Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

Oral lichen planus (OLP) merupakan penyakit mukokutaneus kronis yang


bersifat autoimun yang biasanya melibatkan mukosa rongga mulut yaitu berupa
inflamasi kronis yang mengenai epitel berlapis skuamosa. OLP merupakan
penyakit akibat rusaknya sel basal dengan latar belakang kondisi imunologis yang
penyebabnya tidak diketahui. Diduga merupakan keadaan yang abnormal dari
respon imun sel T pada epitelium basal yang diduga sebagai benda asing sehingga
menyebabkan perubahan pada permukaan sel. Stres, genetik, makanan, obat-
obatan, plak gigi, penyakit sistemik dan higiene mulut yang buruk diduga menjadi
pemicu terjadinya OLP.2
Prevalensi lichen planus yaitu 1% sampai 2% pada populasi umum. lebih
2,3
sering mengenai wanita dibandingkan priadengan perbandingan 2:1 . Lichen
planus dapat muncul pada usia berapa pun, tetapi kebanyakan kasus terjadi antara
30 dan 60 tahun.4
Penyakit ini memiliki beberapa bentuk manifestasi klinis yang dapat
mengakibatkan pasien merasa tidak nyaman dengan rongga mulutnya. Beberapa
bentuk manifestasi klinis dari OLP yaitu retikular, papula, bentuk plak, atropik,
erosif dan bula. Lesi-lesi ini biasanya terjadi bilateral pada mukosa bukal,
mukobukal fold, gingiva, lidah dan bibir adalah tempat yang sering terkena. Lesi
mukosa mulut bisa timbul sendiri atau bersamaan dengan lesi kulit. Lesi kulit bisa
muncul sebagai papula datar di pergelangan kaki, tangan, dan alat kelamin tanpa
adanya lesi di wajah.1
Tipe retikular merupakan bentuk umum dari OLP. Biasanya muncul dengan
gambaran striae-striae keratotik putih ( Wickhams striae ) dengan batas eritema.
Bentuk plak dari OLP mulai dari bentuk rata, halus hingga irregular. Biasanya
ditemui pada lidah dan mukosa bukal. Tipe retikular dan plak biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit. Bentuk erosif merupakan bentuk umum yang kedua dari
OLP, berupa gambaran area eritema dan ulserasi. Apabila terdapat pada gingiva,
maka disebut deskuamatif gingivitis. Tipe ini biasanya menimbulkan rasa sakit

1
dan ketidaknyamanan pada pasien. Bentuk atropik dari OLP biasanya difus,
eritematus yang dikelilingi striae putih. Sedangkan bentuk bula dari OLP biasanya
muncul pada mukosa bukal dan daerah lateral dari lidah. Bentuk bulla ini biasanya
langsung pecah dan meninggalkan gambaran erosif.2
Sebenarnya tidak perlu perawatan pada OLP terutama tipe retikular dan plak.
Perawatan hanya diberikan untuk mengurangi panjang dan keparahan dari gejala
simtomatis, terutama pada lesi atropik dan ulseratif. Menurut beberapa literatur
dikatakan bahwa perawatan OLP dapat berupa kortikosteroid, retinoid,
cyclosporine dan phototherapy. Sebagai tambahan, terdapat beberapa obat yang
juga dipakai yaitu dapsone, griseofulvin, lysosomotropic amines, azathioprine dan
mycophenolate mofetil yang digunakan baik sebagai pengobatan sendiri ataupun
steroidsparing agents.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Batasan5,6,7

Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit yang umum dijumpai dan
hanya mempengaruhi lapisan epithelium skuamosa berlapis. Penyakit ini terdapat
diseluruh belahan dunia, mayoritas terjadi pada dekade usia kelima dan keenam,
dan resikonya dua kali lipat pada wanita dibandingkan pria.

Etiologi dan Patogenesis8

2
OLP adalah penyakit autoimun mediasi sel T namun penyebabnya tidak
diketahui secara pasti pada kebanyakan kasus. Peningkatan produksi sitokin TH1
merupakan kunci dan penanda awal terjadinya LP, yang diinduksi secara genetik,
dan adanya polimorfisme genetik dari sitokin yang terlihat mendominasi, baik
pada lesi yang berkembang hanya pada mulut (diasosiasikan dengan interferon-
gamma (IFN-)) atau pada mulut dan kulit (diasosiasikan dengan tumor nekrosis
faktor-alpha(TNF-)). Sel T yang teraktivasi kemudian akan tertarik dan
bermigrasi melalui epitelium mulut, lebih jauh akan tertarik oleh adhesi molekul
interseluler (ICAM-1 dan VCAM), regulasi ke atas dari protein matriks
ekstraseluler membran dasar epitelial, termasuk kolagen tipe IV dan VII, laminin
dan integrin, dan kemungkinan oleh jalur sinyal CXCR3 dan CCR5. Sitokin
disekresi oleh keratinosit misalnya TNF- dan interleukin (IL)-1, IL-8, IL-10, dan
IL-12 yang juga kemotaktik untuk limfosit. Sel T kemudian akan berikatan pada
keratinosit dan IFN-, dan regulasi berkelanjutan dari p53, matriks
metalloproteinase 1 (MMP1) dan MMP3 memicu proses kematian sel (apoptosis),
yang akan menghancurkan sel basal epitelial.

Perjalanan kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor nuklear mediator
inflamasi kappa B (NF-B), dan inhibisi dari jalur pengontrol faktor pertumbuhan
transformasi (TGF-beta/smad) yang menyebabkan hiperproliferasi keratinosit
yang memicu timbulnya lesi putih.

Asosiasi dengan Penyakit Sistemik8

LP dapat diasosiasikan dengan banyak penyakit sistemik, beberapa telah


dikonfirmasi, namun infeksi virus Hepatitis C (HCV) dapat memproduksi tanda
ekstrahepatik yang termasuk satu diantaranya adalah LP. Sel T spesifik-HCV
mungkin memiliki peranan dalam patogenesis pada beberapa kasus OLP. Dalam

3
review sistematis terkini yang menyertakan studi terkontrol, proporsi manusia
yang terinfeksi HCV lebih tinggi pada kelompok LP dibanding kelompok kontrol
yaitu 20 dari 25 studi, dan pasien dengan LP memiliki resiko lima kali lipat lebih
besar terinfeksi HCV dibanding kelompok kontrol. Namun, hal ini tidak terlihat
pada kasus yang terjadi di Inggris maupun Eropa Utara.

OLP yang terkait HCV diasosiasikan dengan HLA kelas II alel HLA-DR6
pada pasien Italia tetapi tidak pada pasien Inggris, hal ini dapat menjelaskan
sebagian alasan bahwa heterogenitas geografis juga berpengaruh.

Lesi Mulut8

OLP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti tali dan
bertambah banyak (Gambar 1 dan 2), papula (Gambar 3) ataupun plak, dan dapat
memicu penyakit keratotik seperti leukoplakia. Lesi atrofik (Gambar 4) dan erosi
(Gambar 5) adalah bentuk yang paling sering menimbulkan rasa sakit.

Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal, lidah
(terutama pada dorsum), gingiva, mukosa labial, dan tepi vermilion dari bibir
bawah. Sekitar 10% dari pasien dengan OLP memiliki lesi yang hanya terbatas
pada gingiva (Gambar 6). Lesi eritrematous pada gingiva menyebabkan gingivitis
deskuamasi, tipe LP gingival yang paling umum, yang muncul dapat berupa plak
ataupun papula kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak, dan dapat
menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia.

Lesi pada palatum, dasar mulut, dan bibir atas jarang terjadi. LP yang
terisolasi pada satu tempat dalam rongga mulut selain di gingiva juga jarang
terjadi, namun pada beberapa pasien pernah terlihat adanya lesi yang terisolasi
pada bibir atau lidah saja. Lesi likenoid juga dapat terisolasi (lihat bawah).

OLP dapat secara klinis terlihat berbeda, namun pada banyak kasus tidak.
Bentuk seperti plak dari LP dapat menyerupai leukoplakia, terutama leukoplakia
verukosa proliferatif. Lesi putih berstriata, dengan atau tanpa erosi dapat

4
menyerupai lupus eritrematosa. Pada kasus yang jarang dimana lesi putih tidak
dapat terlihat dalam bentuk erosif atau terulserasi, maka lesi ini dapat sulit untuk
dibedakan secara klinis dari penyakit vesikuloerosif lainnya misal pemphigus dan
pemphigoid. Lesi terkadang dapat menyerupai karsinoma.

Lesi Ekstraoral8

Pasien OLP dapat mengalami lesi yang mengenai kulit, tambahan kulit
(appendage) dan mukosa lainnya.

Kulit

Sekitar 15% dari pasien OLP memiliki lesi kutaneus. Lesi ini khususnya terlihat
pada permukaan fleksor dari siku dan berupa eritrematous, bagian atas rata,
pruritik, papula poligonal yang memiliki jalinan garis nyata (Wickhams striae)
pada permukaannya, dan berkembang dalam jangka waktu beberapa bulan hingga
terlihat sebagai OLP. (Gambar 7)

Tambahan Kulit (Appendage)

LP pada kulit kepala dapat menyebabkan alopecia dengan luka parut, lichen
planopilaris. LP juga dapat terjadi pada kuku, sehingga menghasilkan kuku yang
lebih tipis dan kasar dan belahan pada ujung distal dari kuku.

Mukosa ekstraoral

Lesi genital yang disebut sebagai sindrom vulvovaginal-gingival berkembang


pada 20% dari wanita dengan OLP dan ditandai dengan rasa terbakar, sakit, tidak
nyaman dan dispareunia. Lesi ini dapat menjadi ganas.

LP esofageal telah banyak didokumentasikan dengan baik dan relatif umum


dijumpai pada pasien LP oral, namun LP pada ocular, urinary, nasal, laringeal,
otic, gastric dan mukosa anal jarang terjadi.

5
6
Gambar 1. Bentuk atau Jenis Oral Lichen Planus

Diagnosis9,10,11

OLP yang berupa lesi putih yang umum mungkin akan mudah didiagnosis
dengan benar apabila terdapat lesi kulit ataupun lesi ekstraoral lainnya. Namun,
biopsi oral disertai pemeriksaan histopatologis, keduanya direkomendasikan untuk
mengonfirmasi diagnosa klinis dan khususnya untuk mengesklusi displasia dan
malignansi.

Perlu diketahui, hasil pemeriksaan histopatologis OLP dapat bersifat subyektif


dan, pada setengah dari beberapa kasus, terdapat korelasi buruk klinikopatologis.
Pada kondisi ini, mungkin akan membantu dengan melakukan pemeriksaan
imunofluorescence secara langsung, yang akan menunjukkan bentuk linear dari
fibrin dan fibrinogen yang terdeposit pada membran dasar epitelial atau badan
sitoid (Russel bodies), atau keduanya apabila tidak adanya deposisi fibrinogen.

Reaksi Likenoid Oral8

Reaksi likenoid merupakan lesi yang secara klinis dan histologis terlihat
sebagai OLP, namun memiliki etiologi yang dapat diidentifikasi. Faktor

7
presipitasinya antara lain penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD), beberapa
material dental, dan berbagai macam obat.

