Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH SUBSITUSI KONTROL

DIAGNOSIS DAN TERAPI PADA PERAWATAN MALOKLUSI


KLAS II

Disusun Oleh:
Yuli Kartilla Panjaitan
NIM. 180631026

Dosen Pembimbing:
Dr.Ervina Sofyanti, drg., Sp. Ort (K)
NIP. 19800113 200812 203

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
MAKALAH SUBSITUSI KONTROL

DIAGNOSIS DAN TERAPI PADA PERAWATAN MALOKLUSI


KLAS II

Dosen Pembimbing Disusun Oleh:

Dr.Ervina Sofyanti, drg., Sp. Ort (K) Yuli Kartilla Panjaitan


NIP. 19800113 200812 203 NIM. 180631026

DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
PENDAHULUAN
Maloklusi merupakan suatu abnormalitas susunan gigi dalam lengkung rahang
dan dalam hubungannya dengan gigi antagonisnya.1 Maloklusi klas II adalah salah
satu kelainan perkembangan yang paling umum dengan prevalensi mulai dari 15
sampai 30% di sebagian besar populasi. Maloklusi yang tidak dirawat dapat
menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan, fonetik, dan estetik
yang berakibat pada gangguan fisik maupun psikologis seseorang. 1,2
Anomali yang dihasilkan dapat menunjukkan berbagai tingkat keparahan
maloklusi klas II pada usia yang berbeda, yang menentukan tiap pendekatan yang
berbeda untuk manajemen klinisnya. Diagnosis yang tepat dan perawatan ortodonti
maloklusi pada masa tumbuh kembang dinilai tepat oleh karena beberapa alasan
diantaranya: untuk mencegah trauma pada insisivus maksila, disfungsi psikososial dan
memperbaiki prognosis hasil perawatan pada masa remaja.1,2
Alat fungsional merupakan metode yang telah dilakukan dalam merawat
diskrepansi rahang arah antero-posterior pada anak. Alat tersebut dipilih sesuai dengan
kasus dan pola pertumbuhannya. Arah pertumbuhan, besar pertumbuhan dan waktu
pemakaian merupakan kesuksesan dalam perawatan metode ini. Alat fungsional ini
dapat menambah tinggi muka dan lengkung anterior serta menyebabkan retroklinasi
gigi insisivus maksila dan proklinasi gigi insisivus mandibula. 3
Beberapa pilihan perawatan pesawat fungsional diantaranya aktivator,
bionator, Frankel, twin block, dan lain-lain. Andresen menyatakan bahwa aktivator
dan bionator sering menjadi pilihan karena hasilnya yang dramatis pada perawatan
maloklusi.1,3

MALOKLUSI
Definisi Maloklusi
Gardiner mendefinisikan maloklusi sebagai suatu kondisi dimana adanya
penyimpangan hubungan normal antara gigi dengan gigi lain pada lengkung rahang
yang sama dan/atau dengan gigi pada lengkung rahang antagonisnya. Definisi
maloklusi oleh Gardiner ini sudah disetujui oleh American Association of
Orthodontics.1
Klasifikasi Maloklusi
Terdapat beberapa klasifikasi maloklusi, namun secara garis besar berdasarkan
bagian pada oral dan maksilofasial yang mengalami penyimpangan, maloklusi
dikategorikan atas tiga kelompok, yaitu:2,3
1. Maloklusi dental (Dental dysplasias / Dental malocclusion)
Maloklusi dental hanya melibatkan gigi, sedangkan relasi antara maksila dan
mandibula, pola skeletal, keseimbangan fasial, dan fungsi muskular dalam keadaan
normal. Maloklusi dental terjadi apabila gigi individual pada salah satu atau kedua
rahang memiliki relasi yang abnormal terhadap satu sama lain. Relasi yang abnormal
ini dapat berupa:
a. Malposisi gigi individual (intra-arch malrelationship), yaitu relasi atau
posisi abnormal gigi terhadap gigi lain pada lengkung rahang yang sama, seperti
inklinasi mesial, inklinasi distal, inklinasi lingual, inklinasi labial/bukal, infra oklusi,
supra oklusi, rotasi, dan transposisi.
b. Malrelasi lengkung rahang (inter-arch malrelationship), yaitu relasi
abnormal antara gigi atau beberapa gigi pada suatu lengkung rahang terhadap
lengkung rahang lainnya yang dapat terjadi dalam tiga dimensi, yaitu:
 Dimensi sagital, meliputi overjet berlebih dan crossbite anterior.
 Dimensi vertikal, meliputi open bite anterior dan deep bite.
 Dimensi transversal, meliputi crossbite posterior dan pergeseran midline.

