Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan teknologi bahan kedokteran gigi sangat pesat seiring


dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan cosmetic dentistry yang
memperkenalkan berbagai macam perawatan dalam mengatasi perubahan
warna pada gigi.1,2 Kebutuhan pelayanan cosmetic dentistry meningkat
disebabkan oleh keinginan penderita untuk mendapatkan senyum yang lebih
cerah dan lebih putih. Gigi yang putih dan bersih dapat berhubungan dengan
gigi yang sehat dan akan memperindah senyum serta rasa percaya diri. Estetik
merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang, termasuk warna gigi.
Perubahan warna gigi terutama gigi anterior dapat menimbulkan masalah
estetik gigi yang berdampak menurunkan rasa kepercayaan diri dan
mengurangi keindahan penampilan. Perubahan warna yang terjadi dapat
ditanggulangi dengan prosedur dental bleaching yang bisa menjadi perawatan
pilihan dalam mengatasi perubahan warna pada gigi. 1,3,4

Dental bleaching atau pemutihan gigi adalah suatu prosedur pemutihan


yang umum dilakukan untuk mengembalikan warna gigi sampai mendekati
warna asli gigi secara kimiawi dengan mengunakan bahan oksidator dan
reduktor dalam mengembalikan faktor estetikya. Dental bleaching bertujuan
mengembalikan estetik gigi seseorang. Prosedur bleaching dapat dilakukan
secara in-office bleaching atau home bleaching dan dapat dilakukan secara
internal untuk gigi non-vital maupun secara external untuk gigi vital.4,5

Bahan kimia yang sering digunakan sebagai pemutih gigi adalah karbamid
peroksida dan hidrogen peroksida.6 Hidrogen peroksida adalah bahan aktif
yang terdapat pada pemutih gigi yang memiliki berat molekul rendah sehingga
dapat berpenetrasi ke dalam enamel dan dentin. Proses dasarnya melibatkan

2
reaksi oksidasi dan reduksi yang dapat mengubah pigment organik ke dalam air
dan karbon dioksida.7

Produk yang memiliki bahan aktif yang sama tetapi konsentrasi yang
berbeda mampu memberikan efek yang berbeda pula pada permukaan enamel.
Hal tersebut akan lebih jelas ketika menggunakan ligh-activated serta paparan
waktu yang berbeda. Walaupun enamel teremineralisasi dengan baik,
kandungan organiknya berperan penting dalam proses pemutihan gigi. Hal ini
menandakan bahwa reaksi antara peroksida dengan komponen organik enamel
dapat mengakibatkan perubahan morfologi pada permukaan enamel. Penelitian
sebelumnya menunjukkan terdapat perubahan morfologi pada permukaan
enamel berupa kekasaran seperti cekungan yang dangkal, porositas, dan
lekukan.8
Kekasaran enamel dipengaruhi oleh banyaknya jumlah bahan anorganik
seperti kalsium. Larutnya sebagian kalsium dari kristal hidroksiapatit
menyebabkan kekasaran enamel sehingga rentan terhadap terjadinya karies.4
Dewasa ini banyak sekali bahan yang diproduksi dalam meningkatkan
remineralisasi enamel gigi seperti fluor, Casein Phosphopeptide-Amorphous
Calcium Phosphate (CPP-ACP) dan bahan biactive glass.10 Selain bahan-
bahan tersebut ternyata limbah cangkang telur juga dapat meningkatkan
remineralisasi enamel gigi.
Potensi limbah cangkang telur di Indonesia cukup besar, menurut data
Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2013, produksi telur ayam ras petelur dan
buras di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 1.337.030 ton pertahun. Sekitar
10% dari telur merupakan cangkangnya, sehingga dihasilkan sekitar 133.703
ton cangkang telur per tahunnya. Selain itu cangkang telur mengandung sekitar
94-97% CaCO3 (calcium carbonat) sehingga berpotensi untuk digunakan
dalam mensintesis hidroksiapatit.11

Kulit telur merupakan salah satu sumber CaCo3 (calcium carbonate)


yang paling besar dengan kadar yang mencapai 95%. Telur menghasilkan

3
limbah berupa kulit telur. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi limbah kulit telur adalah dengan mengolah kulit telur tersebut
menjadi senyawa kalsium. Hidroksiapatit adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sebuah ikatan yang mengandung ion kalsium. Ion kalsium
dikombinasikan dengan orthiphosphates, pyrophosphates, hidrogen atau
hidroksida. Ini adalah bahan untama dalam pembentukan tulang dan enamel
gigi.11

Untuk melihat efek terhadap morfologi enamel gigi maka alat yang
digunakan adalah Scanning Electron Microscope (SEM) karena memiliki
perbesaran obyektif yang mencapai satu juta kali sehingga mikroporositas
enamel dapat terlihat.11
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh pengunaan
pasta cangkang telur terhadap morfologi enamel gigi setelah bleaching
menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).

1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat


dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah ada pengaruh penggunaan pasta cangkang telur tehadap remineralisasi
enamel gigi setelah bleaching menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM).
1.2. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh penggunaan pasta cangkang telur ayam tehadap
remineralisasi enamel gigi setelah bleaching menggunakan Scanning Electron
Microscope (SEM).
1.3. Hipotesa
Pasta cangkang telur dapat menyebabkan remineralisasi pada permukaan
enamel gigi manusia setelah bleaching bila diamati dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM).

