Anda di halaman 1dari 7

BAB III.

MALOKLUSI

3.1 Definisi Maloklusi

Maloklusi merupakan suatu ketidaksesuaian hubungan gigi atau rahang


yang menyimpang dari normal. Maloklusi dapat menyebabkan tampilan wajah
yang buruk, resiko karies, penyakit periodontal, perubahan pada bicara,
mastikasi, disfungsi sendi temporomandibula dan nyeri orofasial. (Lubis et al,
2015 hal 257).

3.2 Klasifikasi Maloklusi Angle

Pada tahun 1899, Edward Angle mengklasifikasikan berdasarkan


maloklusi pada hubungan mesial-distal gigi, lengkung gigi dan rahang. Ia
menganggap molar pertama maksila sebagai titik anatomi tetap pada rahang dan
kunci oklusi. Ia juga mendasarkan klasifikasinya pada hubungan gigi ini dengan
gigi lain di rahang rahang bawah (Gukeerat, 2007 hal 163).

Alasan bahwa gigi M1 atas digunakan sebagai titik anatomi tetap pada
rahang dan kunci oklusi dikarenakan gigi tersebut merupakan gigi yang pertama
erupsi dan tidak mengganti gigi susu, gigi terbesar, stabil dikarenakan gigi M1
tertanam pada tulang zygomatikum yang kuat sekali, dan jarang terjadi malposisi.

Klasifikasi maloklusi Angle dibagi menjadi tiga kategori yang ditetapkan


sebagai kelas dan di wakilkan oleh angka romawi (I,II, dan III). (Gukeerat, 2007
hal 163).

 Kelas I (neutral oklusi) : Lengkungan gigi mandibula dalam mesiodistal


normal relasi dengan lengkung rahang atas, dengan cusp mesiobuccal
molar pertama rahang atas yang oklusi di bukal alur molar permanen
pertama mandibula dan puncak mesiolingual permanen pertama maksila
molar tertutup dengan fossa oklusal dari molar permanen rahang bawah
pertama saat rahang istirahat dan gigi dalam oklusi sentris. (Gukeerat,
2007 hal 164).
 Kelas II (Distooklusi) : Lengkungan dan tubuh gigi mandibula berada
dalam hubungan distal ke lengkung rahang atas. Puncak mesiobukal dari
molar permanen pertama rahang atas terjadi di dalam ruang antara
puncak mesiobukal dari mandibula pertama molar permanen dan aspek
distal dari pra-molar kedua mandibula. Juga, mesiolingual puncak molar
permanen pertama rahang atas oklusi mesial ke mesio-linguaI cusp
mandibula pertama molar permanen. (Gukeerat, 2007 hal 164).

Angle membagi maloklusi kelas II menjadi dua divisi berdasarkan angulasi


labiolingual insisif maksila, yaitu :

Kelas II-divisi 1: suatu keadaan dimana gigi-geligi insisif rahang atas berada
dalam labioversi. (Gukeerat, 2007 hal 164).

Tanda- tanda maloklusi kelas II-divisi 1 , antara lain :

- Jarak gigit bertambah


- Insisiv rahang atas proklinasi
- Insisiv rahang bawag retroklinasi yang bisa terjadi bila ada kebiasaan
menghisap jari, atau kadang-kadang insisiv bawah proklinasi yang
merupakan kompensasi kelainan skeletalnya sehingga pada keadaan ini
jarak gigit bisa tidak terlalu besar.
- Tumpang gigit sangat bervariasi yang kemungkinan dipengaruhi relasi
skeletnya tetapi kebanyakan menunjukkan pertambahan.
- Kurva spee positif karena adanya supraposisi gigi-gigi anterior bawah.
(Rahardjo, 2012 hal 71-72).

Kelas II-divisi 2 : suatu keadaan dimana gigi insisif rahang atas hampir normal
anteroposterior atau sedikit dalam linguoversi, sedangkan
insisif lateral rahang atas menyentuh labial atau mesial.
(Gukeerat, 2007 hal 164).

Kelas II- subdivisi : suatu keadaan ketika relasi molar kelas II berada dalam satu
sisi lengkung gigi saja. (Gukeerat, 2007 hal 164).

 Kelas III (mesiooklusi) : Lengkungan dan tubuh gigi mandibula berada di


mesial relasi dengan lengkung rahang atas; dengan puncak mesiobukal
molar pertama rahang oklusi pada interdental antara distal aspek cusp
distal dari molar pertama mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial
dari molar kedua mandibula. (Gukeerat, 2007 hal 165).
- Pseudo kelas III- Maloklusi : Bukan merupakan maloklusi kelas III
yang sebenarnya. Pseudo kelas III terjadi ketika mandibula bergeser
ke depan di fossa glenoid karena kontak prematur gigi atau ketika
rahang dalam oklusi sentris.(Gukeerat, 2007 hal 165).
- Kelas III – Subdivisi : Terjadi ketika maloklusi ada secara sepihak atau
terjadi dalam satu lengkungan gigi saja. (Gukeerat, 2007 hal 165).

