Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam masyarakat luas di Indonesia, kelainan-kelainan di bidang ortodonti masih


belum banyak mendapat perhatian atau belum banyak dikenal. Hal ini terlihat misalnya
dari tidak adanya usaha-usaha penanggulangan yang dilakukan pada kelainan ini pada
anak-anak sekolah dasar, walaupun usaha-usaha penanggulangan penyakit karies dan
penyakit periodontal telah lama dilakukan secara intensif.1
Menurut Clark, orang tua dan keluarga memegang bagian yang sangat berarti dalam
setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak dan berpengaruh terhadap pendidikan
anak. Pengetahuan orang tua sangat berpengaruh dalam mendasari terbentuknya perilaku
yang mendukung atau tidak mendukungnya pertumbuhan gigi anak.2
Anak masih mempunyai keterbatasan secara fisik dan psikis, sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan yang sedang berlangsung. Tidak jarang anak yang sedang
dalam masa pertumbuhan, memiliki masalah dengan gigi geliginya. Salah satu masalah
gigi yang sering terjadi pada masa pertumbuhan adalah maloklusi.3

Maloklusi adalah penyimpangan oklusi yang terjadi karena interaksi yang


kompleks antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
Maloklusi dapat menyebabkan masalah estetik, resiko karies dan penyakit periodontal,
sampai gangguan pada sendi temporomandibular bila tidak dikoreksi.4,5

Etiologi maloklusi merupakan ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor


penyebab terjadinya kelainan oklusi. Pengetahuan mengenai etiologi perlu diketahui oleh
dokter gigi yang akan melakukan tindakan preventif, interseptif, dan kuratif. Penguasaan
ilmu tentang faktor etiologi maloklusi memungkinkan dokter gigi melakukan tindakan
perawatan secara tepat dan efektif.4

1
B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan perawatan ortodonti maloklusi kelas I tipe 1 dengan piranti


ortodonti lepasan?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui penatalaksanaan kasus maloklusi kelas I tipe 1 dengan piranti ortodonti
lepasan.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan kasus ini adalah untuk memberi pengetahuan tambahan bagi para
mahasiswa klinik mengenai cara menangani kasus maloklusi kelas 1 tipe 1 (crowding
anterior)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Oklusi
Oklusi adalah kontak antara gigi geligi yang saling berhadapan selama terjadi satu
rangkaian gerakan mandibula. Oklusi yang normal bergantung pada kesesuaian antara
lengkung gigi, hubungan gigi geligi rahang atas dan gigi rahang bawah, serta berkaitan
dengan otot, sendi dan skeletal yang berpengaruh terhadap fungsional. 6
Terdapat enam kunci oklusi normal yaitu hubungan molar yang memperlihatkan
puncak bonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas berkontak dengan lekuk
bukal (buccal groove) yang berada diantara mesial dan sentral dari molar pertama
permanen rahang bawah pada bidang sagital, angulasi dan inklinasi mahkota gigi geligi
yang tepat, tidak terdapat rotasi gigi, kontak antara gigi geligi rapat, tidak ada celah ataupun

berjejal, serta memiliki curve of Spee yang datar. 6, 7,8


Oklusi yang baik harus memungkinkan mandibula bertranslasi tanpa hambatan
oklusal saat gerakan fungsional terutama pada segmen posterior sehingga distribusi beban
aksial lebih merata dan dapat menghindari jatuhnya beban berlebih pada sendi
temporomandibula. Oklusi sangat penting karena merupakan dasar dari fungsi mastikasi.
Dalam bidang prostodonti salah satu tujuan pembuatan gigi tiruan adalah mengembalikan