Reaksi likenoid memiliki tendensi untuk muncul unilateral dan erosif, dan
dalam pemeriksaan histologis dapat menunjukkan infiltrat limfositik yang lebih
difus disertai sel plasma dan eosinofil dan dengan lebih banyak colloid
bodies dibanding LP klasik.

Penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD)

Transplantasi sel stem hematopoetic telah digunakan secara luas dalam perawatan
penyakit hematological baik malignan maupun non-malignan, namun hal ini
diasosiasikan dengan berbagai macam komplikasi, termasuk penyakit Graft-
versus-Host. Reaksi likenoid oral sering terlihat pada penyakit Graft-versus-
Host kronis (cGVHD).

Pasien yang memiliki transplantasi allogenik dan memiliki resiko tinggi


berkembangnya malignan sekunder, secara khusus yaitu leukimia dan limfoma,
juga memiliki resiko terjadinya karsinoma sel skuamosa dan beberapa karsinoma
oral telah dilaporkan.

Material restorasi dental

Material dental dapat menjadi penyebab dari reaksi likenoid oral termasuk
didalamnya adalah amalgam, resin komposit, kobalt dan emas. Reaksi ini dapat
diduga sebagai lesi OLP apabila hanya terbatas pada mukosa yang berkontak rapat
dengan, atau pada jarak dekat dengan restorasi tersebut. Terkadang dapat muncul
unilateral. Beberapa penulis menduga bahwa sensitisasi merkuri merupakan salah
satu penyebab penting lesi ini, namun yang lainnya menemukan bahwa pada
beberapa orang yang sensitif terhadap merkuri, tidak menunjukkan efek
menguntungkan setelah pembuangan restorasi amalgam, yang mana dapat diduga
bahwa ada faktor lain yang terlibat.

8
Sayangnya, tes sensitivitas kulit dan spesimen biopsi ternyata tidak dapat
memprediksi respon dari pembuangan amalgam, namun reaksi terhadap tes kulit
dengan penggunaan lebih dari satu jenis alergen merkuri dapat meningkatkan
akurasi dari diagnosis.

Selain itu juga dilaporkan adanya transformasi menjadi malignan pada lesi
likenoid yang terkait dengan restorasi.

Obat-Obatan

Reaksi likenoid yang diinduksi oleh obat paling sering dikarenakan NSAID (Non
Steroida Anti Inflammatory Drugs) dan obat inhibisi enzim pengubah angiotensin.
Beberapa obat lain juga dapat terkait dengan reaksi likenoid, namun hanya
terdapat pada kasus tertentu saja.

Metode yang paling memungkinkan untuk mendiagnosis reaksi likenoid adalah


dengan melihat apakah reaksi hilang segera setelah pemberian obat-obatan
tersebut dihentikan dan apakah kembali ada apabila obat itu dikonsumsi lagi.
Namun, hal ini terkadang tidak praktis dan memiliki potensi bahaya; mungkin
membutuhkan beberapa bulan sebelum reaksi likenoid sembuh sehingga
penghentian obat perlu dipertanyakan dan akan lebih terjamin dengan penggunaan
substitusi obat.

Penatalaksanaan8

Perawatan LP bergantung pada gejala, perluasan dari keterlibatan oral dan


ekstraoral secara klinis, riwayat medis, dan faktor lainnya. Pada kasus pasien
dengan reaksi likenoid, faktor presipitasinya harus dieliminasi.

Pasien dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya tidak


membutuhkan perawatan aktif. Luka mekanis atau iritan seperti tepi restorasi atau
gigi tiruan yang tidak nyaman harus diberi perhatian serius dan perlu dibuat
program untuk mengoptimalkan higienitas oral, terutama pada pasien LP gingival.

9
Pasien dengan lesi simptomatik juga membutuhkan perawatan ,biasanya
dengan obat, terkadang dibutuhkan terapi bedah.

Perawatan Obat

Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah efek samping.
Namun, agen sistemik mungkin dibutuhkan apabila lesi telah meluas, atau terjadi
penyakit yang bersifat recalcitrant. Obat untuk OLP umumnya bersifat
imunosupresif dan beberapa dikembangkan khusus untuk penyakit oral,
konsekuensinya, kurang adanya studi yang mencukupi mengenai penggunaannya.
Pasien harus diberi peringatan mengenai pentingnya mengikuti instruksi yang ada,
terutama pada instruksi obat yang terdapat tulisan, hanya untuk pemakaian luar

Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti triamcinolone, steroid


poten yang terfluorinasi seperti fluocinolone acetonide dan fluocinonide, dan
steroid superpoten terhalogenasi seperti clobetasol, terbukti efektif pada
kebanyakan pasien. Eliksir seperti dexamethasone, triamcinolone dan clobetasol
dapat digunakan sebagai obat kumur untuk pasien dengan keterlibatan oral yang
difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk mengaplikasikan medikasi
pada bagian tertentu di dalam mulut. Tidak terdapat data yang definitif untuk
membuktikan steroid topikal dengan bahan adesif lebih efektif dibanding bentuk
preparasi lainnya, walaupun telah digunakan secara luas.

Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid (ointment, spray, obat


kumur atau bentuk lain) beberapa kali dalam sehari, untuk menjaga agar obat
tetap berkontak dengan mukosa selama beberapa menit, dan pasien harus
menunda makan atau minum selama satu jam setelahnya.

Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih aman apabila


diaplikasikan pada membran mukosa dalam interval waktu yang pendek, selama 6
bulan, namun terdapat potensi terjadinya supresi adrenal pada pemakaian dengan

10
jangka waktu lama, terutama pada penyakit yang sudah kronis, sehingga
membutuhkan follow up berkala dan penanganan yang lebih hati-hati. Supresi
adrenal lebih sering terjadi pada pemakaian steroid sebagai obat kumur. Beberapa
efek samping yang serius dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid topikal,
namun pada pasien OLP yang mengalami candidiasis sekunder, beberapa klinisi
memberikan obat antifungal.

Agen Topikal Lainnya

Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten seperti inhibitor


calcineurin (ciclosporin, tacrolimus atau pimecrolimus) atau retinoid (tretinoin)
dapat membantu. Ciclosporin dapat digunakan sebagai obat kumur namun mahal,
kurang efektif dibanding clobetasol topikal dalam menginduksi perbaikan klinis
OLP, walaupun dua jenis obat ini memiliki efek yang hampir sama dalam
mengatasi gejala.

Tacrolimus, 100 kali lebih poten dibanding ciclosporin, menunjukkan efektifitas


tanpa efek samping secara klinis pada beberapa studi klinis tanpa kelompok
kontrol, namun mengakselerasi karsinogenesis kulit pada kulit sehingga Food and
Drug Administration (FDA) membatasi penggunaannya. Saat ini, terdapat laporan
yang menunjukkan kanker oral pada OLP yang diobati dengan tacrolimus.

Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup banyak digunakan
pada pasien OLP, terutama bentuk atrofik-erosif, dengan perbaikan yang
memuaskan namun retinoid memiliki efek samping dan kurang efektif jika
dibanding kortikosteroid topikal.

Obat Sistemik

Beberapa kortikosteroid sistemik yang dianggap paling efektif untuk mengobati


OLP, pada penelitian terkini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon yang
signifikan antara prednisone sistemik (1 mg/kg/hari) dengan clobetasol topikal
pada bahan adesif dibandingkan dengan clobetasol saja. Kortikosteroid sistemik

11
biasanya digunakan pada kasus dimana aplikasi topikal tidak berhasil, terdapat
OLP recalcitrant, erosif atau eritrematous, atau pada OLP yang menyebar hingga
kulit, genital, esofagus, dan kulit kepala. Prednisolone 40-80 mg tiap hari
biasanya cukup untuk mendapat respon perbaikan; toksisitas yang mungkin
timbul membuatnya hanya diresepkan apabila benar-benar dibutuhkan, pada dosis
terendah, dan untuk jangka waktu terpendek yang paling memungkinkan. Harus
diberikan pada jangka waktu yang mencukupi (5-7 hari) kemudian dihentikan,
atau dosisnya dapat dikurangi 5-10 mg/ hari secara gradual selama 2-4 minggu.
Efek samping dapat diminimalkan apabila pasien dapat menoleransi total dosis
yang sama pada hari lainnya.

Bedah

Reseksi direkomendasikan pada plak yang terisolasi ataupun erosi yang tidak
menyembuh, karena dengan prosedur ini dapat diambil spesimen jaringan untuk
konfirmasi diagnosis secara histopatologis, dan dapat menyembuhkan lesi yang
terlokalisir, namun hanya beberapa data yang mendukung hal tersebut. Graft
jaringan lunak dapat diberikan pada OLP erosif, dan OLP simptomatik akan
hilang secara menyeluruh dengan perawatan graft gingival setelah follow up 3.5
tahun. Namun, bedah periodontal juga dilaporkan dapat memicu OLP.

Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif yang resisten
terhadap obat, tetapi lesi ini dapat berkembang pada bekas lesi yang telah sembuh
ataupun sembuh dalam bentuk jaringan parut.

Laser juga telah digunakan untuk merawat OLP; laser karbon dioksida digunakan
pada lesi multisentrik atau area yang sulit dijangkau, dan laser eksimer 308 nm
dengan dosis rendah terbukti cukup menjanjikan pada tiga kali percobaan, namun
perlu bukti lebih lanjut untuk membukti efektifitasnya pada OLP, sebagaimana
pada kasus terapi fotodinamik.

Surveillance Kanker

12
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa pentingnya untuk memonitoring pasien
dengan OLP pada jangka waktu lama.

Potensi Malignansi dari OLP8

Setidaknya terdapat tiga studi yang menggunakan kriteria diagnostik ketat


yang menunjukkan bahwa terdapat resiko signifikan terjadinya transformasi
malignansi dari OLP menjadi karsinoma sel skuamosa (SCC). Akumulasi dari
sintase oksida nitrit terinduksi (iNOS) dengan 8-nitroguanine dan 8-okso-7, 8-
dihdro-2-deoksiguanosine (8-oxodG) pada epitelium oral OLP kemungkinan
menunjukkan kerusakan oksidatif dan nitratif DNA yang dapat menjadi dasar dari
malignansi.

Resiko transformasi malignansi bervariasi antara 0.4 hingga 5% dalam


periode waktu observasi dari 0.5 hingga 20 tahun, dan tidak dibatasi tipe klinis
dari OLP atau perawatan yang diberikan. Namun, terdapat kemungkinan bahwa
perawatan dengan agen imunosupresif secara teoritis dapat mengurangi kekebalan
tubuh (lihat bagian dibawah Manajemen)

BAB III
PEMBAHASAN

A. Laporan Kasus 1

Histopathological findings in oral lichen planus and their correlation with the
clinical manifestations

Francisca Fernndez-Gonzlez, Roco Vzquez-lvarez, Dolores Reboiras-Lpez,


Pilar Gndara-Vila, Abel Garca-Garca, Jos-Manuel Gndara-Rey

13
Pendahuluan

Oral lichen planus adalah penyakit inflamasi dan autoimun kronis, yang
mempengaruhi sekitar 1 sampai 2% dari populasi, terutama wanita, dan
bermanifestasi paling sering pada saat dekade kelima dan keenam kehidupan. Saat
ini dianggap sebagai penyakit yang etiologinya tidak diketahui dan dengan
patogenesis multifaktorial. Diyakini bahwa limfosit T CD8+ yang bertanggung
jawab dalam apoptosis yang terjadi pada tingkat epitel memainkan peran
mendasar dalam manifestasi oral lichen planus. Oral lichen planus dapat
bermanifestasi dalam mukosa mulut, kulit, kuku, kulit kepala dan mukosa lainnya.
Secara umum, lesi oral biasanya muncul sebelum lesi kulit, dan kadang-kadang
lesi hanya muncul pada daerah oral saja. Di mulut, daerah yang paling sering
terkena adalah mukosa bukal, meskipun mungkin juga bermanifestasi di lidah,
gingiva dan atau palatum.