Gambar 1. Klasifikasi maloklusi Angle kelas I dan II

Gambar 2. Klasifikasi maloklusi Angle kelas II subdivisi dan kelas III


Kekurangan klasifikasi maloklusi Angle :

 Klasifikasi Angle didasarkan atas relasi molar pertama permanen. Bila


molar pertama permanen bergeser karena molar sulung hilang prematur,
maka relasi molar yang ada bukan relasi molar yang sebenarnya sebelum
terjadi pergeseran.
 Bila molar pertama permanen dicabut berarti tidak ada relasi molar.
 Bila telah terjadi pergeseran molar pertama permanen ke mesial maka
perlu dibayangkan letak molar pertama permanen sebelum terjadi
pergeseran, baru ditetapkan klasifikasinya, demikian juga bila molar
pertama permanen telah dicabut.
 Ada kemungkinan relasi molar pertama permanen kanan tidak sama
dengan relasi molar pertama permanen kiri. Angle memperbolehkan hal
ini disebut sebagai subdivisi pada kelas II dan kelas III. Jadi, pada satu
sisi relasi molar pertama permanen distooklusi atau mesiooklusi
sedangkan pada sisi lainnya bukan distoklusi atau mesioklusi.
Kemungkinan lain adalah kesukaran untuk menetapkan garis batas
secara tegas kelas I dengan kelas lainnya. Pada akhirnya kesimpulan
penentuan klasifikasi harus mempertimbangkan gambaran umum suatu
maloklusi.
 Angle berpendapat bahwa letak molar pertama permanen tetap stabil
dalam perkembangannya pada rahang sehingga dengan melihat relasi
molar dapat dilihat pula relasi rahang. Hal ini tidak selamanya benar
karena letak gigi dalam perkembangannya tidak sama dengan letak
rahang. Klasifikasi gigi dan rahang tidak selalu sama (Rahardjo,2008 hal
79-80).
 Klasifikasi Angle tidak cukup untuk mendeskripsikan kelas II, III kelainan
ortodontik. Hal ini disebabkan karena maloklusi kelas II dan III dapat
terdiri dari perbedaan kerangka, fungsional dan gigi, yang mungkin atau
tidak terkait satu sama lain. Klasifikasi berdasarkan Angle terbatas hanya
untuk relasi gigi tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain. Meskipun
klasifikasi Angle telah digunakan selama bertahun-tahun, asumsinya
tentang aktiologi dan diagnosis maloklusi tidak memiliki bukti definitif
(Litsas,2018 hal 61).
3.3 Klasifikasi Maloklusi Lischer

1. Neutro-oklusi

Neutro-oklusi adalah istilah yang identik dengan maloklusi Angle kelas I.

2. Disto-oklusi

Disto-oklusi adalah istilah yang identik dengan maloklusi Angle kelas II.

3. Mesio-oklusi

Mesio-oklusi adalah istilah yang identik dengan maloklusi Angle kelas III.

Nomenklatur Lischer pada gigi yang malposisi dengan cara penambahan


“version” pada akhiran kata untuk menunjukkan penyimpangan dari posisi gigi
normal.

- Mesioversion : gigi terletak lebih ke mesial


- Distoversion : gigi terletak lebih ke distal
- Labioversion : gigi terletak lebih ke labial
- Infraversion : gigi dibawah atau lebih rendah dari bidang oklusal
- Supraversion : gigi di atas bidang oklusal
- Axiversion : gigi dengan inklinasi axial yang salah atau
abnormal
- Torsiversion : gigi berotasi sepanjang sumbu gigi
- Transversion : Transposisi atau perubahan letak gigi (Gukeerat,
2007 hal 168)
-

Gambar 3. Molar 1 kanan bawah mesioversion


Gambar 4. Insisiv lateral kanan dan caninus rahang bawah distoversion, dan
premolar 1 rotasi mesiobukal torsiversion.

Sumber :

Litsas, G. 2018. Recent Advances in Dentistry, Volume 2. Pediatric Othodontics:


Theory and Practice.Sharjah. Bentham Science Publishers.

Singh, Gukeerat. 2007. Textbook of Orthodontics, 2nd Ed. New Delhi. Jaypee
Brothers Medical Publishers Ltd.

Rahardjo, P. 2012. Ortodonti Dasar, Edisi 2. Surabaya: Airlangga University


Press

Rahardjo, P. 2008. Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press

Lubis, MM., Utami, A.R. 2015. Distribution of Malocclusion based on Angle


Classification in Patient Attending The Orthodontics Departement. Dentika
Dental Journal, 3(2):257-261.

Anda mungkin juga menyukai