2. Maloklusi skeletal (Skeletal dysplasias / Skeletal malocclusion)


Pada maloklusi skeletal malposisi gigi individual dapat terjadi atau tidak
terjadi, tetapi terdapat kelainan pada relasi antara maksila dan mandibula dan relasi
maksila dan mandibula terhadap kranial. Maloklusi yang hanya melibatkan skeletal
relative sedikit.

3. Maloklusi skeletodental (Skeletodental dysplasias)


Pada maloklusi skeletodental, tidak hanya satu gigi atau beberapa gigi yang
mengalami malposisi, tetapi juga terdapat relasi abnormal antara maksila dan
mandibula, dan relasi maksila dan mandibula terhadap basis kranial.
Terdapat berbagai penyakit dan kelainan yang mempengaruhi fungsi gigi, salah
satu di antaranya yaitu maloklusi. Maloklusi adalah suatu bentuk oklusi yang
menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga
merupakan keadaan yang menyimpang dari oklusi normal meliputi ketidakteraturan
gigi-geligi dalam lengkung rahang seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi maupun
hubungan yang tidak harmonis dengan gigi antagonisnya. Oklusi dikatakan normal jika
susunan gigi dalam lengkung teratur dan terdapat hubungan yang harmonis antara gigi
rahang atas dan gigi rahang bawah.3,4
Ada enam kunci oklusi menurut Andrew:
a) Hubungan molar: Cusp mesiobukal dari gigi molar pertama rahang atas
beroklusi dengan groove antara cusp mesiobukal dengan bagian tengah
bukal dari molar pertama rahang bawah. Cusp distobukal dari molar
pertama rahang atas berkontak dengan cusp mesiobukal dari molar kedua
rahang bawah.
b) Angulasi mahkota : Seluruh mahkota gigi berangulasi ke arah mesial.
c) Inklinasi mahkota : Mahkota gigi mengarah pada labiolingual atau
bukolingual. Gigi insisivus berinklinasi ke arah labial atau bukal.
d) Rotasi : Adanya rotasi gigi dalam lengkung gigi.
e) Jarak : Tidak ada jarak antar gigi.
f) Oklusal plane : Bidang oklusal harus rata.

Klasifikasi Angle
Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada tahun
1899. Menurut Angle, kunci oklusi terletak pada molar pertama maksila. Berdasarkan
hubungan antara molar permanen pertama maksila dan mandibula, Terdapat tiga
kategori yang disebut sebagai "Klas" dan diwakili oleh angka Romawi-I, II dan III.1,2

1. Maloklusi Angle klas I


Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adanya hubungan
normal antar-lengkung rahang. Cusp mesiobukal dari molar pertama maksila beroklusi
pada groove bukal dari molar permanen pertama mandibula.
Gambar 1. Maloklusi klas I klasifikasi Angle

2. Maloklusi Angle klas II


Klas II maloklusi menurut angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar
dimana cusp distobukal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove
bukal molar permanen pertama mandibula. Angle membagi maloklusi Klas-II menjadi
dua divisi berdasarkan angulasi labiolingual dari gigi insisivus rahang atas, sebagai
berikut:
a. Maloklusi Angle klas II- Divisi 1
Seiring dengan hubungan molar yang khas dari maloklusi klas II, gigi insisivus
gigi rahang atas adalah labioversion.

Gambar 2. Maloklusi klas II divisi 1 klasifikasi Angle

b. Maloklusi Angle klas II- Divisi 2


Dengan ciri khas hubungan molar klas II, insisivus rahang atas hampir
mendekati normal secara anteroposterior atau sedikit linguoversi sedangkan insisivus
lateralis mengarah ke labial atau mesial.

Gambar 3. Maloklusi klas II divisi 2 klasifikasi Angle


c. Maloklusi Angle klas II- Subdivisi
Ketika hubungan molar klas II hanya muncul pada satu lengkung gigi,
maloklusi ini disebut sebagai pembagian divisi.

Gambar 4. Maloklusi klas II Subdivisi klasifikasi Angle

3. Maloklusi angle klas III


Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar klas III dengan cusp mesiobukal
dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama
dan molar kedua madibula.