Berbagai klasifikasi klinis oral lichen planus telah dikemukakan.


Klasifikasi ini termasuk yang disarankan oleh Silverman, yang membedakan
menajdi tiga jenis : reticular, atrofi dan erosif. Bentuk reticular biasanya muncul
secara simetris pada mukosa bukal dan memperlihatkan beberapa gejala. Hal ini
untuk mengamati bentuk atrofi pada bukal, lingual dan atau pada tingkat gingiva,
dengan yang terakhir muncul dalam bentuk gingivitis deskuamatif. Bentuk erosif
terutama bermanifestasi pada mukosa bukal dan dorsum lingual, dan bersama
dengan bentuk atrofi, meperlihatkan paling banyak gejala.

Diagnosis oral lichen planus, pertama diperoleh berdasarkan tampilan


klinis dari lesi, dan kemudian dikonfirmasi oleh biopsi dan studi histopatologi.
Mayoritas penulis setuju bahwa biopsi diperlukan, mengingat bahwa biopsy
tersebut memungkinkan kita untuk memastikan diagnosis klinis dan membuat
diferensial diagnosis dengan lesi lainnya. Ada sejumlah lesi yang mirip dengan
lichen planus oral, baik dari klinis serta segi histologis. Hal ini disebut "reaksi
lichenoid", yang memilki penyebab yang diketahui dan mencakup kontak lesi
lichenoid, reaksi obat-induced lichenoid serta reaksi lichenoid pada graft versus

14
reaksi host. Perbedaan antara lichen planus dan reaksi lichenoid ditentukan oleh
serangkaian kriteria klinis dan histologis dari lichen planus sendiri, yang reaksi
lichenoid tidak memenuhi kriteria secara keseluruhan. Kriteria klinis yang
dimaksud termasuk adanya lesi simetris dan lesi reticular putih bilateral. Lesi
mungkin atrofi, erosif, bulosa atau bermanifestasi dalam bentuk plak, muncul
bersama dengan lesi reticular di daerah tertentu dari rongga mulut. Jika kedua
kriteria tersebut terpenuhi, hal itu dianggap sebagai lichen planus tipikal. Lesi
yang menyerupai lichen planus tetapi tidak memenuhi kriteria di atas dianggap
kompatibel secara klinis dengan lichen planus.

Kriteria histologis termasuk adanya sebuah band dari infiltrat inflamasi


limfositik dalam jaringan ikat subepitel, degenerasi hidropik dari lapisan basal dan
tidak adanya displasia epitel. Jika tiga kriteria diatas terpenuhi, lesi dianggap
sebagai lichen planus tipikal dari perspektif histologis; dan bila tidak memenuhi
salah satu kriteria histologis, maka dianggap lesi yang secara histologis
kompatibel dengan lichen planus.

Diagnosis antara lichen planus dan reaksi lichenoid berdasarkan pada


kombinasi dari kriteria klinis dan histologis yang telah disebutkan. Dengan
demikian, semua kriteria klinis dan histologis harus terpenuhi dalam kasus lichen
planus. Sebaliknya, yang termasuk dalam reaksi lichenoid adalah pasien dengan
lichen planus tipikal secara klinis tetapi tidak secara histologis, pasien dengan
tipikal histologis lichen planus tetapi tidak secara klinis, dan pasien yang baik
secara klinis dan histologis hanya kompatibel dengan lichen planus. Tujuan dari
pengobatan lichen planus adalah untuk mengontrol lesi yang berbeda dari lesi
yang telah timbul, mengingat bahwa lesi biasanya tidak benar-benar sembuh.
Pengobatannya berbeda dalam setiap kasus, sesuai dengan bentuk klinis yang
sekarang. Secara umum, bentuk reticular tidak perlu diobati, sedangkan bentuk
atrofi dan erosive perlu diobati terutama diobati dengan kortikosteroid topikal.
Dalam kasus di mana pengobatan tersebut terbukti tidak efisien, infiltrasi
perilesional dari kortikosteroid dapat diberikan. Ini hanya digunakan secara
sistemik pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya yang telah gagal.

15
Perkembangan oral lichen planus bervariasi berdasarkan jenis klinis. Lesi
reticular dapat sembuh secara spontan pada 40% kasus, sedangkan lesi atrofi dan
erosif biasanya tidak menghilang dan cenderung kambuh dalam sebagian besar
kasus. Beberapa penulis menegaskan bahwa ada kemungkinan 0,4% sampai 5%
dari oral lichen planus oral bertransformasi maligna; Oleh karena itu, melakukan
check-up periodik sangat penting bagi para pasien. Tujuan dari artikel ini adalah
untuk menentukan temuan histopatologi yang paling khas dari oral lichen planus
dan korelasinya dengan manifestasi klinis dan bentukan lesinya pada sampel.

Desain studi

Kami melakukan penelitian retrospektif dengan 50 biopsi dan didiagnosis


dengan oral lichen planus diperoleh dalam jangka waktu 11 tahun, mulai dari Mei
1998 sampai April 2009. Kami menganalisis usia dan jenis kelamin pasien, jenis
lichen planus, lokasi dan temuan histopatologi yang berbeda, membandingkannya
dengan lesi klinis.

Hasil

Tujuh puluh delapan persen dari pasien adalah perempuan dan 22% laki-
laki, dengan usia rata-rata 56,06 tahun untuk kedua jenis kelamin. Bentuk klinis
yang paling sering adalah reticular, ada pada 78% kasus, dan lokasi yang paling
umum adalah mukosa bukal, ada pada 70% pasien. degenerasi hidropik dari
lapisan basal dan infiltrasi limfositik dalam lapisan subepitel diobservasi di
seluruh sampel. Tanda-tanda atypia diidentifikasi pada 4% dari kasus, tetapi tanpa
fasilitas dysplasic. Temuan histologis umum lainnya adalah adanya keratinosit
nekrotik (92%), hiperplasia (54%), hiperkeratosis (66%), acanthosis (48%) dan
serrated ridges (30%) serta sel-sel plasma (26 %).

Diskusi

Tabel 1. Temuan Histopatoligik dan Manifestasi Klinis pada Oral Lichen Planus

16
Pentingnya oral lichen planus sebanding dengan derajat frekuensi dan
kejadian, kesamaan dengan penyakit lain dari mukosa, bentuk nyeri dan
hubungannya mungkin dengan tumor ganas. Kami setuju dengan penulis lain
yang menyebutkan lichen planus terjadi lebih sering pada wanita dan
bermanifestasi pada usia antara 50-60 tahun. Bahkan, dalam penelitian kami, 78%
dari pasien adalah perempuan dan usia rata-rata untuk kedua jenis kelamin berusia
56,06 tahun. Namun, penyakit ini dapat berkembang pada usia berapa pun,
sehingga rentang usia sampel kami bervariasi dari 28-82 tahun, yang konsisten
dengan penelitian lain. Kami setuju dengan penulis lain bahwa bentuk klinis yang
paling sering adalah reticular lichen planus. Dalam penelitian kami, 78% dari
kasus sesuai dengan reticular lichen planus, sedangkan bentuk erosif yang
diobservasi ada pada 14% dari pasien dan bentuk atrofi pada 8% dari pasien.

Seperti yang telah ditunjukkan dalam penelitian lain, lokasi yang paling
umum dari lesi adalah mukosa bukal, dengan lokasi yang paling umum berikutnya
adalah pada lidah. Dalam analisis kami, mukosa bukal adalah lokasi yang paling
umum yaitu 70% dari kasus, diikuti oleh lidah pada 16% dari kasus. Fakta lain
yang kita amati adalah predisposisi lokasinya sesuai dengan jenis klinis. Dalam
penelitian ini, kami mengamati bahwa lokasi yang paling umum dari bentuk
retikuler adalah di mukosa bukal, dengan persentase 79,49%, seperti halnya
dengan jenis erosif pada 57.14% dari kasus. Sebaliknya, atrofi lichen planus
terletak di lidah pada 75% dari pasien.

Berfokus pada temuan histologis, degenerasi hidropik dari lapisan epitel


basal dan band-like infiltrat subepitel limfositik T inflamasi diidentifikasi pada

17
100% dari pasien, sebuah temuan yang dikuatkan oleh penulis lain dan bersama
dengan tidak adanya displasia epitel, merupakan tiga kriteria histologis khas oral
lichen planus. Pada 4% dari kasus, kami mengobservasi tanda-tanda atypia epitel
dalam bentuk inti pyknotic yang melebar, namun tidak ada tanda-tanda displasia
yang terdeteksi pada tingkat ini. Munculnya keratinosit nekrotik telah dijelaskan
oleh berbagai penulis sebagai akibat dari degenerasi hidropik sel basal. Dalam
penelitian kami, sel-sel nekrotik diidentifikasi pada 92% dari pasien.

Hiperplasia epitel merupakan temuan yang kami observasi pada 54% dari
sampel. Namun, hal itu tidak diidentifikasi dalam salah satu bentuk atrofi.
Hiperkeratosis epitel diamati pada 66% dari pasien, menjadi lebih dominan pada
bentuk reticular. Hal ini meningkatkan ketebalan lapisan korneal yang juga telah
dijelaskan dalam beberapa studi lainnya. Mengenai acanthosis, data kami
konsisten dengan yang ditemukan dalam literatur, yaitu dengan persentase sekitar
48%. Munculnya serrated ridges adalah salah satu dari temuan histologis oral
lichen planus yang telah diobservasi pada 30% dari sampel kami dan dijelaskan
oleh penulis lain. Fibrin deposit dalam epitel adalah fenomena yang kami temukan
pada 4% dari kasus kami, semua berhubungan dengan bentuk erosif. Kami
menemukan data dalam literatur yang berkenaan dengan zat ini, mengidentifikasi
fibrin pada mukosa perilesional menggunakan teknik imunofluoresensi.

Erosi epitel merupakan temuan yang relatif lebih umum pada bentuk atrofi
dan erosif, diobservasi hanya 2,56% dari kasus reticular lichen planus. Ini bisa
jadi karena, seperti beberapa penulis mengklaim, ketebalan epitel lebih besar
dalam bentuk reticular, dengan penipisan diobservasi pada bentuk atrofi dan
erosif, karena itu membuat mereka lebih rentan terhadap erosi. Neutrofil
diidentifikasi di tingkat epitel pada 8% dari pasien kami. Dalam semua kasus, itu
sesuai dengan bentuk atrofi dan erosif serta tidak ada kasus yang diobsevasi dalam
bentuk reticular. Munculnya sel eosinophilic telah dilaporkan sebelumnya dalam
literatur oleh penulis seperti Balai et al.