4
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi penulis :
a. Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman
meneliti dalam melakukan penelitian dan menulis.
b. Dapat dijadikan sebagai pengetahuan dasar untuk penelitian yang
lebih lanjut.
1.5.2 Bagi Bidang Ilmu Keodokteran Gigi : Memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu kedokteran gigi di masa yang akan datang.
1.5.3 Bagi Masyarakat : Meningkatkan pengetahuan baru bagi masyarakat
dalam kedokteran gigi estetik.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Enamel

Enamel adalah lapisan putih, pada permukaan luar yang merupakan

pelindung mahkota anatomis. Sangat terkalsifikasi atau teremineralisasi dan

merupakan substansi paling keras pada tubuh manusia. Enamel memilliki

ketebalan yang berbeda setiap bagian gigi. Pada permukaan insisal dan oklusal,

ketebalan enamel mencapai 2,5 mm dan semakin tipis pada bagian servikal.13

Enamel berkembang dari organ email (ektoderm) dan merupakan produk dari

sel-sel epitelial khusus yang disebut ameloblas.14 Menurut penelitian yang

dilakukan oleh McCracken dengan menggunakan SEM permukaan enamel

tanpa perlakuan bleaching menunjukkan gambaran permukaan yang tidak

begitu halus tetapi lapisan aprismatik pada permukaan enamel dapat diamati

secara menyeluruh (Gambar 1).15

Gambar 1. Gambaran SEM pada permukaan enamel gigi pada perbesaran 500x dan
2000x15

6
2.1.1. Komposisi Enamel

Enamel merupakan struktur keras dalam tubuh. Kandungan enamel terdiri dari

96% bahan anorganik dan 4% air, bahan organik dan jaringan fibrosa. Bahan

anorganik ini terdiri beberapa juta kristal hidroksi apatit yang mempunyai rumus

kimia Ca10(PO4)6OH2. Termasuk juga terlihat jelas sejumlah karbonat (4%), sodium

(0,6%), magnesium (1,2%), dan sejumlah kecil fluorida (0,01%)16

Enamel pada gigi mempunyai ketebalan yang berbeda pada tiap bagian dan

bervariasi diantara semua jenis gigi, maksimal 2,5 mm. Pada gigi permanen

enamelnya lebih tebal dari gigi sulung. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses

remineralisasi sehingga mineral pada gigi permanen lebih banyak dibandingkan gigi

sulung. Enamel gigi sulung kurang teremineralisasi hal ini juga menjelaskan warna

gigi sulung lebih opak.16

Kalsium hidroksiapatit memiliki panjang sekitar 70 nm dan tebal 25 nm yang

terdapat di seluruh jaringan. Merupakan struktur hexagonal bila dilihat pada

potongan sagital dan intinya lebih larut dari pada jaringan di tepinya. Setiap unit sel

kristalit terdiri dari kelompok hidroksil dan dikelilingi oleh tiga ion fosfat. Enam Ion

kalsium pada gugus kimia hexagonal dalam bentuk ion fosfat. Pembentukan kristal

merupakan proses yang sangat lambat dan melibatkan intermediat yang berbeda hal

ini menandakan bahwa perbedaan struktural dan stokiometri berupa pembentukan

awal berupa ion solid sampai pembentukan krislan yang terkahir memiliki bentuk
yang berbeda pula. Octacalicium dianggap sebagai prekursor kristal hidoksiapatit

yang terbentuk paling akhir.17

Lain halnya dengan substitusi ion tersusun secara teratur pada permukaan

enamel. Kristal hidroksiapatit tersusun secara teratur dan terorganisir namun ada

beberapa variasi substitusi ion. Dalam hal ini, karbonat menggantikan fosfat atau

hidroksil (sering terjadi pada fosfat). Hal ini bergantung paa konsentrasi pCo2 laocal

dan terjadi selama pembentukan (2% pada permukaan dan 5% pada DEJ) sehingga

kelarutannya lebih tinggi dibandingkan dengan hidroksiapatit murni. Secara klinis,

fluor dapat menggantikan ion hidroksil dan meningkatkan ketahanan terhadap asam.

Jumlah air pada enamel sekitar 3% berat enamel (sekitar 5-10% volume enamel).

Beberapa terletak diantara kristal dan mengelilingi bahan organik, namun ada pula

yang berada dalam kristal yang pembentukannya tidak sempurna dan sisanya dapat

membentuk lapisan kristal.17

2.1.2. Struktur Enamel

2.1.2.1. Enamel Rod (Prisma Enamel)

Enamel mengandung kalsium fosfat dalam bentuk nano hidroksi apatit heksagonal

(HA). Kristal enamel ini memanjang pada arah c-axis dan berbentuk bulat sampai

oval pada prisma yang memiliki panjang hingga 100µm dan memiliki lebar 50nm. 18

8
Gambar 2. Skema Gigi Molar 18
Bagian dari enamel meliputi enamel rod dan rod sheath. Enamel rod atau prisma

enamel merupakan struktur utama dari enamel yang terbentuk enamel yang

terbentuk dari kristal-kristal hidroksiapatit. Rod sheath merupakan bagian luar

enamel rod yang sebagian besar merupakan substansi fibrosa organik.14Pada

potongan melintang, batang enamel terlihat seperti lubang kunci karena kepalanya

yang mengarah ke mahkota gigi, sedangkan bagian bawah megarah pada akar gigi. B

atang enamel atau enamel rod, berjalan dari perlekatan enamel – dentin

(dentinoenamel junction) sampai ke permukaan gigi dengan interrod substance di

antaranya. Kristal pada batang enamel disebut interprismatic atau interrod (yang

warna kuning). Perbedaan keduannya adalah terletak pada orientasi kristal. Pada

kristal yang berbentuk batang, panjang sumbu kristal berjalan paralel atau sejajar

terhadap sumbu longitudinal prisma tersebut (enamel rod), sementara sumbu a dan b

berada pada setiap sudut.16,17 Kemiringan sumbu kristal interrod sekitar 40o-65o

relatif terhadap arah sumbu kristal batang. Kristal-kristal pada batang enamel dan

