Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TUTORIAL

SKENARIO 1 BLOK 8

Dosen Pembimbing:
drg. Gusti Muhammad Perdana Putera

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7

Radhia Mufida 1911111120017


Yopy Prasetya Triaji 1911111210006
Geyanina Melda Adhiya 1911111320025
Fatimah Maulideya 1911111220009
Yasmina Aulia 1911111320023
Felix Xavier Anugerah 1911111210019
Sara Yulia Carolina Situmorang 1911111220032
Eriel Paldaouny Gandrung 1911111110015
I Made Yudha Dharmawan 1911111310005
Shely Desia Widiawati 1911111320008
Natasya Nurul Izzati 1911111220003
Husnul Mariah 1911111320013

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya kami selaku kelompok 7 dapat menyelesaikan makalah
hasil dari tutorial pertama dan pertamapada scenario kedua di blok 8 Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat dengan judul “Kenapa Gigi
Anakku Tidak Rapi”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan
dapat digunakan untuk pembelajaran selanjutnya.
Kami selaku kelompok 7 mengucapkan terima kasih banyak kepada
drg.Gusti Muhammad Perdana Putera, selaku pembimbing tutorial kelompok 7.
Kami telah menyusun makalah ini dengan semaksimal mungkin, namun terlepas
dari itu semua kami menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini, dan semakin baik ke depanya. Akhir kata, kami dari kelompok 7
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca sekalian dan dapat berguna bagi ilmu pengetahuan kita semua.

Banjarmasin, 31 Januari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BABI PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................... 1
1.3 Identifikasi dan Klarifikasi Istilah Asing ................................................ 2
1.4 Identifikasi dan Analisis Masalah ........................................................... 2
1.5 Topic Tree ............................................................................................... 3
1.6 Sasaran Belajar ...................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 5
2.1 Pengertian dari maloklusi ....................................................................... 5
2.2 Klasifikasi dari maloklusi ....................................................................... 5
2.3 Etiologi dari maloklusi ........................................................................... 8
2.4 Perawatan pada kasus maloklusi ............................................................ 9
2.5 Tahapan perawatan pada kasus maloklusi ............................................. 11
2.6 Pengertian dan klasifikasi dari crossbite................................................ 12
2.7 Penangan serta perawatan dari crossbite ............................................... 14
2.8 Tahap perawatan kasus crossbite ........................................................... 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Maloklusi didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari
oklusi normal atau suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal suatu gigi
terhadap gigi yang lainnya. Gambaran klinis maloklusi berupa crowding,
protrusive, crossbite. Gambaran klinis yang paling sering ditemui pada periode
gigi campuran adalah crowding atau gigi berjejal. Maloklusi merupakan kelainan
pada gigi atau malrelation dari lengkung gigi. Maloklusi gigi adalah
ketidaksejajaran yang dapat menyebabkan kesehatan mulut yang serius/
komplikasi, karena mungkin gigi tidak akan dapat menjalankan fungsi vital jika
tidak terletak sejajar. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
maloklusi sebagai sebuah kelainan atau anomali yang menyebabkan pengrusakan
atau yang mengganggu fungsi, dan membutuhkan penanganan jika pengrusakan
atau kerusakan fungsi akan menjadi penghambat bagi fisik dan emosional pasien.
Maloklusi adalah penyimpangan yang cukup dari oklusi ideal yang dianggap
sebagai ketidakpuasan estetik sehingga menyiratkan kondisi ketidakseimbangan
dalam ukuran relatif dari posisi gigi, tulang wajah, dan jaringan lunak (bibir, pipi,
dan lidah).

1.2 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui definisi dari maloklusi.
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari maloklusi.
c. Untuk mengetahui Etiologi dari maloklusi.
d. Untuk mengetahui macam – macam perawatan pada kasus maloklusi.
e. Untuk mengetahui tahapan perawatan pada kasus maloklusi.
f. Untuk mengetahui pengertian dan klasifikasi dari crossbite.
g. Untuk mengetahui penanganan serta perawatan dari crossbite.
h. Untuk mengetahui perawatan kasus crossbite