18
Adapun untuk jaringan ikat subepitel, kami mengobservasi munculnya
band-like limfosit T dan sel plasma, sebuah temuan yang konsisten dengan
penelitian sebelumnya. Dalam 44% kasus, ada perpanjangan dari infiltrasi
inflamasi ke dalam lapisan epitel basal; dan pada 2% dari pasien, ekstensi itu
mendalam dan dengan distribusi perivaskular. Fenomena ini mungkin karena,
seperti yang dinyatakan oleh Eisenberg, pada lesi lichen planus ada pemisahan
antara epitel dan lamina sendiri, yang memfasilitasi penetrasi sel infiltrat inflamasi
subepitel.

Kesimpulannya, oral lichen planus adalah penyakit yang lebih sering


terjadi pada wanita, biasanya terjadi pada dekade 5 dan 6 kehidupan. Bentuk
klinis yang paling umum adalah reticular lichen planus, terutama bermanifestasi
pada mukosa bukal. Temuan histologis yang karakteristik untuk oral lichen planus
adalah degenerasi hidropik dari lapisan basal, infiltrasi band-like limfosit
subepitel dan tidak adanya displasia epitel. Namun, di tingkat epitel, dapat juga
terjadi fenomena seperti hiperplasia, hiperkeratosis, acanthosis dan munculnya
keratinosit nekrotik.

B. Laporan Kasus 2
Erosive Lichen Planus of the Oral Cavity: A Case Report
P Rajesh Raj, Nadah Najeeb Rawther, Jittin James, KP Siyad , Sheeba
Padiyath
Lichen Planus Erosif pada Rongga Mulut : Sebuah Laporan Kasus

19
Pendahuluan

Oral lichen planus (OLP) berasal dari bahasa Yunani "Leichen" yang
berarti lumut pohon dan bahasa Latin "planus" yang berarti datar /meratakan. Hal
ini pertama kali diuraikan oleh Dr. Erasmus Wilsonas pada tahun 1869. OLP
adalah kelainan yang biasanya dimediasi oleh imun yang mempengaruhi epitel
skuamosa berlapis dan etiologinya tidak diketahui. OLP mulai muncul di seluruh
dunia, terutama pada dekade kelima hingga keenam kehidupan, sering terjadi pada
usia paruh baya dan kadang-kadang terjadi pada anak-anak. Lesi ini dua kali
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan tampilan bilateral OLP
merupakan penyakit yang biasanya menyakitkan dan menyebabkan kerusakan,
dan pengobatan nya bersifat paliatif bukan kurattif paliatif. Pada lesi ini,
kortikosteroid dianggap sebagai terapi andalan yang dapat digunakan baik secara
topikal, intra-lesi, atau sistemik.

Weyl pada tahun 1885 awalnya menggambarkan karakteristik tanda pada


permukaan papula LP dan Louis Frederic Wickham pada tahun 1895
menyebutnya ssebagai Wickham striae. Kami juga menyajikan laporan kasus dari
LP tipe erosifdengan pasien simptomatik. Pasien tersebut mengalami fase stress
dalam hidupnya. Ketika dia diberi kombinasi steroid topikal dan sistemik bersama
dengan konseling kejiwaan, lesi aktif berhenti setelahpeninjauan selama 6 bulan.

Laporan kasus

Pasien wanita berusia 56 tahun datang ke Departemen Oral Medicine dan


Radiologi dengan keluhan utama sensasi terbakar pada seluruh rongga mulut
ketika makan makanan panas dan pedas. Sensasi terbakar terjadi sudah 2 bulan
bersifat bahaya dan memburuk pada saat makan makanan pedas. Saat ini, dia
mengeluh kesulitann saat makan bahkan Saat memakan makanan lembut .
Riwayat perawatan gigi sebelumnya menunjukkan bahwa dia pernah diekstraksi
tanpa masalah. Riwayat medisnya mengungkapkan bahwa dia adalah penderita
hipertensi dan hiperlipidemia dan sedang mengkonsumsi obat-obatan. Riwayat

20
pribadi menunjukkan bahwa dia melakukan diet campuran dan saat ini sedang
stres dan mengalami tekanan.

Pada pemeriksaan intraoral, terdapat rea eritematosa menyebar, tidak


teratur dengan bercak-bercak keratotik putih di sebelah kanan dan kiri mukosa
bukal. Di sisi kiri, ukuran lesi sekitar 1,5 cm x 1 cm terletak di sepanjang
premolar dan daerah molar, (Gambar 1). Di sisi kanan lesi berukuran sekitar 2,5
cm x 1 cm terletak di sepanjang daerah molar ketiga (Gambar 2). Mukosa
disekitrnya tampak normal . Pemeriksaan visual dikonfirmasi dengan palpasi dan
lesi non-tender. Pasien disarankan untuk di biopsi dan diminta untuk melakukan
pemeriksaan darah rutin. Gula darah 92 mg /dl.

Selama masa perawatan, pasien diberi steroid topikal bersamaan dengan


steroid sistemik. Awalnya, pasien kontrol pada interval setiap 1-2 minggu selama
6 bulan. Ketika pembentukan lesi aktif telah berhenti , dosis obat dikurangi dan
pasien dikontrol setiap 6 bulan sekali. Ketika pasien kontrol pada akhir 6 bulan,
lesi telah benar-benar sembuh, dan pasien memiliki pandangan hidup yang lebih
baik (Gambar 3 dan 4).

Pembahasan

OLP merupakan inflamasi kronis imunologis imunologi berupa kelainan


mukokutan dengan tampilan klinis bervariasi dari keratotik (berbentuk reticular

21
atau seperti plak) eritematosa dan ulseratifs. Pada tahun 1869 Erasmus Wilson
pertama kali menyebutnya sebagai lesi kulit (skin lesion). Pada tahun 1895,
Thieberg mengidentifikasi lesi pada rongga mulut. 1-2% dari populasi dunia
menderita OLP. 1,5-2% dari penduduk India menderita penyakit ini. Predileksi
pada wanita dengan rasio laki-laki dan perempuan 1:2 pada dekade kelima
kehidupan. Faktor etiologi LP yang berbeda perlu diperhatikan terdiri dari : latar
belakang genetik, obat-obatan, autoimunita, defisiensi imun, stress, diabetes,
hipertensi, neoplasma ganas, dan penyakit pencernaan. Berbagai faktor
koebnerogenic seperti material kedokteran gigi, agen infeksi seperti human
papillomavirus, alergi makanan, kebiasaan seperti menggigit-gigit bibir, dan
trauma dari cusp gigi yang tajam. pasien pada kasus ini stres berlebihankarena
masalah keluarga.

Telah diketahui bahwa OLP memiliki hubungan dengan tingkat stres dan
kecemasan yang tinggi. Bila ada peningkatan tingkat kortisol darah dan kadar
kortisol saliva akan mengarah pada kesimpulan bahwa faktor psikologis sangat
terkait dengan entitas penyakit ini. Penampilan klasik lesi kulit diuraikan dalam 6
p: planar, plak, pruritus, purple (keunguan), poligonal, dan popular.Biasanya lesi
kulit berkembang setelah munculnya lesi oral dan telah ditemukan bahwa
keparahan lesi oral tidak tidak berkorelasi dengan lesi kulit. Lesi ekstraoral pada
20% dari pasien wanita dengan OLP yang paling sering adalah pada mukosa
genital dengan tipe erosif sebagai tipe yang paling dominan. Komponen merah
dan putih lesi oral dapat dibagi dalam tektur berikut ini :

Retikular - Ditandai dengan adanya renda halus berupa garis-garis putih


atau striae bebentuk annular, sirkular/melingkar atau pola interlocking/saling
bersambung (Honiton lace). Pada tepi striae biasanya terdpat zona eritematosa,
yang menunjukkan adanya inflamasi subepitel. Kebanyakan sering terjadi pada
mukosa bukal dan lipatan mucobuccal dan jarang terjadi pada mukosa bibir, lidah
dan gingiva.

22
Papular : Muncul dalam tahap awal penyakit, secara klinis ditandai dengan
titik putih pinpoint kecil ukuran sekitar 0,5 mm yang menyatu dengan bentuk
reticular terlihat seperti berkerikil putih atau abu-abu. Sering terlewatkan saat
diagnosis dan tidak menunjukkan gejala.

Seperti plak : Ditandai dengan plak putih besar homogen berbatas tegas
sering tapi tidak selalu dikelilingi oleh striae menyerupai leukoplakia verrucous
proliferatif. Sebagian besar ditemukan di lidah dan mukosa bukal. Biasanya
ditemukan pada perokok tembakau dan memiliki prognosis yang buruk.

Eritematosa atau atrofi : Ditandai dengan area merah homogen dengan


striae-striae yang terlihat pada tepinya. Bbeberap pasien mungkin menunjukkan
adanya OLP eritematosa pada attached gingiva yang merupakan area umum
terjadinya LP atropi, yang merupakan gingivitis deskuamatif.

Erosif : ulseratif dan bulosa - jenis ulseratif dan bulosa adalah yang paling
merugikan. Gambaran klinis lesi ini menunjukkan adanya fibrin dilapisi ulser
dengan plak dikelilingi oleh zona eritematosa sering menunjukkan adanya striae
putih menyebar. Ukuran bula bervariasi dari 4 mm sampai 2 cm dan mudah pecah
dengan meninggalkan area eritematosa. Biasanya terjadi pada area lidah dan di
garis oklusi mukosa bukal terutama yang berdekatan dengan daerah molar kedua
dan ketiga. Lesi ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien karena bersifat
simptomatik.

Menurut literatur di atas, pasien pada kasus ini mengalami memiliki LP


tipe erosif dengan daerah eritematosa dan sriae halus menyebar dengan gejala
berupa sensasi terbakar. Gambaran klinis klasik lesi cukup untuk menegakkan
diagnosis yang akurat. Biopsi lesoral i dengan konfirmasi histopatologi dianjurkan
untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis dan juga untuk mengekslusi kemungkinan
adanya displasia dan keganasan. Imunofluoresensi langsung memberikan
mnunjukkan adanya pola seperti karena timbunan fibrinogen di zona membran
dasar dan tes enzim-linked immunosorbent juga dapat membantu dalam mencapai
konfirmasi diagnosis, terutama ketika terdapat gingivitis deskuamatif.