9
inter rod enamel dipisahkan oleh sarung batang atau rod sheath (yang berwarna

biru).16

Gambar 3. a). Prisma enamel berbentuk keyhole b) Potongan melintang batang


enamel pada tahap amelogenesis gambar diambil dengan SEM.16

Pola hidroksiapatit adalah kerangka pergantian ion dapat terjadi dan dapat

mengakomodasi berbagai atau pergantian tanpa perubahan drastis, efek struktural

utama yang dihasilkan dari pergantian ion sederhana, seperti pergantian ion kalsium

tetrahedral, trivalen anion atau hidroksil kelompok dengan anion monovalen lain

adalah gangguan susunan atom terutama yang berasal dari perbedaan di jari-jari

ionik. Meskipun struktur apatit diawetkan, kimia dan fisik seperti gangguan yang

menyertai pergantian ion secara substansial dapat mempengaruhi sifat kimia dan

fisika enamel. Salah satu contoh pergantian dari beberapa gugus hidroksil

hydroxyapatites oleh ion fluoride, telah banyak dipelajari dan penting khusus untuk

kedokteran gigi. 16

10
Gambar 4. Struktur pola hidroksiapatit 16
2.1.2.2. Garis Retzius

Garis retzius atau Striae of retzius adalah garis pertumbuhan incremental line.

Garis ini membantuk variasi pada struktur dan mineralisasinya. Pada mikroskop

cahaya, sebagian besar garis retzius dapat diamati pada gigi permanen. Cross-striae

garis menggambarkan ritme harian dalam produksi enamel, periode waktu ritme

garis retzius dapat ditentukan dengan menghitung jumlah cross-striae diantara dua

garis. Susunan garis retzius ini terbagi atas dua tahap yakni pada tahap cusp. Pada

tahap ini garis retzius belum mencapai permukaan enamel dan tahan imbricational,

pada tahap ini garis retzius sudah mencapai permukaan enamel untuk mengahsilkan

perykimata atau dengan kata lain garis ini terlohat jelas pada gigi permanen tapi

kurang jelas pada gigi susu setelah lahir dan jarang pada gigi susu sebelum lahir. 19

11
Gambar 5. Cross striae (panah putih)19

2.1.2.3. Cementoenamel Junction (CEJ)

Cementoenamel junction (CEJ) adalah bagian email yang membatasi mahkota

gigi dan akar yang dilapisi oleh sementum atau terletak pada titik kontak anatara

enamel dan sementum. CEJ merupakan bagian terpenting karena tempat melekatnya

serat gingiva sehat. Serat gingiva yang melekat pada CEJ berperan dalam stabilitas

gigi, oleh karena itu pemeriksaan CEJ merupakan parameter klinis untuk

menentukan penyakit peeriodontal. Pada dewasa muda, CEJ dilindungi oleh jaringan

gingiva, namun seiring bertambahnya usia dan erupsi pasif yang terus menerus

sehingga menyebabkan penarikan gingiva yang membuat CEJ terlihat pada rongga

mulut sehingga tentan mengalami perubahan yang patologis seperti karies akar,

erosi, resorpsi akar dan abrasi. 20,21

Ada variasi hubungan antara sementum dan enamel pada bagian servikal gigi.

Hubungan antara kedua jaringan ini yang teremineralisasi sehingga CEJ dapat

terbentuk dengan empat cara, yaitu : (1) Sementum tumpang tindih terhadap enamel

(overlapping), (2) 30% enamel yang bertemu dengan sementum (edge to edge), (3)

Enamel dan sementum berbatasan satu sama lain tanpa overlapping, (4) 10% enamel

dan sementum yang tidak bertemu sehingga ada dentin yang tidak terlindungi. 20,21

12
Gambar 7. Morfologi Cementoenamel Junction. I) sementum berada diatas enamel
II). Edge to Edge III). Enamel tidak bertemu dengan sementum IV). Enamel berada
diatas sementum 21
Berdasarkan sudut pandang klinis, variasi CEJ yang paling menguntungkan

adalah enamel yang bertumpang tindih terhadap sementum karena aktivitas asam dan

enzim pada biofilm gingiva tidak akan berdampak pada servikal gigi. Melakukan

probing pada CEJ juga berperan penting pada pasien untuk melakukan prosedur

pemutihan gigi, mengetahui frekuensi karies, serta erosi padaservikal gigi.20

2.2. Bleaching

Bleaching adalah pemutihan kembali gigi yang berubah warna sampai mendekati

warna gigi asli secara kimiawi dengan menggunakan bahan oksidator dan reduktor

yaitu peroksida dalam mengembalikan estetiknya. Bleaching merupakan alternatif

konservatif untuk mengembalikan fungsi estetik dari gigi yang mengalami perubahan

warna sehingga dapat dicapai warna yang lebih terang3. Ada bermacam-macam

13
bahan pemutih gigi yang digunakan, baik untuk pemutihan gigi secara internal

ataupun eksternal masing-masing untuk gigi vital maupun gigi non-vital.3,22

2.3. Pengaruh Bleaching terhadap Enamel

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat perubahan morfologi enamel

dan dentin terhadap karbamid peroksida 10% juga terhadap hidrogen peroksida.