1
2

1.3 Identifikasi dan Klarifikasi Istilah Asing


Crossbite : Kondisi dimana suatu gigi/lebih mengalami malposisi ke
arah bukal atau lingual, rahang bawah lebih maju dari
rahang atas.
Klasifikasi Angel 1 : Suatu masalah pada gigi yaitu crowded pada gigi anterior.
Ekstraoral : Pemeriksaan sekitar mulut, sesuai dari kata dasarnya yaitu
Ekstraoral maka pemeriksaannya dilakukan pada mulut
bagian luar.
Angle Class 1 :Cusp Mesiobukal Molar atas beroklusi pada bukal groove
molar
1.4 Identifikasi dan Analisis Masalah
a. Apa Penyebab Crossbite pada anak tersebut?
Jawaban : Bisa terjadi karena faktor genetik dan kebiasaan buruk pada
anak, bisa disebabkan karena pertumbuhan rahang (maksila
maupun mandibular yang terganggu, merupakan penyakit
multifaktoral, dapat disebabkan juga oleh malnutrisi ddan
juga ketidaksesuaian ukuran rahang.
b. Perawat apa yang sesuai pada kasus tersebut?
Jawaban : Dengan menghilangkan kebiasaan buruk, terapi, space
maintainer, menggunakan alat orthodontic lepasan dan
menggunakan alat orthodontic cekat.
c. Apa ada dampak apabila crossbite tidak dirawat ?
Jawaban : Membuat ketidakestetikan pada penderita yang bisa berdampak
pada menurunnya rasa percaya diri dan kondisi psikologis,
dapat mengganggu system pengunyahan, dapat meningkatkan
tumbuhnya kalkulus, dapat menyebabkan rahang menjadi
asimetris atau tidak simetris, sehingga dapat menimbulkan
masalah pada TMJ dan gangguan pengunyahan, dapat
3

menyebabkan masalah pada TMJ, menimbulkan maloklusi


yang makin parah, dapat meningkatkan karies.
d. Apa saja faktor penyebab gigi anak tersebut tidak rapi ?
Jawaban : Karena memiliki rahang yang kecil, pertumbuhan rahang yang
tidak sempurna kemudian ditunjang oleh bad habbit (kebiasaan
buruk si anak), gigi anak belum tanggal.
e. Apakah kondisi tersebut dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak
tersebut ?
Jawaban :Karena crossbite dapat mengganggu system pengunyahan,
sehingga anak yang mengalami masalah tersebut dapat
memiliki masalah gizi, crossbite dapat mempengaruhi tumbuh
kembang anak tersebut terutama pada rahangnya, karena jika
terus berlanjut maka rahang anak tersebut akan semakin
asimetris dan juga beban rahangnya terus bertambah, sehingga
dapat mengganggu pengunyahannya.
1.5 Problem Tree

Pengertian
Tahap
Perawatan Klasifikasi

Jenis MALOKLUSI
Perawtan Crossbite

Etiologi Tahap
Pengertian Klasifikasi
Perawatan

1.6 Sasaran Belajar


a. Apa pengertian dari maloklusi ?
4

b. Apa Klasifikasi dari maloklusi ?


c. Apa Etiologi dari maloklusi ?
d. Apa saja Perawatan pada kasus maloklusi ?
e. Apa saja tahapan Perawatan pada kasus maloklusi ?
f. Apa Pengertian dan klasifikasi dari crossbite?
g. Apa saja Penanganan serta perawatan dari crossbite ?
h. Apa saja tahap perawatan kasus crossbite ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Maloklusi


Maloklusi didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari
oklusi normal atau suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal suatu gigi
terhadap gigi yang lainnya. Gambaran klinis maloklusi berupa crowding,
protrusive, crossbite. Gambaran klinis yang paling sering ditemui pada periode
gigi campuran adalah crowding atau gigi berjejal (Riyanti E, 2018). Menurut
World Health Organization (WHO) maloklusi adalah cacat atau gangguan
fungsional yang dapat menjadi hambatan bagi kesehatan fisik maupun emosional
dari pasien yang memerlukan perawatan (Utari, 2019).

2.2 Klasifikasi Maloklusi


Berdasarkan maloklusi lengkung rahang:
1) Deepbite, suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal
gigi insisivus maksila terhadap insisal gigi insisivus mandibula
dalam arah vertical melebihi 2-3 mm.
2) Openbite, terdapat celah atau tidak terdapatnya kontak diantara gigi
atas dengan gigi bawah di regio anterior apabila rahang dalam
keadaan hubungan sentrik.
3) Crowding ,gigi berjejal atau ketidak harmonisan antara ukuran gigi
dengan ukuran rahang sehingga gigi berada di luar lengkung rahang
dan kadang terdapat rotasi gigi.
4) Crossbite, satu atau beberapa gigi atas terdapat di sebelah palatinal
atau lingual gigi bawah (Sigh G, 2015).
Berdasarkan gigi kaninus
• Klas I — gigi kaninus permanen rahang atas harus menutup
langsung di dalam embrasure antara gigi taring rahang bawah dan
gigi premolar satu.

5
6

• Klas II — gigi kaninus permanen rahang atas menutup di depan


embrasure antara gigi taring mandibula dan gigi premolar satu.
• Klas III — gigi kaninus permanen rahang atas menutup di belakang
embrasure di antaranya gigi taring rahang bawah dan gigi premolar
satu.
Sama halnya dengan hubungan molar, tingkat keparahan hubungan
kaninus juga bias dijelaskan dalam istilah unit gigi dan dapat dipengaruhi secara
tidak tepat oleh faktor-faktor lokal seperti crowding (Cobourne, 2015).