Gambar 5. Maloklusi klas III klasifikasi Angle

3. Etiologi
Klasifikasi Graber adalah salah satu dari yang paling mudah untuk dimengerti
dan diingat karena ia mengasosiasikan maloklusi dengan faktor etiologi. Graber
membagi faktor etiologi menjadi faktor secara umum dan faktor lokal.1,2
I. Faktor umum:
1) Hereditas : Anak-anak mewarisi gen dari kedua orang tua dengan materi
genetik yang berbeda-beda, mewarisi sifat yang bertentangan pada anomali dental
kompleks. Ras, etnik, percampuran daerah juga merupakan penyebab maloklusi.
2) Kongenital: Kecacatan kongenital atau kecacatan pertumbuhan merupakan
malformasi yang terlihat pada tanggal kelahiran. Kecacatan seperti itu dapat disebabkan
oleh beberapa macam faktor seperti genetik, radiologik, bahan kimia, endokrin, infeksi,
dan faktor mekanik. Berbagai macam cacat kongenital dapat menyebabkan maloklusi
seperti celah bibir dan palatum, cerebral palsy, congenital syphilis, dan lain-lain.
3) Lingkungan: prenatal (trauma, materi diet, German measles, dan lain-lain)
dan post natal (cedera saat kelahiran, cerebral palsy,cedera TMJ, dan lain-lain).
4) Defisiensi nutrisi.
5) Kebiasaan abnormal seperti kelainan cara mengisap, kebiasaan menghisap
ibu jari, mendorong lidah dan kebiasaan menghisap lidah, kebiasaan menggigit bibir
atau kuku, dan lain-lain.
6) Trauma dan kecelakaan.

II. Faktor lokal:


1) Anomali pada jumlah gigi, seperti supernumerary teeth dan kehilangan gigi
(true partial anodontia atau hipodonsia atau oligodonsia).
2) Anomali pada ukuran gigi, seperti mikrodonsia, makrodonsia, true
generalized macrodontia (dimana semua ukuran gigi lebih besar dari ukuran normal
seperti pada kasus pituitary gigantism), dan lain-lain.
3) Anomali pada bentuk gigi, seperti fusi, germinasi, concrescence, dilaserasi,
dens in dente, akar supernumerari.
4) Labial frenulum yang abnormal
5) Kehilangan gigi prematur
6) Ankilosis
7) Karies gigi
8) Restorasi gigi yang tidak baik
9) Keterlambatan erupsi pada gigi permanen

Etiologi Maloklusi Klas II


Menurut Mills dan Foster etiologi maloklusi Klas II adalah: 1,2
1. Pola dan hubungan skeletal
Pola skeletal yang sederhana pada maloklusi Klas II divisi 1 adalah individu
yang memiliki maksila besar dan mandibula kecil menyebabkan diskrepansi
anteroposterior antara kedua basis-basis giginya.
2. Jaringan lunak
Bentuk dan fungsi otot dapat menimbulkan variasi yang lebih kompleks
terutama pada skeletal dan gigi. Pada maloklusi Klas II divisi 1 dijumpai bibir
inkompeten ditandai dengan kesulitan menutup bibir sehingga penutupan bibir
dihasilkan dengan membuat kontak antara bibir bawah dengan lidah mengakibatkan
gigi insisivus maksila proklinasi dan gigi insisivus mandibula retroklinasi.
3. Bentuk dan ukuran gigi Penyimpangan dalam ukuran gigi adalah penyebab
paling umum dalam maloklusi dentofasial.

Diagnosis Dan Gambaran Klinis Maloklusi Klas II


Seperti pada jenis maloklusi lainnya, maloklusi klas II dapat diidentifikasi
berdasarkan pemeriksaan klinis yang tepat yaitu pemeriksaan ekstra dan intra-oral, alat
bantu diagnostik (riwayat, analisis fotografi, analisis radiografi, dan analisis model),
dan analisis fungsional (pemeriksaan posisi istirahat postural dan intercuspation
maksimum, pemeriksaan sendi temporomandibular dan disfungsi orofasial) pasien. 7
Maloklusi klas II yang ditandai dengan hubungan distal molar pertama
permanen bawah ke atas sejauh lebih dari setengah lebar satu puncak gigi dan gigi
insisivus rahang atas menjadi protrusif. Pasien klas II divisi 1 menunjukkan profil
cembung, bentuk kepala dolichocephalic, sulkus mentolabial dangkal / dalam, mentalis
hiperaktif, dan bibir atas. Pasien klas II divisi 2 datang langsung ke profil cembung,
bentuk kepala mesocephalic atau dolichocephalic, sulkus mentolabial normal atau
hiperaktif, dan bibir atas normal atau hiperaktif. 5
Adanya hubungan molar distal step, perbedaan ukuran gigi, dan / atau overjet
yang berlebihan dapat menyebabkan interpretasi yang salah terhadap maloklusi skeletal
klas II. Maloklusi skeletal klas II dapat diklasifikasikan berdasarkan hubungan
maksilomandibular (retrognatisme mandibula, tonjolan bagian tengah atau keduanya),
panjang dasar kranial (peningkatan panjang dasar kranial anterior: penonjolan bagian
tengah wajah, sementara pemanjangan dasar kranial posterior: posisi lebih retuded dari
artikulasi temporomandibular), diskrepansi vertikal (tinggi wajah atas anterior
seringkali lebih besar dari normalnya), dan bidang oklusal yang curam. 6
Gambar 6. (a) Analisis sefalometri lateral pasien dengan maloklusi klas II dan
pola pertumbuhan vertikal. (b) Pengaturan analisis sefalometri lateral pada profil
jaringan lunak pasien (overlay tracing). 7