Hidrogen peroksida memiliki potensi yang berpengaruh pada enamel, karena pH-nya

yang asam. Konsentrasi 30% dapat menurunkan kekerasan enamel dan dentin, yaitu

5 menit pada dentin dan 15 menit pada enamel. Dengan penambahan waktu kontak

selama satu minggu, terbukti dapat menurunkan rasio kalsium dan phosphor di

enamel, dentin dan sementum sehingga mengindikasikan terjadinya mineralisasi.8

Beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi sedikit perubahan morfologi

enamel pada pH yang bervariasi. Penelitian secara in vitro yang menguji bahan

pemutih hidrogen peroksida 6% terhadap enamel menyatakan bahwa pengikisan

enamel akibat penggunaan bahan tersebut masih dapat diterima. Karbamid peroksdia

secara signifikan tidak memberikan pengaruh pada jaringan enamel dan dentin.

Karbamid peroksida 10% menurunkan kekuatan mikrodentin tetapi meningkat

kembali setelah 14 hari akibat remineralisasi saliva. Efek terhadap dentin dan

sementum dipengaruhi juga oleh waktu kontak dan konsentrasi. Pengamatan secara

klinis, teraadap bahan pemutih karbamid peroksida memperlihatkan tingkay

bervariasi dalam sensitivitas gigi yang timbul pada 24-48 jam setelah pemutihan.

14
Sementara pada penelitian secara in vivo, karbamid peroksida 10% dengan teknik

home bleaching, ternyata tidak terdapat perubahan pulpa irreversible.8

2.3.1. Pelepasan Mineral Enamel


Bahan pemutih gigi seperti karbamid peroksida pada konsentrasi 6-35% w/v
(H2O2) -2to 12%w/v bilamana larut pada air atau saliva akan menghasilkan hidrogen
peroksida dan urea yang akan menjadi air, oksigen, karbon dioksida dan amonia. Hal
ini mengakibatkan penurunan pH bahan bleaching yang membuat pH semakin asam
sehingga berpengaruh terhadap larutnya mineral pada permukaan enamel. Begitupula
hidrogen peroksida menghasilkan radikal bebas dan perhydroxyl ion untuk
menyamarkan noda atau kromophor pada permukaan enamel. Larutnya mineral
enamel juga diakibatkan karena interaksi ion hidrogen dan hidroksiapatit. Adapun
reaksi kimianya sebagai berikut :
Ca10(PO4)6(OH)+8H+

10Ca2+6HPO42-+2H2O
Hal ini memunjukkan penurunan jumlah kalsium dan fosfor pada permukaan
enamel setelah dilakukan bleaching menggunakan karbamid peroksida 10% sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Jose (2010).23

2.4. Remineralisasi Enamel Gigi

Remineralisasi adalah proses perbaikan alami untuk mengembalikan mineral


yang hilang dalam bentuk ion mineral hidroksiapatit. Remineralisasi menyebabkan
hilangnya ion kalsium, fosfat dan fluor yang akan tergantikan dengan ion fluorapatit.
Ion ini lebih tahan terhadap asam sehingga lebih menguntungkan permukaan enamel
gigi. Oleh karena itu kristal apatit pada permukaan enamel yang telah
teremineralisasi lebih tahan terhadap asam organik. Hal ini berlangsung hingga pH

15
rongga mulut kembali normal. Sebaliknya bila pH dalam rongga mulut meningkat
maka kalsium, mineral, fosfat dan ion fluor dalam bentuk fluorapatit akan kembali
ke struktur gigi sehingga menyatu dan membentuk kristal heksagonal yang lebih
besar. Saliva dan fluor merupakan kunci dari proses remineralisasi.10

Tubuh kita memperoleh karbon dioksida yang berasal dari udara maupun saliva
untuk membuat ringan, asam, dan asam karbonat. Asam karbonat merupakan pusat
dari proses remineralisasi alami. Sama halnya dengan asam lainnya asam karbonat
dapat melarutkan mineral yang terdapat dalam saliva, namun tidak seperti asam kuat
lainnya, asam karbonat sangat cepat mengkonversi menjadi karbon dioksida dan air.
Ketika hal ini terjadi, ion mineral yang terlarut mengendap dan menutup kembali
ruangan dari kristal yang sudah terdemineralisasi. Adapun persyaratan bagi bahan
remineralisasi yang ideal yaitu dapat berdifusi ke substansi atau memberikan kalsium
dan fosfat pada permukaan enamel, tidak memicu pembentukan kalkulus, bekerja
pada pH asam dan meningkatkan remineralisasi saliva. Bahan yang paling sering
digunakan unutk meningkatkan proses remineralisasi adalah fluoride, xylitol, casein
phospho peptide-amorphous calcium phosphate (CPP-ACP), tricalcium phosphate
dan bioactive glas. Remineralisasi ion fluoride dimulai dengan mengendapnya ion
fluoride dengan kalsium yang akan membentuk fluorapatit (FAP). Ion fluor
menggantikan ion-ion hidroksil pada struktur hidroksiapatit yang telah larut,
sehingga membuat enamel lebih tahan terhadap asam karena ikatan ini lebih stabil. 10
Fluoride pada saliva tidak hanya menurunkan pH kritis tetapi juga
menghambat laju demineralisasi karena adanya kalsium floride yang mengendap
pada permukaan enamel.10
Selain itu material hidroksiapatit juga dapat disitensis dari semua bahan yang
mengandung banyak kalsium diantaranya yaitu cangkang kerang, tulang sapi, tulang
ikan dan cangkang telur. Cangkang telur tersusun dari 94% CaCO3, 1% MgCO3, 1%
CaPO4, sisanya dalah bajan organik. Khususnya cangkang telur ayam negeri yang
memiliki kadar kalsium terbanyak sebesar 70,84% dibandingkan dengan cangkang