Klasifikasi Angle terdiri dari tiga klas, yaitu


1) Maloklusi Klas I atau neutroklusi yang memperlihatkan hubungan
mesiodistal yang normal antara lengkung gigi rahang bawah dengan
lengkung gigi rahang atas dan puncak tonjol mesio bukal molar
pertama permanen rahang atas berkontak dengan buccal groove
molar pertama permanen bawah. Sedangkan hubungan gigi kaninus
atas berkontak pada inklinasi distal kaninus bawah dan inklinasi
mesial premolar pertama bawah. Klas I Angle modifikasi Dewey
terdapat lima jenis, yaitu tipe 1 gigi anterior rahang atas berjejal, tipe
2 gigi insisivus atas labioversi atau proklinasi, tipe 3 gigitan silang
anterior, tipe 4 gigitan silang posterior, dan tipe 5 molar mesioversi.
2) Maloklusi Klas II atau distoklusi yang memiliki hubungan
lengkung gigi bawah yang lebih ke distal dari lengkung gigi atas.
Puncak tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas berada lebih
ke anterior dari buccal groove molar pertama permanen bawah.
Maloklusi Klas II memiliki hubungan kaninus dengan inklinasi distal
kaninus atas berada pada inklinasi mesial kaninus bawah.
Maloklusi Klas II dibagi atas a) Klas II divisi 1, yang memiliki
hubungan molar distoklusi dengan gigi insisivus atas labioversi.
Terlihat konstruksi maksila atau lengkung maksila berbentuk huruf
V, deep bite dan bibir yang pendek; b) Klas II divisi 2, yaitu
hubungan molar distoklusi dengan inklinasi gigi insisivus sentral
7

lebih ke lingual yang juga dapat melibatkan gigi insisivus lateral.


Lengkung gigi atas biasanya berbentuk persegi dan memiliki
overbite yang berlebihan; c) Klas II subdivisi merupakan kondisi
hubungan molar pertama atas dengan bawah Klas II pada satu sisi
dan Klas I pada sisi lain.
3) Maloklusi Klas III atau mesioklusi merupakan hubungan lengkung
gigi bawah yang lebih ke mesial dari lengkung gigi atas. Hubungan
molar memperlihatkan tonjol mesiobukal molar pertama atas berada
lebih ke posterior dari buccal groove molar pertama bawah,
sedangkan kaninus atas beroklusi dengan celah interdental antara
premolar kesatu dan kedua bawah. Maloklusi Klas III dibagi atas
tiga tipe, yaitu a) Tipe 1 hubungan anterior edge to edge; Tipe 2 gigi
insisivus bawah berjejal dengan hubungan gigi anterior normal; Tipe
3 gigitan silang anterior (Erwansyah, 2020).
British Standard Institute (BSI) mengklasifikasikan maloklusi gigi
berdasarkan hubungan gigi seri rahang atas dan rahang bawah, yaitu :
1) Klas I: Ketika tepi gigi seri rahang bawah terletak atau di bawah
dataran tinggi cingulum gigi seri rahang atas.
2) Klas II: Ketika tepi gigi seri rahang bawah terletak di posterior
dataran tinggi cingulum dari gigi seri rahang atas, gigi seri rahang
atas dapat digeser di mana ia diklasifikasikan sebagai Klas I/1, atau
pusat rahang atas yang terbalik dan bergeser lateral, atau kedua gigi
seri tengah dan lateral adalah retroclined di mana ia
dikelompokkan dalam Klas II/2.
3) Klas III: di mana tepi gigi seri rahang bawah terletak di anterior
dataran tinggi cingulum dari gigi seri sentral rahang atas.
Klasifikasi BSI lebih akurat dalam mengelompokkan maloklusi.
Metode Inggris untuk penilaian over-jet dan overbite dan teknik
kuantitatif yang diusulkan oleh Katz yang dikembangkan selama
bertahun-tahun, terbukti lebih setuju untuk diproduksi ulang dari
pada klasifikasi sudut (Mageet, 2016).
8