Terapi perawatan maloklusi klas II dikategorikan berdasarkan status growing


dan non‐ growing pasien. Perawatan maloklusi klas II telah lama menjadi topik
kontroversi selama beberapa dekade. Literatur dengan berbagai penelitian bertujuan
untuk mengetahui besar tantangan klinis berdasarkan jenis maloklusi. Penelitian
menunjukkan bahwa perawatan ortodontik sejak dini untuk anak-anak dengan
maloklusi klas II dan gigi depan atas yang prominen lebih efektif dalam mengurangi
trauma insisal daripada perawatan ortodontik ketika anak sudah remaja.7,8

Penatalaksanaan Awal Pada Gigi Bercampur


Modalitas pengobatan terbaik untuk maloklusi klas II pada pasien yang sedang
bertumbuh termasuk menggunakan peralatan fungsional baik yang dapat dilepas
(Activator, Bionator, Frankel, and Twin‐block) atau cekat (MARA, cemented Twin‐
block, or Herbst appliance) yang sebagian besar meningkatkan pertumbuhan mandibula
lebih lanjut melalui kemajuan mandibula dan headgear (Cervical, Highpull, and
combination), yang memberikan kekuatan ekstra oral untuk membatasi pertumbuhan
rahang atas lebih lanjut.6,7
Gambar 7. (a) Pasien usia 11 tahun: foto frontal dan profil pasien sebelum perawatan.
(b) Foto intraoral pasien yang menunjukkan maloklusi klas II div 2. (c) Pasien usia 13 tahun:
foto pasien setelah perawatan dengan cervical headgear dan perawatan ortodontik cekat.
(d) Foto intraoral pasien setelah perawatan. 7

Gambar 8. (a) Foto frontal dan profil pasien pada usia 12 tahun sebelum perawatan.
(b) Foto intraoral pasien yang menunjukkan maloklusi klas II div 1 dengan peningkatan
overjet dan overbite sebelum perawatan. (c) Foto-grafik pasien pada usia 14 tahun setelah
perawatan selama 8 bulan dengan Twin-block, diikuti dengan perawatan ortodontik cekat.
(d) Foto intraoral pasien setelah perawatan. (e) Cephalogram lateral sebelum perawatan dan
pasca perawatan.7

Peralatan fungsional lepasan dan terapi headgear bergantung pada koperatif


pasien. Namun, berbeda dengan teori, tidak akan ada perbedaan yang signifikan antara
indikasi klinis dari dua intervensi klinis dari maloklusi klas II. Dari kedua pesawat
lepasan yang berbeda, Twin-block digunakan lebih sering, yang dapat secara efisien
meningkatkan pertumbuhan mandibula, membatasi pertumbuhan lebih lanjut dari
rahang atas, dan meningkatkan relasi skeletal dalam pertumbuhan individu skeletal
klas II dengan retrusion mandibula.7,8
Gambar 8 menunjukkan seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dengan
maloklusi klas II dan crossbite bukal bilateral (sindrom Brodie). Rahangnya terkunci
total dan tidak bisa tumbuh normal. Perawatan dimulai dengan removable anterior bite
plate, sekrup midpalatal yang terbuka di bagian akrilik untuk lengkungan atas untuk
menyempitkan tonjolan yang melebar, dan alat Quad-helix untuk lengkungan bawah
untuk melebarkan rigde. Setelah 3 bulan, perawatan dilanjutkan dengan Twin‐ block
dan sekrup di rahang atas. Perawatan ortodontik cekat dilakukan hanya selama 6
bulan.7

Gambar 7. (a) Foto frontal dan profil pasien sebelum perawatan. (b) Foto intraoral
sebelum perawatan. (c) removable anterior bite plate dan sekrup di bagian midpalatal.
(d) Foto intraoral pasien 6 bulan setelah perawatan. (e) Cephalogram lateral sebelum
perawatan dan pasca perawatan. 7

4. Manajemen terlambat dari maloklusi klas II


Saat ini, jumlah pasien dewasa yang mencari perawatan ortodontik telah
meningkat secara bertahap yang sebagian besar berfokus pada penyamaran maloklusi.
Berbeda dengan pasien yang sedang tumbuh kembang, pengobatan yang terbatas dapat
diberikan untuk kasus dewasa dengan maloklusi klas II skeletal dan dental. Tergantung
pada tingkat keparahan maloklusi, elastisitas klas II, ekstraksi kompensasi (premolar
rahang atas dan / atau premolar rahang bawah) atau bahkan bedah ortognatik dapat
digunakan untuk mengurangi masalah fungsional dan estetika yang terkait dengan jenis
maloklusi.7,8

Gambar 9. Foto intraoral sebelum dan sesudah perawatan dari pasien yang
menggunakan perawatan non-ekstraksi dan cervical headgear.7

