I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
1
I.2. Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan, yaitu:
I.3. Tujuan
Untuk mengetahui mekanisme Rapid palatal ekspansi dapat memperbaiki crossbite posterior
pada anak anak di awal mix dentition.
I.4. Manfaat
II.1. MALOKLUSI
2
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak harmonisnya
hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali abnormal dalam posisi gigi
Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler.
Penentuan maloklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key
Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi normal, sebagai
berikut: 7
1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi dalam
celah antara mesial dan sentral dari molar pertama rahang bawah.
Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai, maka akan
tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto maloklusi merupakan
penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran maloklusi pada remaja di Indonesia
masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%,
sementara perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang maloklusi masih belum
3
Menurut Moyers , maloklusi dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : 9
1. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di luar otot dan
saraf.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma setelah
dilahirkan.
5. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang atas lebih
ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual, menjulurkan lidah, menggigit kuku,
6. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal (gangguan
saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor, dan gigi berlubang).
7. Malnutrisi.
Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari segi fungsi
yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi sulit dibersihkan ketika
menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah dapat menimbulkan kesulitan
menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri). Dari segi fonetik, maloklusi salah satunya
oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan
seseorang.4
4
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi Angle.7
Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi
molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle mengelompokkan maloklusi
menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. 8
1. Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama
permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.1) Terdapat relasi
lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen
(netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan
protrusi.8
Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C
ektostem
Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik
(anterior crossbite).
Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat
prematur ekstraksi. 8
5
2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol
mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove
gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar
2.2).7
Divisi 1 : insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak gigit besar
Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang
gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit
bertambah. 7
3. Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal
cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove gigi molar
pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang anterior).
6
Gambar 2.3 Maloklusi Klas III
Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.
Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila tetapi ada
Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan crossbite
posterior. 8
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior
maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.
2.2.1. Pengertian
Rapid Palatal Expansion/RPE adalah suatu prosedur klinis yang bertujuan untuk
mengoreksi defisiensi maksila dalam arah transversal dan untuk menambah panjang lengkung
maksila. Rapid maxillary expansion merupakan alat yang pertama kali diperkenalkan oleh
Emerson Angell pada tahun 1860an dan kemudian dipopulerkan oleh Haas. Tujuan teknik ini
adalah untuk meningkatkan rasio skeletal kepada pergerakan dental dengan menciptakan
ekspansi sutural pada sutura di median line dari palatum. Hal ini didapatkan dari penggunan alat
yang keras, yang dapat menggeser molar, mengekspan sutura palatina mediana dengan cepat
dengan tekanan tinggi pada beberapa waktu tertentu dan dapat mempengaruhi pergerakan gigi
7
dan dapat dilakukan pada saat atau sebelum usia seorang manusia mengalami pubertas. Pada saat
pubertas, terdapat interlocking yang lebih besar pada sutura maksila yang dapat membatasi
lebarnya separasi mereka 10
Walaupun ekspansi awalnya digunakan untuk mengoreksi crossbite posterior saja dan
meningkatkan perimeter lengkung, indikasi yang lebih memungkinkan untuk teknik ini yaitu
penggunaan ekspansi terutama pada pasien periode gigi bercampur Kelas II dengan retrusi
mandibular ringan dan konstriksi maksila.11
Rapid maxilla expansi mempunyai dua type yaitu
1. Tissue borne: Haas type expansion.
2. Tooth borne : Banded – Hyrax or Biedermann type.
Bonded maxillary expansion.
Minne Expander or Isaacson type.
8
Gambar 2.4. RPE tipe Haas Expander.
premolar pertama maksila (RPE-4 band) atau hanya molar pertama maksila (RPE-2 band).