2.3 Etiologi Maloklusi


Etiologi maloklusi dapat digolongkan dalam faktor umum dan faktor lokal.
Faktor umum adalah faktor yang tidak berpengaruh langsung pada gigi. Faktor
lokal adalah faktor yang berpengaruh langsung pada gigi. Kebiasaan buruk
merupakan salah satu faktor umum yang berperan dalam terjadinya maloklusi.
Macam-macam kebiasaan buruk adalah menghisap jari dan ibu jari, mendorong
lidah, menggigit bibir dan kuku, kebiasaan menelan yang salah, bernafas melalui
mulut, dan bruxism (Gupitasari, 2016).
Graber membagi faktor etiologi maloklusi menjadi 2, yaitu ekstrinsik dan
intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi herediter, kelainan bawaan, malnutrisi,
kebiasaan buruk, dan malfungsi, postur tubuh, dan trauma, sedangkan kelainan
jumlah, bentuk dan ukuran gigi, premature loss, prolonged retention dan karies
gigi desidui, termasuk faktor intrinsik etiologi maloklusi. Lesmana (2003)
menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan maloklusi bahkan
menyebabkan kelainan bentuk wajah, jika memapar tulang-tulang wajah, gigi-
geligi, sistem neuromuskular, ataupun jaringan lunak mulut, dalam jangka waktu
lama. Keseimbangan bentuk wajah dan perkembangan oklusi normal dipengaruhi
oleh 3 faktor yaitu fungsi normal rongga mulut, postur kepala dan morfologi
kraniofasial. Fungsi normal mulut berperan dalam mempertahankan postur
kepala, dan berkaitan erat dengan perkembangan oklusi. Fungsi abnormal rongga
mulut seperti kebiasaan mendorong lidah, mengunyah satu sisi dan bernafas lewat
mulut, dapat menyebabkan maloklusi. Tingkat keparahan maloklusi yang timbul,
dipengaruhi oleh frekuensi, intensitas dan lamanya melakukan kebiasaan buruk
tersebut. Bernafas lewat mulut merupakan kebiasaan yang paling sering
menimbulkan kelainan pada struktur wajah dan oklusi gigi-geligi. Kebiasaan
bernafas lewat mulut yang berlangsung selama masa tumbuh kembang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dentokraniofasial. Pernafasan mulut kronis
menyebabkan terjadinya kelainan pada otot-otot di sekitar mulut, sehingga dapat
memacu perkembangan maloklusi (Kusuma, 2021).
9

2.4 Perawatan pada Kasus Maloklusi


1. Perawatan menggunakan alat cetak teknik begg. Salah satu teknik
perawatan orthodontik dengan alat cekat yang dapat digunakan untuk
merawat kasus maloklusi yang disertai malrelasi crossbite posterior
unilater. Karakteristik perawatan orthodontik dengan teknik beg adalah
penggunaan gaya ringan dan kontinyu untuk menghasilkan gerakan
tipping gigi-gigi (Aditya, 2016).
2. Terapi tongue blade. Dental crossbite sederhana yang hanya melibatkan
satu gigi dapat dikoreksi menggunakan cara ini. Prognosis dan
keberhasilan prosedur ini sangat tergantung pada kooperatif pasien dan
pengawasan orang tua. Tidak ada kontrol yang tepat terhadap jumlah dan
arah gaya yang diberikan.
3. Lower incline plane. Teknik ini memungkinkan pembukaan gigitan jika
dipakai lebih dari 3 minggu. Metode ini untuk mengatasi kelemahan pada
metode inkline plane dan sulit untuk diterapkan pada kasus gigi insisivus
maksila yang sedang partial erupsi.
4. Hawley retainer dengan auxiliary spring. Alat ini digunakan pada kasus
dengan pergerakan gigi yang ringan pada pediatric dentistry. Pada
prosedur ini prognosis tegantung pada kooperatif pasien dan pengawasan
orang tua.
5. Labial dan lingual arch wires. Penggunaan labial dan atau lingual arch
wire telah terbukti sukses. Kelemahan dari penggunaan alat ini adalah
biaya yang mahal dan pelatihan tambahan diperlukan untuk dapat
menggunakan alat ini secara efisien.
6. Removable lower incline plane merupakan alat fungsional lepasan
sederhana yang bekerja seperti incline plane. Salah satu keuntungan alat
ini adalah sekaligus bias digunakan untuk retensi setelah perawatan aktif
dan memungkinkan untuk ditambahkan gigi akrilik jika diperlukan,
sehingga bias digunakan gigi tiruan lepasan pada rahang bawah pada kasus
10

dimana terjadi premature loss pada gigi desidui (Christiono S.,


Agusmawanti P., 2018).
Perawatan maloklusi menurut klasifikasinya, sebagai berikut:
a. Maloklusi Angle Klas I
Pada kasus maloklusi klas I, jenis perawatan yang dapat diberikan ialah
perawatan yang bertujuan untuk mendapatkan ruang mesiodistal melalui
penggunaan alat orthodonti tetap. Penggunaan alat orthodonti tetap dapat
memperbaiki tonjolan oklusi gigi sehingga kembali dalam kondisi normal,
peningkatan lingkar lengkung secara berurutan guna memenuhi standar normal.
Adapun pada kasus dalam skenario demikian, yakni kasus maloklusi klas I dengan
pasien anak-anak, pasien disarankan menggunakan preventif orthodonti.
Perawatan dilakukan dengan memaksimalkan pertumbuhan menggunakan piranti
ortho dan memaksimalkan pertumbuhan ke anterior, ekspansi kearah antero-
posterior, atau jika posisi skeletal dapat menggunakan face mask orthodonti guna
menarik rahang atas ke anterior (Ritter DE, 2014).
Dalam perawatan orthodonti maloklusi Klas I, terdapat dua pendekatan utama
yaitu dengan pencabutan dan tanpa pencabutan. Untuk menilai perlu tidaknya
dilakukan pencabutan, ada beberapa variabel yang perlu dinilai, diantaranya
adalah analisis sefalometri, analisis model, kondisi periodontal, restorasi, ada
tidaknya gigi yang impaksi, congenital missing, dan gigi yang sudah dicabut
(Erwansyah E, et al., 2020).
Ada dua hal dalam keputusan perawatan untuk maloklusi Klas I pada
tindakan ortodontik, yaitu perawatan tanpa pencabutan dan dengan pencabutan.
Perawatan tanpa pencabutan biasanya dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya:
a) proximal stripping
b) pelebaranlengkung
c) distalisasi molar
d) proklinasigigi anterior
b. Maloklusi Angle Klas II
– Terapi Maloklusi Klas II divisi 1
11

