PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui penatalaksanaan kasus maloklusi kelas I tipe 1 dengan piranti ortodonti
lepasan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan kasus ini adalah untuk memberi pengetahuan tambahan bagi para
mahasiswa klinik mengenai cara menangani kasus maloklusi kelas 1 tipe 1 (crowding
anterior)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Oklusi
Oklusi adalah kontak antara gigi geligi yang saling berhadapan selama terjadi satu
rangkaian gerakan mandibula. Oklusi yang normal bergantung pada kesesuaian antara
lengkung gigi, hubungan gigi geligi rahang atas dan gigi rahang bawah, serta berkaitan
dengan otot, sendi dan skeletal yang berpengaruh terhadap fungsional. 6
Terdapat enam kunci oklusi normal yaitu hubungan molar yang memperlihatkan
puncak bonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas berkontak dengan lekuk
bukal (buccal groove) yang berada diantara mesial dan sentral dari molar pertama
permanen rahang bawah pada bidang sagital, angulasi dan inklinasi mahkota gigi geligi
yang tepat, tidak terdapat rotasi gigi, kontak antara gigi geligi rapat, tidak ada celah ataupun
3
fungsi. Oleh karena itu, pemahaman tentang oklusi yang baik diperlukan oleh prostodontis
B. Maloklusi
Menurut Graber dan Vanarsdall serta Profit dan Fields, maloklusi dapat
menyebabkan tiga permasalahan bagi penderita. Pertama, maloklusi sebagai penyebab atau
predisposisi penyakit lain seperti penyakit periodontal dan karies gigi. Kedua, maloklusi
sebagai penyebab gangguan fungsi seperti gangguan sendi temporomandibula,
gangguan pengunyahan gangguan penelanan dan gangguan bicara, Ketiga, maloklusi
yang berdampak terhadap estetik wajah sering menimbulkan masalah psikososial.
Penderita maloklusi di Indonesia cukup tinggi walaupun jumlah permintaan akan
perawatan ortodonti rendah karena kurang pengetahuan tentang maloklusi.1
4
dengan lekuk bukal (buccal groove) molar pertama permanen rahang bawah dan gigi
kaninus rahang atas berada diantara kaninus dan premolar pertama rahang bawah.10,12,13
C. Klasifikasi Maloklusi
1. Kelas 1 (neutroklusi)
Maloklusi kelas 1 Angle, yaitu dimana tonjol mesiobukal molar pertama rahang
atas beroklusi dengan celah bagian bukal (buccal groove) molar pertama rahang
bawah seperti pada Gambar 1.
5
3. Tipe 3 : Gigitan silang anterior (crossbite anterior) karena inklinasi
gigi anterior rahang atas palatoversi terhadap gigi anterior rahang
bawah.
4. Tipe 4 : Gigitan silang posterior (crossbite posterior).
5. Tipe 5 : Gigi posterior mengalami pergeseran ke mesial (mesial
drifting).
6. Tipe 6 : Lain-lain, seperti diastema, open bite, deep bite.4
2. Kelas II (distoklusi)
a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol
mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal gigi P2 bawah.
Seperti pada Gambar 2.
b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol
mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah.
6
Gambar 2. Maloklusi kelas II Angle15
7
Gambar 3. Maloklusi kelas III Angle15
8
BAB III
LAPORAN KASUS
9
Seorang pasien perempuan bernama Zarra Amelia usia 8 tahun datang ke RSGM FKG
Usakti dengan keinginan merapikan gigi yang dirasa berantakan. Pasien datang bersama ibunya
yang bernama Yulianah, suku Jawa, pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Ayahnya bernama Jallaludin,
suku Jawa, pekerjaan karyawan. Zarra lahir pada 26 April 2007, belum kawin, beragama Islam,
seorang pelajar SD dengan berat badan 29 kg dan tinggi badan 120 cm. Pasien lahir normal, tidak
memiliki kebiasaan buruk, tidak memiliki riwayat alergi, dan kesehatannya baik.
