Anda di halaman 1dari 18

Perawatan Crossbite Dengan Rapid palatal ekspansi Pada Awal Gigi Bercampur

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Pengetahuan tentang pentingnya fungsi gigi geligi serta akibat kelalaian


pemeliharaannya memungkinkan meningkatnya tuntutan akan perawatan yang sebaik-baiknya.
Orangtua menginginkan anaknya tampak normal, berpenampilan menarik, sehingga mereka
membawa anaknya ke dokter gigi untuk memperbaiki kelainan gigi yang ada, salah satunya
adalah maloklusi.1
Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari oklusi normal, hal ini dapat terjadi
karena ketidaksesuaian antara lengkung gigi dan lengkung rahang. Keadaan ini terjadi baik pada
rahang atas maupun rahang bawah. Gambaran klinisnya berupa crowding, protrusi, crossbite
baik anterior maupun posterior.1
Maloklusi, khususnya kelainan dentofasial, merupakan salah satu penyakit yang perlu
ditanggulangi dengan kesungguhan.2 Selain itu, luasnya pengaruh maloklusi terhadap kesehatan
juga akan menimbulkan gangguan terhadap keserasian dan estetika muka. Maloklusi tidak dapat
diberantas, jadi akan senantiasa ada, karena penyebab kelainan tersebut tidak hanya karena
faktor lingkungan, tetapi juga faktor keturunan yang tidak dapat dihindari. Namun demikian
maloklusi dapat dicegah agar tidak bertambah parah.3
Periode masa gigi bercampur merupakan waktu yang paling baik untuk melakukan
occlusal guidance dan intersepsi maloklusi. Dengan melakukan perawatan ortodonti pada usia
dini, kebutuhan untuk perawatan ortodonti yang kompleks dan bedah orthognatik dapat
dikurangi. Salah satu maloklusi yang paling sering dijumpai pada masa gigi bercampur dan
membutuhkan perawatan sedini mungkin adalah crossbite3.
Perawatan pada gigi crossbite ada beberapa macam, salah satu perawatan crossbite
adalah Rapid palatal ekspansi. Alat ini dipasang fix sehingga anak mau tidak mau harus
memakainya,sehingga tidak membutuhkan kepatuhan dari pasien anak, kecuali sewaktu
ekspansi.3
Penggunaan alat untuk memperbaiki crossbite adalah memakai alat Rapid palatal
ekspansi salah satunya dibandingkan alat yang lain. Alat ini dapat mepengaruhi jaringan lunak
dan jaringan keras gigi.

1
I.2. Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

permasalahan, yaitu:

Bagaimana mekanisme Rapid palatal ekspansi dapat memperbaiki crossbite posterior.

I.3. Tujuan

 Untuk mengetahui mekanisme Rapid palatal ekspansi dapat memperbaiki crossbite posterior
pada anak anak di awal mix dentition.

I.4. Manfaat

 Dapat mengetahui bagaimana mekanisme Rapid palatal ekspansi merawat crossbite


posterior pada anak di awal mix dentition

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. MALOKLUSI

2
Maloklusi merupakan oklusi abnormal yang ditandai dengan tidak harmonisnya

hubungan antar lengkung di setiap bidang spasial atau anomali abnormal dalam posisi gigi

Maloklusi menunjukkan kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi yang tidak reguler.

Penentuan maloklusi dapat didasarkan pada kunci oklusi normal. Angle membuat pernyataan key

of occlusion artinya molar pertama merupakan kunci oklusi.6

Menurut Andrew yang dikutip oleh Bisara, terdapat enam kunci oklusi normal, sebagai

berikut: 7

1. Relasi molar menujukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi dalam

celah antara mesial dan sentral dari molar pertama rahang bawah.

2. Angulasi mahkota yang benar.

3. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan maloklusi.

4. Inklinasi mahkota menjamin dari keseimbangan oklusi.

5. Tidak ada rotasi gigi.

6. Tidak ada celah diantara gigi geligi.

7. Adanya curve of spee yang datar terhadap dataran oklusal.

Oleh karena itu, jika berbagai ketentuan oklusi normal di atas tidak sesuai, maka akan

tergolong kasus maloklusi. Menurut Graber yang dikutip oleh Dewanto maloklusi merupakan

penyakit gigi terbesar kedua setelah karies gigi. Gambaran maloklusi pada remaja di Indonesia

masih sangat tinggi, mulai dari tahun 1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%,

sementara perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang maloklusi masih belum

cukup baik dan pelayanan kesehatan gigi belum optimal.4

2.1.1 Penyebab Maloklusi

3
Menurut Moyers , maloklusi dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : 9

1. Faktor keturunan, seperti sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di luar otot dan

saraf.

