk memberikan informasi kepada para
orangtua. Dalam catatan informasi itu dijelaskan kasus-kasus maloklusi yang
dapat dilakukan perawatan ortodonti adalah : ada gigitan terbalik di regio
anterior atau posterior, maloklusi skeletal kelas II/III dini, bibir yang
hypotonus, letak gigi permanen berdesakan di regio anterior pada periode
gigi bercampur yang memerlukan tindakan pencabutan gigi secara beruntun

BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

1 Apa yang menyebabkan crossbite regio anterior dan posterior?


2 Apa dampak yang ditimbulkan dari crossbite?
3 Apa saja perawatan yang dilakukan untuk crossbite anterior dan
posterior?
4 Apak gambaran klinis crossbite posterior?
5 Apa ada hubungan antara maloklusi kelas III dengan crossbite?
6 Apa yang dimaksud maloklusi kelas II/III dini? Apa bedanya dengan yang
biasa?
7 Apa rencana perawatan maloklusi kelas II/III dini?
8 Maloklusi seperti apa yang tidak bisa perawatan ortodonti? Perawatan apa
yang dilakukan?
9 Apa efek bibir hipotonus terhadap gigi geligi?
10 Apa penyebab bibir hipotonus?
11 Perawatan apa yang dilakukan pada bibir hipotonus?
12 Kebiasaan buruk apa yang akan timbul akibat bibir hipotonus?
13 Apakah dibutuhkan foto Ro untuk mengetahui maloklusi?
14 Bagaimana perawatan serial extraction?
15 Apakah indikasi pencabutan gigi secara beruntun?
16 Mengapa gigi berdesakan pada gigi permanen tidak dilakukan serial
extraction?
17 Bagaimana cara mendiagnosa kasusu crossbite disebabkan karena
kesalahan dental/skeletal?

BAB III
HIPOTESIS

Kasus maloklusi gigitan terbalik di regio anterior atau posterior, maloklusi


skeletal kelas II/III dini, bibir yang hypotonus, letak gigi permanen
berdesakan di regio anterior pada periode gigi bercampur dapat dirawat
dengan

perawatan

ortodonti

berupa

piranti

cekat

atau

lepasan,

myofunctional therapy, dan serial extraction.

BAB IV
LEARNING ISSUES

1. Crossbite Anterior dan Posterior


- Definisi
- Etiologi
- Gambaran Klinis
- Penatalaksanaan
2. Bibir Hipotonus
- Definisi
- Etiologi
- Gambaran Klinis
- Penatalaksanaan
3. Maloklusi kelas II/III
4. Serial Extraction
- Definisi
- Tujuan
- Macam
- Indikasi dan Kontraindikasi
- Penatalaksanaan

BAB V
LEARNING OUTCOMES

5.1 CROSSBITE ANTERIOR DAN POSTERIOR


5.1.1 Definisi crossbite
Crossbite merupakan penyimpangan hubungan labiolingual dari gigi
geligi maksila terhadap mandibula yang dapat terjadi di region anterior
maupun posterior dan dapat mengenai satu maupun kedua sisi rahang, serta
dapat melibatkan satu atau beberapa gigi.

5.1.2 Klasifikasi dari crossbite


Berdasarkan lokasinya crossbite terbagi atas 2 macam yaitu:
Crossbite Aterior
Merupakan maloklusi suatu kelainan posisi gigi anterior atas yang lebih ke
lingual dibanding gigi anterior bawah,yang dapat melibatkan satu atau
beberapa gigi.kejadian ini terjadi pada saat gigi dalam keadaan oiklusi
sentrik (ersoy dan gliddman,2004).
Crossbite anterior dapat diklasifikasikan atas 3 macam,yaitu:
1. Dental Crossbite Anterior
Disebut juga gigitan silang sederhana (simple crossbite)

yang

melibatkan satu atau dua gigi insisivus maksila,dengan profil wajah


lurus pada oklusi sentrik.analisa sefalometri menunjukan hubungan
skeletak yang baik.kelainan ini terlihat pada overbite dan overjetnya
dan masih dalam hubungan molar kelas I dan pasien dapat menutup
mulut tanpa adanya hambatan. Dental crossbite anterior dapat dapat
5

terjadi karena adanya inklinasi abnormal dari satu atau lebih gigi geligi
di rahang atas sehingga posisinya lebih ke lingual.
2. Fungsional
crossbite

anterior.