3
fungsi. Oleh karena itu, pemahaman tentang oklusi yang baik diperlukan oleh prostodontis

dapat merehabilitasi oklusi sehingga dicapai fungsi yang dinamis. 9

B. Maloklusi

Maloklusi adalah penyimpangan oklusi yang terjadi karena interaksi yang


kompleks antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan.
Maloklusi merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari proses tumbuh kembang yang
ditandai dengan tidak harmonisnya hubungan antar gigi, satu lengkung rahang dengan
lengkung rahang lainnya, wajah atau keseluruhan. Maloklusi menyebabkan tampilan
wajah buruk, gangguan pada sendi temporomandibular, gangguan bicara, risiko karies,
penyakit periodontal dan trauma. Maloklusi yang terlihat pada tahap geligi campuran
akan mengalami perubahan seiring dengan adanya proses tumbuh kembang dan dapat
menimbulkan derajat keparahan yang tinggi pada tahap gigi permanen bila tidak
1,10,11
dilakukan analisis sejak dini, pencegahan dan perawatan yang tepat pada anak.

Menurut Graber dan Vanarsdall serta Profit dan Fields, maloklusi dapat
menyebabkan tiga permasalahan bagi penderita. Pertama, maloklusi sebagai penyebab atau
predisposisi penyakit lain seperti penyakit periodontal dan karies gigi. Kedua, maloklusi
sebagai penyebab gangguan fungsi seperti gangguan sendi temporomandibula,
gangguan pengunyahan gangguan penelanan dan gangguan bicara, Ketiga, maloklusi
yang berdampak terhadap estetik wajah sering menimbulkan masalah psikososial.
Penderita maloklusi di Indonesia cukup tinggi walaupun jumlah permintaan akan
perawatan ortodonti rendah karena kurang pengetahuan tentang maloklusi.1

Pemeriksaan klinis untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan maloklusi


dapat ditentukan dengan suatu klasifikasi maloklusi. Klasifikasi maloklusi yang paling
banyak digunakan adalah klasifikasi maloklusi menurut Angle. Penggunaan klasifikasi ini
berdasarkan hubungan dari gigi geligi terutama gigi molar pertama permanen rahang atas
terhadap gigi molar pertama permanen rahang bawah yang digunakan sebagai kunci
oklusi. Idealnya puncak bonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang atas berkontak

4
dengan lekuk bukal (buccal groove) molar pertama permanen rahang bawah dan gigi
kaninus rahang atas berada diantara kaninus dan premolar pertama rahang bawah.10,12,13

C. Klasifikasi Maloklusi

Angle mengklasifikasikan maloklusi menjadi 3 kelas, yaitu14

1. Kelas 1 (neutroklusi)
Maloklusi kelas 1 Angle, yaitu dimana tonjol mesiobukal molar pertama rahang
atas beroklusi dengan celah bagian bukal (buccal groove) molar pertama rahang
bawah seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Kelas 1 (neutroklusi)

Terdapat 6 tipe maloklusi kelas I Angle yaitu :

1. Tipe 1 : Gigi anterior berjejal (crowding) dengan kaninus terletak


lebih ke labial (ektopik).
2. Tipe 2 : Gigi anterior terutama pada rahang atas terlihat labioversi
atau protrusif.

5
3. Tipe 3 : Gigitan silang anterior (crossbite anterior) karena inklinasi
gigi anterior rahang atas palatoversi terhadap gigi anterior rahang
bawah.
4. Tipe 4 : Gigitan silang posterior (crossbite posterior).
5. Tipe 5 : Gigi posterior mengalami pergeseran ke mesial (mesial
drifting).
6. Tipe 6 : Lain-lain, seperti diastema, open bite, deep bite.4

2. Kelas II (distoklusi)
a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol
mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal gigi P2 bawah.
Seperti pada Gambar 2.
b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari tonjol
mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah.

Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu divisi 1 dan divisi 2 :

a. Kelas II Angle Divisi 1 :

Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke labial atau


protrusi

b. Kelas II Angle Divisi 2 :


Pada Klas II divisi 2 menunjukkan relasi molar Kelas II Angle
dengan ciri-ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan
inklinasi insisivus lateral ke labial.15,16

6
Gambar 2. Maloklusi kelas II Angle15

3. Kelas III Angle


a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal
gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.
Seperti pada Gambar 3.
b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada
relasi gigi anterior.16