Perubahan dentoalveolar adalah retraksi dan uprigting insisivus maksila diikuti


oleh proklinasi gigi insisivus bawah. Meskipun tidak ada perubahan skeletal pada
maksila, peningkatan panjang mandibula juga terjadi pada pasien yang
menggunakan bionator. Perubahan skeletal yang signifikan berpengaruh
terhadap perubahan jaringan lunak, terutama dimensi vertikal wajah dan posisi
bibir (Luthfianty, 2014).
– Terapi Maloklusi Klas II divisi 2
Pasien-pasien maloklusi klas II divisi 2 cenderung menunjukkan masalah dengan
oklusal plane atas dan bawah, seperti kurva spee yang dalam. Jaringan lunak pada
bibir sering kali selaras menyesuaikan dengan maloklusi, sehingga bibir menjadi
berlebih dengan adanya sulkus mentolabial yang dalam. Karena deepbite dan
supra erupsi dari gigi insisivus rahang atas, margin gingiva gigi anterior rahang
atas biasanya malaligned, dan gigi insisivus rahang bawah yang inklinasinya
kearah lingual cenderung memiliki margin gingiva lebih tinggi (Utari, 2017).
c. Maloklusi Angle Klas III
Perawatan dengan menggunakan removable inclined bite plane :
- Insersi
- Satu minggu kontrol untuk melihat adaptasi rongga mulut terhadap akrilik
- Kontrol kedua sudah mulai membaik
- Setelah gigi mulai membaik dilakukan pengurangan bite plane, tetapi
pasien tetap menggunakan piranti lepasan
- Penggunaan face mask
- RPE (Rapid Palatal Expnder)
- Reverse Twin Block (Christiono S, 2018)

2.5 Tahapan Perawatan pada Kasus Maloklusi


Menurut waktu perawatan dan tingkat maloklusi, perawatan orthodonsia
dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Perawatan preventif
Adalah segala tindakan menghilangkan pengaruh yang dapat merubah
jalannya perkembangan normal agar tidak terjadi malposisi gigi dan
12

hubungan rahang yang abnormal. Misalnya, dalam periode prenatal anak


yang berada dalam kandungan, asupan nutrisi ibu harus baik. Sedangkan
pada saat periode post natal harus dijaga kebersihan mulutnya (pemilihan
dot yang tepat, anak diajari menyikat gigi yang benar) serta dijaga dari
kebiasaan buruk, misalnya menghisap ibu jari (Bakar A, 2018).
2. Perawatan interseptif
Adalah perawatan ortodontik pada maloklusi yang telah mulai tampak,
untuk mencegah agar maloklusi yang ada tidak berkembang menjadi parah
(Bakar A, 2018).
3. Perawatan kuratif
Dilakukan untuk mengkoreksi maloklusi atau malposisi yang ada dan
mengembalikan kepada posisi, oklusi, dan lengkung ideal(Bakar A, 2018).
Penilaian keparahan suatu maloklusi dapat dilakukan dengan indeks
maloklusi. Salah satu Indeks untuk mengukur keadaan maloklusi yaitu
Handicapping Malocclusion Assessment Record (HMAR) yang diperkenalkan
oleh Salzmann pada tahun 1968. Indeks HMAR secara kuantitatif dan objektif
memberikan penilaian terhadap ciri-ciri oklusi dan cara menentukan prioritas
perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapat dilihat dari
besarnya skor yang tercatat pada lembar isian. Indeks HMAR ini digunakan untuk
mengukur kelainan gigi pada satu rahang, kelainan hubungan kedua rahang dalam
keadaan oklusi dan kelainan dentofasial. Penilaian dapat dilakukan pada model
gigi atau di dalam mulut. Penilaian Indeks HMAR tidak memerlukan alat khusus
atau rumit, dibandingkan dengan indeks lain (Laguhi VA,et al., 2014).