23
Gambaran histopatologi klasik menunjukkan adanya infiltrasi limfositik
seperti pita, padat, kontinyu, dengan rete ridges berbentuk "bergerigi" atau "gigi
gergaji" pada plapisan basal. Dermal papila antara rete ridges biasanya berbentuk
kubah. Keratinosit nekrotik seringkali terlihat pada pada lapisan basal. Sisa-sisa
eosinophilic dari anucleate sel basal apoptosis juga dapat ditemukan dan disebut
sebagai "koloid atau civatte bodies." Dalam kasus ini terlihat gambaran
histopatologi yang serupa (Gambar 5). Diagnis banding/ diferential diagnosis-nya
yaitu reaksi lichenoid, leukoplakia, kandidiasis, eritema multiforme, pemfigus
vulgaris, pemfigoid bulosa, sifilis sekunder, dan lupus erythematosis

Sampai saat ini, tidak ada obat untuk OLP maupun lesi dermal nya. Tujuan
pengobatan adalah untuk meringankan gejala pasien dan untuk memantau
perubahan displastik bukan berupa terapi kuratif. Kortikosteroid telah terbukti
menjadi obat yang efektif untuk mengendalikan lima tanda dan gejala penyakit
imunologi ini. Obat-obatan topikal berikut telah dicoba dalam pengobatan jangka
pendek dari OLP yang dibuktikan oleh penulis dalam beberapa penelitian:
fluosinonida 0,05% in adhesive base, Betamethasone digunakan pada OLP
simptomatik; larutan hidrokortison hemisuccinate; flutikason propionat semprot
dan obat kumur betametason natrium fosfat; mometason furoat mikroemulsi;
clobetasol propionat (steroid topikal yang sangat kuat/poten) 0,05% dalam
berbagai bentuk seperti orabase, salep, semprotan, atau larutan menunjukkan
efektivitas untuk menghilangkan rasa sakit pada OLP tipe erosif pada banyak
subyek penelitian; aplikasi tray dengan pasta klobetasol proprionate orabase 0,05
% dengan nistatin 100.000 IU / ml tampaknya efektif pada lesi erosif parah pada
gingiva dan menunjukkan respon sempurna dalam 33 kasus selama periode 48
minggu dan sama efektifnya seperti tacrolimus 0,1% dalam perawatan OLP dalam
penelitian lain. Triamsinolon acetonide 0,1% in orabase menunjukkan hasil yang
lebih baik daripada larutan cyclosporine, krim pimecrolimus 1%. Terapi dengan
bethamenthason oral minipulse dan fluocinolone acetonide 0,1% orabase. Gel
aloe vera menunjukkan hasil 6 kali lebih baik dengan setidaknya 50 % perbaikan
dari gejala sakit. Beberapa efek samping steroid topikal dilaporkan, tapi tidak ada

24
yang serius. Efek samping utamanya adalah infeksi candida mulut dan rasa sakit
atau ketidaknyamanan di perut bagian atas. sensasi terbakar sementara adalah efek
samping yang umumnya dilaporkan setelah penggunaan salep tacrolimus 0,1%
dan pimekrolimus krim 0,1%. Atrofi atau lesi erosif dapat menimbulkan masalah
saat menyikat gigi karena keterlibatan gingiva menyebabkan akumulasi plak gigi
dan infeksi candida. Jadi, praktik kebersihan mulut yang intensif dapat
meningkatkan penyembuhan lesi.

Bagi lesi tidak merespon terapi topikal kortikosteroid intralesi yang


digunakan. Pilihan obatnya adalah triamcinolone acetonide 5 mg / ml
dikombinasikan dengan anestesi lokal. Untuk OLP eksaserbasi parah,
diindikasikan untuk menggunakan kortikosteroid sistemik. Tergantung pada
tingkat keparahan lesinya biasanya diberikan prednison 30-60 mg. Retinoid sering
digunakan dalam kombinasi dengan steroid topikal sebagai terapi adjuvant. Obat
kumur siklosporin (mengandung 100 mg cyclosporine per mililiter) digunakan
tiga kali sehari.

Selain dari yang disebutkan di atas, modalitas perawatan lain yang


digunakan adalah dapson 100 mg sekali sehari selama 3 bulan, terapi PUVA,
azathioprine: 150 mg / hari, levamisole: 150 mg / hari selama 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu, thalidomide: 200 mg / hari atau pasta topikal 1%, griseofulvin
telah dilaporkan efektif dalam pengobatan OLP dalam berbagai laporan kasus.
Kami telah memberikan kombinasi steroid topikal dan sistemik. Pada kasus ini
pasien juga disarankan untuk melakukan konseling psikologis sehingga dapat
mengelola stres nya. Dalam sebuah penelitian, tingkat transformasi maligna
dilaporkan antara 0,4% dan 5% ketika diamati dari 0,5 sampai 20 tahun.
Dibandingkan dengan semua bentuk LP, LP erosif memiliki rasio yang lebih
tinggi untuk bertransformasi menjadi keganasan. Sebuah kasus karsinoma yang
berasal dari OLP pertama kali dikemukakan pada tahun 1910 oleh Hallopeau.

Kesimpulan

25
Istilah OLP merupakan penyakit terkait lesi mukosa yang dimediasi sel T
yang disebabkan oleh agen multifaktorial, yang biasanya menyakitkan dan
merusak/merugikan. Penggunaan steroid topikal saja atau dikombinasi dengan
agen topikal imunomodulator lainnya adalah pilihan pertama yang diterima secara
luas dan meringankan gejala pada kebanyakan pasien. Penggunaan jangka
panjang obat sistemik dan menghilangkan faktor penyebabnya penting untuk
meberantas penyakit ini. Karena OLP berhubungan erat dengan faktor psikologis
seperti stress, konseling kejiwaan juga terbukti bermanfaat dalam lini
perawatannya . Kontrol/follow-up jangka panjang pada pasien juga merupakan
suatu keharusan karena kecenderungannya menjadi ganas/maligna. Semua
perawatan non-spesifik bertujuan untuk menghilangkan gejala peradangan dan
karena itu hanya sebagian yang berhasil.

C. Laporan Kasus 3

26
EROSIVE LICHEN PLANUS A CASE REPORT

Prathima Shetty, Prashanth Shenai K, Laxmikanth Chatra and Prasanna


Kumar Rao

Pendahuluan

Oral Lichen Planus (OLP) merupakan kelainan yang menyerang epitel


skuamosa bertingkat secara ekslusif. Hal ini terjadi diseluruh dunia, umumnya
terjadi pada dekade ke-5 dan ke-6 dan 2 kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan laki-laki. Artikel ilimiah ini menyajikan laporan kasus lichen planus
tipe erosif yang berlokasi di mukosa bukal pada pasien wanita berusia 60 tahun.
Pendekatan diagnostik, gambaran klinis dan berbagai macam modalitas perawatan
didiskusikan dalam artikel ini.

Laporan Kasus

Pasien wanita berusia 60 tahun berasal dari Kannur kerala datang dengan
keluhan adanya sensasi terbakar pada pipi sebelah kiri selama 12 tahun. Sensasi
terbakar itu makin parah apabila pasien mengonsumsi makanan pedas. Tidak
terdapat sensasi terbakar pada mata dan bagian tubuh lainnya. Pasien telah
berkonsultasi dengan banyak dokter dan setiap konsultasi mendapat beberapa
medikasi namun tidak memperoleh hasil perawatan yang positif. Riwayat klinis
menunjukkan pasien mengalami hipertensi selama 12 tahun dan diabetes selama 2
tahun. Pasien berobat rutin untuk kedua penyakit sistemik tersebut.

Pada pemeriksan intraoral, ditemukan lesi kemerahan yang diselingi


dengan garis putih keabuan pada mukosa bukal kiri. Secara anterior posterior, lesi
meluas dari komisura kiri hingga area retromolar sedangkan secara superior
inferior, lesi meluas hingga vestibulum bukal. Lesi sakit saat dipalpasi dan lesi
tidak dapat dikerok. Tidak ditemukan adanya lesi yang sama pada semua bagian
mukosa lainnya.

Berdasarkan riwayat yang diperoleh dari anamnesa pasien dan


pemeriksaan klinis ditetapkan diagnosis sementara berupa lichen planus tipe

27
erosif. Biopsi punch terhadap lesi dilakukan dibawah anastesi lokal dan spesimen
dikirim untuk pemeriksaan histopatologi. Potongan mikrokopis menunjukkan
adanya atropik sel epitel skuamosa bertingkat yang terpisah dari jaringan ikat.
Ditemukan infiltrasi limfosit dan beberapa eosinophil pada jaringan ikat.
Kemudian ditetapkan diagnosis akhir dari kasus ini adalah lichen planus. Pasien
diinstruksikan untuk mengoleskan triaminicolone acetonide 0,1% pada lesi 3 kali
sehari selama 3 minggu. Setelah 3 minggu, pasien kembali untuk kontrol dan
hasilnya menunjukkan bahwa lesi telah sembuh total.

Diskusi

Lichen planus adalah kondisi tumor jinak (benign) yang menyerang kulit
atau lapisan mulut. Lichen planus tipe erosif merupakan salah satu tipe lichen
planus. Meskipun tipe erosif tidak umum terjadi seperti tipe retikular, tipe ini
memberikan efek signifikan bagi pasien karena simptomatik yang ditimbulkan.
Secara klinis, terdapat area atropik dan area eritema dengan derajat ulserasi
bagian tengah yang bervariasi. Daerah perifer area atropik biasanya dikelilingi
striae bewarna putih, halus yang menyebar (seperti jala-jala). OLP dapat muncul
berupa lesi berukuran kecil, mengalami peninggian permukaan atau papula atau
plak dan dapat menyerupai penyakit keratotik seperti leukoplakia. Lesi atropik
dan erosi merupakan bentuk yang paling sering menyebabkan rasa sakit. Area
yang paling sering terkena adalah mukosa bukal, lidah (umumnya bagian dorsal

28
lidah), gingiva, mukosa labial, dan vermilion dari bibir bawah. Sekitar 10% dari
pasien dengan OLP memiliki lesi yang menyerang gingiva berupa lesi eritemato
sehingga menyebabkan gingiva mengalami gingivitis deskuamasi.

Potensi tumor ganas(malignan) dari OLP : Setidaknya 3 studi


menggunakan kriteria diagnostik ketat menunjukkan bahwa terdapat risiko
transformasi tumor ganas dari OLP menjadi karsinoma sel skuamosa yang
signifikan. Potensi tumor ganas dari lichen planus tipe erosif lebih sering jika
dibandingkan dengan tipe lichen planus lainnya.

Diagnosis : OLP muncul dengan lesi putih klasik yang dapat di diagnosis
secara tepat jika terdapat lesi kulit yang klasik atau lesi ekstraoral lainnya.
Namun, biopsi rongga mulut yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
histopatologi direkomendasikan untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis dan
umumnya untuk mengekslusi displasia dan tumor ganas (malignan).

Manajemen OLP : Perawatan OLP bergantung pada gejala , perluasan


lesi apakah hanya dalam rongga mulut atau terdapat keterlibatan diluar rongga
mulut, riwayat medis, dan faktor lainnya. Pada kasus pasien dengan lesi likenoid,
endapan yang dicuragai harus dihilangkan. Pasien dengan OLP tipe retikular dan
tipe asimptomatik lainnya biasanya tidak dibutuhkan perawatan aktif. Lesi OLP
simptomatik membutuhkan perawatan berdasarkan keparahan lesi yang didapat
dibagi menjadi 3 tahap yaitu perawatan tahap primer, tahap sekunder dan tahap
tersier.