2. Gangguan pertumbuhan.

3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma setelah

dilahirkan.

4. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi.

5. Kebiasaan buruk seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang atas lebih

ke labial sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual, menjulurkan lidah, menggigit kuku,

menghisap dan menggigit bibir.

6. Penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal (gangguan

saluran pernapasan, penyakit gusi, jaringan penyangga gigi, tumor, dan gigi berlubang).

7. Malnutrisi.

2.1.2 Dampak Maloklusi

Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari segi fungsi

yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi sulit dibersihkan ketika

menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah dapat menimbulkan kesulitan

menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri). Dari segi fonetik, maloklusi salah satunya

adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf p, b, m sedangkan mesio-

oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat mempengaruhi estetis dan penampilan

seseorang.4

2.1.3 Klasifikasi Maloklusi

4
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi Angle.7

Menurut Angle yang dikutip oleh Rahardjo, mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi

molar pertama hampir tidak pernah berubah posisinya. Angle mengelompokkan maloklusi

menjadi tiga kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. 8

1. Maloklusi Klas I : relasi normal anteroposterior dari mandibula dan maksila. Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen berada pada bukal groove molar pertama

permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.1) Terdapat relasi

lengkung anteroposterior yang normal dilihat dari relasi molar pertama permanen

(netrooklusi). Kelainan yang menyertai maloklusi klas I yakni: gigi berjejal, rotasi dan

protrusi.8

Tipe 1 : Klas I dengan gigi anterior letaknya berdesakan atau crowded atau gigi C

ektostem

Tipe 2 : Klas I dengan gigi anterior letaknya labioversi atau protrusi

Tipe 3 : Klas I dengan gigi anterior palatoversi sehingga terjadi gigitan terbalik

(anterior crossbite).

Tipe 4 : Klas I dengan gigi posterior yang crossbite.

Tipe 5 : Klas I dimana terjadi pegeseran gigi molar permanen ke arah mesial akibat

prematur ekstraksi. 8

Gambar 2.1 Maloklusi Klas I

5
2. Maloklusi Klas II : relasi posterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol

mesiobukal cusp molar pertama permanen atas berada lebih mesial dari bukal groove

gigi molar pertama permanen mandibula. Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar

2.2).7

Gambar 2.2 Maloklusi Klas II

Divisi 1 : insisivus sentral atas proklinasi sehingga didapatkan jarak gigit besar

(overjet), insisivus lateral atas juga proklinasi, tumpang gigit besar

(overbite), dan curve of spee positif. 7

Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi, insisivus lateral atas proklinasi, tumpang

gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa normal atau sedikit

bertambah. 7

3. Maloklusi klas III : relasi anterior dari mandibula terhadap maksila. Tonjol mesiobukal

cusp molar pertama permanen atas berada lebih distal dari bukal groove gigi molar

pertama permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang anterior).

Seperti yang terlihat pada gambar (Gambar 2.3). 7

6
Gambar 2.3 Maloklusi Klas III

Tipe 1 : adanya lengkung gigi yang baik tetapi relasi lengkungnya tidak normal.

Tipe 2 : adanya lengkung gigi yang baik dari gigi anterior maksila tetapi ada

linguoversi dari gigi anterior mandibula.

Tipe 3 : lengkung maksila kurang berkembang; linguoversi dari gigi

anterior maksila; lengkung gigi mandibula baik. 7

Untuk kasus crossbite ada yang membaginya menjadi crossbite anterior dan crossbite

posterior. 8

a. Crossbite anterior

Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa gigi anterior

maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.

b. Crossbite posterior

Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior mandibula.

II.2. RAPID PALATAL EKSPANSI

2.2.1. Pengertian
Rapid Palatal Expansion/RPE adalah suatu prosedur klinis yang bertujuan untuk
mengoreksi defisiensi maksila dalam arah transversal dan untuk menambah panjang lengkung
maksila. Rapid maxillary expansion merupakan alat yang pertama kali diperkenalkan oleh
Emerson Angell pada tahun 1860an dan kemudian dipopulerkan oleh Haas. Tujuan teknik ini
adalah untuk meningkatkan rasio skeletal kepada pergerakan dental dengan menciptakan
ekspansi sutural pada sutura di median line dari palatum. Hal ini didapatkan dari penggunan alat
yang keras, yang dapat menggeser molar, mengekspan sutura palatina mediana dengan cepat
dengan tekanan tinggi pada beberapa waktu tertentu dan dapat mempengaruhi pergerakan gigi