Keadaan ini dapat terjadi karena adanya pergeseran mandibula yang


diakibatkan oleh gangguan oklusi sehingga menyebabkan crossbite
anterior.
Profil wajah dapat lurus maupun konkaf,hal ini dapat terjadi karena
adanya perubahan arah pergerakan rahang bawah karena adanya
hambatan atau kebiasaan buruk seperti bernafas melalui ulut dan
menggigit bibir atas.
3. Skeletal crossbite anterior.
Kejadian ini disebabkan karena pertumbahan rahang atas dan rahang
bawah yang tidak proporsional.seperti rahang bawah lebih besar(prognatik)
atau rahang atas yang retraksi.kelianan ini merupakan maloklusi kelas III
dengan profil wajah konkaf.umumnya kelainan ini disebabkan oleh factor
keturunan atau perkembangan dari crossbite dental yang tidak dirawat.
Crossbite

anterior

ini

umumnya

mandibula

terjadi

akibat

yang

adanya

pertumbuhan
berlebihan.

Tipe maloklusi ini disebabkan factor genetic yang diwariskan dan biasanya
mempunyai

tanda

karakteristik

mandibula

prognasi(berlebih),hubungan

molar kaninus kelas III,serta gigi insisivus mandibula yang posisinya lebih ke
labial terhadap gigi insisivus maksila.bila maloklusi kelas III dijumpai pada
masa gigi bercampur atau pada masa gigi permanen sebaikanya dirujuk ke
ahli ortodontik sesegera mungkin.
6

Crossbite Posterior
Crossbite posterior merupakan hubungan abnormal dari gigi-gigi
posterior secara bukolingual pada rahang atas atau bawah pada saat kedua
lengkung gigi berada dalam oklusi sentrik yang dapat terjadi pada satu atau
kedua sisi rahang.
Crossbite posterior dapat diklasifikasikan atas 3 macam yaitu:
1. Dental crossbite posterior
Dental crossbite posterior dapat terjadi akibat gigi mengalami tipping
dan membentuk crossbite.walaupun letak gigi pada lengkung rahang
tidak tepat namun tidak terdapat kelainan skeletal atau penyimpangan
fungsi

mandibula.biasanya

dental

crossbite

posterior

dalam

perkembangannya melibatkan molar pertama permanen maksila yang


erupsi ke arah lingual.kontak oklusi mengakibatkan molar pertama
permanen maksila tipping ke lingual dan molar pertama mandibula
tipping ke bukal.
2. fungsional crossbite posterior
Fungsional
pergeseran

crossbite

mandibula

ke

posterior
lateral

memperlihatkan

saat

menutup

pergeseran

akibat

adanya

hambatan oklusal.pergeseran ini menyebabkan penyimpangan garis


median mandibula yang biasanya menghasilkan unilateral crossbite
dan rotasi kondilus ke arah yang mengalami crossbite.fungsional
7

crossbite posterior dapat dilihat pada saat mandibula membuka dan


menutup.garis median maksila dan mandibula yang sejajar pada saat
terbuka menjadi tidak sejajar pada saat oklusi.garis median mandibula
dapat bergeser ka kanan atau kekiri dari median maksila.peregeseran
mandibula ke lateral inilah yang mengakibatkan crossbite posterior.
3. Skeletal crossbite posterior
Skeletal
hubungan

crossbite

skeletal

posterior

maksila

ditimbulkan

dan

mandibula

oleh

perbedaan

dalam

arah

tranversal.perbedaan hubungan skeletal ini disebabkan oleh factor


keturunan yang biasanya mengakibatkan bilateral lingual crossbite
dengan

peneyempitan

lengkung

maksila.

