Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MEKANISME REMINERALISASI CPP ACP

DALAM MELINDUNGI DEMINERALISASI

DALAM BLEACHING

Disusun oleh :
Drg. Debby Hendrawan, Sp.KG
NIP. 19761117 200903 1 002

RUMAH SAKIT JIWA MENUR


PROVINSI JAWA TIMUR
2

MEKANISME REMINERALISASI CPP ACP DALAM MELINDUNGI

DEMINERALISASI DALAM BLEACHING

PENDAHULUAN

Kebutuhan masyarakat akan perawatan estetik sangat tinggi. Bleaching,

yang merupakan salah satu terapi di kedokteran gigi bidang konservasi gigi estetik

yang banyak dipilih dan memberi hasil yang baik. Terlepas dari hasil estetik yang

baik, banyak studi menyatakan bahwa bleaching gigi menurunkan kandungan

kalsium, fosfat, fluoride dan menyebabkan sifat mekanik enamel berkurang seperti

microhardness dan kekuatan enamel. Pelunakan permukaan, hilangnya mineral dan

peningkatan kemungkinan erosi atau karies dan penurunan resistensi terhadap erosi

setelah bleaching menurut Maleki-Pour et al, 2011.

Bleaching gigi dapat diperoleh dengan penggunaan bahan bleaching di

klinik dokter gigi atau disebut “in office bleaching” maupun di rumah atau disebut

juga “home bleaching” (ADA, 2002). Semua bahan pemutih gigi, kecuali pasta gigi,

mengandung hidrogen peroksida (atau bahan kimia yang akan mengkonversi

menjadi hidrogen peroksida) sebagai bahan aktifnya. Hidrogen peroksida bekerja

dengan mengoksidasi enamel dan dentin, menurunkan struktur internal enamel dan

dentin tersebut (Leoni, 2010).

Proses bleaching dimulai saat radikal bebas dilepaskan, yang secara kimia

berinteraksi dengan molekul pigmen pada jaringan keras gigi dan mengecil.

Hidrogen peroksida merupakan bahan oksidasi yang kuat dan dikenal juga sebagai

bahan pemutih gigi yang paling efektif. Mekanisme bleaching melibatkan degradasi

matriks ekstraseluler dan oksidasi chromophors, yang dapat ditemukan pada

enamel dan dentin (Alves et al, 2011).

Meskipun bleaching menunjukkan hasil yang memuaskan, pemutihan gigi

juga mempunyai berbagai efek samping. Demineralisasi merupakan salah satu efek

samping bleaching yang sangat merugikan dengan terjadinya kehilangan kalsium,


3

fosfor dan fluoride. Filiz et al pada tahun 2012 telah melaporkan bahwa aplikasi

bahan office bleaching seperti hidrogen peroksida 38% mengakibatkan penurunan

kadar mineral dalam enamel dan dentin.

Enamel gigi adalah jaringan tubuh manusia yang paling bermineral.

Komposisi enamel gigi mengandung 96% bahan anorganik dan 4% bahan organik

dan air. Kalsium yang terkandung dalam enamel merupakan bagian terbesar dari

bahan anorganik tersebut, diikuti elemen lain seperti natirum dan magnesium

(Gutiérrez-Salazar & Reyes-Gasga, 2002).

Peran mineral dalam enamel sangat penting sehingga proses demineralisasi

akibat bleaching menjadi hal yang penting dalam kerentanan gigi terhadap karies.

Studi in vitro telah menunjukkan korelasi dekat antara efek bahan bleaching dan

perubahan pada permukaan enamel. Ada juga beberapa laporan yang menyatakan

bahwa bahan bleaching mengakibatkan perubahan secara kimia dan mikrostruktur

pada enamel, serupa dengan lesi awal karies, tapi telah tercatat bahwa perubahan-

perubahan ini tidak signifikan secara klinis. Proses demineralisasi dimulai dengan

hilangnya ion kalsium dari permukaan kristal apatit yang membentuk sebagian

besar dari jaringan keras gigi. Dalam keadaan normal, kehilangan mineral atau

demineralisasi ini dapat diimbangi oleh pengembalian kalsium (remineralisasi) dari

microenvironment gigi. Proses dinamis dari demineralisasi dan remineralisasi

berlangsung terus-menerus pada lingkungan oral yang baik. Pada lingkungan yang

kurang baik, tingkat remineralisasi tidak cukup menetralisir tingkat demineralisasi,

dan dengan demikian karies dapat terjadi (Tezel & Kemaloglu, 2012).