Perawatan tahap primer diindikasikan pada kasus OLP dengan


simptomatik ringan sampai sedang biasanya dengan aplikasi topikal krim
triaminicolone acetonide 0,1% atau gel fluocinonode 0,05% atau dexamithazone
0,5mg/5ml in oral base. Perawatan tahap sekunder diindikasikan untuk lesi yang
tidak merespons terhadap perawatan topikal. Perawatan tahap sekunder tersebut
berupa pemberian injeksi lokal 0,2-0,4 ml triaminicolone acetonide atau
pemberian prednisolone 40-80 mg/ hari secara sistemik biasanya sudah efisien
untuk memperoleh respons. Adanya pertimbangan toksiksitas obat mengharuskan

29
penggunaanya hanya bila diperlukan dengan dosis yang paling rendah dan waktu
yang paling singkat. Prednisolone secara sistemik diberikan 5-7 hati dan dosis
harus dikurangi sekitar 5-10 mg per hari secara bertahap selama 2-4 minggu.
Perawatan tahap tersier digunakan untuk mengatasi kasus yang parah dan tidak
merespons terhadap prednisolone dalam jangka pendek sehingga durasi
pemberian prednisolone harus dipepanjang. Untuk mengurangi efek samping dari
kortikosteroid, imunosupresan seperti azathioprine 50-100 mg/hari , cyclosporine
50 mg harus diberikan.

Modalitas perawatan lainnya : Reseksi direkomendasikan pada plak yang


terisolasi atau erosif yang tidak sembuh karena menyediakan spesimen jaringan
yang baik untuk konfirmasi diagnosis secara histopatologis dan dapat mengobati
lesi secara lokalis. Graft jaringan lunak juga dapat digunakan pada area OLP
erosif yang terlokalisir.

Kesimpulan : OLP adalah penyakit imunologis yang secara klinis muncul dalam
berbagai tipe. Lichen planus tipe erosif merupakan varian OLP yang mempunyai
potensi tumor ganas/malignan paling tinggi. Sangat penting untuk
mengidentifikasi lesi secara klinis dan secara histopatologis pada tahap dini dan
merawat kondisi pada tahap dini tersebut.

D. Laporan Kasus 4

30
Oral Lichen Planus in Childhood associated with Cutaneous Lichen Nitidus:
Case Report

Tushar Phulambrikar, Nikita Goyal, Manasi Kode, Shali P Magar

Pendahuluan

Oral lichen planus (OLP) adalah gangguan umum imunologi inflamasi


mukokutaneus kronik yang bervariasi dari bentuk keratosis (reticular atau seperti
plak) menjadi eritematosa dan bentuk ulseratif. OLP adalah penyakit yang umum
terjadi pada populasi usia pertengahan (paruh baya) dan usia lanjut dan memiliki
prevalensi sekitar 0,5-2%. OLP jarang terjadi pada anak-anak menurut beberapa
laporan yang terdapat dalam literatur.

Etiologi lichen planus masih belum jelas, namun banyak faktor yang terlibat.
Faktor-faktor tersebut meliputi predisposisi genetik, agen infektif, penyakit
sistemik, penyakit graft versus host, reaksi obat, dan hipersensitivitas terhadap
bahan gigi, kekurangan vitamin, dan faktor psikologis. Baccaglini et al. 2013
melaporkan bahwa virus hepatitis C berhubungan dengan lichen planus dan
mungkin terlibat dalam patogenesis OLP. Lichen planus dikaitkan dengan
beberapa penyakit autoimun, termasuk lupus erythematosus, pemfigus, sindrom
Sjogren, penyakit hati autoimun, autoimun Indiathyroiditis, myasthenia gravis,
alopecia areata, thymoma, autoimun polyendocrinopathy

Selain itu, beberapa studi telah menemukan hubungan lichen planus dengan
dermatitis atopik. Meskipun asosiasi lichen planus dan lichen nitidus masih
kontroversial, namun telah didokumentasikan dalam literatur. Dalam laporan
kasus ini, kami menyajikan kasus OLP pada masa kanak-kanak yang terkait
dengan lichen nitidus.

Laporan Kasus:

Seorang anak berusia 14 tahun dirujuk ke Departemen Oral Medicine, dan


Radiologi dengan keluhan rasa terbakar di mulut (Gambar 1). Pasien melaporkan
bahwa sensasi terbakar telah ada sejak kurang dari 1 tahun, yang memburuk pada

31
saar mengkonsumsi makanan pedas. Karena hal tersebut dia tidak berangkat ke
sekolah selama beberapa hari. Riwayat keluarga dan riwayat medis pada
presentasi awal adalah biasa. Pemeriksaan darah rutin normal. Pemeriksaan umum
tidak mengungkapkan temuan apapun. Pemeriksaan kulit menunjukkan beberapa
papula kecil seperti warna kulit, mengkilap, tidak gatal dan berukuran sekitar 0,3-
0,7 mm dalam dimensi terdapat di permukaan ekstensor siku tangan kiri dan jari
telunjuk tangan kiri (Gambar 2 dan 3). Pemeriksaan intraoral didapatkan striae
halus putih memancar terdapat pada mukosa labial bagian bawah, mukosa bukal
bilateral, dasar mulut, dan terdapat gingiva bilateral, beberapa makula eritematosa
yang ditemukan di kanan dan mukosa bukal kiri (Angka 4-6). kebersihan mulut
baik tanpa restorasi gigi. Diagnosis OLP dan kulit lichen nitidus sudah
ditegakkan.

Gambar 1 Foto ekstra oral anak 14 tahun

32
Gambar 2 Multiple, kecil, warna kulit, papula mengkilap terdapat di permukaan
ekstensor siku tangan kiri

Gambar 3 Multiple, kecil, warna kulit, mengkilap, papula terdapat di jari telunjuk
tangan kiri

33
Gambar 4 Baik, samar, striae putih memancar pada mukosa bukal kiri

Gambar 5 Baik, samar, striae putih mengkilat dengan beberapa eritematosa pada
mukosa bukal kanan

34
Gambar 6 striae putih halus samar yang memancar membentang dari gingiva ke
sulcus bukal

Pemeriksaan histopatologi lesi mulut menunjukkan parakeratosis dan atrofi


fokal epitel skuamosa berlapis dan fokal area dari basal sel megalami degenerasi
pencairan dan meningkatkan limfosit intraepitel. terdapat pita juxtaepithelial padat
sel-sel inflamasi jaringan ikat menunjukkan berkas kolagen, dilatasi pembuluh
darah, jaringan otot, adiposa. dari tampilan gejala klinis dan histopatologis
menunjukkan kesesuaian dengan lichen planus (Gambar 7). Pasien tidak respon
terhadap steroid topikal, pasien telah mulai diobati dengan tablet betnesol forte 0,5
mg, salep tacrolimus dan isotretinoin 0,5 mg. Pasien follow up secara berkala
setiap 15 hari selama pengobatan kemudian selanjutnya setiap 2 bulan. Dipantau
perbaikan tanda klinis setelah 6 minggu pengobatan (Angka 8-11).

Diskusi:

Lichen planus pertama kali dijelaskan dalam literatur oleh Erasmus Wilson
pada tahun 1869 sebagai penyakit yang dominan pada usia paruh baya atau lebih
tua. OLP pada anak-anak telah dijelaskan pada tahun 1920-an, dari literatur yang
tersedia dilaporkan kejadian lichen planus pada usia kanak-kanak rendah, dan
keterlibatan oral sangat jarang ditemukan.

35
Gambar 7. Gambar Histopatologi

Gambar 8. Mukosa bukal kiri

Woo et al. 2007 melakukan tinjauan literatur terhadap OLP pada 1990-2005
dan menemukan sedikitnya kecenderungan pada laki-laki dan usia umum
terjadinya adalah 11 dan 15 tahun dengan tidak ada predileksi etnis. Mukosa bukal
merupakan area yang sering terkena, dan yang terjadi pada pasien kebanyakan
pola reticular.

36
Gambar 9. Mukosa bukal kanan

Gambar 10. Gingiva bawah kanan dan sulkus bukal

37
Gambar 11. Permukaan ekstensor siku tangan kiri setelah 6 minggu pengobatan

Kami telah mengulas lebih lanjut literatur dari 2007-2014 menggunakan


kriteria yang sama seperti yang digunakan oleh Woo et al. dan dilakukan analisis
statistik deskriptif. Kami menemukan kecenderungan yang hampir sama untuk
laki-laki (52,2%) dan perempuan (47,8%) tidak seperti penelitianWoo et al. yang
mana memiliki sedikit kecenderungan laki-laki. Hal ini berbeda pada lichen
planus yang terjadi pada orang tua yang memiliki kecenderungan pada wanita.
Usia rata-rata saat terjadi adalah 10,39 tahun dengan kelompok usia yang sama
mulai dari 7-11 tahun. Terdapat kecenderungan ras, sebagian besar berasal dari
Asia, hal ini berbeda dengan penelitian Woo et al. yang menunjukkan tidak ada
kecenderungan ras. Mukosa bukal adalah tempat yang paling umum, diikuti oleh
lidah, dan pada umumnya pola reticular

Beberapa temuan kami sejalan dengan Chatterjee et al. 2012 yang telah
mempelajari 22 kasus OLP, seperti kecenderungan yang sama untuk laki-laki dan
perempuan, mukosa bukal sebagai tempat yang paling umum, namun usia rata-
rata yang dilaporkan adalah 15,8 tahun dan bentuk yang paling umum adalah
erosif yang kontras dengan Woo et al. 2007, Walton et al. 2010 dan penelitian
kami.

38
Sebagian besar laporan kasus dan studi adalah pasien Asia menyarankan
predileksi geografis. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan dan atau evolusi
penyakit pengaruh genetik (Tabel 1).

Balasubramaniam et al. 2008 mempelajari lichen planus dari luar benua India
dan mereka menemukan dari 26 pasien, 21 (80,8%) berasal dari anak India namun
hanya 28% dari populasi anak-anak umum kota itu dari daerah. Namun, Walton et
al. 2010 menemukan statistik signifikan sebagian besar dari Afrika Amerika
dengan lichen planus masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi kontrol.