Pada pemeriksaan intraoral, kebersihan mulutnya sedang. Frenulum labii atas dan bawah
sedang. Gingiva terlihat berwarna merah muda, hubungan gigi (sagital, transversal dan vertikal)
dan oklusi, molar kanan cusp to cusp dan molar kiri kelas I, dengan overjet 2 mm, overbite 1 mm,
midline pasien ini berhimpit, rahang bawah tidak ada deviasi. Bentuk lengkung gigi rahang atas
pada pasien ini adalah ovoid simetris, bentuk lengkung gigi rahang bawah ovoid simetris. Bentuk
dan aktivitas, posisi postural dan posisi lidah pada waktu bicara normal. Pada palatum tidak ada
kelainan, tidak ada pembengkakan adenoid dan tonsilnya normal. (Gambar 4).
Hubungan rahangnya ortognatik. Umur dentalis: regio 1=14, 2=22, 3=34, 4=44. Dapat
dilihat dari odontogram pasien pada Tabel 1. Pada analisis fungsional terdapat interocclusal
clearance ± 2 mm dan tidak memiliki occlusal interference. Pada foto panoramik terlihat tidak ada
gigi abnormal. (Gambar 5).
Etiologi terjadinya crowding ini karena ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan
rahang. Diagnosis kasus ini adalah maloklusi kelas 1 tipe 1, skeletal kelas 1. Analisis radiografi
sefalometrik dilakukan untuk menilai apakah maloklusi pada pasien ini merupakan maloklusi
dental atau skeletal. (Gambar 6).
10
Nama :Zarra Amelia
Gambar 4. Foto ekstra oral dan intra oral pasien sebelum perawatan.
O SA D M M M M D SA O
UE UE P UE P UE UE P P P UE UE UE P UE UE
UE UE P UE Pe UE P P P P UE P UE Pe UE UE
O SA O M M M M D M SA
Tabel 1. Odontogram
Keterangan :
13
1.Jarak I-Apg 4 mm 2 6 mm 1 Kedudukan insisif bawah
protrusif ringan
14
Tabel 5. Inklinasi Aksial Gigi Geligi (mm)
18 28
17 27
11 11
Normal 16 26 Normal
mm mm
15 25
6
Infraklusi 14 24
mm
13 23
6
12 22 normal
mm
Distolabiotorso 8 8
11 21 Distolabiotorsoversion
version mm mm
6 6
Distolabiotorsoversion 41 31 distolabiotorsoversion
mm mm
6 6
Linguoversion 42 32 Mesiolinguotorsoversion
mm mm
43 33
7 7
Infraklusi 44 34 infraklusi
mm mm
45 35
10 10
Normal 46 36 Normal
mm mm
47 37
48 38
15
Rencana perawatan untuk rahang atas pasien ekspansi bilateral dengan expansion
screw lalu observasi. Pada rahang bawah adalah pertama dilakukan pencabutan gigi 75 dan
84, ekspansi bilateral dengan expansion screw, regulasi anterior dengan labial bow lalu
observasi. (Gambar 7).
Perawatan ortodonti (Tabel 6) diawali dengan pemasangan piranti pada tanggal 15 Maret
2016 dan dilakukan motivasi, edukasi dan instruksi kepada pasien. Kunjungan berikutnya
dilakukan aktivasi pertama berupa ekspansi bilateral rahang atas dan rahang bawah dilakukan
sampai pada aktivasi ke 9. Pada aktivasi ke 10 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan bawah
dan juga dilkaukan pengasahan plat rahang bawah. Dan pada aktivasi ke 11 dilakukan re-ekspansi
rahang atas satu kali dan rahang bawah dua kali karena pasien tidak memakai piranti sehingga
piranti tersebut tidak dapat masuk. Aktivasi ke 12 kembali dilakukan re-ekspansi rahang atas 1
kali dan ekspansi bilateral rahang bawah.
16
Aktivasi ke 13 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan rahang bawah serta dilakukan
pengasahan plat rahang bawah. Aktivasi ke 14 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan bawah.
Aktivasi ke 15 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan bawah serta pengasahan plat rahang
bawah. Aktivasi ke 16 dilakukan re-ekspansi bilateral rahang atas dan bawah..Pada tanggal 30
Maret 2017 dilakukan cetak evaluasi dan tanggal 4 April 2017 dilakukan step model. Hasil
perawatan yang diperoleh cukup memuaskan. Crowding pada rahang bawah mulai berkurang dan
jauh lebih baik dari awal pemakaian ortodonti lepasan. (Gambar 8).