Casein phosphopeptide-amorphous calcium phosphate (CPP-ACP)

merupakan nanocomplex dari ion kalsium, ion fosfat dan ion hidroksida yang

distabilkan oleh casein phosphopeptide (Cochrane et al, 2008). Casein

Phosphopeptide (CPP) merupakan kelompok peptida yang berasal dari casein,

bagian dari protein yang terjadi secara alami dalam susu. Susu adalah makanan

protein yang sangat baik dalam menyediakan asam amino esensial dan nitrogen
4

organik untuk manusia dan hewan dari segala usia. Susu juga mengandung faktor

yang memiliki sifat antikariogenik yaitu kalsium, fosfat, kasein dan lipid (Aimutis

et al, 2004).

CPP dianggap memiliki bioavailibilitas kalsium yang tinggi dan memiliki

kemampuan dalam menstabilkan kalsium dan fosfat pada saliva serta mengikat plak

pada permukaan gigi. Hal ini disebabkan oleh ikatan CPP yang mampu menjaga

kalsium dan fosfat pada saliva tetap dalam keadaan amorf-kristalin yang artinya

stabil, kemudian ion kalsium dan fosfat dapat dengan mudah beradhesi ke enamel

gigi sehingga mengurangi resiko demineralisasi enamel dan membantu proses

remineralisasi gigi (Santhosh, 2012).

Oshiro et al, pada penelitiannya di tahun 2006 menyatakan bahwa CPP-

ACP efektif dalam mencegah demineralisasi kalsium enamel dan dentin. Dan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Maleki-Pour et al pada tahun 2011, dinyatakan

bahwa office bleaching menyebabkan penurunan kekerasan pada enamel dan

aplikasi CPP-ACP membantu meningkatkan kembali kekerasan enamel gigi

tersebut. Penurunan kekerasan enamel ini dapat terjadi karena demineralisasi

kalsium akibat aplikasi bahan bleaching.

Oleh karena itu, artikel ini bertujuan mengukur mengetahui peranan CPP-

ACP pada enamel gigi yang telah dilakukan terapi bleaching menggunakan office

bleaching hidrogen peroksida 40%.

TINJAUAN PUSTAKA

Enamel dan Komposisi Enamel

Enamel merupakan lapisan terluar yang menutupi mahkota gigi, dan

merupakan suatu jaringan dengan kalsifikasi yang paling keras oleh karena

kandungan garam mineralnya yang tinggi (Gutierrez-Salazar & Reyes-Gasga,

2002).
5

Enamel gigi merupakan bagian yang mengandung mineral paling banyak

pada tubuh manusia. Enamel mengandung 92-96% bahan anorganik berupa Ca 37%,

NaO 5%, PO4 55%, CO3 3,5% dan 4% bahan organik dan air. Bahan anorganik

tersebut sebagian besar adalah kalsium fosfat yang tersusun dalam bentuk

hidroksiapatit heksagonal dengan formula kimia Ca10(PO4)6·2(OH). Analisa

enamel dan dentin dengan sinar x-ray dalam spektroskopi juga memperlihatkan

adanya unsur sodium, klorida dan magnesium dalam jumlah kecil (Gutierrez-

Salazar & Reyes-Gasga, 2002).

Komposisi enamel berbeda dengan dentin. Enamel hampir seluruhnya

terdiri dari zat organik, sedangkan sel-sel ameloblas hilang pada waktu gigi

bererupsi. Jadi, enamel merupakan suatu zat yang berbeda dari bahan keras lain.

Enamel paling keras, tapi karena enamel pada gigi tipis, enamel juga paling getas

atau rapuh. Enamel tidak mempunyai sel sehingga tidak dapat tumbuh lebih tebal

dan tidak mempunyai daya reparatif jika rusak atau patah (Putri et al, 2009).

Tabel 1 memperlihatkan kandungan berbagai unsur dalam enamel dan

dentin pada bagian permukaan, bagian tengah serta pada bagian enamel-dentin

junction. Dari tabel tersebut, dapat dilihat konsentrasi kalsium pada berbagai

permukaan enamel tidak jauh berbeda.

Kandungan mineral dalam enamel dan dentin

Sumber: Gutierrez-Salazar M.P., Reyes-Gasga J. 2002


6

Struktur Enamel

Enamel terdiri atas jutaan enamel rod atau prisma yang merupakan struktur

komponen terluas. Struktur ini berubah-ubah jumlahnya dari kira-kira 5 juta pada

insisivus mandibula sampai sekitar 12 juta pada molar maksila. Prisma ini

memanjang dari arah perbatasan enamel dan dentin ke permukaan enamel, serta

saling mengikat satu sama lain. Pada potongan melintang tampak seperti keyhole

yang terdiri atas kepala dan ekor. Arah prisma ke permukaan tidak lurus

melainkan bergelombang.