Gambar 10. (a) Profil dan foto intraoral pasien usia 13 tahun. Rencana
perawatan adalah mencabut gigi premolar satu atas dan premolar dua bawah. (b) Foto
pasien setelah perawatan pada usia 15 tahun. 7

Perawatan Maloklusi Klas II


Perawatan ortodonti maloklusi klas II pada masa tumbuh kembang dinilai tepat
oleh karena beberapa alasan diantaranya: untuk mencegah trauma pada insisivus
maksila, disfungsi psikososial dan memperbaiki prognosis hasil perawatan pada masa
remaja.2
Beberapa pilihan perawatan pesawat fungsional diantaranya aktivator, bionator,
Frankel, twin block, dan lain-lain. Andresen menyatakan bahwa aktivator sering
menjadi pilihan karena hasilnya yang dramatis pada perawatan maloklusi Klas II. 2
Aktivator adalah pesawat ortodonti yang sangat efisien untuk memperbaiki
hubungan rahang serta mudah dilepas dari dalam mulut. Aktivator dalam perawatannya
melakukan perubahan dengan mengaitkan tiga komponen, yakni aksi otot, perubahan
kedudukan rahang dan gigi dalam mencapai oklusi. Aktivator dapat dimodifikasi
1-3
dengan menambahkan beberapa elemen aktif dan pesawat ortopedi ekstraoral.
Aktivator berpengaruh pada struktur skeletal wajah pada masa tumbuh
kembang, retroklinasi insisivus maksila, proklinasi insisivus mandibula dan posisi
lengkung mandibula. Banyak penelitian sebelumnya menyatakan bahwa aktivator dapat
menghambat perkembangan maksila yang berlebihan. Opini lain menyatakan bahwa
aktivator menstimulasi pertumbuhan kondilus dan berpengaruh pada glenoid fossa. 2,4

Aktivator
Pada tahun 1902 Robin pertama kali memperkenalkan bentuk umum pesawat
monoblok, dan pada tahun 1963 Andresen juga memperkenalkan pesawat fungsional
monoblok aktivator. Aktivator mengubah fungsi otot-otot wajah dan rahang dengan
tujuan:7
• Memberikan lingkungan yang lebih menguntungkan untuk perkembangan gigi
dan pertumbuhan tulang-tulang.
• Mengoptimumkan potensial pertumbuhan.
• Mengubah vektor pertumbuhan.
• Memandu perkembangan gigi ke posisi yang lebih baik.

Gambar 1. Aktivator 1

Prinsip dan Mekanisme Kerja Aktivator


Aktivator bekerja dengan prinsip menyalurkan, mengubah atau mengarahkan
daya-daya alami, seperti aktivitas otot dan jaringan sekitarnya untuk diteruskan ke
rahang, kondilus, gigi dan jaringan pendukung gigi sewaktu aktivator berada dalam
mulut atau sewaktu otot melaksanakan fungsinya, seperti berbicara, menelan, dan
lain-lain.1,3,4,5
Mekanisme perawatan aktivator pada maloklusi Klas II divisi 1 dalam tiga
dataran secara menyeluruh:1,3,8
1. Dalam arah transversal
Ekspansi maksila, dilakukan untuk melebarkan lengkung maksila yang sempit.
2. Dalam arah sagital
• Menggerakkan gigi-gigi anterior maksila ke palatal.
• Menggerakkan mandibula ke anterior dan gigi posterior maksila ke distal.
• Menggerakkan gigi-gigi posterior mandibula bergerak ke mesial.
3. Dalam arah vertikal
Gigi posterior maksila dan mandibula di- ekstrusi.

Aktivator dapat mempengaruhi lingkungan gaya pada gigi sehingga


menghasilkan migrasi adaptif. Aktivator memperoleh gaya dari mandibula,
menghantarkan tekanan pada gigi.9 Aktivator tidak dipakai sebagian besar pada waktu
siang hari supaya organ mastikasi berfungsi bebas dan sepenuhnya. Transmisi gaya
dari aktivator ke gigi dapat dicapai melalui elemen penuntun yang keras maupun
elastis.9

Modifikasi Aktivator
Dalam perkembangan pemakaian aktivator, para ahli telah merancang dengan
membuat modifikasi pesawat aktivator sesuai dengan kasus yang dirawat. Modifikasi
aktivator dari Herren dengan membuat claps ke gigi maksila untuk memperkuat
kedudukan aktivator sewaktu dipakai pasien tidur sehingga tidak mengurangi
keefektivannya.1,7

