Anda di halaman 1dari 13

MALOKLUSI

1.1. Definisi Maloklusi


Maloklusi merupakan variasi biologi, yaitu terjadi penyimpangan dari
hubungan normal antara gigi-gigi dalam satu lengkung rahang maupun dalam
lengkung rahang yang berlawanan. Maloklusi berhubungan dengan fungsi yang
tidak normal dari otot wajah, otot-otot pengunyahan, dan otototot lidah. Pada
keadaan biasa nampak gigi-geligi anterior rahang atas mengalami protrusi, overbite
dan overjet yang terlalu besar, serta open bite (Achmad, Tanpa Tahun). Maloklusi
adalah ketidakteraturan letak gigi geligi sehingga menyimpang dari hubungan
antara gigi geligi di dalam suatu lengkung gigi maupun hubungan lengkung gigi atas
dan lengkung gigi bawah (Fauziah dan Pinandi, 2006). Maloklusi menurut
American Academy of Pediatric Dentistry adalah ketidaksesuaian posisi gigi dan
rahang. Maloklusi merupakan kondisi yang menyimpang dari tumbuh kembang
yang dapat mempengaruhi self cleansing kesehatan jaringan lunak, pertumbuhan
rahang, bicara, dan penampilan (Achmad, Tanpa tahun).
Angle mendeskripsikan maloklusi tidak hanya berdasarkan posisi dan
relasi dari gigi, tetapi juga melibatkan lebar lengkung gigi, adanya retrusi atau
protusi pada mandibula, efek maloklusi pada wajah, fungsi bibir abnormal, dan
hubungan hidung tersumbat serta kebiasaan bernafas lewat mulut (Bishara, 2001).
Derajat keparahan maloklusi berbeda-beda dari rendah ke tinggi yang
menggambarkan variasi biologi individu. Maloklusi dapat terjadi dalam arah sagital,
transversal, vertical, dapat diidentifikasi berdasarkan hubungan rahang yaitu
hubungan rahang bawah terhadap rahang atas (Jones & Richer, 2000). Maloklusi
dapat menyebabkan tampilan wajah yang buruk, resiko karies dan penyakit
periodontal, sampai gangguan pada sendi temporomandibula bila tidak dikoreksi
(Mitchel, 2007).

1
1.2. Macam- macam Maloklusi
Golongan Maloklusi (Sulandjari, 2008) :
1. Dental displasia
a. Maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam satu atau dua rahang
dalam hubungan abnormal satu dengan lain.
b. Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal.
c. Keseimbangan muka dan fungsi normal.
d. Perkembangan muka dan pola skeletal baik.

Macam-macam kelainan : Misalnya : kurang tempatnya gigi dalam


lengkung, oleh karena prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi
lebih besar, sehingga dapat terjadi keadaan linguoversi, labioversi dan
sebagainya.

2. Skeleto Dental displasia


a. Tidak hanya giginya yang abnormal.
b. Keadaan yang tidak normal pada hubungan rahang atas terhadap
rahang bawah, hubungan rahang terhadap cranium.
c. Fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam kelainan dan
derajat keparahan kelainan tersebut.
3. Skeletal Displasia
Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang tidak normal
pada :
a. Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah terhadap
basis kranium.
b. Hubungan rahang atas dan rahang bawah.
c. Posisi gigi dalam lengkung gigi normal.

Klasifikasi maloklusi menurut Angle (Sulandjari, 2008):


1. Kelas I Angle (Neutro Oklusi)
Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan mesiodistal yang
normal terhadap maksila. Tanda-tanda :
a. Cusp mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian bukal (buccal
groove) gigi M1 bawah.

2
b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C bawah dan
tepi mesial P1 bawah.
c. Cusp mesiolingual M1 atas beroklusi pada fossa central M1 bawah.

Gambar 2.2.1. Kelas I Angle (Neutroklusi)


Sumber : Zenab, Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Dr. Martin Dewey membagi lagi klasifikasi Angle (Logamarta, 2018):


Kelas I maloklusi Angle dibagi
 Type 1: Gigi insisiv berjejal-jejal dan gigi caninus sering terletak di
labial.
 Type 2: Protrusi atau labioversi dari insisiv atas.
 Type 3: Satu atau lebih dari satu gigi insisiv atas lebih kearah lingual
terhadap gigi insisiv bawah. (crossbite gigi depan/anterior crossbite).
 Type 4: Crossbite pada gigi-gigi molar atau premolar (posterior cross
bite)
 Type 5: Mesial drifting karena tanggalnya gigi depannya.

2. Kelas II Angle (Distoklusi)


Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan
mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila. Tanda-tanda :

3
a. Cusp mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara cusp
mesiobukal M1 bawah dan tepi distal cusp bukal gigi P2 bawah.
b. Cusp mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrassure dari cusp
mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal cusp bukal P2 bawah.
c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam
hubungan yang lebih ke distal terhadap lengkung gigi di maksila
sebanyak 1’2 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal gigi P.