7
dan dapat dilakukan pada saat atau sebelum usia seorang manusia mengalami pubertas. Pada saat
pubertas, terdapat interlocking yang lebih besar pada sutura maksila yang dapat membatasi
lebarnya separasi mereka 10

Walaupun ekspansi awalnya digunakan untuk mengoreksi crossbite posterior saja dan
meningkatkan perimeter lengkung, indikasi yang lebih memungkinkan untuk teknik ini yaitu
penggunaan ekspansi terutama pada pasien periode gigi bercampur Kelas II dengan retrusi
mandibular ringan dan konstriksi maksila.11
Rapid maxilla expansi mempunyai dua type yaitu
1. Tissue borne: Haas type expansion.
2. Tooth borne : Banded – Hyrax or Biedermann type.
Bonded maxillary expansion.
Minne Expander or Isaacson type.

2.2.2 Jenis-jenis Rapid Palatal Expansion


2.1.2.1. Banded Rapid Palatal Expansion
a.. Tipe Haas Expander
Tipe ini diperkenalkan oleh Haas 1961, 1965, 1979 dan 1980, terdiri dari band yang
dipasangkan pada premolar pertama dan molar pertama maksila (RPE-4 band). Di bagian tengah
terdapat Jackscrew untuk menghubungkan dua bagian akrilik yang menutupi mukosa palatal.
Pada bagian bukal dan lingual gigi posterior diletakkan wire support untuk menambah rigidity.
Alat ini lebih banyak menghasilkan pergerakan bodily dan sedikit tipping, tapi sering terjadi

inflamasi pada jaringan palatal (Gambar 2.4).12

8
Gambar 2.4. RPE tipe Haas Expander.

b. Tipe Hyrax Expander


Tipe ini terbuat dari stainless steel dengan band dipasangkan pada molar pertama dan

premolar pertama maksila (RPE-4 band) atau hanya molar pertama maksila (RPE-2 band).
Ekspansi screw terletak pada palatum menutupi kontur palatum. Bukal dan lingual wire support

dapat ditambahkan untuk menambah rigidity alat (Gambar 2.5).1

Gambar 2.5. Hyrax Expander

9
c. Bonded Rapid Palatal Expansion
Akrilik split expander atau bonded RPE dapat memisahkan sutura midpalatal dan

melebarkan maksila serta mengaktivasi sistem sutura maksila. Pada pasien growing, pengaruh
alat ini adalah ortopedik alami. Bonded expander tidak hanya mempunyai pengaruh dalam
dimensi transversal tetapi juga terjadi perubahan arah vertikal dan anteroposterior. Bagian
oklusal dari gigi posterior ditutup dengan akrilik setebal 3 mm dengan Split Biocryl seperti
posterior bite block yang dapat menghalangi erupsi gigi posterior, sehingga digunakan pada
wajah yang panjang (Gambar 2.6). Akrilik oklusal ini juga dapat membuka gigitan posterior

sehingga mengoreksi crossbite.12

Gambar 2.6. Bonded Rapid Palatal Expansion

2.2.3. Biomekanik Rapid Palatal Expansion


RPE mampu mengeliminasi diskrepansi transversal lengkung rahang yang disebabkan
defisiensi maksila. Lee dkk telah mengidentifikasi lokasi pusat resisten dari dentomaksila dalam
pandangan sagital dan frontal, seperti terlihat pada gambar 2.7. Lee juga menyatakan bahwa gaya
ekspansi yang dihasilkan akan diteruskan ke pusat resisten dentomaksila melalui struktur osseus.
Jika Jackscrew diaktifkan maka akan menghasilkan moment dan gaya yang sama pada pusat
resisten di tiap sisi maksila. Moment yang dihasilkan tersebut tegak lurus terhadap jarak Y, yang
besarnya adalah besar gaya yang diberikan dikali dengan jarak Y (M=FY). Jarak Y merupakan
jarak dari lokasi pemberian gaya (lokasi jackscrew) ke pusat resistensi dentomaksila (gambar

2.8)13 .Moment yang dihasilkan akan mengakibatkan maksila terbagi dua dan berotasi pada
pusat resisten, dimana pusat rotasi dentomaksila berada pada titik A seperti yang terlihat pada

10
gambar 2.9. Karena adanya struktur osseus, sutura frontonasal mengalami resorbsi dengan cepat
sehingga memungkinkan maksila terbagi dua dan rotasi. Hal ini disebabkan terjadinya pola
fringe (pola mikro-stres) pada Zygoma. Pada sutura zygomaticotemporal mengalami pergeseran
dan pada sutura zygomaticomaksila dan sutura zygomaticofrontal mengalami tekanan dan

pergeseran. Sehingga terjadi pemisahan maksila menjadi dua bagian. 7

Gambar 2.7A, Lokasi pusat resisten dentomaksila, pandangan lateral.