Ekspansi screw terletak pada palatum menutupi kontur palatum. Bukal dan lingual wire support
9
c. Bonded Rapid Palatal Expansion
Akrilik split expander atau bonded RPE dapat memisahkan sutura midpalatal dan
melebarkan maksila serta mengaktivasi sistem sutura maksila. Pada pasien growing, pengaruh
alat ini adalah ortopedik alami. Bonded expander tidak hanya mempunyai pengaruh dalam
dimensi transversal tetapi juga terjadi perubahan arah vertikal dan anteroposterior. Bagian
oklusal dari gigi posterior ditutup dengan akrilik setebal 3 mm dengan Split Biocryl seperti
posterior bite block yang dapat menghalangi erupsi gigi posterior, sehingga digunakan pada
wajah yang panjang (Gambar 2.6). Akrilik oklusal ini juga dapat membuka gigitan posterior
2.8)13 .Moment yang dihasilkan akan mengakibatkan maksila terbagi dua dan berotasi pada
pusat resisten, dimana pusat rotasi dentomaksila berada pada titik A seperti yang terlihat pada
10
gambar 2.9. Karena adanya struktur osseus, sutura frontonasal mengalami resorbsi dengan cepat
sehingga memungkinkan maksila terbagi dua dan rotasi. Hal ini disebabkan terjadinya pola
fringe (pola mikro-stres) pada Zygoma. Pada sutura zygomaticotemporal mengalami pergeseran
dan pada sutura zygomaticomaksila dan sutura zygomaticofrontal mengalami tekanan dan
Gambar 2.8. Sistem gaya ekspansi sutura midpalatal pada bidang frontal.
11
Dalam pandangan oklusal, terlihat bahwa lokasi pemberian gaya (lokasi Jackscrew)
mempunyai jarak Z terhadap pusat resisten dentomaksila, yang besar nya sama dengan moment
to force ratio (FZ/F=Z). Jarak Z sangat mempengaruhi lokasi titik A (pusat rotasi dentomaksila)
bila jarak Z berubah maka lokasi titik A akan berubah. Bila penempatan jackscrew lebih ke atas
mendekati palatum maka titik A lebih ke superior (dalam pandangan frontal) sehingga
mengakibatkan berkurangnya tiping gigi. Dan bila penempatan jackscrew lebih ke belakang
maka lokasi titik A lebih ke posterior (dalam pandangan oklusal) maka rotasi maksila dapat
berkurang.13
Gambar 2.9. Sistem gaya ekspansi sutura midpalatal pada bidang oklusal.13
Gambar 2.10. Bidang frontal, pergerakan mikro (pola fringe). Tanda panah menunjukkan pusat
rotasi dari tiap maksila yang terbagi. 13
12
Gambar 2.11. Bidang oklusal, pergerakan mikro (pola fringe). Tanda panah menunjukkan pusat
rotasi dari tiap maksila yang terbagi 13
13
dan perkembangan gigi, menarche, dada dan perubahan suara serta maturasi vertebra servikal
(CVM).14 Metode maturasi vertebra servikal (CVM) mampu mendeteksi penambahan terbesar
pada mandibula dan pertumbuhan kraniofasial selama interval dari tahap tiga hingga empat (Cvs
3-Cvs 4), ketika puncak tinggi badan juga terjadi secara bersamaan.