Gambar 2.2.2. Kelas II Angle (Distoklusi)


Sumber : Zenab, Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Gambar 2.2.3. Kelas II Angle (Distoklusi)

4
Sumber : Zenab, Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Kelas II Angle dibagi menjadi 2 yaitu Divisi 1 dan divisi 2 (Sulandjari, 2008):
a. Kelas II Angle Divisi 1 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya
ke labial atau protrusi
b. Kelas II Angle Divisi 2 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya
tidak ke labial atau retrusi. Disebut sub divisi bila kelas II hanya
dijumpai satu sisi atau unilateral.
3. Kelas III Angle (Mesioklusi)
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam
hubungan yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di maksila. Tanda-tanda
:
a. Cusp mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan cusp distobukal M1
bawah dan cusp mesiobukal M2 bawah.
b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior
pada relasi gigi anterior.
c. Lengkung gigi mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam
hubungan yang lebih mesial terhadap lengkung gigi maksila.
d. Cusp mesiobukal gigi M1 atas beroklusi pada ruangan interdental
antara bagian distal gigi M1 bawah dengan tepi mesial Cusp mesial gigi
M2 bawah.

Gambar 2.2.4. Kelas III Angle (Mesioklusi)

5
Sumber : Zenab, Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Gambar 2.2.5. Kelas III Angle (Mesioklusi)


Sumber : Zenab, Y., 2010, Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung.

Kelas III Maloklusi dibagi (Logamarta, 2018):


 Type 1: Hubungan incisor edge to edge.
 Type 2: Insisivus atas menumpang pada insisivus bawah, seperti
hubungan yang normal.
 Type 3: Insisivus atas linguoversi atau crossbite.

1.3. Etiologi Maloklusi


Etiologi maloklusi merupakan ilmu yang mempelajari tentang faktor-
faktor penyebab terjadinya kelainan oklusi. Pengetahuan mengenai etiologi perlu
diketahui oleh dokter gigi yang akan melakukan tindakan preventif, interseptif, dan
kuratif. Penguasaan ilmu tentang faktor etiologi maloklusi memungkinkan dokter gigi
melakukan tindakan perawatan secara tepat dan efektif (Bishara, 2001).
Pengelompokan faktor-faktor etiologi maloklusi dimaksudkan untuk
mempermudah identifikasi kelainan oklusi yang ada (Moyers, 1969). Graber (1962)
membagi faktor etiologi maloklusi menjadi 2, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Faktor
ekstrinsik meliputi herediter, kelainan bawaan, malnutrisi, kebiasaan buruk, dan

6
malfungsi, postur tubuh, dan trauma, sedangkan kelainan jumlah, bentuk dan
ukuran gigi, premature loss,prolonged retention dan karies gigi desidui, termasuk
faktor intrinsik etiologi maloklusi. Lesmana (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor
tersebut dapat menimbulkan maloklusi bahkan menyebabkan kelainan bentuk
wajah, jika memapar tulang-tulang wajah, gigigeligi,sistem neuromuskular, ataupun
jaringan lunak mulut, dalam jangka waktu lama. Penyebab maloklusi dibagi menjadi
dua yaitu predisposing causes (indirect) dan determining causes (direct)
(Logamarta, 2018). Predisposing causes (indirect) meliputi (Logamarta, 2018):
1. Sebab-sebab yang tidak diketahui
2. Ketidakseimbangan endokrin
3. Gangguan metabolisme
Defisiensi Ca yang sering terjadi pada usia 6-18 bulan dimana pada saat itu
terjadi pertumbuhan tulang yang cepat.
4. Infeksi akut atau kronis
Dapat memperlambat atau mengahalangi perkembangan enamel yang
menyebabkan atrofi atau perubahan struktur, morfologi serta ukuran gigi geligi
sebagai contoh yaitu enamel hypoplasia.
5. Abnormal sebelum lahir (prenatal abnormalities)
6. Cacat kongenital
Terjadi abnormalitas karena faktor herediter (Diabetes Mellitus, Buta Warna,
Maloklusi Kelas II dan III), congenital (Syphillis), serta herediter dan congenital
(Cleft palate, missing teeth).
7. Keturunan
Determining causes (direct) (Logamarta, 2018):
1. Tidak ada pertumbuhan gigi atau missing teeth
Biasanya gigi I2 atas, P2 atas dan bawah, dan gigi M3. Dapat disebabkan
karena faktor herediter, congenital, atau agenensis.
2. Supernumerary teeth
Adanya mesiodens yang biasanya terletak diantara I1 atau P dengan bentuk
tidak normal seperti cone shaped.
3. Transposed teeth
4. Malformed teeth