7
Gambar 3. Maloklusi kelas III Angle15

D. Gigi berjejal/ crowding


Salah satu kondisi maloklusi yang paling sering terjadi adalah adanya gigi berjejal
atau tidak teratur dapat menjadi pemicu adanya masalah jaringan periodontal. Gigi berjejal
sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan
penumpukan plak yang juga menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kalkulus dan
gingivitis.8
Hal ini dapat disebabkan karena pada saat menyikat gigi, sikat gigi tersebut sulit
menjangkau sisa makanan yang menempel di area interdental sehingga terjadi akumulasi
plak dan membentuk kalkulus kemudian menjadi pemicu terjadinya gigi berlubang (karies)
dan penyakit gusi (gingivitis) bahkan dapat terjadi kerusakan jaringan pendukung gigi
(periodontitis).17,18

8
BAB III

LAPORAN KASUS

9
Seorang pasien perempuan bernama Zarra Amelia usia 8 tahun datang ke RSGM FKG
Usakti dengan keinginan merapikan gigi yang dirasa berantakan. Pasien datang bersama ibunya
yang bernama Yulianah, suku Jawa, pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Ayahnya bernama Jallaludin,
suku Jawa, pekerjaan karyawan. Zarra lahir pada 26 April 2007, belum kawin, beragama Islam,
seorang pelajar SD dengan berat badan 29 kg dan tinggi badan 120 cm. Pasien lahir normal, tidak
memiliki kebiasaan buruk, tidak memiliki riwayat alergi, dan kesehatannya baik.

Berdasarkan pemeriksaan bentuk wajah mesofasial/sedang, simetris, seimbang, tidak ada


deviasi pada mandibula, profil maksila mandibula normal. Tidak ada kelainan
temporomandibular, bibir atas dan bawah normal dengan tonus normal.

Pada pemeriksaan intraoral, kebersihan mulutnya sedang. Frenulum labii atas dan bawah
sedang. Gingiva terlihat berwarna merah muda, hubungan gigi (sagital, transversal dan vertikal)
dan oklusi, molar kanan cusp to cusp dan molar kiri kelas I, dengan overjet 2 mm, overbite 1 mm,
midline pasien ini berhimpit, rahang bawah tidak ada deviasi. Bentuk lengkung gigi rahang atas
pada pasien ini adalah ovoid simetris, bentuk lengkung gigi rahang bawah ovoid simetris. Bentuk
dan aktivitas, posisi postural dan posisi lidah pada waktu bicara normal. Pada palatum tidak ada
kelainan, tidak ada pembengkakan adenoid dan tonsilnya normal. (Gambar 4).

Hubungan rahangnya ortognatik. Umur dentalis: regio 1=14, 2=22, 3=34, 4=44. Dapat
dilihat dari odontogram pasien pada Tabel 1. Pada analisis fungsional terdapat interocclusal
clearance ± 2 mm dan tidak memiliki occlusal interference. Pada foto panoramik terlihat tidak ada
gigi abnormal. (Gambar 5).

Etiologi terjadinya crowding ini karena ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan
rahang. Diagnosis kasus ini adalah maloklusi kelas 1 tipe 1, skeletal kelas 1. Analisis radiografi
sefalometrik dilakukan untuk menilai apakah maloklusi pada pasien ini merupakan maloklusi
dental atau skeletal. (Gambar 6).

10
Nama :Zarra Amelia

Umur : 8 tahun 9 bulan

Tgl. Foto : 7 Januari 2016

Gambar 4. Foto ekstra oral dan intra oral pasien sebelum perawatan.

O SA D M M M M D SA O

UE UE P UE P UE UE P P P UE UE UE P UE UE

UE UE P UE Pe UE P P P P UE P UE Pe UE UE

O SA O M M M M D M SA

Tabel 1. Odontogram

Keterangan :

D : Gigi susu P : Gigi tetap


11
UE : Gigi belum erupsi M : Gigi tidak ada

ST : Gigi berlebih X : Gigi diekstraksi

O : Gigi karies NV : Gigi non-vital

SA : Sisa akar T : Tumpatan

Gambar 5. Foto Panoramik

Gambar 6. Foto Sefalogram


12
Skeletal kelas 1 diperoleh dari ANB yang merupakan selisih sudut SNA yang berjumlah
83o dan sudut SNB yang berjumlah 81o yaitu berselisih 2o (Tabel 2). Pada kasus ini, kedudukan
insisif bawahnya protrusif ringan (Tabel 3). Pada kasus ini tidak diperlukan pencabutan karena
T.A.L.D gabungannya -5.9 mm (Tabel 4). Prognosis kasus ini baik.