2.6 Pengertian Crossbite


Crossbite adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada
posisi abnormal, yaitu lebih ke bukal atau palatal maupun labial dari gigi
antogonisnya (Bhalajhi SI, 2010). Crossbite disebut juga gigitan terbalik atau
gigitan silang. Crossbite dapat terjadi pada gigi anterior maupun gigi posterior
(Aditya, 2015).
13

2.8 Penanganan Serta Perawatan dari Crossbite


Perawatan crossbite anterior
• Terapi tongue blade = Dental crossbite yang sederhana karena hanya
melibatkan 1 gigi, dapat diperbaiki dengan cara ini. Prognosis dan
keberhasilan prosedur ini sangatlah bergantung pada kooperatifnya
pasien dan pengawasan orang tua. Alat yang digunakan dalam
perawatan ini berupa stick yang diletakan di gigi anterior yang dapat
mengubah pola oklusi.
• Lower incine plane = Perawatan menggunakan satu gigi atau lebih
dengan menggunakan akrilik inkline plane yang disemenkan.Teknik
ini memungkinkan pembukaan gigitan jika dipakai lebih dari 3
minggu.
• Mahkota komposit atau stainless steel = Mahkota berbahan komposit
yang ditambahkan di gigi anterior rahang bawahtertahan pada posisi
lingual dengan sudut 45° terhadap oklusal plane yang berguna untuk
membuat oklusi seakan-akan ‘meluncur’ sehingga memperbaiki
crossbite yang ada. Metode ini untuk mengatasi kelemahan pada
metode inkline plane dan sulit untuk diterapkan pada kasus gigi
insisivus maksila yang sedang partial erupsi.
• Hawley retainer dengan auxiliary spring. Alat ini digunakan dalam
kasus dengan pergerakan gigi yang ringan pada pediatric
dentistry.Pada prosedur ini prognosis tegantung pada kooperatif
pasien dan pengawasan orang tua.
• Labial dan lingual arch wires. Penggunaan labial dan atau lingual arch
wire telah terbukti berhasil. Kelemahan dari penggunaan alat ini
adalah biaya yang mahal dan pelatihan tambahan yang diperlukan
untuk dapat menggunakan alat ini secara efisien

Perawatan crossbite posterior


• Coffin spring = digunakan untuk perbaikan bentuk V dan lengkung
berbentuk di regio posterior
14

Quad/tri/bi helix = awal kata menandakan berapa banyak helix yang


digunakan, mulai dari 2,3 hingga 4 banyak digunakan untuk perawatan crossbite
posterior. Alat ini menggunakan kawat berukuran 0.038” yang dapat
menghasilkan expansion atau perluasan regio molar dan premolar. Jika bridge
anterior diaktifkan, maka akan didapatkan perluasan di molar. Jika bridge
diaktifkan di bagian palatal, maka ekspansi yang didapatkan adalah di daerah
premolar dan caninus (Singh G, 2015 ; Mardiati Em Soemantri E, Halim H., 2019 ;
Christiono, S., & Agusmawanti P., 2018 ; Ceyhan D, Akdik C., 2017)

2.9 Tahap Perawatan Kasus Crossbite


A. Diagnosa
Pemeriksaan ekstra oral menunjukkan profil pasien datar dengan bentuk
muka yang simetris. Pemeriksaan intra oral mendapatkan relasi molar klasifikasi
Angle klas I crossbite anterior. Rencana perawatan menggunakan inclined bite
plane kurang lebih 2 minggu.

B. Tahapan perawatan
• Kunjungan 1, pembuatan model studi dan dilakukan foto rontgen
panoramik
• Kunjungan II, dilakukan pembuatan model kerja, desain piranti,
piranti yang dipilih adalah inclined bite planed.
Pembuatan model kerja :
a) Tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan lengkung gigi
yang baik pada rahang atas dan bawah, koreksi crowding
anterior dan posterior, cross bite anterior dan posterior, serta
edge to edge bite pada gigi anterior. Perawatan dimulai dengan
menggunakan kawat Australia plain wire 0,014” yang
dilengkapi dengan circle hook 1 mm di mesial braket gigi
kaninus rahang bawah dan rahang atas, anchorage bend 30°,
dan elastik intermaksiler klas II 5/16” 2 oz. Koreksi cross bite
posterior dilakukan dengan melebarkan kawat busur pada sisi
kanan rahang atas serta dengan menggunakan cross elastik 1⁄4”
15