Enamel rod terisi banyak sekali kristal-kristal yang diberi nama apatit.

Bentuk kristal apatit sepintas seperti jarum dan disebut needle crystal. Pada

potongan melintang, penampang berbentuk segi enam (heksagonal).

Setiap kristal terdiri atas banyak molekul yang berhubungan satu sama lain

secara simetris. Hubungan simetris inilah yang membedakan kristal dengan zat lain.

Rumus kimia molekul kristal apatit adalah Ca10(Po4)6(OH)2;Ca10(Po4)6(OH)F dan

Ca10(Po4)6F2. Meskipun rumus kimia molekul berlainan, kristal apatit selalu

memiliki bentuk yang sama (heksagonal).

Jika rumus kimia molekul dalam kristal adalah Ca10(Po4)6F2 maka kristal ini

disebut fluor apatit. Jika rumus kimia molekul dalam kristal adalah

Ca10(Po4)6(OH)F, kristal ini disebut hidroksi fluor apatit. Jika rumus kimia molekul

dalam kristal adalah Ca10(Po4)6(OH)2, kristal ini disebut hidroksi apatit.

Surface enamel lebih banyak mengandung fluor apatit sehingga lebih tahan

terhadap serangan asam. Subsurface enamel lebih banyak mengandung

hidroksiapatit sehingga lebih mudah dilarutkan oleh asam.

Pada bagian kepala prisma terdapat “prism sheath” yang di dalamnya

terdapat kristal hidroksiapatit. Sumbu kristal sejajar dengan arah prisma di dasar

prisma dan tampak memanjang diujung prisma. Di antara kristal terdapat celah
7

berisi matriks yang sukar diamati sebab terdiri dari zat berupa gel yang tidak

berstruktur. Bentuk gel tersebut memungkinkan matriks mengikat kristal. Di antara

kristal juga terdapat cross striations dan di bagian lebih luar terdapat

striae of retzius yang arahnya dari perbatasan enamel-dentin ke permukaan

bersudut tajam (Putri et al, 2009 & Andriyantini, 2013).

kepala

prism sheath

ekor

Gambar 2.1 Enamel rod (Andriyantini, 2013)

Kristal hidroksiapatit

matriks

Gambar 2.2 Kristal hidroksiapatit (Andriyantini, 2013)

Demineralisasi

Demineralisasi enamel adalah rusaknya hidroksi apatit gigi yang merupakan

komponen utama enamel akibat proses kimia. Kondisi demineralisasi enamel

terjadi bila larutan di sekeliling permukaan enamel lebih rendah dari pH5,5, dan
8

konsentrasi asam yang tidak berdisosiasi itu lebih tinggi di permukaan enamel,

daripada di dalam enamel.

Demineralisasi enamel terjadi melalui proses difusi, yaitu proses

perpindahan molekul atau ion yang larut dalam air ke atau dari dalam enamel ke

saliva karena ada perbedaan konsentrasi keasaman di permukaan dan di dalam

enamel gigi (Prasetyo, 2005).

Struktur hidroksiapatit (Ca10(Po4)6(OH)2) pada enamel akan larut menjadi

ion kasium (Ca2+); fosfat (PO43-), fluorida (F-), dan hidroksida (OH-) dalam suasana

asam. Ion hidrogen (H+) akan bereaksi dengan gugus PO4-9, F-, atau OH membentuk

asam fosfat (HPO42-), asam fluorida (HF) atau air (H2O), sedangkan yang kompleks

terbentuk kalsium fosfat (CaPO4). Kecepatan melarutnya mineral enamel

dipengaruhi oleh pH, konsentrasi asam, waktu dan konsentrasi ion kalsium-fosfat

(Prasetyo, 2005).

Reaksi kimia pelepasan ion kalsium dari enamel gigi dalam suasana asam

ditunjukkan dalam persamaan reaksi berikut:

CalO (PO4)6 F2 CalO (PO)6 F2 + 2n H+

Padat terlarut

N Ca2+ + CalO – n H20 – 2n (PO4)6 F2

terlepas padat

(Prasetyo, 2005)

Remineralisasi

Proses remineralisasi terjadi apabila pada kondisi fisiologis saliva dan

mineral kalsium (Ca), fosfat (PO4), dan fluoride (F) mencapai keadaan

supersaturasi. Selama proses remineralisasi kristal apatit, kalsium-fosfat

mengalami deposisi dalam enamel yang sebelumnya mengalami suatu

demineralisasi, proses ini disebut enamel repair atau rehardening. Jumlah deposisi

mineral pada proses remineralisasi lebih kecil daripada mineral yang hilang, namun

jumlah mineral yang hilang akan menjadi relatif berkurang (Cury & Tenuta, 2009).
9

Perubahan Warna Gigi

Stain atau pewarnaan gigi dapat terjadi melalui 3 cara: (1) stain melekat

langsung pada permukaan gigi melalui acquireed pelicle, (2) stain mengendap pada

kalkulus dan deposit lunak, dan (3) stain bersatu dengan struktur gigi. Stain yang

melekat langsung pada permukaan gigi dan stain yang mengendap pada kalkulus

dapat dihilangkan dengan scaling dan dipoles, sedangkan stain yang bersatu dengan

struktur gigi hanya bisa dihilangkan dengan bleaching (Putri et al, 2009).