OLP adalah penyakit usia tua karena banyak penyakit dan kondisi yang
terkait dengan lichen planus terjadi pada pasien yang lebih tua. Oleh karena itu,
untuk menjelaskan terjadinya lichen planus pada kelompok usia tua, berbagai
faktor telah ditentukan yang meliputi vaksinasi hepatitis B sebelumnya, penyakit
hati seperti hepatitis kronis aktif dan predisposisi genetik seperti lichen planus
pada keluarga

Woo et al. 2007 melaporkan dua kasus OLP pada masa kanak-kanak, yang
memiliki riwayat vaksinasi hepatitis B. Kanwar et al. 2010, mempelajari 100
kasus lichen planus masa kanak-kanak dan telah divaksin hepatitis B. Pola
Familial juga telah dilaporkan. Namun, dalam laporan kasus saat ini tidak ada
pola familial atau vaksinasi hepatitis B didokumentasikan. Selain itu, studi yang
diterbitkan baru-baru ini juga tidak menemukan hubungan antara hepatitis B dan
C dengan OLP. Chatterjee et al. 2012 melakukan penelitian retrospektif selama 13
tahun dan tidak menemukan serologi positif hepatitis B dan C. Kumar et al. 2013
mempelajari hubungan antara virus hepatitis (B dan C) dengan OLP dan tidak
menemukan serologi positif kesimpulannya bahwa ada faktor lain yang menjadi
penyebab atau terdapat penyakit yang mendasarinya. Lichen planus pada masa
kanak-kanak biasanya terjadi pada kulit, dan keterlibatan oral langka

Kanwar et al. 1991 melaporkan 17 pasien yang melibatkan kaki, lengan,


leher, kuku, kulit kepala, dan wajah, keterlibatan oral terlihat pada salah satu
pasien. Kumar 1993 et al. melaporkan 1 dari 25 (4%) pasien dengan OLP. Sharma

39
dan Maheswari 1999 melaporkan OLP pada 15 dari 50 (30%) anak. Nanda et al.
2001 melaporkan 9 dari 23 (39%) anak dengan lesi oral. Handa dan Sahoo 2002
melaporkan 87 pasien dengan lichen planus anak di India 8 (9%) pasien
menunjukkan keterlibatan mukosa oral. Montoya et al. 2005 melaporkan 1 dari 16
(6%) anak dengan lesi oral. Laeijendecker et al. 2005 melakukan 10 tahun
penelitian retrospektif terdiri dari 10.000 pasien di bawah 18 tahun, hasilnya
menunjukkan prevalensi 0,03% (3 pasien) dengan keterlibatan oral. Baru-baru ini,
dua penelitian besar telah dipublikasikan melaporkan kejadian OLP pada masa
kanak-kanak 17% dan 18% masing- masing dari 100 dan 316 anak-anak

Ada variabilitas yang lebih besar dalam prevalensi OLP pada masa kanak-
kanak mulai dari 0,03% sampai maksimum 39% tergantung pada daerah yang
terlibat. Hal ini menunjukkan kecenderungan geografis atau ras menyarankan
pengaruh genetik. Selain itu, lichen planus telah ditemukan dalam hubungan
dengan penyakit sistemik lainnya. Dalam kasus kami, kami menemukan hal itu
terkait dengan cutaneus lichen nitidus. Untuk pengetahuan terbaik kami, hanya
satu laporan kasus yang menunjukkan korelasi antara lichen nitidus dan OLP.

Kesimpulan

Lichen planus pada masa kanak-kanak jarang ditemukan dan keterlibatan oral
juga sangat jarang. Namun, ada bukti peningkatan laporan kasus dan studi dalam
beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan jumlah kasus OLP pada masa
kanak-kanak yang menunjukkan munculnya faktor lingkungan.

40
41
E. Laporan Kasus 5

Oral lichen planus: two case reports in male patients

Maiara de Moraes a, Felipe Rodrigues de Matos a, Joabe dos Santos Pereira a,


Ana Myriam Costa de Medeiros a, ricka Janine Dantas da Silveira a

Pendahuluan

Lichen planus adalah penyakit peradangan kronis yang mempengaruhi kulit


dan mukosa. Lichen planus merupakan salah satu kondisi dermatologis yang
paling umum melibatkan rongga mulut. Prevalensi dalam populasi umum adalah
sekitar 1% sampai 2%, dan sejumlah besar kasus terjadi pada wanita.

Manifestasi oral lichen planus telah dijelaskan dalam literatur dan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 jenis: lesi retikular, termasuk garis putih, papula dan
plak, atrofi atau lesi eritematosa dan lesi erosif, termasuk ulser dan lesi bulosa.
Sedangkan bentuk retikular biasanya tanpa gejala dan kadang-kadang ditemukan
pada pemeriksaan klinis oral rutin, bentuk eritematosa merupakan bentuk yang
menyakitkan, menyebabkan ketidaknyamanan kepada pasien. Menurut Sousa et
al., secara klinis, oral lichen planus memiliki bentuk khusus dan bentuk yang jelas
teridentifikasi, biasanya salah satu dari dua bentuk utama yaitu retikular dan
bentuk erosif, meskipun bentuk-bentuk lain juga tidak jarang ditemukan.

Sejak tahun 1869, ketika lesi pertama kali dijelaskan, etiopatogenesis lesi
masih belum pasti dan merupakan subyek dari banyak penelitian. Sugerman et al.
Percaya bahwa mekanisme spesifik dan non-spesifik mungkin terlibat dalam
etiopatogenesis tersebut. Mekanisme spesifik melibatkan presentasi antigen oleh
keratinosit dan kematian yang disebabkan oleh limfosit T sitotoksik, dan
mekanisme non-spesifik termasuk degranulasi sel mast dan aktivasi matriks
metaloproteinase.

Lichen planus memiliki potensi untuk bertransformasi menjadi ganas, dan


resiko transformasi menjadi ganas bervariasi antara 0,4-5% dalam periode

42
pengamatan dari 0,5 sampai 20 tahun. Namun, banyak kontroversi berkaitan
dengan risiko transformasi menjadi ganas, dengan bentuk klinis yang berpotensi
besar untuk menjadi ganas, dan mengenai terapi yang digunakan untuk
pengobatan OLP.

Pada pemeriksaan mikroskopis, lesi menunjukkan peradangan infiltrat hebat


yang didominasi limfositik didasar epitel dan diatur dalam sebuah pola pita padat.
Epitel mungkin acantosis, dan sel-sel dari lapisan bawah menunjukkan degenerasi
hidropik dan hilangnya kontinuitas

Karena masih belum ada pengobatan definitif untuk banyak luka, obat telah
digunakan untuk mengurangi efek nyeri dan ukuran lesi sehingga bisa
meningkatkan kesehatan mulut pasien. Obat-obatan yang digunakan memiliki
reaksi lokal atau sistemik, dan komponen aktif utama adalah kortikosteroid seperti
triamcinolone, fluocinolone asetonid dan fluocinonida. Elixirs deksametason,
klobetasol dan triamcinolone digunakan pada pasien dengan keterlibatan oral.
Bertujuan untuk lebih memahami gejala klinis, histopatologi, dan perawatan
utama untuk pasien dengan OLP, kami menyajikan dua laporan kasus pada pasien
laki-laki dan untuk membahas isu-isu dalam penatalksanaan penyakit mereka.

Deskripsi dari kasus

Laporan kasus 1

Seseorang 55 tahun, hitam, pasien laki-laki dirujuk ke layanan Diagnosis Oral


dengan keluhan lidah kasar. Pasien melaporkan bahwa perubahan itu terjadi satu
setengah bulan sebelumnya. Pasien mengatakan bahwa dia memiliki gejala nyeri
ketika memakan makanan panas dan gejala-gejala ini telah diobati sebelumnya
dengan obat topikal yang berbeda, termasuk myconazol, larutan nistatin dan
hidroklorida benzidamine. Namun, lesi tidak menghilang. Pasien melaporkan
kebiasaan merokok dan minum minuman alkohol. Riwayat medis tidak memiliki
fakta-fakta yang relevan.

43
Pada pemeriksaan klinis, lesi terlokalisasi pada dorsum lidah dan dalam
bentuk papular (Gambar 1A.) dan lesi lainnya diidentifikasi di kiri dan kanan
mukosa bukal (Gambar 1B.) Yang muncul sebagai striae putih, tidak ditemukan
ulkus. Diagnosis klinis adalah oral lichen planus. Untuk konfirmasi diagnosis ini,
dilakukan biopsi insisi pada lesi ini. Tes anti-HCV juga dilakukan dan hasilnya
negatif.

Gambar 1. Lesi pada dorsum lidah dengan bentuk papular (A) dan di mukosa
bukal kanan dengan striae putih (B).
Karakteristik histopatologi dari spesimen didapatkan sebuah fragmen dari
mukosa mulut dilapisi oleh epitel berlapis skuamosa, dengan area dari orto atau
parakeratosis, akantosis, spongiosis, fokus degenerasi hidropik dan degenerasi
dari lapisan bawah (basement layer), dasar lamina propria dibentuk oleh jaringan
ikat fibrosa dengan kepadatan variabel dan ditunjukkan dengan peradangan intens
infiltray, terutama limfositik, terletak di wilayah subepitel dan diatur dalam pola
seperti pita (Gbr. 2). Untuk mengobati gejala yang menyakitkan deksametason
merupakan obat yang mujarab, diberikan tiga kali sehari selama 15 hari,
diresepkan. Setelah 15 hari, penurunan ukuran dua lesi diamati, dengan gejala
remisi lengkap yang diamati sebelumnya. Pasien diminta untuk datang lagi ke
layanan diagnosis oral dalam satu tahun untuk mengikuti kemajuannya.

44
Gambar 2. Fotomikrograf menunjukkan infiltrat limfositik dalam sebuah pola
seperti pita (H-E pewarnaan x 200).

Laporan kasus 2

Seorang pasien laki-laki berusia 42 tahun dirujuk ke layanan Diagnosis Oral


mengeluh lesi di bibir. Rasa sakit di sangkal oleh pasien. Namun, pasien merasa
estetiknya terganggu. Pasien mengatakan bahwa lesi muncul sekitar tiga bulan
sebelumnya dan pasien telah diberikan pengobatan dengan pomade dan vitamin B.
Sejarah medis sebelumnya diungkapkan bahwa pasien menderita hipertensi. Pada
anamnesis, pasien melaporkan pasien mengalami episode marah dan gelisah, dan
pasien berpikir bahwa hal itu mempengaruhi timbulnya lesi. Mengingat
pengakuan pasien, stres emosional menjadi faktor penyebab yang potensial untuk
timbulnya lesi. Kami meminta tes anti-HCV, dan hasilnya negatif.

Selama pemeriksaan klinis oral, ditemukan adanya lesi pada bibir bawah dan
atas (Gambar 3A.), lesi tambahan ditemukan pada kelopak mata atas (Gambar.
3B) dan di tubuh pasien, terutama yang mempengaruhi anggota superior dan
inferior (Gambar. 3C). Lesi ini pun memiliki ukuran yang beragam dan putih
seperti plak dengan konsistensi normal dari jaringan. Lesi tidak menunjukkan
mobilitas atau sinyal sekunder yang dapat ditambahkan dalam deskripsi, tidak
ditemukan ulkus. Mengingat fakta-fakta, diagnosis klinis lichen planus, dan untuk

45
memastikan diagnosis mikroskopis, pasien diminta melakukan biopsi insisi dari
lesi bibir bawah.

Temuan mikroskopis yang sama dengan kasus sebelumnya, dan di daerah


fokus, kehadiran degenerasi basofilik dari serat kolagen diamati. Pasien diobati
secara topikal dengan 0,05% clobetasol propionat selama lima belas hari untuk
regresi dari lesi. Evaluasi lesi kulit dilakukan oleh dokter kulit.

Gambar 3. Lesi di bibir (A), kelopak mata atas (B) dan anggota inferior (C).