2.7B, Lokasi pusat resisten dentomaksila, pandangan frontal.

Gambar 2.8. Sistem gaya ekspansi sutura midpalatal pada bidang frontal.

11
Dalam pandangan oklusal, terlihat bahwa lokasi pemberian gaya (lokasi Jackscrew)
mempunyai jarak Z terhadap pusat resisten dentomaksila, yang besar nya sama dengan moment
to force ratio (FZ/F=Z). Jarak Z sangat mempengaruhi lokasi titik A (pusat rotasi dentomaksila)
bila jarak Z berubah maka lokasi titik A akan berubah. Bila penempatan jackscrew lebih ke atas
mendekati palatum maka titik A lebih ke superior (dalam pandangan frontal) sehingga
mengakibatkan berkurangnya tiping gigi. Dan bila penempatan jackscrew lebih ke belakang
maka lokasi titik A lebih ke posterior (dalam pandangan oklusal) maka rotasi maksila dapat
berkurang.13

Gambar 2.9. Sistem gaya ekspansi sutura midpalatal pada bidang oklusal.13

Gambar 2.10. Bidang frontal, pergerakan mikro (pola fringe). Tanda panah menunjukkan pusat
rotasi dari tiap maksila yang terbagi. 13

12
Gambar 2.11. Bidang oklusal, pergerakan mikro (pola fringe). Tanda panah menunjukkan pusat
rotasi dari tiap maksila yang terbagi 13

2.2.4 Indikasi dan Kontra indikasi Rapid Palatal Expansion

Indikasi RPE adalah 12:


 Defisiensi maksila dengan gigitan terbalik posterior atau secara keseluruhan
 Defisiensi maksila karena kebiasaan bernafas melalui mulut.
 Defisiensi maksila tanpa crossbite (inklinasi gigi normal)
 Defisiensi maksila dengan celah bibir dan palatum (telah dilakukan bone graft)
 Karena alasan medis misalnya adanya nasal deformitas sehingga terjadi poor nasal airway

Kontra indikasi RPE adalah 12:


 Pasien dengan dataran mandibula curam dan pola pertumbuhan vertikal
 Asimetri maksila karena diskrepansi skeletal yang berat sehingga akan lebih memuaskan
bila dirawat secara bedah

2.2.5. Waktu Perawatan Rapid Palatal Expansion


Maturasi skeletal bervariasi pada setiap individu. tahap-tahap maturasi skeletal pada
perempuan terjadi lebih awal dari laki-laki. Maturitas skeletal dapat dinilai dari beberapa
indikator biologi, yaitu pertambahan tinggi badan, maturasi skeletal pergelangan tangan, erupsi

13
dan perkembangan gigi, menarche, dada dan perubahan suara serta maturasi vertebra servikal

(CVM).14 Metode maturasi vertebra servikal (CVM) mampu mendeteksi penambahan terbesar
pada mandibula dan pertumbuhan kraniofasial selama interval dari tahap tiga hingga empat (Cvs
3-Cvs 4), ketika puncak tinggi badan juga terjadi secara bersamaan.
 T1. Inisiasi (tahap awal initiation)
 T2. Percepatan (accelaration)
 T3. Masa pergantian (transition)
 T4. Penurunan kecepatan (decelaration)
 T5. Maturasi (maturation)
 T6. Akhir pertumbuhan (completion)
Pada tahap tumbuh kembang juga dikenal adolescent spurt atau percepatan pertumbuhan,
yaitu pada wanita usia 11 sampai 12 tahun sedangkan pria 13 sampai 14 tahun, setelah
adolescent spurt, pertumbuhan akan menurun.15 Kebanyakan data dari beberapa penelitian
mengenai waktu ideal untuk perawatan defisiensi transversal pada maksila dengan menggunakan
alat ortopedik adalah tentang pertumbuhan dan maturasi sistem sutura intermaksilaris. Melson
menggunakan materi otopsi untuk memeriksa secara histologis maturasi sutura midpalatal pada
tahap perkembangan yang berbeda, yaitu Di bawah usia 10 tahun, sutura lebar dan mulus. Usia
10-13 tahun, sutura telah berkembang menjadi bentuk sutura squamosa yang lebih tipikal dengan
bagian-bagian overlapping. Usia 13-14 tahun, sutura lebih bergelombang dan adanya
peningkatan interdigitasi. Di atas usia 14 tahun, sutura terlihat adanya synostosis dan sejumlah
formasi seperti jembatan tulang sepanjang sutura. Dari data histologis penelitian yang dilakukan
Melson (1982), hambatannya adalah pasien pada tahap akhir maturasi skeletal, sutura midpalatal