Gambar 11. Modifikasi aktivator dari Herren 1,7


Ada juga bow aktivator dari Schwarz, aktivator secara horizontal dibagi dua
dan dihubungkan dengan sekrup, bagian atas dan bawah bow aktivator dihubungkan
dengan lengkung elastis. Pesawat ini digunakan untuk lengkung yang sempit. Namun,
dari pengalaman penggunaan pesawat ini menunjukan hasil yang diperoleh tidak
sesuai harapan karena pesawat ini mudah mengalami penyimpangan dan lengkung
tersebut mudah patah.1,2

Gambar 12. Bow aktivator dari Schwarz 1

Aktivator juga dapat dikombinasikan dengan pesawat cekat atau ekstraoral,


seperti yang diperlihatkan oleh aktivator Schmuth (reduced activator atau cybernator).
Pesawat ini memiliki pelat akrilik lebih kecil daripada pelat akrilik monoblok dan
biasanya ditambahkan lengkung labial. Ada 3 tipe di antaranya tipe pertama dengan
dua lengkung labial tanpa spring Coffin dan tanpa pemisahan akrilik karena tidak
dilakukan ekspansi.1

Gambar 15. Tipe pertama aktivator Schmuth

Tipe kedua dengan satu lengkung labial untuk maksila dan bentuk spring
Coffin yang hampir sama dengan pesawat Frankel (Gambar 4b).1
Gambar 16. Tipe kedua aktivator Schmuth

Tipe ketiga dengan dua lengkung labial ditambah spring Coffin tanpa
pemisahan akrilik. Penambahan loops atau spring Coffin untuk retensi dalam
mencegah pergerakan gigi molar permanen ke anterior selama pergantian gigi molar
desidui atau menahan gigi posterior setelah pencabutan.1

Gambar 17. Tipe ketiga aktivator Schmuth 1


Selain itu, ada bentuk modifikasi aktivator Karwetzky, yakni terdiri dari pelat
aktif maksila dan mandibula yang dihubungkan oleh sebuah lengkung U pada regio
molar pertama permanen serta pelat meliputi bagian lingual jaringan gingiva, gigi.1

Gambar 18. Aktivator Karwetzky 1

Aktivator Van Beek memiliki dua bow untuk dikaitkan dengan high-pull
headgear force dan bow tertanam di dalam akrilik di bagian anterior dan lebih pendek.
Titik tarikan berada pada kaninus maksila. Digunakan pada kasus dimensi vertikal
tinggi dan menghambat pola pertumbuhan maksila dalam arah vertikal. 7
Salah satu alat fungsional yang sering digunakan dalam merawat klas II adalah
Bionator. Bionator pertama kali dikembangkan oleh Wihelm Balter tahun 1964 dan
merupakan alat terbuat dari akrilik dengan kawat pada bagian palatinal dan
vestibulum. Alat ini bekerja untuk memajukan mandibula, mengokoreksi overbite,
mengatur erupsi gigi dan memperbaiki profil pasien.4,9
Perawatan dibagi menjadi dua tahap yaitu perawatan menggunakan alat
myofungsional dan perawatan dengan menggunakan alat cekat straight. Perawatan
tahap satu menggunakan alat myofungsional dengan pertimbangan usia pasien masih
dalam masa tumbuh kembang sehingga skeletalnya dapat dipacu agar relasi skeletal
klas II menjadi normal. Pertimbangan pemilihan alat myofungsional bionator
dibandingkan alat lainnya karena alat tersebut disamping dapat mengokoreksi relasi
skeletal juga dapat mengokoreksi deepbite dengan mengekstrusi gigi-gigi posterior dan
mempunyai efek ekspansi serta bagian akrilik yang lebih tipis dibandingkan dengan
aktivator sehingga pasien lebih merasa nyaman.9,10
Alat myofungsional bekerja dengan 2 cara yaitu:2,4
1) kekuatan yang dikeluarkan alat myofungsional pada struktur yang terlibat
dan menyebabkan perubahan bentuk dan ukuran sehingga terjadi adaptasi.
2) eliminasi kekuatan pada daerah abnormal sehingga terjadi perkembangan
dan pertumbuhan pada bagian tersebut. Prinsip kerja alat myofungsional seperti
proses terjadinya maloklusi yaitu dengan mengarahkan kekuatan otot-otot menuju
arah yang diinginkan sehingga perkembangan dan pertumbuhan terjadi sesuai
rencana. Alat myofungsional juga memperbaiki kondisi otot yang tidak seimbang,
jaringan lunak dan fungsi mulut, hidung dan pharing. 1, 7
Bionator merubah mandibula lebih ke depan sehingga terjadi pula perubahan
jarak gigit, tumpang gigit, SNB, occlusal plane angle. Sekrup ekspansi dan coffin
yang ada pada bionator akan menyebabkan lengkung gigi menjadi lebih lebar serta
retraksi gigi anterior yang mengakibatkan perubahan pada angle of convecity, SNA,
U-NA. Bionator juga menyebabkan gigi posterior bawah bererupsi ke oklusal dan ke
depan, dengan mengurangi akrilik bagian oklusal gigi-gigi posterior dan menahan
erupsi gigi anterior yang berakibat terjadinya rotasi bidang oklusal dan perbaikan
relasi molar. Pergerakan mandibula ke depan berakibat reaksi jaringan lunak menahan
pertumbuhan maksila ke depan dan membantu koreksi kecenderungan klas II. 7,8
Pemakaian bionator sangat membutuhkan kerjasama pasien. Kesulitan yang
terjadi adalah pasien mulai jenuh menggunakan alat setelah beberapa bulan
pemakaian sehingga ekspansi yang telah terjadi menjadi relaps dan retraksi gigi
anterior atas tidak dapat dilakukan. Kesulitan dan kegagalan berupa ekspansi yang
tidak maksimal tidak mengurangi keberhasilan perawatan menggunakan bionator.
Keberhasilan berupa perubahan jarak gigit dan besar SNB menyebabkan perubahan
profil menjadi lebih baik dan perawatan dapat dilanjutkan dengan alat cekat straight
untuk koreksi ekpansi dan koreksi malposisi gigi-geligi.9