Faktor Ekstrinsik

Perubahan warna ekstrinsik adalah perubahan warna yang terletak pada

permukaan luar dari struktur gigi dan disebabkan oleh bahan topikal atau ekstrinsik

(Eriksen & Nordbi cit Manuel, 2010). Hal ini dapat dibagi menjadi dua kelompok;

langsung dan tidak langsung. Direct staining disebabkan oleh senyawa yang masuk

ke dalam lapisan pelikel, dan stain merupakan hasil dari warna dasar chromogen

tersebut. Direct Staining memiliki etiologi multi-faktorial dengan chromogens yang

berasal dari baik diet atau zat yang biasanya ditempatkan di mulut. Sedangkan

indirect staining disebabkan oleh interaksi kimia di permukaan gigi. Hal ini

biasanya berhubungan dengan antiseptik kationik dan garam logam. Bahan ini tidak

berwarna atau warnanya berbeda dengan stain yang dihasilkan pada permukaan

gigi (Natto cit Manuel, 2010). Secara tradisional, perubahan warna gigi ekstrinsik

juga dapat diklasifikasikan menurut asalnya, seperti logam atau non-logam (Eriksen

cit Manuel, 2010).

Faktor yang berpengaruh terhadap perubahaan warna ekstrinsik:

Diet : noda coklat pada permukaan gigi dapat terjadi karena endapan dari

tannin yang ditemukan di dalam teh, kopi and berbagai minuman lainnya (Hattab

& Qudeimat cit Manuel, 2010).

Oral hygine: Akumulasi plak, kalkulus dan partikel makanan menyebabkan

noda coklat atau hitam. Bakteri kromogenik juga diduga sebagai faktor etiologi
10

dalam produksi stain terutama pada margin gingiva gigi (Carranza & Newman cit

Manuel, 2010).

Kebiasaan: Tembakau dari rokok, cerutu, pipa dan mengunyah tembakau

menyebabkan noda coklat tua dan hitam persisten yang menutupi sepertiga sampai

setengah mahkota gigi (Mirbod & Ahing cit Manuel, 2010). Mengunyah paan

(menginang) menyebabkan warna ludah merah darah yang menyebabkan noda

merah kehitaman pada gigi, gingiva dan permukaan mukosa rongga mulut (Reichart

et al, Norton cit Manuel, 2010).

Faktor medikasi: Antiseptik kationik seperti chlorhexidine, cetylpyridinium

chloride dan obat kumur lainnya dapat menyebabkan staining setelah penggunaan

jangka panjang (Sulieman & Tredwin cit Manuel, 2010). Chlorhexidine, sebagai

contoh, memproduksi diskolorasi coklat sampai hitam. Kebanyakan bukti

mengindikasikan bahwa kemungkinan penyebab staining adalah pengendapan

kromogen diet anionik sampai ke kation teresap (Eriksen & Solheim cit Manuel,

2010).

Beberapa obat sistemik (e.g. minocycline, doxycycline, co-amoxiclav,

linezolid) juga menunjukkan tanda-tanda penyebab staining ekstrinsik. Zat logam

juga terlibat dalam perubahan warna gigi (e.g. oral solution mengandung zat besi,

obat kumur mengandung garam logam).