Tabel 2. Analisis Skeletal pada Sefalometrik

Rerata Sd Penderita Cd= Rerata-Pend KESIMPULAN


Sd

1. Sudut SNA 82o 2 83 o 1 Kedudukan maksila


terhadap basis kranii
Protrusif ringan

2. Sudut SNB 80o 2 81o 1 Kedudukan mandibula


terhadap basis kranii
protrusif ringan

3. Sudut Fasial 87o 3 85 o 1 Kedudukan mandibula


terhadap profil retrusif
ringan

4. Sudut FM 26o 3 38o 4 Tipe fasial:dolicofasial

5. Jarak A-NPg 4 mm 1 2 mm 2 Kedudukan maksila


terhadap profil retrusif
sedang

Tabel 3. Analisis Dentoskeletal pada Sefalometrik

13
1.Jarak I-Apg 4 mm 2 6 mm 1 Kedudukan insisif bawah
protrusif ringan

2.Sudut I-Apg 25o 2 29o 2 Kedudukan insisif bawah


retroklinasi

Tabel 4. Analisis Ruang Periode Gigi Campur

Rahang atas Kanan Kiri

Jarak 2-6 sesudah insisivus diperbaiki 24,5 mm 22,5 mm


Tabel Moyers 24,0 mm 24,0 mm
Arch Length Discrepancy Rahang atas 0.5 mm -2,5 mm

Rahang bawah Kanan Kiri

Jarak 2-6 sesudah insisivus diperbaiki 23,0 mm 22,5 mm


Tabel Moyers 23,7 mm 23,7 mm
Arch Length Discrepancy Rahang bawah -0,7 mm -1.2 mm

Total Arch Length Disecrepancy


A.L.D Rahang atas -2 mm
A.L.D Rahang bawah -1.9 mm
Jarak I-Apg 6 mm
(4-(6))x2 -4 mm
T.A.L.D gabungan -5.9 mm
Pencabutan Tidak perlu

Pada kasus ini, gigi 11 Distolabiotorsoversion, gigi 21 Distolabiotorsoversion, gigi 31


Distolabiotorsoversion, gigi 32 mesiolinguotorsoversion, gigi 34 infraklusi, gigi 41
Distolabiotorsoversion, gigi 42 linguoversion, gigi 44 infraklusi (Tabel 5).

14
Tabel 5. Inklinasi Aksial Gigi Geligi (mm)

18 28

17 27
11 11
Normal 16 26 Normal
mm mm

15 25
6
Infraklusi 14 24
mm

13 23

6
12 22 normal
mm

Distolabiotorso 8 8
11 21 Distolabiotorsoversion
version mm mm

6 6
Distolabiotorsoversion 41 31 distolabiotorsoversion
mm mm

6 6
Linguoversion 42 32 Mesiolinguotorsoversion
mm mm
43 33
7 7
Infraklusi 44 34 infraklusi
mm mm

45 35
10 10
Normal 46 36 Normal
mm mm
47 37
48 38

15
Rencana perawatan untuk rahang atas pasien ekspansi bilateral dengan expansion
screw lalu observasi. Pada rahang bawah adalah pertama dilakukan pencabutan gigi 75 dan
84, ekspansi bilateral dengan expansion screw, regulasi anterior dengan labial bow lalu
observasi. (Gambar 7).