4 oz yang dikaitkan dari button pada sisi palatal gigi 17, 15,
dan 16 ke hook molar tube gigi 46 dan bracket gigi 45. Setelah
tercapai general alignment, dilanjutkan dengan bite opening
dan retraksi gigi anterior rahang bawah menggunakan plain
wire 0,016”, anchorage bend 30° dan elastic intermaksilar klas
II. Koreksi cross bite posterior masih dilanjutkan.
b) Tujuan tahap kedua adalah mempertahankan hasil perawatan
tahap pertama dan penutupan ruang pencabutan (space closing)
dan dilakukan koreksi posisi rahang bawah yang bergeser ke
kiri. Space closing dilakukan pada rahang atas dan bawah. Pada
tahap ini digunakan plain wire 0,018”, dilengkapi dengan circle
hook di mesial braket gigi kaninus rahang bawah dan rahang
atas, anchorage bend 15° serta pemakaian elastik intramaksiler
1/4” 3 oz.
c) Perawatan tahap ketiga yaitu mengoreksi relasi aksial seluruh
gigi anterior dan posterior. Tahap ketiga menggunakan plain
wire 0,020” dengan anchorage bend 15°, circle hook di mesial
braket gigi kaninus rahang bawah dan rahang atas, uprighting
spring untuk koreksi mesial dan distal tilting.
• Kunjungan III, Piranti inclined bite plane diinserikan. Tahap pertama
perawatan adalah koreksi crossbite anterior dengan inclined bite plane
lepasan yaitu berupa akrilik pada sisi lingual gigi-gigi anterior rahang
bawah yang ditebalkan hingga membentuk sudut 45° dengan sudut
kemiringan pada permukaan incisal gigi-gigi anterior rahang bawah.
Pasien diinstruksikan untuk memakai alat sepanjang hari dan control
satu minggu sekali.
• Kunjungan IV, 1 minggu setelah insersi dilakukan control untuk
melihat adaptasi rongga mulut terhadap bahan akrilic. Dilakukan
control ke 2, tampak gigi sudah terkoreksi dengan baik. Untuk
memastikan gigi tidak relaps, dilakukan pengurangan bite plane
dengan tetap menggunakan piranti lepasan. Kerjasama yang baik
16

antara dokter gigi dan pasien merupakan salah satu kondisi yang
paling penting bagi keberhasilan perawatan menggunakan alat lepasan
(Christiono et al, 2018; Utari et al, 2012; Gungga et al, 2015).

2.10 Perawatan Crossbite pada Anak


Perawatan pada masa anak-anak perlu mempertimbangkan usia dan laju
pertumbuhan yang terjadi. Berdasarkan kurva Bjork, perawatan preventif dapat
dimulai pada usia 6 tahun. Perawatan interseptif dilakukan menjelang usia puber,
yaitu 10-11 tahun (perempuan) dan 12-13 tahun (laki-laki). Sedangkan masa
terbaik untuk memulai perawatan ortodontik dan ortopedik adalah usia 15-16
tahun (perempuan) dan 18 tahun (laki-laki) yang merupakan masa puncak
pertumbuhan. Setelah usia tersebut pertumbuhan mulai menurun dan berhenti,
kira-kira di usia 17 tahun (perempuan) dan 20 tahun (laki-laki). Perawatan pada
masa gigi susu sangat jarang dilakukan, sedangkan pada awal gigi bercampur
perawatan lebih bersifat space maintainer atau space regainer. Masa akhir gigi
bercampur merupakan masa yang paling sering membutuhkan perawatan
ortodontik terlebih bila ditemukan maloklusi dan akan membawa banyak
perbaikan. Meskipun terkadang perawatan pada masa ini tidak menyempurnakan
seluruh maloklusi, tetapi mengurangi keparahan dan meminimalkan kemungkinan
dilakukannya tindakan bedah. Hal menguntungkan lainnya adalah telah adanya
kepedulian pasien terhadap pentingnya perawatan yang akan dilakukan (Ismah,
2010)
Beberapa pendekatan yang memungkinkan dan direkomendasikan
untuk perawatan sederhana anterior dental crossbite yaitu:
• Terapi tongue blade. Dental crossbite sederhana yang hanya melibatkan satu
gigi dapat dikoreksi menggunakan cara ini. Prognosis dan keberhasilan prosedur
ini sangat tergantung pada kooperatif pasien dan pengawasan orang tua. Tidak ada
kontrol yang tepat terhadap jumlah dan arah gaya yang diberikan.
• Lower incline plane. Perawatan anterior dental crossbite yang melibatkan 1
atau lebih gigi dapat dilakukan dengan menggunakan akrilik inkline plane yang
17