Garis median kedua rahang sejajar dengan garis median wajah saat
membuka dan menutup mulut serta tidak terdapat penyimpangan
fungsional.
5.1.3 Etiologi
Crossbite Anterior
Karena adanya inklinasi abnormal :
-

Traumatic Injury
Gigi desidui persistensi
Supernumerary teeth
Adanya celah bibir

Crossbite Posterior
Dental :
- Kurang ruang lengkung gigi
- Persistensi gigi molar silung
8

Fungsional :
-

Penyimpangan fungsional mandibula ke lateral saat oklusi


2 gigi berdesakan
Erupsi tidak teratur

Skeletal : Pertumbuhan tulang maksila dan mandibula yang asimetris.


Faktor jaringan lunak : Faktor jaringan lunak: kebiasaan menghisap jari
menyebabkan kontraksi otot pada pipi sehingga bagian posterior rahang
atas tertekan kearah palatal kemudian menyebabkan crossbite posterior.
5.1.4 Penatalaksanaan
Anterior Crossbite
1. Dengan tounge Blade

Indikasi:

palatoversi I2 RA dengan ruang yang cukup


Kecenderungan kelas III herediter yang ringan
Kecenderungan crossbite anterior pada penderita dengan profile
lurus karena overjet yang minimal (<2mm)

Kelemahan:

Efektif hanya pada saat mahkota belum erupsi sempurna.


Dapat digunakan jika ada tempat yang tersedia.
9

Pasien harus kooperatif.


Cara:
1. Buat tounge blade selebar gigi yang palatoversi
2. Letakkan pada incisal I RB tanpa tekanan
3. Dengan tumpuan tepi incisal I RB, tounge blade diputar keatas dan ke
depan menyentuh facies lingual gigi RA yang palatoversi. Pasien
disarankan menggigit dengan tekanan yang tepat.
4. Durasi pemakaian 1-2 jam per hari dalam 10-14 hari
5. Disarankan pemakaian selalu dibawah pengawasan ortodonsi.
2. Dengan catlans appliance/ lower anterior inclined plane

Indikasi:crossbite akibat letak I RA di palatal/ palatoversi.


Dikonstruksikan dengan derajat kemiringan 45 pada anterior RB dengan
akrilik atau cost metal.
Kelemahan: kesulitan berbicara dan makan
Pasien harus kooperatif
Harus dilakukan penyemenan berulang
3. Double cantilever spring/ pegas Z/ pegas Ganda

Indikasi:
anterior crossbite pada satu atau dua gigi
Kelemahan: hanya efektif jika memang ada tempat yang tersedia
10

Crossbite Posterior
Fix
1. W-Arch Plane
Untuk menyesuaikan bidang oklusal. Dilakukan pengaktifan setiap 3
minggu. Pengaktifan harus dilakukan dengan hati-hati. Pengaktifan
yang berlebihan akan membuka sutura palatina dan menimbulkan rasa
sakit pada pasien.
2. Minnesota Expander
Dipakai untuk mengoreksi skeletal bilateral crossbite maksila yang
sempit. Keuntungan dari alat ini adalah kekuatan dapat dikontrol.
Pasien harus beradaptasi dalam menggunakan pesawat ini karena
sangat mangganggu lidah saat menelan. Lama perawatan 14-28 hari.
Removeable
1. Cross Elastic
Untuk merawat unilateral dental crossbite yang melibatkan 1 atau 2
gigi. Cross elastic dipakai sampai crossbite terkoreksi. Penempatan
hook & band tergantung pada keadaan crossbite. Keuntungan dari alat
ini relatif mudah untuk menggerakan maksila atau mandibula.
2. Hawley Plane
Dapat merawat bilateral crossbite maupun unilateral crossbite., bila
crossbite sudah terkoreksi dianjurkan untuk memakai retainer selama
6 bulan.
5.2 BIBIR HIPOTONUS
5.2.1 Definisi
Hipotonus ialah kondisi dimana kualitas tonus otot lebih rendah dari
normal. Dikelompokkan sebagai kelumpuhan. Dalam Kontraksi otot yang