Gambar 7. Desain Piranti Ortodonti

Perawatan ortodonti (Tabel 6) diawali dengan pemasangan piranti pada tanggal 15 Maret
2016 dan dilakukan motivasi, edukasi dan instruksi kepada pasien. Kunjungan berikutnya
dilakukan aktivasi pertama berupa ekspansi bilateral rahang atas dan rahang bawah dilakukan
sampai pada aktivasi ke 9. Pada aktivasi ke 10 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan bawah
dan juga dilkaukan pengasahan plat rahang bawah. Dan pada aktivasi ke 11 dilakukan re-ekspansi
rahang atas satu kali dan rahang bawah dua kali karena pasien tidak memakai piranti sehingga
piranti tersebut tidak dapat masuk. Aktivasi ke 12 kembali dilakukan re-ekspansi rahang atas 1
kali dan ekspansi bilateral rahang bawah.

16
Aktivasi ke 13 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan rahang bawah serta dilakukan
pengasahan plat rahang bawah. Aktivasi ke 14 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan bawah.
Aktivasi ke 15 dilakukan ekspansi bilateral rahang atas dan bawah serta pengasahan plat rahang
bawah. Aktivasi ke 16 dilakukan re-ekspansi bilateral rahang atas dan bawah..Pada tanggal 30
Maret 2017 dilakukan cetak evaluasi dan tanggal 4 April 2017 dilakukan step model. Hasil
perawatan yang diperoleh cukup memuaskan. Crowding pada rahang bawah mulai berkurang dan
jauh lebih baik dari awal pemakaian ortodonti lepasan. (Gambar 8).

Tabel 6. Perawatan ortodonti

No. Tanggal Tindakan

1 15 Maret 2016 Pemasangan piranti

2 4 April 2016 Aktivasi 1 : Ekspansi bilateral RA dan RB

3 14 April 2016 Aktivasi 2 : Ekspansi bilateral RA dan RB

4 22 April 2016 Aktivasi 3 : Ekspansi bilateral RA dan RB

5 10 Mei 2016 Aktivasi 4 : Ekspansi bilateral RA dan RB

6 17 Juni 2016 Aktivasi 5 : Ekspansi bilateral RA dan RB

7 30 Juni 2016 Aktivasi 6 : Ekspansi bilateral RA dan RB

8 2 Agustus 2016 Aktivasi 7 : Ekspansi bilateral RA dan RB

9 16 Agustus 2016 Aktivasi 8 : Ekspansi bilateral RA dan RB

10 26 Agustus 2016 Aktivasi 9 : Ekspansi bilateral RA dan RB

11 6 September 2016 Aktivasi 10 : Ekspansi bilateral RA dan RB + pengasahan plat RB

12 13 Oktober 2016 Aktivasi 11 : Re-ekspansi bilateral RA dan RB

17
13 14 November 2016 Aktivasi 12 : Re-ekspansi bilateral RA dan Ekspansi bilateral RB

14 1 Desember 2016 Aktivasi 13 : Ekspansi bilateral RA dan RB


+ pengasahan plat RB
15 21 Desemser 2016 Aktivasi 14 : Ekspansi bilateral RA dan RB

16 5 Januari 2017 Aktivasi 15 : Ekspansi bilateral RA dan RB

17 21 Maret 2017 Aktivasi 16 : Re-ekspansi bilateral RA dan RB

18 30 Maret 2017 Cetak evaluasi

19 4 Maret 2017 Step Model

Nama :Zarra Amelia

Umur : 9 tahun 10 bulan

Tgl. Foto : 30 Maret 2017

18
Gambar 8. Foto ekstra oral dan intra oral pasien sesudah perawatan.

BAB IV

19
PEMBAHASAN

Maloklusi merupakan masalah gigi yang paling umum dikeluhkan seseorang, sehingga
memiliki keinginan untuk melakukan tindakan perawatan ortodonti. Tujuan perawatan ortodonti
adalah untuk memperbaiki susunan gigi geligi dan hubungan rahang yang tidak normal sehingga
dapat tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah yang baik, serta untuk memperoleh
keharmonisan bentuk muka, relasi dan fungsi pengunyahan yang baik, serta stabilitas hasil
akhir.19,20,21

Laporan kasus ini membahas mengenai maloklusi pada seorang anak perempuan berusia 8
tahun 9 bulan, yang mengeluh giginya berjejal dan ingin giginya dirapikan. Dari anamnesis,
pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang berupa rontgen panoramik dan sefalogram, serta
analisis kasus, maka dapat ditegakkan diagnosis untuk kasus ini adalah Maloklusi kelas I tipe 1.