disemenkan. Teknik ini memungkinkan pembukaan gigitan jika dipakai lebih dari
3 minggu.
• Hawley retainer dengan auxiliary spring. Alat ini digunakan pada kasus dengan
pergerakan gigi yang ringan pada pediatric dentistry. Pada prosedur ini prognosis
tegantung pada kooperatif pasien dan pengawasan orang tua.
Removable lower incline plane merupakan alat fungsional lepasan
sederhana yang bekerja seperti incline plane. Salah satu keuntungan alat ini adalah
sekaligus bias digunakan untuk retensi setelah perawatan aktif dan memungkinkan
untuk ditambahkan gigi akrilik jika diperlukan, sehingga bias digunakan gigi
tiruan lepasan pada rahang bawah pada kasus dimana terjadi premature loss pada
gigi desidui (Christiono et al, 2018).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Maloklusi didefinisikan sebagai suatu kondisi yang menyimpang dari
oklusi normal atau suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal suatu
gigi terhadap gigi yang lainnya. Etiologi maloklusi dapat digolongkan dalam
faktor umum dan faktor lokal. Faktor umum adalah faktor yang tidak
berpengaruh langsung pada gigi. Faktor lokal adalah faktor yang berpengaruh
langsung pada gigi. Klasifikasi Maloklusi berdasarkan maloklusi lengkung
rahang, yaitu deepbite, openbite, crowding, dan crossbite. Klasifikasi Angle
terdiri dari tiga Klas, yaitu maloklusi Klas I, maloklusi Klas II, dan maloklusi
Klas III. Crossbite adalah suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada
pada posisi abnormal, yaitu lebih ke bukal atau palatal maupun labial dari gigi
antogonisnya. Perawatan crossbite anterior, yaitu terapi tongue blade, lower
incine plane, mahkota komposit atau stainless steel, Hawley retainer dengan
auxiliary spring, dan labial dan lingual arch wires. Perawatan crossbite
posterior coffin spring dan quad/tri/bi helix.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aditya., et al. 2016 . Perawatan Crossbite Posterior Unilateral Menggunakan Alat


Othodontik Cekat Teknik Begg.Clinical Dental Jurnal;. 1(2): 124.
Bakar A. 2018. Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Quantum Sinergis Media:
Yogyakarta.
Ceyhan D & Akdik C. 2017. Taking a Glance at Anterior Crossbite in Children:
Case Series.Contemporary Clinical Dentistry; 8(4).
Christiono S & Agusmawanti P. 2018. Penatalaksaan Anterior Crossbite dengan
Incline Bite Plane Lepasan. Indonesian Journal of Paediatric Dentistry;
1(2): 184-187.
Cobourne, Martyn T, & Andrew T. DiBiase. 2015. Handbook of Orthodontics.
2nd ed. London, England: Elsevier Science.
Erwansyah E, Basra JR, Damayanti R. 2020. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Keputusan Perawatan untuk Maloklusi Klas I. Makassar Dental Journal.
9(3): 174-176.
Gungga., et al. 2015. Perawatan Cross Bite Posterior Unilateral Menggunakan
Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg. MKGK; 1(2): 122-126.
Gupitasari, et al. 2018. Prevalensi Kebiasaan Buruk Sebagai Etiologi Malokusi
Klas I Angle Pada Pasien Klinik Ortodonsia RSGM Universitas Jember
Tahun 2015–2016. Jurnal Pustaka Kesehatan; 6(2): 365-370.
Kusuma, ARP. 2021. Bernafas Lewat Mulut Sebagai Faktor Ekstrinsik Etiologi
Maloklusi (Studi Pustaka). Majalah Ilmiah Sultan Agung; 48(123): 12-31.
Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran Maloklusi dengan
Menggunakan HMAR pada Pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-Gigi(eG). 2014; 2(2): 1-7
Luthfianty AP, et al. 2014. Perawatan Maloklusi Klas II Divisi 1 Dentoskeletal
Disertai Retrusi Mandibula dengan Alat Fungsional Bionator. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia; 21(2).
Mageet, AO. 2016. Classification of skeletal and dental malocclusion: revisited.
STOMATOLOGY EDU JOURNAL. 3(2): 38-44.
Mardiati E,Soemantri E, Halim H. 2019. Treatment of Anteriorcrossbite and
Tongue Thrusting Habit in Early Mixed Dentition with a Series of
Removable Orthodonthic Appliances. International Journal of Science
and Research; 8(2).
Ritter DE. 2014. Class I Malocclusion with anterior crossbite and severe
crowding. Dental Press J Orthod; 19(2): 118-119.
Riyanti E. 2018. Prevalensi Maloklusi dan Gigi Berjejal Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Umur pada Anak-Anak Sekolah Dasar di Bandung. Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat; 2(12): 1-5.
Singh G. 2015. Textbook of Orthodonthics. India: The Jaypee Brothers.
Utari TR, Abdillah. 2012. Perawatan Crossbite Anterior Pada Masa Gigi
Bercampur Menggunakan Incline Plane Lepasan. Insisiva Dental Journal;
1(1) : 99-102.
Utari TR. 2017. Perawatan Maloklusi Angle Klas II Divisi 2 Pasien Dewasa
dengan Pencabutan Dua Premolar Atas. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia; 3(11).
Utari TR &Putri MK. 2019. Orthodontic treatment needs in adolescents aged 13-
15 years using orthodontic treatment needs indicators. Journal of
Indonesian Dental Association; 2(2): 49-55.

Anda mungkin juga menyukai