akan sulit dilakukan ekspansi maksila ortopedik. 15


Namun, Merwin dkk, menemukan bahwa adanya persamaan respon skeletal pada grup
pasien usia lebih muda (5 s/d 8 tahun) dengan grup usia lebih tua (9 s/d 12 tahun). Dalam bidang
Ortodonti, faktor usia sangat mempengaruhi hasil perawatan. Oleh karena itu, berdasarkan tahap
tumbuh kembang manusia dengan metode CVM dan penelitian yang dilakukan Melson terhadap
sutura midpalatal secara histologis, maka pada penelitian ini yang termasuk usia non growing
yaitu usia di atas 15 tahun dengan menggunakan metode maturasi skeletal CVM pada Cvs 3 dan
Cvs 4. 15

14
III. Pembahasan
12
Salah satu indikasi penggunaan alat Rapid palatal ekspansi adalah crossbite. Kasus
crossbite pada gigi permanen dapat menyebabkan peningkatan keparahan kasus, sehingga
penanganan dini yang bertujuan untuk menstimulasi kesimbangan pertumbuhan dan
perkembangan oklusal sangat diindikasikan. Keuntungan utama perawatan dini anterior crossbite
adalah adanya kesempatan untuk mempengaruhi proses pertumbuhan rahang atas dengan alat
yang sederhana dan tidak mahal untuk mencegah dibutuhkannya ortognatik surgery di kemudian
hari.16
Perawatan yang dilakukan crossbite posterior tipe dental adalah mendapatkan ruang pada
lengkung geligi. Caranya dengan ekspansi ataupun stripping interproksimal, sehingga gigi dapat
kembali ke posisi yang benar17. Crossbite posterior tipe muskuler pada fase gigi sulung ataupun
pergantian, dapat dikoreksi dengan cara grinding oklusal. Pada fase gigi permanen, grinding
oklusal cukup efektif, namun untuk mencapai hasil yang lebih baik perlu dilakukan perawatan
dengan alat.17 Perawatan crossbite posteriorakibat penyempitan maksila bilateral diperlukan
ekspansi maksila. Pada kasus yang ringan, dapat digunakan alat Hawley yang ditambahi sekrup
ekspansi ataupun dengan quad helix, terutama bagi pasien muda dalam fase gigi sulung dan
pergantian. Pada kasus yang lebih berat, perawatan dilakukan dengan teknik rapid palatal
ekspansi.17
Perawatan dengan rapid palatal ekspansi meliputi beberapa tahap, yaitu: aktivasi,
dilakukan oleh pasien sendiri atau orang tuanya dengan memutar sekrup 2 kali sehari selama 2
minggu, atau sesuai dengan ekspansi yang dibutuhkan. Ekspansi yang dihasilkan adalah sebesar
0,5 mm/hari. Stabilisasi, alat dibiarkan dalam mulut dalam keadaan tidak aktif selama 3 bulan,
untuk menstabilkan hasil ekspansi yang telah dicapai. Retensi, menggunakan Hawley Retainer
atau alat lain yang sesuai setelah alat rapid palatal ekspansi dilepas, untuk mencegah terjadinya
relaps.18
Efek penggunaan rapid palatal ekspansi pada komponen maksila adalah dapat membuka
sutura mid-palatal karena rapid palatal ekspansi menekan ligament periodontal, melengkung di
prosesus alveolaris, mendorong gigi penyangga. rapid palatal ekspansi juga mempengaruhi