16
telur puyuh sebesar 55,46%, dan cangkang telur bebek sebesar 53,60%. Serbuk kulit
telur ayam mengandung kalsium sebesar 401±7,2 gram atau sekitar 39% kalsium,
dalam bentuk kalsium karbonat.24
2.5. Cangkang Telur

Telur merupakan lauk yang banyak dikosnsumsi oleh masyarakat di


Indonesia. Potensi limbah cangkang telur di Indonesia cukup besar, menurut data
Direktorat Jenderal Peternakan tahun 2013, produksi telur ayam ras petelur dan buras
di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 1.337.030 ton pertahun. Sekitar 10% dari telur
merupakan cangkangnya, sehingga dihasilkan sekitar 133.703 ton cangkang telur per
tahunnya. Selain itu cangkang telur mengandung sekitar 94-97% CaCO3 (calcium
carbonat) sehingga berpotensi untuk digunakan dalam mensintesis hidroksiapatit.25

Bagian telur paling luar merupakan lapisan paling keras setebal 0,2-0,4 mm
dan mengandung kalsium karbonat berfungsi melindungi bagian dalam telur. Pada
kulit telur terdapat pori-pori yang dapat dilalui udara warnanya bervariasi mulai dari
putih sampai kecoklatan, telur bebek berwarna biru kehijauan dan telur puyuh
berwarna dasar putih dengan bercak-bercak cokelat putih.26

Gambar. Cangkang Telur

17
Kulit telur merupakan sumber CaCO3 (kalsium karbonat) yang paling besar
dengan kadar yang mencapai 95%. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi limbah kulit telur adalah dengan mengolah limbah kulit telur menjadi
serbuk hidroksiapatit. Hidroksiapatit adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan sebuah ikatan yang mengandung ion kalsium yang dapat
dikombinasikan dengan orthophosphates, phyrophosphates, hidrogen atau hidroksida
yang merupakan bahan utama dalam pembentukan tulang dan enamel gigi, sehingga
disebut sebagai biomaterial.11

Cangkang telur ayam memiliki tiga lapisan yaitu kutikula, lapisan stratum
dan lapisan membran. Masing-masing lapisan tersebut memiliki kandungan kimia
tertentu. Kutikula merupakan lapisan terluar yang memiliki ketebalan µmdan sluran
pori, serta berfungsi melindungi telur dari kelembaban, mikroorganisme dan
membantu pertukaran gas yang akan mesuk ke dalam telur. Lapisan ini mudah
terkelupas oleh adanya asam lemah atau larutan pengkompleks logam ataupun
pencucian menggunakan air. Lapisan kutikula mengandung 90% protein
dansejumlah kecil karbohidrat dan lemak. Protein tersebut mengandung glisin, asam
glutamat, lisin, sistin dan tiroasin sedangkan karbohidratnya meliputi heksoamin,
galaktosa, manosa, glukosa dan asam sialat. Lapisan stratum adalah campuran dari
matriks protein yang dibuat sebelum dekomposisi kalsium karbonat, terdiri atas
lapisan vertikal, palisade dan lapisan mammilari. Seluruh lapisan mengandung 95%
zat anorganik (kalsium karbonat), 3,3% protein dan 1,6% air lembab. Lapisan kristal
tersiri atas kristal pendek dan tipis yang tersusun secara vertikal, sedangkan lapisan
palisade sanfat rapat dan keras karena struktur kristalnya terbrntuk dari kalsifikasi
dari kalsium karbonat yang mengandung sejumlah kecil magnesium, bergabung
dengan kolagen mambentuk suatu amtriks spons. Lapisan membran terdiri dari
membran luar dan dalam, terdiri dari 70% senyawa organik, 10% senyawa anorganik
dan 20% air. (Davis, 2002).27

18
Komposisi nutirisi cangkang telur ayam

Tabel. Komposisi nutrisi cangkang telur

Nutrisi Kandungan (% berat)


Air,% 29-35
Protein,% 1,4-4
Kalsium,% 35,1-36,4
CaCo3,% dari total Ca 90,9
Phosphorus,% 0,12
Magnesium,% 0,37-0,40
Pottasium,% 0,10-0,13
Sulphure,% 0,09-0,19
Alanin,% 0,45
Arginine,% 0,56-0,57
Asam aspartic,% 0,83-0,87
Csytine,% 0,37-0,41
Asam glutamic,% 1,22-1,26
Glycine,% 0,48-0,51
Histidine,% 0,25-0,30
Isoleucine,% 0,34
Leucine,% 0,57
Lycine,% 0,37
Methionine,% 0,28-0,29
Phenilalanine,% 0,54-0,62
Proline,% 0,64-0,65
Serine,% 0,45-0,47
Thereonine,% 0,45-047
Tyrosine,% 0,25-0,26
Valine,% 0,54-0,55

Kalsium (Ca) yang dibutuhkan dalam sintesis mineral apatit banyak terdapat
dalam sintesa mineral apatit banyak terdapat pada kulit telur ayam berupa kalsium
karbonat (CaCO3) sebesar 90.9%. Komposisi utama cangkang telur adalah kalsit,
yaitu bentuk kristalin dari kalsium karbonat (CaCo3). Bobot rata-rata sebuah
cangkang telur adalah sekitar 5 gr dan 40% adalah kalsium. Sebagian besar kalsium
dalam cangkang telur adalah mengendap dalam waktu 16 jam.G09rsa Berdasarkan

19
hasil penelitian, serbuk kulit telur ayam menagndung kalsium sebesar 401±7,2 gram
atau sekitar 39% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat. Terdapat pula strontium
sebesar 372±161µg, zat-zat beracun seperti Pb, Al, Cd dan Hg terdapat dalam jumlah
yang kecil, begitu pula dengan B, Fe, V, Zn, P, Mg, N, F, Se, Cu dan Cr.28

2.6. Scanning Elecrone Microscope (SEM)

SEM merupakan singkatan dari Scanning Electron Microscope adalah sebuah

mikroskop yang menggunakan elektron cahaya dalam menghasilkan sebuah gambar.