Relapse
Terlepas dari koreksi maloklusi klas II, sejumlah besar pasien klas II
mengalami beberapa tingkat kekambuhan yang tidak dapat diprediksi pada tahun-
tahun berikutnya setelah perawatan. Tingkat kekambuhan yang dilaporkan setelah
perawatan ini berkisar antara 20 hingga 52%. Satu-satunya bukti yang tersedia tentang
stabilitas pengobatan berkaitan dengan alat Herbst. Beberapa faktor termasuk jenis
kelamin, fungsi otot dan kebiasaan sebelum perawatan, modalitas perawatan yang
berbeda, dan oklusi pasca perawatan telah dianggap sebagai faktor potensial yang
mempengaruhi stabilitas hasil. Namun, tinjauan sistematis terbaru menyimpulkan
bahwa saat ini, sangat terbatas untuk mendukung pengaruh faktor prediktif pada
relapse atau stabilitas hasil perawatan.10
Meskipun kemajuan mandibula oleh osteotomi split sagital bilateral
tampaknya menjadi pilihan pengobatan yang baik untuk skeletal klas II, ini kurang
stabil daripada kemunduran dalam jangka pendek dan panjang. Pelat mini
mendemonstrasikan hasil jangka panjang yang lebih baik daripada sekrup bikortikal
dari titanium, baja tahan karat, atau bahan yang dapat diserap. Namun, tingkat relaps
jangka pendek hampir sebanding pada pasien maloklusi klas II. Relapse tergantung
pada berbagai karakteristik yang berpusat pada pasien dan berpusat pada ahli bedah
yang melibatkan keterampilan dan pengalaman ahli bedah di posisi dari kondilus,
jumlah yang tepat dari kemajuan mandibula, ketegangan otot dan jaringan lunak,
sudut bidang mandibula, dan usia pasien. Pasien dengan sudut bidang mandibula
9,10
rendah dan tinggi mengalami peningkatan relaps vertikal dan horizontal.
Treatment maloklusion klas II 7
Activator
Bionator
Removable
Frankel
Fungsional Twin Block
MARA
Growing
Fix Cemented Twin Block
Herst
Servikal
Headgear
High pull
(skeletal effect)
Combinasi
Non‐extraction
regimen with class II
elastics
Distal movement of  Pendulum
upper teeth ± second  Headgear
molar extraction (dental effect)
Camouflage
 Miniscrew‐
assisted
Non Growing distalizations

Extraction of
maxillary premolars
Mandibular
Orthognathic surgery advancement

Bimax surgery
Bimax surgery
Laporan Kasus
Kasus 1
Pasien berusia 12 tahun dan telah dirawat dengan aktivator selama 3 tahun.
Perbaikan Klas II terutama dicapai dalam perubahan skeletal. Pertumbuhan
mandibula melebihi pertumbuhan maksila dalam arah sagital sebesar 4,0 mm.
Perubahan dental berupa overjet 2,0 mm dan pergerakan gigi insisivus maksila dan
mandibula ke posterior sebesar 3,5 mm dan 1,5 mm. Penegakan gigi insisivus
mandibula kemungkinan disebabkan oleh reaksi kompensasi terhadap besarnya
pertumbuhan mandibula yang dijumpai. Selain itu, perubahan dental juga meliputi
perubahan hubungan molar mencapai 1,0 mm disertai pergerakan gigi molar maksila
dan mandibula ke anterior sebesar 1,0 mm dan 2,0 mm.