Pekerjaan dan faktor lingkungan: paparan bahan industri seperti besi,

mangan dan perak dapat mengakibatkan stain berwana hitam pada gigi. Merkuri

dan debu timbal dapat menyebabkan stain biru-hijau; tembaga dan nikel

menyebabkan stain hijau ke biru-hijau dan asap asam kromat dapat menyebabkan

noda oranye. Ada korelasi positif antara stain ekstrinsik gigi dan konsentrasi

elemen, terutama zat besi dalam sumber air (Pushpanjal cit Manuel, 2010).
11

Penyebab perubahan warna ekstrinsik dan warna staining yang diakibatkan


Klasifikasi Faktor Penyebab Contoh Warna

Non-Metalic Stains Diet Teh, Kopi, dsb Coklat sampai hitam

Oral Hygiene Plak, kalkulus & sisa Kuning/coklat


makanan

Bakteri kromogenik Coklat/hitam/hijau/oranye

Kebiasaan Merokok/mengunyah Coklat tua/hitam


tembakau

Menyirih Merah kehitaman

Metalic Stains Medikasi Antiseptik kationik Kuning kecoklatan

Minyak Kuning
essensial/obat kumur
phenolic

Antibiotik sistemik Hijau keabu-abuan

Medikasi Oral solution Hitam


mengandung zat besi

Garam tembaga Hijau


dalam obat kumur

Potasium dalam obat Ungu sampai hitam


kumur

Fluoride stannous Coklat keemasan

Perak nitrat Abu-abu

Pekerjaan dan Paparan zat besi, Hitam


Lingkungan mangan, perak

Paparan merkuri & Biru kehijauan


debu timbal

Tembaga & Nikel Hijau

Asap asam kromat Oranye gelap

Sumber: Manuel S.T., Abishek P., Khundabala M., 2010.

Faktor Intrinsik

Perubahan warna gigi karea faktor intrinsik berhubungan dengan

penggabungan material chromatogenic ke dalam enamel atau dentin selama proses

odontogenesis (pre-eruptive discoloration) atau setelah gigi erupsi post-eruptive

discoloration).
12

Pre-eruptive discoloration dapat terjadi akibat pajanan fluoride yang tinggi,

pemakaian obat tertentu (tetrasiklin), gangguan perkembangan bawaan

(dentinogenesis imperfecta), atau trauma pada gigi dalam masa perkembangan.

Pada penggunaan tetrasiklin, pewarnaan dapat terjadi pada gigi anak jika obat

dikonsumsi ibu yang hamil trisemester ketiga atau pada bayi atau anak usia dini.

Tetrasiklin mempunyai afinitas dengan jaringan tubuh yang termineralisasi dan

diresorbsi oleh tulang dan gigi. Tetrasiklin dapat menembus plasenta dan masuk ke

dalam sirkulasi darah janin (Putri et al, 2009).

Post-eruptive discoloration yang bersifat intrinsik dapat terjadi akibat

penuaan, nekrosis pulpa dan penyebab iatrogenik (Dahl & Pallesen. 2003). Pada

gigi pulpanya non-vital, perubahan warna dapat terjadi karena pembuluh darah dan

elemen jaringan pulpa pecah akibat adanya hemoragi di dalam kamar pulpa,

perawatan saluran akar, atau nekrosis dan dekomposisi jaringan pulpa. Selanjutnya

pigmen hasil dari dekomposisi hemoglobin dan jaringan pulpa berpenetrasi ke

dalam tubuli dentin (Putri et al, 2009).

Bleaching

Proses pemutihan gigi dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu pemutihan

gigi di klinik yang dikerjakan oleh dokter gigi dan perawatnya, dan pemutihan gigi

yang dikerjakan oleh pasien dirumah.

 In office bleaching

Pemutihan yang dilakukan dokter gigi dapat disebut juga in office bleaching.

Salah satu bahan yang dipakai untuk memutihkan gigi adalah hidrogen peroksida.

Konsentrasi hidrogen peroksida untuk in office bleaching lebih besar karena

dilakukan oleh dokter gigi profesional, yaitu berkisar antara 30-50% dengan waktu

kontak 1-2 jam per kunjungan (Dale dan Aschhem, 2001).

 At home bleaching
13

Pemutihan gigi yang dilakukan sendiri di rumah disebut juga at home

bleaching, yaitu pemutihan gigi vital dengan sendok cetak plastik yang dibuat

secara individual. Cara baru ini cukup nyaman dan efektif dari segi biaya. Caranya

adalah dengan mengisi sendok cetak dengan bahan pemutih dan menggunakannya

selama beberapa jam setiap hari atau sepanjang malam. Hasilnya bisa dilihat setelah

pemakaian selama enam minggu bahkan beberapa hari (Dale & Aschheim, 2001).

Selain penggunaan sendok cetak, juga dapat digunakan whitening strips yang relatif

lebih baru dan efisien (Sagel et al, 2002).

Pemakaian bahan pemutih gigi juga dibedakan menjadi eksternal dan

internal. Pemutihan gigi secara eksternal dilakukan pada permukaan luar gigi,

sedangkan pemutihan internal pada gigi non vital sehingga bahan pemutih dapat

diletakkan di dalam gigi (Goldstein & Garber, 1995).

Indikasi

Indikasi utama pemutih gigi adalah untuk memutihkan gigi yang menjadi

gelap secara fisiologis atau karena merokok atau noda dari material kromogenik.