11

diperlukan untuk stabilisasi dan menggerakkan tulang pada hipotonus tidak


mencukupi.
5.2.2 Etiologi
- gangguan fungsi CNS.
- gangguan/penyakit pada jaringan ikat dan metabolik, nutrisi dan
gangguan endokrin.
- gangguan sindrom lain.
5.2.3 Penatalaksanaan
Latihan otot orbicularis dan grup circumoral:
1. Bibir atas ditarik (stretch) dalam arah posteroanterior dengan
overlapping bibir bawah untuk membentuk oral seal secara labial
2. Dengan menahan selembar kertas di antara bibir
3. Orang tua dapat menarik (stretch) bibir anak dalam arah
posteroanterior pada interval reguler.
4. Mendebur air diantara bibir sampai merasa lelah
5. Memijat-mijat bibir
6. Memainkan alat musik tiup untuk menghasilkan tonisitas bibir yang
baik
7. Menempatkan plaster bedah pada bibir untuk membantunya
tertutup sempurna
8. Menggunakan oral screen dengan holder untuk melatih bibir
9. Button pull exercise: kancing dengan diameter 1,5 inch dimasukkan
ke benang, pasien diminta untuk menempatkan kancing di belakang
bibir dan tarik benang sedangak bibir berusaha untuk menahannya di
saat bersamaan.
10. Tug of war

exercise:

mirip

dengan

button

pull

exercise,

perbedaannya adalah menggunakan 2 kancing dan individu lain


menarik benang dan menahan kancing di saat bersamaan
5.3 MALOKLUSI KELAS II/III
eInrstpidauPmbhoMklS

12

Pertumbhanoklsijdptgewamkinrshdptueagkrnmhsiloeaub.Pydptrjknmofcieal.

fiaKslkifunctope:
Tothnbeprvasi
Tothnbeacriv
Tisuenbor

nA.steIpriomaklu
->atedrjnikpgumbh atsenrpuhgbwatkomesidny.

aPewrnt:
Headgr
oBnairt
Aktivaor
aOlrscen
Franskel'pci

nBste.Ipriomaklu
fi->desinprtumbhakl ngwberihaotumksdy.
13

aPewrtn:
Franskel'Ipic:utmbhngas
Chincup:ktmeabsr gwh
5.4 SERIAL EXTRACTION
5.4.1
Definisi
Metode perawatan ortodonsia pada masa gigi bercampur, hubungan rahang
Klas I dengan crowded berat.
Pencabutan serial adalah pencabutan gigi yang terencana dan berurutan
untuk menghilangkan berdesakan dan mendapatkan hasil yang memuaskan.
5.4.2

Tujuan
- Menghilangkan gigi yang berdesakan
- Menuntun dan mengontrol erupsi

gigi-gigi

permanen

dalam

lengkung rahang untuk mencegah agar tidak terjadi maloklusi pada


gigi permanen.
5.4.3
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
- Adanya disharmoni dento maksiler.
- Pada fase gigi pergantian.
- Basis apical terlalu kecil untuk memuat semua gigi dalam lengkung
yang rata.
- Tidak ada kelaijnan skeletal.
- Hubungan moalr kelas I.
- Overbite normal.
- Crowded berat.
Kontraindikasi
- Maloklusi kelas I angle dengan kekurangan tempat yang kecil.
- Maloklusi kelas II divisi 2 dan kelas III angle.
- Openbite.
- Crowded ringan.
- Agenisis.
14

Diastema.
Deep overbite.

5.4.4 Penatalaksanaan
Tindakan yang mula-mula dilakukan pada pencabutan serial adalah
mencabut kaninus sulung agar terdapat ruangan sehingga insisiv yang
berdesakan

terkoreksi

secara

spontan

(tanpa

menggunakan

peranti

ortodonti) kecuali gigi yang terletak rotasi. Bila akar premolar pertama telah
terbentuk setengah atau dua pertiga, molar pertama sulung dicabut untuk
mempercepat erupsi premolar pertama. Ketika premolar pertama telah
erupsi gigi ini dicabut agar kaninus erupsi ketempat bekas pencabutan
premolar pertama. Bila terdapat sisi diastema perlu ditutup dari distal
dengan menggunakan peranti cekat agar gigi-gigi dapat terletak dalam
kedudukan normal . premolar kedua biasanya akan erupsi secara normal
menggantikan

kedudukan

molar

kedua

sulung.