Kasus ini termasuk maloklusi kelas I karena cusp mesiobukal dari gigi molar permanen
pertama maksila beroklusi dengan bukal groove dari gigi molar permanen pertama mandibula.
Hubungan gigi kaninus tidak bisa dijadikan penilaian karena gigi permanen pasien belum erupsi.
Kelas I tipe 1 karena terdapat crowding atau gigi berjejal pada gigi insisivus rahang atas dan
bawah. Ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan rahang menjadi salah satu penyebab gigi
berjejal. Klasifikasi gigi berjejal pada kasus ini adalah tipe crowding ringan. 17

Crowding merupakan alasan yang paling sering untuk pasien datang mencari perawatan
ortodonti, terutama ketika pada regio anterior yang dapat mempengaruhi estetik. Faktor-faktor
penyebab crowding yaitu panjang lengkung, premature loss dari gigi sulung, persistensi gigi,
adanya gigi supernumerary, gigi macrodontia, pola erupsi gigi yang berubah, erupsi terlambat dari
gigi permanen, trauma, gigi geminasi.17

Salah satu tujuan utama pada bidang kedokteran gigi pada anak-anak adalah
mempertahankan atau memperbaiki lengkung rahang yang stabil untuk memberikan ruangan
untuk erupsi gigi permanen dan mencegah terjadinya maloklusi yang lebih parah. Dalam
melakukan perawatan ortodonti sering sekali diperlukan penambahan ruang untuk mengatur gigi-

20
gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi dapat tersusun dalam lengkung yang
baik.16

Perawatan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis kasus merupakan kasus non ekstraksi
dengan menggunakan piranti ortodonti lepasan karena perawatannya yang lebih mudah dan dapat
lebih mudah menjaga kebersihan mulutnya. Pasien diinstruksikan untuk kontrol setiap 1-2 minggu
sekali. Piranti ortodonti lepasan tersebut terdiri dari plat; sekrup ekspansi bilateral; cengkeram
double Adams pada gigi 16, 26; cengkram Adams pada gigi 36 dan 46; dan labial bow untuk
rahang bawah.

Plat ekspansi merupakan piranti ortodonti lepasan yang sering digunakan pada kasus gigi
depan berjejal yang ringan. Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh dengan
menambah perimeter lengkung gigi menggunakan plat ekspansi. Plat dasar akrilik tidak boleh
terlalu tebal dan harus dipoles licin supaya enak dipakai dan mudah dibersihkan. Plat ekspansi
memerlukan retensi dan stabilitas yang tinggi sehingga maksud pelebaran lengkung gigi dapat
tercapai. Stabilitas diperoleh dengan menggunakan klamer yang mempunyai daya retensi tinggi
misalnya Adam’s clasp Sekrup ekspansi bilateral berfungsi untuk melebarkan lengkung rahang
dan mengikuti pertumbuhan rahang sehingga mendapatkan ruangan yang cukup.16

Pada akhir perawatan, hasil yang dicapai cukup memuaskan. Crowding pada bagian gigi
bawah berkurang meski belum sempurna. Gigi berjejal rahang bawah sudah cukup terlihat ada
perbaikan yaitu gigi 32 dan 42 yang sudah berada pada posisi lengkung gigi yag tepat.

21
BAB V

KESIMPULAN

Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malposisi gigi, yaitu kesalahan posisi gigi
pada masing-masing rahang. Malposisi gigi akan menyebabkan malrelasi, yaitu kesalahan
hubungan antara gigi-gigi pada rahang yang berbeda. Lebih lanjut lagi, keadaan demikian
menimbulkan maloklusi, yaitu penyimpangan terhadap oklusi normal. Maloklusi kelas 1 tipe 1
pada kasus ini dapat dirawat dengan piranti ortodonti lepasan. Perawatan yang dilakukan
berdasarkan hasil analisis kasus merupakan kasus non ekstraksi dengan menggunakan piranti
ortodonti lepasan melalui tindakan ekspansi bilateral.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Simbolon, B. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Perilaku
Malokulsi Anak pada Usia 10-14 Tahun di Bandar Lampung. J Ilm. Keperawatan. Vol
VIII. No.1,45-51.