T1. Inisiasi (tahap awal initiation)
T2. Percepatan (accelaration)
T3. Masa pergantian (transition)
T4. Penurunan kecepatan (decelaration)
T5. Maturasi (maturation)
T6. Akhir pertumbuhan (completion)
Pada tahap tumbuh kembang juga dikenal adolescent spurt atau percepatan pertumbuhan,
yaitu pada wanita usia 11 sampai 12 tahun sedangkan pria 13 sampai 14 tahun, setelah
adolescent spurt, pertumbuhan akan menurun.15 Kebanyakan data dari beberapa penelitian
mengenai waktu ideal untuk perawatan defisiensi transversal pada maksila dengan menggunakan
alat ortopedik adalah tentang pertumbuhan dan maturasi sistem sutura intermaksilaris. Melson
menggunakan materi otopsi untuk memeriksa secara histologis maturasi sutura midpalatal pada
tahap perkembangan yang berbeda, yaitu Di bawah usia 10 tahun, sutura lebar dan mulus. Usia
10-13 tahun, sutura telah berkembang menjadi bentuk sutura squamosa yang lebih tipikal dengan
bagian-bagian overlapping. Usia 13-14 tahun, sutura lebih bergelombang dan adanya
peningkatan interdigitasi. Di atas usia 14 tahun, sutura terlihat adanya synostosis dan sejumlah
formasi seperti jembatan tulang sepanjang sutura. Dari data histologis penelitian yang dilakukan
Melson (1982), hambatannya adalah pasien pada tahap akhir maturasi skeletal, sutura midpalatal
14
III. Pembahasan
12
Salah satu indikasi penggunaan alat Rapid palatal ekspansi adalah crossbite. Kasus
crossbite pada gigi permanen dapat menyebabkan peningkatan keparahan kasus, sehingga
penanganan dini yang bertujuan untuk menstimulasi kesimbangan pertumbuhan dan
perkembangan oklusal sangat diindikasikan. Keuntungan utama perawatan dini anterior crossbite
adalah adanya kesempatan untuk mempengaruhi proses pertumbuhan rahang atas dengan alat
yang sederhana dan tidak mahal untuk mencegah dibutuhkannya ortognatik surgery di kemudian
hari.16
Perawatan yang dilakukan crossbite posterior tipe dental adalah mendapatkan ruang pada
lengkung geligi. Caranya dengan ekspansi ataupun stripping interproksimal, sehingga gigi dapat
kembali ke posisi yang benar17. Crossbite posterior tipe muskuler pada fase gigi sulung ataupun
pergantian, dapat dikoreksi dengan cara grinding oklusal. Pada fase gigi permanen, grinding
oklusal cukup efektif, namun untuk mencapai hasil yang lebih baik perlu dilakukan perawatan
dengan alat.17 Perawatan crossbite posteriorakibat penyempitan maksila bilateral diperlukan
ekspansi maksila. Pada kasus yang ringan, dapat digunakan alat Hawley yang ditambahi sekrup
ekspansi ataupun dengan quad helix, terutama bagi pasien muda dalam fase gigi sulung dan
pergantian. Pada kasus yang lebih berat, perawatan dilakukan dengan teknik rapid palatal
ekspansi.17
Perawatan dengan rapid palatal ekspansi meliputi beberapa tahap, yaitu: aktivasi,
dilakukan oleh pasien sendiri atau orang tuanya dengan memutar sekrup 2 kali sehari selama 2
minggu, atau sesuai dengan ekspansi yang dibutuhkan. Ekspansi yang dihasilkan adalah sebesar
0,5 mm/hari. Stabilisasi, alat dibiarkan dalam mulut dalam keadaan tidak aktif selama 3 bulan,
untuk menstabilkan hasil ekspansi yang telah dicapai. Retensi, menggunakan Hawley Retainer
atau alat lain yang sesuai setelah alat rapid palatal ekspansi dilepas, untuk mencegah terjadinya
relaps.18
Efek penggunaan rapid palatal ekspansi pada komponen maksila adalah dapat membuka
sutura mid-palatal karena rapid palatal ekspansi menekan ligament periodontal, melengkung di
prosesus alveolaris, mendorong gigi penyangga. rapid palatal ekspansi juga mempengaruhi
15
bagian dari maksila karena biasanya ditemukan gerakan downward dan backward dari maksila.