Kadang-kadang kaninus permanen rahang bawah erupsi hampir bersamaan


dengan premolar pertama sehingga bila tidak terdapat ruangan yang cukup
kaninus permanen akan terletak lebih labial. Untuk mencegah keadaan ini
bila akar premolar pertama bawah telah terbentuk setengah atau dua
pertiga maka molar molar pertama sulung dicabut untuk mempercepat
pertumbuhan premolar pertama. Bila premolar pertama ini telah erupsi gigi
ini dicabut agar gigi kaninus permanen erupsi kearah diastema bekas
premolar pertama. Masalah dapat timbul apabila pada foto rontgen terlihat
kaninus erupsi terlebih dahulu daripada premolar pertama. Tindakan yang

15

dapat dilakukan adalah pada saat mencabut molar pertama sulung juga
dilakukan enukleasi pada premolar pertama. Kekurangan enukleasi adalah
tidak terbentuk tulang alveolar diregio tersebut sedangkan bila premolar
erupsi

akan

terbentuk

tulang

alveolar.

Untuk menghindari operasi pada anak-anak, dilakukan cara lain yaitu


mencabut molar pertama sulung, setelah 6 bulan molar kedua sulung
dicabut, supaya premolar pertama erupsi agak ke distal diatas benih
premolar kedua, bila premolar pertama telah erupsi maka harus dicabut ,
kemudian
permanen

perlu

pemakaian

space

maintainer

tidak

bergerak

ke

supayamolar

pertama

mesial.

Premolar kedua biasanya erupsi secara normal menggantikan molar kedua


sulung. Ruangan bekas pencabutan premolar dipakai oleh kaninus permanen
yang bergeser kedistal, premolar kedua dan molar pertama permanen
bergeser ke mesial. Bila pencabutan serial tidak diikuti oleh perawatan
komperhensif dengan piranti cekat maka tidak akan didapatkan susunan gigi
yang ideal, letak akar gigi yang tidak sejajar dan penutupan diastema tidak
berhasil

dengan

baik.

Apabila terjadi Agenisi premolar pertama cabut molar pertama sulung


kemudian kaninus permanen akan menempati tempat tersebut. Agenisi
premolar kedua bila kaninus permane erupsi lebih dulu dari premolar
pertama maka cabut molar pertama sulung dan molar kedua sulung
bersama-sama agar kaninus sulung dan premolar pertama dapat erupsi agak

16

ke distal dan perlu dipasang space maintainer agar molar pertama permanen
tidak bergeser ke mesial.
Teknik Seri Ekstraksi
_ Exo insisivus lateralis desidui ----- insisivus pertama
permanen erupsi
_ Exo caninus desidui ----- insisivus lateral permanen
akan erupsi ( akar caninus permanen telah terbentuk
minimal 1/2 )
_ Exo molar satu desidui ------ biasanya 6-12 bulan
sebelum erupsi (akar P1 terbentuk minimal 1/2 3/4)
_ Exo P1 ------ C permanen akan erupsi
_ Exo molar dua desidui ---- P2 erupsi

Menurut Dewel
_ Exo caninus desidui ---- susunan keempat
insisivi teratur

17

_ Exo molar satu desidui ---- P1 erupsi


_ Exo P1 ------- Caninus permanen erupsi

DAFTAR PUSTAKA

Pambudi, R. Ortodonti Dasar.2009. Surabaya. Airlangga University


Buku Ajar Ortodonti III, FKG UGM
Moyers. Handbook of Ortodontic. 4edition. Chichago Yearbook. Medical. 1998
Graber, JM & Swain, BF. Orthodontic Principler & Technique. 1983
Proffit.W. R,dkk. Contemporary Orthodontic. Edisi III. St.Louis. Mosby. Inc :
2000

18

Anda mungkin juga menyukai