Gambar 1. Foto ekstraoral dan model studi sebelum (kiri) dan setelah (kanan)
perawatan aktivator. Superimposisi Tracing sefalometri pada NSL di sella. Garis
panduan OL dan OLp 10,11

Keterangan:
NSL : Garis nasion - sella
OL : Garis oklusal
OLp : Garis perpendikular oklusa
Kasus 2
Pasien berusia 9 tahun 8 bulan dan telah dirawat dengan aktivator selama 3
tahun. Perbaikan Klas II dicapai terutama perubahan dental. Pertumbuhan mandibula
melebihi pertumbuhan maksila dalam arah sagital sebesar 1,5 mm. Perubahan dental
menghasilkan overjet 3,5 mm dan pergerakan gigi insisivus maksila ke posterior
sebesar 3,0 mm, insisivus mandibula ke anterior sebesar 0,5 mm. Perubahan dental
lainnya diantaranya perubahan hubungan molar mencapai 3,0 mm disertai
pergerakan gigi molar maksila dan mandibula ke anterior sejauh 1,0 mm dan 4,0 mm.

Gambar 2. Foto ekstraoral dan model studi sebelum (kiri) dan setelah (kanan)
perawatan aktivator. Superimposisi Tracing sefalometri pada NSL di sella. Garis
panduan OL dan OLp 10,11
Perawatan dengan aktivator tidak selamanya memberikan hasil perawatan yang
diinginkan. Hal ini dipengaruhi oleh masa tumbuh kembang dan pola pertumbuhan.
Pentingnya pola pertumbuhan dalam arah yang baik ditekankan sebagai faktor
penting untuk mendapatkan hasil baik. Aktivator memiliki efek stimulasi pada
pertumbuhan mandibula. Pesawat hanya dipakai di malam hari sehingga batas
ambang untuk proses remodeling adaptif pada kondilus mungkin tidak tercapai pada
kasus-kasus tertentu. Bila mandibula secara terus menerus dipertahankan pada posisi
protrusi 24 jam sehari, seperti pada pesawat Herbst, pertumbuhan mandibula
tampaknya akan meningkat.11
KESIMPULAN
Diagnosis yang tepat dan perawatan ortodonti maloklusi klas II pada masa
tumbuh kembang dinilai tepat. Dokter gigi harus dapat memanfaatkan masa tumbuh
kembang pasien sehingga maloklusi dapat berhasil dirawat dan harus memperhatikan
desain pesawat dan dataran petunjuk sehingga aktivator dapat efektif selama
perawatan serta harus mampu menciptakan hubungan yang baik dengan pasien dan
mampu memotivasi pasien untuk dapat bekerja sama dalam melaksanakan perawatan
sehingga dapat menghasilkan perawatan yang sesuai dengan harapan. Perubahan
skeletal dan dental dapat dicapai dengan perawatan pesawat fungsional, yaitu
aktivator, bionator, dan alat fungsional lainnya. Keberhasilan pesawat fungsional
tergantung dalam hal: masa tumbuh kembang pasien, kelainan skeletal, dan kerja
sama pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Joelijanto R. Oral habit that cause malocclusion problem. IDJ 2012; 1(2): 108- 14.
2. Dimberg L, Arnrup K, Bondemark L. The impact of malocclusion on the quality
of life among children and adolescents: A systematic review of quantitative
studies. Eur J Orthod 2015; 37(3): 238-47.
3. Prekumar S. Textbook of orthodontic. New Delhi: Elsevier. 2015: 145-8, 233-4,
438-49.
4. Bahreman A. Early-age orthodontic treatment. Chicago: Quintessence Publishing
Co, Inc. 2013: 116-9, 261-306.
5. Graber TM, Rakosi T, Petrovic AG. Dentofacial orthopedics with functional
appliances. St. Louis: Mosby Co. 1985: 150–155,157–158,206–208,346–352.
6. Cozza P, Toffol LD, Lacopini L. An analysis of the corrective contribution in
activator treatment. Angle Orthod 2004; 74(6):741–748.
7. Tehranchi A, Behnia H, Younessian F. A Textbook of Advanced Oral and
Maxillofacial Surgery: Advances in Management of Class II
Malocclusions.2016:455-478.
8. Cozza P, Toffol LD, Colagrossi S. Dentoskeletal effects and facial profile
changes during activator therapy. Euro J Orthop 2004; 26(3):293–301.
9. Turkkahraman H, Sayin MO. Effects of activator and activator headgear treatment:
comparison with untreated Class II subjects. Euro J Orthop 2006; 28:27–34.
10. Basciftci FA, Uysal T, Buyukerkmen A, Sari Z. The effects of activator treatment
on craniofacial structures of Class II division 1 patients. Euro J Orthop 2003;
25:87–93.
11. Baltromejus S, Ruf S, Pancherz H. Effective temporomandibular joint growth and
chin position changes: Activator versus Herbst treatment. A cephalometric
roentgenogrphic study. Euro J Orthop 2002; 24:627–637.

Anda mungkin juga menyukai