17
13 14 November 2016 Aktivasi 12 : Re-ekspansi bilateral RA dan Ekspansi bilateral RB
18
Gambar 8. Foto ekstra oral dan intra oral pasien sesudah perawatan.
BAB IV
19
PEMBAHASAN
Maloklusi merupakan masalah gigi yang paling umum dikeluhkan seseorang, sehingga
memiliki keinginan untuk melakukan tindakan perawatan ortodonti. Tujuan perawatan ortodonti
adalah untuk memperbaiki susunan gigi geligi dan hubungan rahang yang tidak normal sehingga
dapat tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang baik, serta untuk memperoleh
keharmonisan bentuk muka, relasi dan fungsi pengunyahan yang baik, serta stabilitas hasil
akhir.19,20,21
Laporan kasus ini membahas mengenai maloklusi pada seorang anak perempuan berusia 8
tahun 9 bulan, yang mengeluh giginya berjejal dan ingin giginya dirapikan. Dari anamnesis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang berupa rontgen panoramik dan sefalogram, serta
analisis kasus, maka dapat ditegakkan diagnosis untuk kasus ini adalah Maloklusi kelas I tipe 1.
Kasus ini termasuk maloklusi kelas I karena cusp mesiobukal dari gigi molar permanen
pertama maksila beroklusi dengan bukal groove dari gigi molar permanen pertama mandibula.
Hubungan gigi kaninus tidak bisa dijadikan penilaian karena gigi permanen pasien belum erupsi.
Kelas I tipe 1 karena terdapat crowding atau gigi berjejal pada gigi insisivus rahang atas dan
bawah. Ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan rahang menjadi salah satu penyebab gigi
berjejal. Klasifikasi gigi berjejal pada kasus ini adalah tipe crowding ringan. 17
Crowding merupakan alasan yang paling sering untuk pasien datang mencari perawatan
ortodonti, terutama ketika pada regio anterior yang dapat mempengaruhi estetik. Faktor-faktor
penyebab crowding yaitu panjang lengkung, premature loss dari gigi sulung, persistensi gigi,
adanya gigi supernumerary, gigi macrodontia, pola erupsi gigi yang berubah, erupsi terlambat dari
gigi permanen, trauma, gigi geminasi.17
Salah satu tujuan utama pada bidang kedokteran gigi pada anak-anak adalah
mempertahankan atau memperbaiki lengkung rahang yang stabil untuk memberikan ruangan
untuk erupsi gigi permanen dan mencegah terjadinya maloklusi yang lebih parah. Dalam
melakukan perawatan ortodonti sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-
20
gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam lengkung yang
baik.16
Perawatan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis kasus merupakan kasus non ekstraksi
dengan menggunakan piranti ortodonti lepasan karena perawatannya yang lebih mudah dan dapat
lebih mudah menjaga kebersihan mulutnya. Pasien diinstruksikan untuk kontrol setiap 1-2 minggu
sekali. Piranti ortodonti lepasan tersebut terdiri dari plat; sekrup ekspansi bilateral; cengkeram
double Adams pada gigi 16, 26; cengkram Adams pada gigi 36 dan 46; dan labial bow untuk
rahang bawah.
Plat ekspansi merupakan piranti ortodonti lepasan yang sering digunakan pada kasus gigi
depan berjejal yang ringan. Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh dengan
menambah perimeter lengkung gigi menggunakan plat ekspansi. Plat dasar akrilik tidak boleh
terlalu tebal dan harus dipoles licin supaya enak dipakai dan mudah dibersihkan. Plat ekspansi
memerlukan retensi dan stabilitas yang tinggi sehingga maksud pelebaran lengkung gigi dapat
tercapai. Stabilitas diperoleh dengan menggunakan klamer yang mempunyai daya retensi tinggi
misalnya Adam’s clasp Sekrup ekspansi bilateral berfungsi untuk melebarkan lengkung rahang
dan mengikuti pertumbuhan rahang sehingga mendapatkan ruangan yang cukup.16
Pada akhir perawatan, hasil yang dicapai cukup memuaskan. Crowding pada bagian gigi
bawah berkurang meski belum sempurna. Gigi berjejal rahang bawah sudah cukup terlihat ada
perbaikan yaitu gigi 32 dan 42 yang sudah berada pada posisi lengkung gigi yag tepat.