Perawatan ini jauh lebih efektif pada noda yang berada tepat di bawah permukaan

enamel. Staining yang disebabkan oleh beberada kondisi dental juga dapat

diperbaiki oleh bleaching antara lain:

 Staining tetrasiklin ringan

 Fluorosis ringan

 Hipokalsifikasi ringan

 Staining kombinasi

(Bonsor & Pearson, 2013)

Kontraindikasi

Pada konsentrasi yang disarankan, produk bleaching aman untuk digunakan,

namun prosedur bleaching dikontraindikasikan pada beberapa kasus yaitu:

 Wanita hamil
14

 Ibu menyusui

 Anak-anak dibawah usia 14 tahun

 Pasien dengan penyakit ginjal atau menjalani dialisis ginjal

 Pasien dengan alergi terhapa hidrogen peroksida atau bahan lain pada

produk bleaching

 Perokok berat, kecuali pasien berhenti merokok selama perawatan dan

untuk seterusnya

 Amalgam stain pada jaringan gigi. Noda ini resisten terhadap bleaching

 Gigi desidui

 Gigi dengan kelainan patologis seperti karies gigi, restorasi yang kurang

efisien atau penyakit periradikuler.

(Bonsor & Pearson, 2013)

Efek samping, Resiko dan Bahaya

 Sensitivitas thermal

 Iritasi gingiva dan jaringan lunak

 Iritasi lambung

 Perubahan sensasi rasa

 Resorpsi cervical

 Resiko efek mutagenik

 Perubahan struktur enamel

 Kenaikan translusensi enamel, terutama insisal

 Efek merugikan terhadap bahan restorasi

(Bonsor & Pearson, 2013)


15

Mekanisme Kerja Bleaching

Walaupun proses office bleaching dan home bleaching berbeda, keduanya

berbasis hidrogen peroksida sebagai bahan aktif untuk bleaching walau konsentrasi

hidrogen peroksida dalam office bleaching dan home bleaching berbeda.

Hidrogen peroksida merupakan suatu oksidator dan mempunyai

kemampuan membentuk radikal bebas HO2 + O yang sangat reaktif. Mekanisme

bleaching berhubungan dengan kemampuan tersebut, dimana radikal bebas akan

masuk ke tubuli dentin melalui perantara enamel dan berinteraksi dengan molekul

organik pada dentin yang menyerap warna dan mengoksidasi makromolekul dan

noda-noda berpigmen, memecah diskolorasi gigi menjadi molekul yang lebih kecil

dan warna lebih terang. (Gokduman, 2005)

Proses ini dapat dipercepat menggunakan pemanasan dengan sinar

berintensitas cahaya rendah atau sinar dengan intensitas cahaya tinggi, misalnya

sinar kuring komposit konvensional, sinar laser, sinar plasma arc dengan intensitas

tinggi. Beberapa pabrik menyarankan penggunaan etsa asam sebelum aplikasi

pemutih kimia untuk mempertinggi penetrasi dari material pemutih. Namun

berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa etsa asam tidak memperbaiki

hasil pemutihan, bahkan gigi perlu dilakukan pemulasan akibat permukaannya

menjadi kasar karena penggunaan etsa asam tersebut (Meizarini & Rianti, 2005).

CPP-ACP

CPP-ACP merupakan singkatan dari Casein Phosphopeptide-Amorphous

Calcium Phosphate atau yang lebih dikenal dengan kompleks fosfopeptida kasein

dan kalsium fosfat amorf. Konsep dari CPP-ACP sebagai bahan remineralisasi

pertama kali diungkapkan pada tahun 1998 (Santosh et al, 2012).

Fosfopeptida kasein (CPP) adalah kelompok peptida yang berasal dari

kasein, bagian dari protein yang terjadi secara alami dalam susu. Susu adalah

makanan protein yang sangat baik dalam menyediakan asam amino esensial dan
16

nitrogen organik untuk manusia dan hewan dari segala usia. Susu juga mengandung

faktor yang memiliki sifat antikariogenik : kalsium, fosfat, kasein, dan lipid

(Aimutis & William, 2004 & Oshiro et al, 2007).

CCP dianggap memiliki bioavailabilitas kalsium yang tinggi dan memiliki

kemampuan dalam menstabilkan kalsium dan fosfat pada saliva serta mengikat plak

pada permukaan gigi. Hal ini dikarenakan ikatan CPP yang mampu menjaga

kalsium dan fosfat pada saliva tetap dalam keadaan amorf non-kristalin yang artinya

stabil, kemudian ion kalsium dan fosfat dapat dengan mudah beradhesi ke enamel

gigi sehingga terbukti mengurangi risiko demineralisasi enamel dan membantu

proses remineralisasi email gigi (Santosh et al, 2012).