Sejak awal tahun 1950, mikroskop elektron telah banyak digunakan pada bidang

kedokteran dan memungkinkan para peneliti untuk melihat spesimen dengan jelas.29

SEM memiliki banyak keuntungan bila dibandingkan dengan mikroskop pada

umumnya. SEM memiliki jarak pandang luas dan lebih fokus yang memungkinkan

spesimen dapat diamati pada waktu yang bersamaan. SEM memiliki resolusi

tampilan gambar yang tinggi. Karena SEM menggunakan elektromagnetik, para

peneliti juga bisa mengontrol tingakat perbesaran objek yang diteliti. Semua

keunggulan, serta tampilan gambar yang sangat baik membuat SEM menjadi salah

satu instrumen yang banyak diminati dalam melakukan penelitian.29

Prinsip kerja SEM mirip dengan mikroskop optik, anmun memiliki perangkat yang

berbeda. Pertamam berkas elektron disejajarkan dan difokuskan oleh magnet yang

difokuskan oleh magnet yang di desain khusus berfungsi sebagai lensa. Energi

elektron biasanya 100keV yang menghasilkan panjang gelombang kira-kira0.04 nm.

Spesimen sasaran sangat tipis agar berkas yang dihantarkan tidak diperlambat atau

20
dihamburkan terlalu banyak. Bayangan akan di proyeksikan ke layar pendar atau

film. Berbagai distorsi yang terjadi akibat masalah pemfokusan dengan lena

megnetik membatasi resolusi hingga sepersepuluh nanometer.12

Gambar. Skema kerja SEM (Scanning Electron Microscopy)

Detektor mengumpulkan X-Ray, backscattered electron dan secondary electron


dan mengubahnya menjadi sinyal yang dikirim ke sebuah layar yang mirip dengan
layar televisi. Hal ini menghasilkan gambar akhir (Gambar 10)

21
Gambar 10. Detektor pada SEM

22
23
BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka teori

Enamel
Tetracycline
Makanan
Faktor Prophyria
Minuman Faktor Trauma
Rokok Ekstrinsik Intrinsik
Dentin
Diskolorisasi dysplaia

Ca10(PO4)6OH2

Bleaching

Over the counter In-Office Home Bleaching


Bleaching

Demineralisasi

Kalsium
Pengaplikasian pasta cangkang telur Karbonat

Remineralisasi

SEM
(Scanning Electrone Microscope)

24
3.2. Kerangka konsep

Gigi pasca ekstraksi

Perlakuan Kontrol

Perendaman saliva Perendaman saliva


buatan buatan

Bleaching Air suling

Karbamid Peroksida
Ca10(PO4)6OH2 10Ca2++6PO43-2OH-

10% 30% 35%

Ca10(PO4)6OH2 10Ca2++6PO43-2OH- Pelepasan mineral


enamel

SEM
(Scanning Electrone Microscope)

Terjadi perubahan mikrostruktur enamel


berupa mikroporositas, kekasaran dan
cekungan yang dangkal

25
Keterangan:

Variabel Sebab Variabel Akibat

Variabel Antara Variabel Kendali

26
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian adalah time series.

4.2. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian adalah pre test post test control group design.

4.3. Lokasi dan waktu penelitian

4.3.1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrostruktur dan Laboratorium

Fisika Biomaterial Universitas Negeri Makassar.

4.3.2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- April 2016

4.4. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi insisivus rahang atas

manusia yang telah diekstraksi disekitar Kota Makassar. Sampel gigi yang

diekstraksi, dibersihkan dan direndam pada larutan normal saline, kemudian dipilih

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

27
4.4.1 Jumlah sampel

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 11 sampel dengan 2

kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri atas 5 sampel, yaitu gigi

insisivus.

4.4.2. Kriteria sampel

4.4.2.1. Kriteria inklusi

1. Gigi insisivus rahang atas.

2. Gigi setelah perawatan bleaching.

3. Dicabut karena alasan periodontal.

4. Dicabut karena alasan ortodontik.

5. Mahkota gigi baik dan utuh (tidak ada karies, tidak atrisi, tidak abrasi, dan tidak erosi).

6. Gigi tidak ada tambalan.

4.4.2.2. Kriteria eksklusi

1. Gigi pernah mengalami perawatan saluran akar.

2. Gigi pernah mengalami perawatan ortodonti cekat.

3. Gigi yang fraktur.

4. Gigi yang terdapat anomali pada struktur seperti hypoplasia email.

4.5. Variabel penelitian

4.5.1. Variabel menurut fungsinya

a. Variabel sebab : Aplikasi pasta cangkang telur ayam

b. Variabel akibat : Remineralisasi morfologi enamel gigi

c. Variabel antara : Proses kalsinasi cangkang telur ayam.

28
d. Variabel kendali : Temperatur, durasi presipitasi dan keterampilan

operator SEM

e. Variabel tak terkendali : Variasi komposisi dan struktur gigi.

f. Variabel moderator : Jenis cangkang telur ayam.

g. Variabel random : cara penyimpanan cangkang telur ayam.