15
bagian dari maksila karena biasanya ditemukan gerakan downward dan backward dari maksila.
Has menduga ketika sutura dibuka maka maksila akan bergerak maju dan downward.19
Pada gigi anterior maksila rapid palatal ekspansi.dapat membuat diastema pada incisivus
sentral. Hal ini diduga karenapada saat pembuakaan sutura gigi incisivus akan bergerak setengah
dari gerakan screw. Gigi posterior maksila akan terjdi perpanjangan axis pada gigi posterior. 19
Efek pada mandibula, rapid palatal ekspansi.menaikkan segment bukal pada kasus arch
yang rendah sebanyak 4mm inter-caninus dan 6 mm inter-molar. rapid palatal ekspansI juga
dapat mempengaruhi struktur wajah, ketika semua tulang craniofacial digerakkan semua tulang
akan terpengaruh kecuali sphenoid. Sudut dasar cranial tetap pada posisinya. Pergerakan
komponen maksila tidak symatris, tulang sphenoid adalah penopang utama melawan ekspansi
maksila.19
Penggunaan rapid palatal ekspansi ini juga harus memperhatikan indikasi dan
kontraindikasi, efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan rapid palatal
ekspansi.adalah keberihan mulut yang kurang, waktu yang dibutuhkan untuk retainer menjadi
lebih pangjang, kerusakan jaringan lunak, infeksi, dan kegagalan pembukaan.19

V. Kesimpulan
1. perawatan RME sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada tahapan non-growth yaitu
umur 15 tahun
2. RME menjadi perawatan yang sangat umum dilakukan untuk crossbite posterior dan
efektif untuk anak anak karena bukan lepasan.
3. dokter gigi harus berhati hati dalam perhitungan pergerakan dari RME karena
pengaruhnya di sutura circummaksila.

Daftar pustaka

1. Finn SB. Clinical Pedodontics. 4th ed. Birmingham: WB Saunders Co; 2003
2. Mc Namara JA, Brudon WL. Orthodontics and orthopedic treatment in the mixed
dentition. Michigan: Needham Press Inc; 1995.
3. Oktavia D. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup remaja di kota Medan tahun

2007. Dentika Dent J ; 2009 :14(2): 115.

16
4. Dewanto H. Aspek-aspek epidemologi maloklusi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 1993.p.135-50;167-75.

5. Mevlut Celikoglu, 2015, Comparison of the soft and hard tissue effects of two different
protraction mechanisms in class III patients: a randomized clinical trial, Clin Oral Invest
DOI 10.1007/s00784-015-1408-5

6.  Bhalajhi Sundaresa Iyyer. Orthodontics the Art and Science. 3rd Ed. New Delhi : Arya (MEDI)
Publishing House. 2006.

7. Cobourne MT, Dibiase TA. Handbook of Orthodontics. 1st ed. London: Mosby Elsevier,
2010: 1-27,235.

8. Singh G. Textbook of orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher.Ltd. 2007: 655-7

9. Moyers RE. Handbook of orthodontics. 4th ed. London : Year Book Medical Publisher, INC
1988 : 171-3
10. Gill D., Naini F., McNally M., Jones A. 2004. The Management of Transverse Maxillary
Deficiency. Dent Update. 31: 516-523.
11. McNamara J.A. Jr., Brudon W.L. 2001. Orthodontics and dentofacial orthopedics. Ann
Arbor, Mich: Needham Press
12. Saadia M, Torres E, Sagital Changes after Maxillary Protraction with Expansion in Class
III
13. Braun S, Bottrel A, Lee K-G, Lunazzi JJ, Legan HL. The Biomechanics of Rapid
Maxillary Sutural Expansion, Am J Orthod Dentofacial Orthop 2000;118:257-61.
14. Rahardjo P. Ortodonti dasar. Edisi ke 1. Surabaya: Airlangga University Press.
2009. p. 8-14, 16-17.
15. Sidlauskas ALZ, Svalkauskiene V. Mandibular pubertal growth spurt prediction.
Part one : Method based on the hand-wrist radiograph. Stomatologija. Baltic
Dental and Maxillofacial Journal 2005. 7: 16- 20
16. Tausche E., Luck O., Harzer W., Prevalence of malocclusions in the early mixed
dentition and orthodontic treatment need.Eur J Orthod; 2004; 26:237-44.
17. Dale BG, Aschheim KW. Esthetic dentistry: A Clinical Approach to techniques and
materials. Philadelphia: Lea & Febiger. 1993: 352-53.
18. Dwis Syahrul, Wiwekowati dan Ursula Lucia Tjandra, Perawatan gigitan silang posterior
dengan rapid maxillary expansion , Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar
19. S. Arvin, kumar, 2011, Rapid Maxillary Expansion: A Unique Treatment Modality in
Dentistry, Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2011 August, Vol-5(4): 906-911

17
18

Anda mungkin juga menyukai