7
Bentuk gigi yang tidak normal, contohnya peg shaped.
5. Frenulum labial yang abnormal
6. Tekanan dalan intrauterine
7. Tekanan karena kebiasaan tidur dengan satu sisi
8. Tekanan karena malfungsi otot
Yaitu kebiasaan menghisap ibu jari, menggigit bibir, menonjolkan lidah, dan
bernafas melalui mulut.
9. Gigi sulung tanggal terlalu cepat
10. Terlambatnya erupsi gigi tetap
11. Kelambatan tanggalnya gigi sulung
12. Tanggal atau hilangnya gigi tetap
13. Restorasi gigi yang kurang sempurna
14. Submerged teeth
15. Defisiensi alveolar
Defisiensi alveolar ini berkaitan dengan defisiensi makanan, penyakit anak-
anak, dan berkurangnya aktivitas fungsionil.
16. Kista
Kista yang besar dapat mendorong kedudukan gigi maloklusi.
17. Urutan erupsi gigi yang abnormal

8
1.4. Analisis Kasus

9
10
Untuk menganalisis kasus tersebut, dibuat midline atau garis median terlebih
dahulu baik rahang atas maupun rahang bawah. Midline atau garis median pada gigi rahang
atas merupakan pertemuan antara kontak mesial kedua gigi insisivus pertama. Jika tidak
terjadi pergeseran garis median pada rahang atas, maka garis yang ditarik pada midline
rahang tadi akan berada tepat pada interdental gigi insisivus pertama atas kanan dan kiri
(Tim SL Blok 3.5.9, 2014).
Cara menentukan garis median (Tim SL Blok 3.5.9, 2014):
Rahang Atas : menghubungkan titik pertemuan rugae palatine kedua kiri kanan dengan titik
tengah pada fovea palatina pada daerah posterior palatum.
Rahang Bawah : membuat titik pada perlekatan frenulum labial dan lingual dan titik ini
melewati titik kontak insisivi sentral bawah.
Menurut Romdlon (2018), bahwa dalam menentukan midline dental dapat
mengacu pada sutura palatina dan papilla incisivum sedangkan midline facial dapat
ditentukan dari glabella, ujung hidung, dan viltrum. Setelah ditemukan midline, oklusikan
model tersebut. Tampak dari belakang bahwa rahang atas lebih ke kiri 1-2 mm sedangkan
rahang bawah lebih ke kanan 1 mm dari garis midline.
Kemudian untuk menentukan lengkung rahang yang benar dapat menggunakan
brass wire. Kawat ini dibentuk melalui setiap gigi, pada geligi posterior melalui permukaan
oklusalnya sedangkan pada geligi anterior melalui tepi insisalnya. Yang menjadi acuan untuk

11
menentukan lengkung rahang yang benar pada kasus ini yaitu menggunakan gigi yang
dilihat sesuai dengan posisi lengkung rahang yaitu gigi incisivus pertama kanan rahang atas
(11). Garis oklusi dari gigi rahang atas yaitu pada incisal edge hingga groove gigi posterior,
sedangkan untuk rahang bawah pada cusp dari gigi geligi (Logamarta, 2018).
Malposisi gigi pada kasus tersebut sebagai berikut:
17 : mesio version
16 : mesio version
15 : mesio palato version
14 : mesio palato version
13 : disto labio infra version
12 : palato version
11 : normal
21 : mesio palato version
22 : palato version
23 : disto labio infra version
24 : mesio version
25 : mesio palato version
26 : mesio version
27 : mesio version
37 : mesio version
36 : mesio version
35 : mesio linguo version
34 : mesio labio version
33 : mesio labio infra version
32 : mesio linguo version
31 : labio version
41 : normal
42 : normal
43 : mesio labio infra version
44 : mesio linguo version
45 : mesio linguo version
46 : mesio version

12
47 : mesio linguo version

Relasi gigi M1 rahang atas kanan yaitu neutroklusi, untuk rahang kiri sedikit lebih
distal 1 mm. Berdasarkan relasi gigi molar tersebut, dihasilkan bahwa kasus tersebut
termasuk dalam Kelas I type 1, 3, 4, dan 5. Dibuktikan dengan type 1 yaitu adanya gigi
insisivus yang berjejeal atau crowded, type 3 yaitu crossbite anterior pada gigi insisivus 2
rahang atas, type 4 yaitu crossbite posterior pada gigi premolar 2 kiri rahang atas, dan type
5 yaitu adanya mesial drifting pada gigi caninus karena gigi insisivus 2 palato version
sehingga terdapat ruang kosong yang menyebabkan gigi caninus lebih ke mesial.
Relasi gigi caninus rahang atas kanan yaitu Kelas II (Distoklusi) karena gigi
caninus rahang atas tidak interlock dengan gigi caninus dan premolar rahang bawah, serta
lebih ke mesial. Sedangkan relasi gigi caninus rahang atas kiri yaitu Kelas III (Mesioklusi)
karena gigi caninus berada lebih distal daripada antara gigi caninus dan premolar.

13

Anda mungkin juga menyukai