4.5.2. Variabel menurut skala pengukuran

Variabel menurut skala pengukuran yang digunakan yaitu Kategorik (Ordinal) dan

Numerik (Ratio).

4.6. Definisi operasional

a. Pasta cangkang telur adalah pasta yang terbuat dari cangkang telur sebagai bahan baku

untuk sintesis hidroksiapatit yang berasal dari kalsium oksida yang diperoleh dari

kalsinasi yang dibuat di Laboratorium Fisika Material Universitas Negeri Makassar.

b. Morfologi email adalah adalah tampilan permukaan enamel berupa prismatik enamel yang

hanya bisa dilihat dengan menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM)

c. Bleaching adalah proses pemutihan gigi pada sampel dengan menggunakan pasta buah

stroberi dan hidrogen peroksida.

d. Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang memiliki

kemampuan untuk memperlihatkan mikrostruktur permukaan email sampel penelitian.

SEM memiliki perbesaran 10-30.000 kali, depth of field 4-0,4 mm, dan resolusi sebesar

1-10 nm. Penelitian ini menggunakan pembesaran 2000x

e. Kekasaran permukaan email adalah tampak permukaan email yang tidak rata

(ireguler).

f. Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara penempatan


mineral anorganik pada permukaan gigi yang telah kehilangan mineral

29
4.7. Kriteria penilaian

Kriteria untuk mengetahui perubahan morfologi email gigi yaitu dengan cara

membandingkan kelompok kontrol dan kelompok sampel yang telah diaplikasikan pasta

cangkang telur selama 8 jam per hari selama 2 minggu. Pengamatan sampel dilakukan

dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).

4.8. Bahan dan alat penelitian

4.8.1. Bahan penelitian

1. Gigi insisivus rahang atas

2. Pasta cangkang telur

3. Bubuk pumice

4. Larutan normal saline

5. Saliva buatan (pH=6,8)

6. Aquades

4.8.2. Alat penelitian

1. Mikromotor dan handpiece

2. Bur brush

3. Mikrobrush

4. Carnorundum disc

5. Tissue

6. Air blower (pus-pus)

7. Stopwatch

8. Jangka sorong atau penggaris

9. Spidol hitam permanen

30
10. Wadah plastik kecil

11. Scanning Electron Microscopy (SEM)

4.9. Prosedur penelitian

4.9.1. Persiapan sampel

1. Sampel gigi yang baru diekstraksi disimpan di dalam larutan normal saline untuk menjaga

kondisi gigi agar tidak rusak.

2. Bersihkan permukaan mahkota gigi dari debris, kalkulus dan kotoran lainnya dengan

menggunakan bur brush dan pumice.

3. Gigi dibilas dengan aquadest. Masukkan seluruh gigi ke dalam wadah yang berisi

aquadest.Lakukan pengulangan sebanyak dua kali sehingga permukaan gigi menjadi

bersih.

4. Ambil gigi satu per satu menggunakan pinset, lalu keringkan menggunakan tissue dan air

blower (pus-pus).

4.9.3. Perendaman spesimen gigi pada saliva buatan

Setelah dilakukan pembersihan pada spesimen gigi dengan aquades, sampel tersebut

direndam dalam saliva buatan untuk menjaga sampel tetap dalam keadaan seperti dalam

rongga mulut. Perendaman dengan saliva buatan dilakukan selama 24 jam. Setelah dilakukan

perendaman, sampel kemudian dibersihkan kembali dengan menggunakan aquades.

4.9.4. Pengamatan sampel

Setelah dilakukan perendaman sampel dengan saliva buatan, sampel kemudian diamati

dengan alat Scanning Electron Microscopy yang bertujuan untuk sebagai kelompok kontrol.

31
4.9.5. Pengaplikasian pasta cangkang telur sebagai bahan remineralisasi gigi.

Setelah dilakukan pengamatan dengan alat Scanning Electron Microscopy , sampel

tersebut kemudian diaplikasikan pasta cangkang telur dengan 2 kelompok perlakuan yang

berbeda masing-masing tiap kelompok terdiri dari gigi 5 gigi insisivus.. Kelompok pertama

dilakukan pengaplikasian pasta buah stroberi dengan konsentrasi 30%, kelompok kedua

pengaplikasian hidrogen peroksida dengan konsentrasi 35%. Pengaplikasian pasta buah

stroberi dan hidrogen peroksida dilakukan dengan range waktu 30 menit, 60 menit, 90 menit,

120 menit dan 150 menit. Pada tiap range waktu diaplikasikan pasta cangkang telur.

Kemudian dilakukan kembali perendaman pada saliva buatan selama 25 jam.

4.9.6. Pengamatan sampel

Sampel diamati kembali menggunakan Scanning Electron Microscopy dengan

pembesaran 2000x.

4.10. Data

4.10.1. Jenis data

Jenis data yang digunakan yaitu data primer

4.10.2. Pengolahan data

Sistem pengolahan data menggunakan SPSS versi 18 for windows 7.0

4.10.3. Penyajian data

Penyajian data dalam bentuk grafik dan narasi.

4.10.4. Analisis data

Analisis data yang digunakan yaitu uji Chi-Square.