Indikasi CPP-ACP

 Sebelum atau sesudah office bleaching

 Setelah ultrasonic, hand scalling atau root planing

 Setelah menjalani professional tooth cleaning (P.T.C.)

 Setelah aplikasi topical fluoride

 Memberi lapisan topikal untuk pasien yang mengalami erosi, xerostomia

atau Sjögrens syndrome

 Selama perawatan ortodontik

 Untuk pasien dengan resiko tinggi karies

 Untuk pasien dengan kebutuhan khusus

(GC Australia, 2010)

Kontraindikasi CPP-ACP

 Pasien dengan alergi susu

 Pasien dengan alergi bahan pengawet benzoat

(GC Australia, 2010)


17

PEMBAHASAN

Mekanisme Remineralisasi CPP-ACP

Berdasarkan beberapa eksperimen in vitro, telah ditemukan bahwa aktivitas

ion CaHPO4 mempunyai korelasi tinggi dengan tingkat remineralisasi lesi

subsurface enamel (Reynolds E.C. cit Mounth G.J. & Hume W.R., 2005). CaHPO4o

merupakan ion netral, yaitu ion dengan jumlah muatan positif (proton) sama dengan

jumlah muatan negatif (elektron) (Harnanto & Ruminten, 2009). Koefisien difusi

dari proses remineralisasi diperkirakan adalah 3 x 10-10 m2s-1 yang konsisten dengan

koefisien difusi untuk molekul netral yang melalui charged matrix. CaHPO4o dan

spesies yang terkait berdifusi ke dalam lesi enamel dan, dengan formasi ion Ca2+

dan PO43-, menaikkan derajat kejenuhan sehubungan dengan hidroksiapatit (HA).

Formasi dari HA pada lesi akan menyebabkan generasi asam dan fosfat termasuk

H3PO4, yang akan berdifusi keluar dari lesi yang menuruni gradien konsentrasi.

Hasilnya mengindikasikan bahwa ikatan CPP-ACP, bertindak sebagai reservoir

dari spesies ion netral CaHPO4o yang terbentuk dengan adanya asam. Asam dapat

dihasilkan oleh bakteri plak rongga mulut dan dalam keadaan ini, ikatan CPP-ACP

akan menetralkan pH plak dan memproduksi ion kalsium dan fosfat, khususnya

CaHPO4o. Naiknya CaHPO4o pada plak akan mengimbangi turunnya pH dengan

demikian mencegah demineralisasi enamel. Asam juga dihasilkan pada plak

sebagai H3PO4 dengan pembentukan HA pada lesi enamel selama proses

remineralisasi. Hal ini menjelaskan mengapa CPP-ACP merupakan bahan

remineralisasi yang efisien karena CPP-ACP akan mengkonsumsi H3PO4 yang

dihasilkan selama proses remineralisasi lesi enamel, menghasilkan CaHPO4o lebih,

dengan demikian mempertahankan gradien konsentrasi pada lesi. Hasil ini karena

itu konsisten dengan usulan mekanisme anti-kariogenik dari CPP-ACP menjadi

penghambat demineralisasi dan remineralisasi enamel melalui peningkatan

lokalisasi ACP pada permukaan gigi (Mount G.J. & Hume W.R., 2005).
18

Pemutihan gigi yang dikenal juga dengan sebutan bleaching yang berbasis

hidrogen peroksida (H2O2) merupakan suatu terapi yang bertujuan untuk membuat

gigi mendapatkan warna lebih cerah atau untuk membuat gigi yang bernoda

kembali pada warna normalnya. Pemutihan gigi ini terjadi didasarkan atas proses

oksidasi dimana bahan yang digunakan akan membentuk ion oksigen reaktif yang

berfungsi sebagai radikal bebas yang bersifat elektrofilik yang akan bergerak ke

daerah yang kaya akan ikatan ganda untuk memutus ikatan ganda menjadi lebih

sederhana sehingga secara visual akan terlihat perubahan warna menjadi lebih

terang (Rismanto et al, 2005), reaksi oksidasi ini terjadi pada ruang interprismatik

pada enamel.

Proses pemutihan gigi dapat menyebabkan demineralisasi gigi

mengakibatkan turunnya kadar mineral kalsium dari struktur enamel. Jika hal

tersebut berlanjut, dapat terjadi karies gigi. Kehilangan kadar kalsium terjadi oleh

karena asam dalam bahan pemutihan gigi yang melarutkan kalsium dari lapisan

enamel (Goldstein dan Garber, 1995).