2. Aditya, M. Y.; Baehaqi, M.; Praptiningsih, R. S. 2015. Pengaruh Pengetahuan Orang Tua
Tentang Ortodonsi Preventif dengan Perilaku Pencegahan Maloklusi pada Gigi Anak.
Odonto. 2(1), 46-50.

3. Herawati H. 2015. Hubungan Premature Loss Gigi Sulung Dengan Kejadian


Maloklusi di Sekolah Dasar Negeri Kota Cimahi. Int. J Med. Vol. 1 No. 2. 156-169

4. Wijayanti P, Krisnawati, Ismah N. Gambaran Maloklusi dan Kebutuhan Perawatan


Ortodonti Pada Anak Usia 9-11 Tahun. J PDGI 2014; 63(1): 25-29.
5. Andina R. 2005. Bernafas Lewat Mulut Merupakan Etiologi Maloklusi. Fakultas
Kedokteran gigi Universitas Islam Sultan Agung, Vol 1 No.2.1-16

6. Singh G.2007 Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee. p.43-5, 53, 163-7,
179-201

7. Nabila dkk. 2017. Hubungan Pengetahuan Orang Tua dengan Kondsis Maloklusi Pada
Anak yang Memiliki Kebiasaan Buruk Oral. J Syiah Kuala Dent Soc. (1):12-18

23
8. Foster TD. 2012. A Textbook of Orthodontics. Dalam: Yuwono L, editor. Buku Ajar
Ortodonsi. 3rd ed. Jakarta: EGC;. hal. 25, 29.

9. Cobourne MT, DiBiase AT. 2011. Handbook of Orthodontics. 1st ed. Philadelphia: Mosby.
p.269

10. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. 2012. Contemporary Orthodontic. 5th ed. St Louis:
Mosby;. p.3, 11-2.

11. Welbury R, Duggal MS, Hosey MT. 2012. Paediatric Dentistry. 4th ed. United Kingdom:
Oxford University Press, p.11-5, 283.

12. Singh G. 2007. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee;. p.43-5, 53, 163-7,
179-201.

13. Premkumar S. 2008. Prep Manual for Undergraduates Orthodontics. New Delhi: Mosby;
p.122, 124-6, 128, 137- 8, 151

14. Goyal Sandeep. Sonia. 2012. Pattern of Dental Malocclusion in Orthodontic Patients in
Rwanda: A Retrispective Hospital based Study. Rwanda Med J. Vol 69(4).13-18

15. Phulari BS. 2011. Orthodontics Principles and Practice. Ed ke-1. New Delhi:JPBMP 3-
4.

16. Sulandjari H, 2008. Buku Ajar Orthodonsia 1, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Gajah Mada Yogyakarta:

17. Savitri IP, Rachmadi P, Widodo. 2014. Frekuensi Susunan Gigi Tidak Berjejal dan Berjejal
Rahang Bawah pada Bentuk Lengkung Narrow Rahang Bawah. Dentino; Vol.2: 130-132.
18. Ulusoy AT, Bodrumlu EH. 2013. Management of Anterior Dental Crossbite with
Removable Appliances. Contemp Clin Dent; 4(3): 223-226.
19. Wijaya S. 2011 Perbandingan Gigi dan Dimensi Lengkung antara Gigi Tanpa Berjejal
dengan Berjejal. Dentika: 1-6
20. Anne-Marie B, Cunha-Cruz J, Bakko DW, Huang GJ, Hujoel PP. 2008. The Effects of
Orthodontic Therapy on Periodontal Health: A Systematic Review of Controlled Evidence.
J Am Dent Assoc.; 139: 413-422 4.
24
21. Pambudi-Rahardjo. 2009 Ortodontik Dasar. Airlangga University Press: Surabaya;2-6, 60-
79.

25

Anda mungkin juga menyukai