32
33
DAFTAR PUSTAKA

1. Noh Charanee Tiara dan Syafriadi Mei. Pengukuran kadar kalsium saliva terlarut pada
gigi yang dilakukan ekternal bleaching dan dipapar dengan Streptococcus mutans.
Jurnal PDGI. 2014; 2(63): 63-64.
2. Fearon Johny. Tooth whitening: concept and controversies.Journal of the Irish Dental
Association. 2007; 53(3): 134.
3. Fauziah Cut, Fitriyani Sri, Diansari Viona. Colour change of enamel after application
of Averrhoa bilimb. Journal of Dentistry Indonesia. 2012; 3(19): 53-4.
4. Meizarini Asti dan Rianti Devi. Tooth bleaching material with ADA/ISO certificate.
Maj. Ked. Gigi (Dent J). 2005; 2(8): 73-5.
5. Riani Dwi Meiyestri, Oenzil Fadil, Kasuma Nila. Pengaruh aplikasi bahan pemutih
gigi karbamid peroksida 10% dan hidrogen peroksida 6% secara home bleaching
terhadap kekeasan permukaan email gigi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2): 347-
8.
6. L
7. Miranda Baptisa Carolina, Pagani Clovis, Benetti Raquel Ana, Matuda da Silva
Fabio. Evaluation of the bleaching human enamel by scanning electrone microscopy.
Journal of Apllied Oral Sciene. 2005; 13(2): 205-9.
8. Al-Qahtani Q Mohammed. Tooth bleaching procedures and their controversial effect:
a literature review. The Saudi Dental Journal. 2014: 36-8.
9. Mihu Mihaela Carmen, Dudea Diana, Melincovici Carmen, Bosca Bianca. Tooth
enamel, the result of the relationship between matrix proteins and hydroxyapatite
crystals. Applied Medical Informatics. 2008; 4(23): 68.
10. Hemagaran Gemimaa dan Neelakantan Prasanna. Remineralization of the tooth
structure-the future of dentistry. International Journal of PharmTech Research. 2014;
2(6): 488-90
11. Mahreni, Sulystiwati Erwin, Sampe Saeful, Chandra Wilyam. Pembuatan
hidroksiaptit dari kulit telur. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”
2012; Maret 6, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional
Vetran, Yogyakarta, 2012. p. 1-2
12. Sabel Nina. Enamel of primary teeth-morphological and chemical aspects. Swedish
Dental Journal Supplement 222; 2012: 58
13. Mihu Mihaela Carmen, Dudea Diana, Melincovici Carmen, Bosca Bianca. Tooth
enamel, the result of the relationship between matrix proteins and hydroxyapatite
crystals. Applied Medical Informatics. 2008; 4(23): 68.
14. Scheid C. Rickne dan Weiss Gabriela. Woelfel anatomi gigi. 8th Ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2011. pp.11.
15. Miranda Baptisa Carolina, Pagani Clovis, Benetti Raquel Ana, Matuda da Silva
Fabio. Evaluation of the bleaching human enamel by scanning electrone microscopy.
Journal of Apllied Oral Sciene. 2005; 13(2): 205-9.
16. Fauziah Eva, Suwelo S Ismu, Soenawan Hendarlin. Kandungan unsur fluorida pada
email gigi tetap muda yang ditumpat semen ionomer kaca dan kompomer. Indonesian
Journal of Dentistry. 2008; 15(3): 206.
17. Berkovitz BKB, Moxham BJ, Linden R.W.A. Master dentistry oral biology. 3rd Ed.
New York. Elsevier. 2011. Pp

34
18. Wang Xiaojie. (2008) Structural aspects of belaching and fluoride application on
dental enamel. Thesis, Hamburg University.
19. Stavrianos C, Papadopoulos C, Vasidialis L, Dagkalis P, Stavrinaou I, Petalotis N.
Enamel strusture and forensic use. Research Journal of Biological Sciences. 2010;
5(10): 651-2.
20. Stosic Nenad, Dacic Stevan, Simonovic Dacic Dragica. Morphological variations of
the cemento-enamel junction in permanent dentition. Acta Facultasis Medicae
Naissensis. 2015; 32(3): 210-11.
21. Arambawatta Kapila, Peiris Roshan, Nanayakkara Deepthi. Morphology of the
cemento-enamel junction in premolar teeth. Journal of Oral Science. 2009; 4(51):
625-6.
22. Suprastiwi Endang. Penggunaan karbamid peroksida sebagai bahan pemutih gigi.
Indonesian Journal of Dentistry. 2005; 12(3): 139-145.
23. Jose P, Suresh M, Kavitha S, Mahalaxmi S. Mineral loss before and after bleaching
and mineral uptake on application of remineralizing agent. Indian Journal of
Multidisciplinary Dentistry 2010; 1(1): 47-9.
24. Saleha, Halik Muthmainnah, Annisa Nuur, Sudirman, Subaer. Sintesis dan
karakterisasi hidroksiapatit dari nanopartikel kalsium oksida (CaO) cangkang telur
untuk aplikasi dental implant. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY;
April 25, Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar, 2015, pp: 124-5.
25. Wardani Sri Novika, Fadli Ahmad, Irdoni. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur
dengan metode presipitasi. JOM FTEKNIK Feb. (2)1.p: 1-3.
26. Wirakusumah S Emma. Menikmati telur. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama;
2005.p. 15-7.
27. Hincke T Maxwell, Nys Yves, Gautron Joel, Mann Karlheinz, Navarro B Alejandro,
McKee D Marc. The eggshell: structure, composition and mineralization. Frontiers in
Bioscience. Jan: 1268-9.
28. Schasfmaa A, Pakan I, Hofstede JH G, Muskiet A J F, Der Veer Van, Vries De PJ F.
Mineral, amino acid and hormonal composition of chicken eggshell powder and the
evaluation of its use in human nutrition. Poulutry Science 79. 2000.
29. Scanning Electron Microscope.http://www.purdue.edu/ehps/rem/rs/sem.htm (15
September 2014).

35

Anda mungkin juga menyukai