Has menduga ketika sutura dibuka maka maksila akan bergerak maju dan downward.19
Pada gigi anterior maksila rapid palatal ekspansi.dapat membuat diastema pada incisivus
sentral. Hal ini diduga karenapada saat pembuakaan sutura gigi incisivus akan bergerak setengah
dari gerakan screw. Gigi posterior maksila akan terjdi perpanjangan axis pada gigi posterior. 19
Efek pada mandibula, rapid palatal ekspansi.menaikkan segment bukal pada kasus arch
yang rendah sebanyak 4mm inter-caninus dan 6 mm inter-molar. rapid palatal ekspansI juga
dapat mempengaruhi struktur wajah, ketika semua tulang craniofacial digerakkan semua tulang
akan terpengaruh kecuali sphenoid. Sudut dasar cranial tetap pada posisinya. Pergerakan
komponen maksila tidak symatris, tulang sphenoid adalah penopang utama melawan ekspansi
maksila.19
Penggunaan rapid palatal ekspansi ini juga harus memperhatikan indikasi dan
kontraindikasi, efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan rapid palatal
ekspansi.adalah keberihan mulut yang kurang, waktu yang dibutuhkan untuk retainer menjadi
lebih pangjang, kerusakan jaringan lunak, infeksi, dan kegagalan pembukaan.19
V. Kesimpulan
1. perawatan RME sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada tahapan non-growth yaitu
umur 15 tahun
2. RME menjadi perawatan yang sangat umum dilakukan untuk crossbite posterior dan
efektif untuk anak anak karena bukan lepasan.
3. dokter gigi harus berhati hati dalam perhitungan pergerakan dari RME karena
pengaruhnya di sutura circummaksila.
Daftar pustaka
1. Finn SB. Clinical Pedodontics. 4th ed. Birmingham: WB Saunders Co; 2003
2. Mc Namara JA, Brudon WL. Orthodontics and orthopedic treatment in the mixed
dentition. Michigan: Needham Press Inc; 1995.
3. Oktavia D. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup remaja di kota Medan tahun
16
4. Dewanto H. Aspek-aspek epidemologi maloklusi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 1993.p.135-50;167-75.
5. Mevlut Celikoglu, 2015, Comparison of the soft and hard tissue effects of two different
protraction mechanisms in class III patients: a randomized clinical trial, Clin Oral Invest
DOI 10.1007/s00784-015-1408-5
6. Bhalajhi Sundaresa Iyyer. Orthodontics the Art and Science. 3rd Ed. New Delhi : Arya (MEDI)
Publishing House. 2006.
7. Cobourne MT, Dibiase TA. Handbook of Orthodontics. 1st ed. London: Mosby Elsevier,
2010: 1-27,235.
8. Singh G. Textbook of orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher.Ltd. 2007: 655-7
9. Moyers RE. Handbook of orthodontics. 4th ed. London : Year Book Medical Publisher, INC
1988 : 171-3
10. Gill D., Naini F., McNally M., Jones A. 2004. The Management of Transverse Maxillary
Deficiency. Dent Update. 31: 516-523.
11. McNamara J.A. Jr., Brudon W.L. 2001. Orthodontics and dentofacial orthopedics. Ann
Arbor, Mich: Needham Press
12. Saadia M, Torres E, Sagital Changes after Maxillary Protraction with Expansion in Class
III
13. Braun S, Bottrel A, Lee K-G, Lunazzi JJ, Legan HL. The Biomechanics of Rapid
Maxillary Sutural Expansion, Am J Orthod Dentofacial Orthop 2000;118:257-61.
14. Rahardjo P. Ortodonti dasar. Edisi ke 1. Surabaya: Airlangga University Press.
2009. p. 8-14, 16-17.
15. Sidlauskas ALZ, Svalkauskiene V. Mandibular pubertal growth spurt prediction.
Part one : Method based on the hand-wrist radiograph. Stomatologija. Baltic
Dental and Maxillofacial Journal 2005. 7: 16- 20
16. Tausche E., Luck O., Harzer W., Prevalence of malocclusions in the early mixed
dentition and orthodontic treatment need.Eur J Orthod; 2004; 26:237-44.
17. Dale BG, Aschheim KW. Esthetic dentistry: A Clinical Approach to techniques and
materials. Philadelphia: Lea & Febiger. 1993: 352-53.
18. Dwis Syahrul, Wiwekowati dan Ursula Lucia Tjandra, Perawatan gigitan silang posterior
dengan rapid maxillary expansion , Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar
19. S. Arvin, kumar, 2011, Rapid Maxillary Expansion: A Unique Treatment Modality in
Dentistry, Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2011 August, Vol-5(4): 906-911
17
18