21
BAB V
KESIMPULAN
Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malposisi gigi, yaitu kesalahan posisi gigi
pada masing-masing rahang. Malposisi gigi akan menyebabkan malrelasi, yaitu kesalahan
hubungan antara gigi-gigi pada rahang yang berbeda. Lebih lanjut lagi, keadaan demikian
menimbulkan maloklusi, yaitu penyimpangan terhadap oklusi normal. Maloklusi kelas 1 tipe 1
pada kasus ini dapat dirawat dengan piranti ortodonti lepasan. Perawatan yang dilakukan
berdasarkan hasil analisis kasus merupakan kasus non ekstraksi dengan menggunakan piranti
ortodonti lepasan melalui tindakan ekspansi bilateral.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Simbolon, B. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Perilaku
Malokulsi Anak pada Usia 10-14 Tahun di Bandar Lampung. J Ilm. Keperawatan. Vol
VIII. No.1,45-51.
2. Aditya, M. Y.; Baehaqi, M.; Praptiningsih, R. S. 2015. Pengaruh Pengetahuan Orang Tua
Tentang Ortodonsi Preventif dengan Perilaku Pencegahan Maloklusi pada Gigi Anak.
Odonto. 2(1), 46-50.
6. Singh G.2007 Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee. p.43-5, 53, 163-7,
179-201
7. Nabila dkk. 2017. Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Kondsis Maloklusi Pada
Anak yang Memiliki Kebiasaan Buruk Oral. J Syiah Kuala Dent Soc. (1):12-18
23
8. Foster TD. 2012. A Textbook of Orthodontics. Dalam: Yuwono L, editor. Buku Ajar
Ortodonsi. 3rd ed. Jakarta: EGC;. hal. 25, 29.
9. Cobourne MT, DiBiase AT. 2011. Handbook of Orthodontics. 1st ed. Philadelphia: Mosby.
p.269
10. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. 2012. Contemporary Orthodontic. 5th ed. St Louis:
Mosby;. p.3, 11-2.
11. Welbury R, Duggal MS, Hosey MT. 2012. Paediatric Dentistry. 4th ed. United Kingdom:
Oxford University Press, p.11-5, 283.
12. Singh G. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee;. p.43-5, 53, 163-7,
179-201.
13. Premkumar S. 2008. Prep Manual for Undergraduates Orthodontics. New Delhi: Mosby;
p.122, 124-6, 128, 137- 8, 151
14. Goyal Sandeep. Sonia. 2012. Pattern of Dental Malocclusion in Orthodontic Patients in
Rwanda: A Retrispective Hospital based Study. Rwanda Med J. Vol 69(4).13-18
15. Phulari BS. 2011. Orthodontics Principles and Practice. Ed ke-1. New Delhi:JPBMP 3-
4.
16. Sulandjari H, 2008. Buku Ajar Orthodonsia 1, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Gajah Mada Yogyakarta:
17. Savitri IP, Rachmadi P, Widodo. 2014. Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal dan Berjejal
Rahang Bawah pada Bentuk Lengkung Narrow Rahang Bawah. Dentino; Vol.2: 130-132.
18. Ulusoy AT, Bodrumlu EH. 2013. Management of Anterior Dental Crossbite with
Removable Appliances. Contemp Clin Dent; 4(3): 223-226.
19. Wijaya S. 2011 Perbandingan Gigi dan Dimensi Lengkung antara Gigi Tanpa Berjejal
dengan Berjejal. Dentika: 1-6
20. Anne-Marie B, Cunha-Cruz J, Bakko DW, Huang GJ, Hujoel PP. 2008. The Effects of
Orthodontic Therapy on Periodontal Health: A Systematic Review of Controlled Evidence.
J Am Dent Assoc.; 139: 413-422 4.
24
21. Pambudi-Rahardjo. 2009 Ortodontik Dasar. Airlangga University Press: Surabaya;2-6, 60-
79.
25