Kesimpulan

Lichen planus (LP) adalah penyakit autoimun kronis dengan etiologi yang
tidak diketahui yang ditandai dengan invasi infiltrat limfositik dalam jaringan
epitel menginduksi apoptosis sel epitel dan peradangan kronis. Area utama yang
terlibat adalah kulit dan rongga mulut, tetapi juga dapat terjadi di mukosa vagina,
kulit kepala dan kuku. Prevalensi lichen planus oral (OLP) pada populasi umum
berkisar antara 0,5-2,6%. Prevalensi penyakit pada kelompok usia menengah
berkisar antar dekade ketiga dan dekade keenam, pada anak-anak jarang terjadi,
dan penyakit ini lebih umum pada wanita. Pasien dalam studi kasus ini adalah
laki-laki umur 55 dan 42 tahun, yang masuk dalam rentang usia lichen planus
paling sering dilaporkan. Etiologi yang tepat dari kondisi ini tidak diketahui,
tetapi dalam review mereka, Ismail et al. melaporkan daftar penyebab dan faktor
yang memperburuk OLP dan oral lichen planus yaitu reaksi seperti, obat (anti-
malaria, diuretik, garam emas, antiretroviral), bahan gigi (amalgam gigi, bahan
komposit dan resin, logam), penyakit hati dan hepatitis C virus kronis, genetika
dan mengunyah tembakau. Dalam kasus kami, tidak ada situasi seperti ini yang
bisa memicu reaksi oral lichen planus.

46
Banyak bukti bahwa imunitas seluler, diprakarsai oleh faktor endogen atau
eksogen pada individu genetik cenderung untuk menyebabkan penyakit, sangat
penting untuk mengetahui patogenesis penyakit. Aktivasi limfosit T dan
peningkatan produksi sitokin mengakibatkan peningkatan ekspresi molekul antar
adhesi (ICAM-1) dan major histocompatibility complex tipe II oleh keratinosit,
yang mengarah pada kerusakan jaringan. Proses ini menghasilkan degenerasi
kekebalan vakuolar, lisis sel di lapisan basal, dan akhirnya pemutusan sel dari
lapisan basal.

Stres diidentifikasi sebagai salah satu penyebab yang paling sering pada
eksaserbasi akut. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa pasien dengan OLP
menunjukkan tingkat yang kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Selain ketidaknyamanan yang disebabkan oleh lesi,
banyak pasien gelisah tentang keganasan dan sifat dari lesi yang menular, yang
disayangkan pada penderita OLP adalah kurangnya edukasi pada setiap individu.
Oleh karena itu, edukasi pasien dengan OLP dapat meminimalkan kecemasan
mereka. Dalam kasus pasien 2, selama anamnesis ia melaporkan perubahan dalam
kondisi emosi, dan kami menemukan kecemasan pada pasien yang mungkin
terjadi karena tidak adanya pengetahuan tentang penyakit.

Enam bentuk klinis dari OLP telah dijelaskan: reticular, papular, plak, erosif,
atrofi dan bulosa. Sebuah klasifikasi klinis yang lebih sederhana terdiri dari tiga
jenis lesi: lesi retikular, termasuk baris, plak dan papula keputihan; atrofi atau lesi
eritematosa dan lesi erosif, termasuk ulserasi dan lesi bulosa. Sedangkan lesi
retikular tidak menunjukkan gejala, yang menginduksi ketidaknyamanan adalah
lesi eritematosa dan erosif.

Secara klinis, lesi dalam rongga mulut biasanya multiple dan bilateral. OLP
dapat melibatkan beberapa tempat di rongga mulut. Namun, tempat utama yang
terlibat adalah mukosa bukal, gingiva dan lidah. Presentasi klinis yang paling
umum adalah striaeputih (whitish striae) dalam pola reticular. Dalam kasus yang
disajikan di sini, daerah anatomi lesi terdapat di belakang lidah, mukosa bukal dan

47
bibir bawah, di sana ditemukan cutaneous signs. Lesi di mukosa bukal memiliki
bentuk striae dan retikular, keputihan, dan bilateral, lesi itu dari lidah berbentuk
papul keputihan. Lesi bibir berada pada plak keputihan dan ungu, dan terdapat
plak keputihan pada tungkai bawah.

Kasus LP yangterbatas pada mukosa mulut yaitu, dengan keterlibatan


minimal pada kulit, terjadi pada 15% dari semua kasus. Laporan rinci dari
terjadinya simultan LP di rongga mulut dan kulit jarang terjadi. Pada pasien kasus
2, lesi didapatkan pada bibir dan pada kulit tungkai bawah. Kasus dengan lichen
planus terisolasi pada satu satu tempat yang langka, dan kasus yang dilaporkan
dalam studi kasus ini menguatkan literatur karena lesi yang terlibat ada beberapa
tempat.

Diagnosis banding meliputi erupsi lichenoid terkait dengan obat, lesi


lichenoid terkait dengan kontak dengan bahan restoratif, leukoplakia, lupus
eritematosus dan penyakit graft versus host (GVHD).

Diagnosis OLP didasarkan pada temuan klinis dan histopatologi. Bentuk


histopatologi klasik termasuk adanya infiltrat limfositik pada daerah subepitel
dalam pola seperti pita, degenerasi pencairan dari lapisan basal, Civatte's bodies,
yang merupakan banyak ditemukan badan koloid eosinophilic bersama dengan
paket jaringan epitel interface, derajat variabel dari ortho fokal atau parakeratosis
dan acanthosis tidak teratur. Bentuk histopatologi yang konsisten dengan
diagnosis lichen planus, sebagai temuan utama adalah kehadiran band-seperti
infiltrasi limfositik subepitel dan degenerasi lapisan basal.

Pengelolaan pasien dengan OLP sangat penting. Pengenalan bentuk OLP,


lokasinya dan pertanyaan mengenai faktor-faktor klinis yang dapat mengubah
tampilan klinis, seperti infeksi Candida sp. dan penggunaan obat atau iritasi akibat
penggunaan prostesis, harus dievaluasi. Sebuah rutin tindak lanjut dari pasien
dengan OLP harus dilakukan. Pilihan pengobatan tergantung pada tingkat
keparahan dan ketidaknyamanan. Sayangnya, tidak ada pengobatan permanen
untuk mengatasi lesi. Obat digunakan untuk memperbaiki kondisi pasien. Obat-

48
obatan ini secara lokal atau sistemik. Komponen aktif kortikosteroid seperti
triamcinolone, fluocinolone asetonid dan fluocinonida. Obat mujarab
dexamethasone, klobetasol dan triamcinolone telah digunakan pada pasien dengan
keterlibatan oral. Propaedeutic yang digunakan oleh layanan kami adalah obat
mujarab deksametason 0,1 mg / ml untuk lesi intra-oral, dan clobetasol propionat
0,5 g/ g dalam bentuk krim diresepkan untuk lesi di bibir. Pasien dengan
manifestasi kulit dikirim ke dokter kulit untuk evaluasi dan pengobatan lesi kulit.

Menurut Ismail et al. menjaga kebersihan mulut yang baik dapat


meningkatkan proses penyembuhan dan mengurangi gejala, dan faktor-faktor
yang memperburuk harus diminimalkan atau dihapus. Manajemen bedah,
termasuk cryosurgery dan laser karbon dioksida (CO2), telah dilakukan pada lesi
OLP, tetapi bedah eksisi tidak dianjurkan sebagai pengobatan pilihan pertama
karena kondisi inflamasi, yang dapat kambuh.

Komplikasi yang tidak diinginkan dari OLP adalah berkembangnya menjadi


karsinoma sel skuamosa (SCC). Banyak penelitian telah difokuskan pada potensi
transformasi maligna dari OLP namun potensi keganasan lesi ini masih
kontroversial. Frekuensi transformasi maligna berkisar 0,4-5%, dengan kejadian
tertinggi pada lesi eritematosa dan lesi erosif.

Krutchkoff dan Eisenberg menggunakan dysplasia lichenoid istilah untuk


menggambarkan lesi yang menyerupai OLP tapi yang displastik. Studi terbaru
menunjukkan perubahan genetik seperti kehilangan heterozigositas (LOH) pada
OLP displastik yang juga terlihat di SCC. Zhang et al. menemukan kerugian
rendahnya heterozigositas (6%) pada OLP tanpa displasia bila dibandingkan
dengan OLP displastik (40% untuk displasia rata-rata). Temuan ini mendukung
bahwa displasia epitel pada OLP merupakan indikasi untuk risiko keganasan lesi.
Lichen planus adalah penyakit autoimun mukokutaneus yang tidak memiliki
pengobatan yang efektif dan yang paling sering menyebabkan ketidaknyamanan
yang signifikan dan rasa sakit bagi pasien. Sebuah protokol yang cocok untuk
lichen planus yaitu identifikasi yang benar dari lesi yaitu dengan biopsi dan

49
analisis histopatologi dan penggunaan obat anti-inflamasi sebagai pengobatan,
Pada lichen planus yang terjadi di kulit, pasien harus selalu dirujuk ke ahli kulit;
dengan kata lain, ada peran yang sangat penting dari multiprofessional untuk
mengobati lichen planus, dan pemantauan klinis secara teratur penting karena
risiko transformasi menjadi ganas telah dilaporkan oleh beberapa penulis.

50
F. Laporan Kasus 6

51
Daftar Pustaka

1. Lavanya, N., Jayanthi, P. Rao, U.K., Ranganathan, K. 2011. Oral lichen


planus: An update on pathogenesis and treatment. J Oral Maxillofac
Pathol. 15(2): 127132
2. Tarigan, R.N dan Setyawati,T. 2009. Tantangan dalam Perawatan Oral
Lichen Planus pada Pasien Diabetes Melitus (laporan Kasus). Indonesian
Journal of Dentistry. 16 (1):8-17
3. De Sousa, F.A.C.G dan Ros, L.E.B. 2008. Oral lichen planus: clinical and
histopathological considerations. Brazilian Journal Of
Otorhinolaryngology. 74 (2): 284-292
4. Usatine, R.P dan Tintigan, M. 2011. Diagnosis and Treatment of Lichen
Planus. American Family Physician. 84(1): 53-60

5. Eversole LR. Immunopathogenesis of oral lichen planus and recurrent


aphthous stomatitis. Semin Cutan Med Surg 1997;16:28494.

6. Ichimura M, Hiratsuka K, Ogura N, et al. Expression profile of


chemokines and chemokine receptors in epithelial cell layers of oral lichen
planus. J Oral Pathol Med 2006;35:16774.

7. Kim SG, Chae CH, Cho BO, et al. Apoptosis of oral epithelial cells in oral
lichen planus caused by upregulation of BMP-4. J Oral Pathol Med
2006;35:3745.

8. Scully Crispian, Carrozzo Marco. 2007. Oral mucosal disease : Lichen


planus. University College London, Eastman Dental Institute, UK.

9. van der Meij EH, Reibel J, Slootweg PJ, van der Wal JE, de Jong WF, van
der Waal I. Interobserver and intraobserver variability in the histologic
assessment of oral lichen planus. J Oral Pathol Med 1999;28:2747.

52
10. van der Meij EH, van der Waal I. Lack of clinicopathologic correlation in
the diagnosis of oral lichen planus based on the presently available
diagnostic criteria and suggestions for modifications. J Oral Pathol Med
2003;32:50712.

11. Helander SD, Rogers III RS. The sensitivity and specificity of direct
immunofluorescence testing in disorders of mucous membranes. J Am
Acad Dermatol 1994;30:6575.

12.

53

Anda mungkin juga menyukai