Gigi terdiri dari matriks organik yang diperkuat dengan endapan garam

kalsium sebagai komposisi utama bahan anorganik. Kristal garam yang diendapkan

dalam gigi dikenal sebagai hidroksi apatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6·2(OH)

(Khoswanto, 2005 & Gutierrez-Salazar & Reyes-Gasga, 2002).

Demineralisasi enamel adalah rusaknya hidroksi apatit gigi yang merupakan

komponen utama enamel akibat proses kimia. Kondisi demineralisasi enamel

terjadi bila larutan di sekeliling permukaan enamel lebih rendah dari pH 5,5, dan

konsentrasi asam yang tidak berdisosiasi itu lebih tinggi di permukaan enamel,

daripada di dalam enamel.

Proses remineralisasi pada gigi sangat bergantung pada ion kalsium dan

fosfat serta dibantu oleh fluoride untuk membentuk lapisan baru pada lesi yang

terjadi akibat demineralisasi (Walsh, 2009). Kandungan kalsium dan fosfat pada
19

CPP-ACP berguna sebagai penyedia cadangan ion kalsium dan fosfat yang akan

bekerja untuk menggantikan ion kalsium dan fosfat pada enamel gigi yang

mengalami demineralisasi.

CPP-ACP adalah suatu sistem karier dimana ion kalsium dan fosfat yang

terdapat dalam CPP-ACP melekat pada enamel dan berubah bentuk menjadi kristal

kalsium fosfat. Peran CPP-ACP adalah melokalisasi ACP pada permukaan gigi,

sebagai buffer ion kalsium bebas dan fosfat, membantu untuk mempertahankan

saturasi dari enamel. Enamel gigi yang mengalami proses demineralisasi dapat

diperbaiki dengan pemberian ion kalsium dan fosfat yang terdapat dalam CPP-ACP

ke bagian dalam enamel untuk menggantikan mineral yang larut sehingga dapat

terjadi remineralisasi (Cross et al, 2005 & Afanty et al, 2009).

Dengan pengulasan CPP-ACP pada permukaan enamel dapat mempercepat

proses remineralisasi . Hal ini dikarenakan, adanya ikatan fisiko-kimia antara ion

Ca2+ dan PO43- serta senyawa kompleks CaHPO4 yang terurai pada proses

demineralisasi enamel gigi berikat kuat dengan ion kalsium, fosfat dan fluoride

yang terdapat pada CPP-ACP kemudian membentuk kristal fluorapatit

[Ca10(PO4)6(OH).F]. Bentukan kristal fluorapatit ini lebih tahan tehadap ion asam

dengan pH diatas 4,5 dibandingkan hidroksiapatit murni. Setelah ion kalsium dan

fosfat berdifusi ke dalam badan lesi maka melalui disosiasi akan menaikkan

aktivitas ion kalsium dan fosfat, sehingga akibatnya mengurangi perlekatan bakteri

pada permukaan enamel dan meningkatkan remineralisasi (Afanty et al, 2009).

SIMPULAN
Dengan pengulasan CPP-ACP pada permukaan enamel dapat mempercepat proses

remineralisasi . Hal ini dikarenakan, adanya ikatan fisiko-kimia antara ion Ca2+ dan

PO43- serta senyawa kompleks CaHPO4 yang terurai pada proses demineralisasi

enamel gigi berikat kuat dengan ion kalsium, fosfat dan fluoride yang terdapat pada

CPP-ACP kemudian membentuk kristal fluorapatit [Ca10(PO4)6(OH).F]. Bentukan


20

kristal fluorapatit ini lebih tahan tehadap ion asam dengan pH diatas 4,5

dibandingkan hidroksiapatit murni sehingga melindungi demineralisasi enamel

pada proses bleaching


21

DAFTAR PUSTAKA

Afanty A., Rantinah S.B.S., Utomo R.B. 2009. Pengaruh Aplikasi Pasta Casein
Phosphopeptide-Amorphous Calcium Phosphate Pada White Spot Gigi
Desidui. Jurnal Kedokteran Gigi vol.1. h 71-78

Aimutis, William R. 2004. Bioactive Properties of Milk Proteins With Particuar


focus on Anticariogenesis. J Nutr.p. 989-995.

Alves G.D.L., Jeronymo R.D.L., Silva E.G.D., Rocha M.F., Huhtala L., Torres
C.R.G., Munin E., Gomes A.P.M. 2011. Dental Bleaching with 35 and 38%
Hydrogen Peroxide and Immersion in Soft Drink: Analysis by Reflectance
and Fourier Transform-Raman Spectroscopy 2011. World Journal of
Dentistry, October-December 2011;(4):285-291. Available from :
http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?ID=2569&Type
=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/JPLOGO.gif&IID=205&isP
DF=YES . Accesed April 12, 2014.

American Dental Association. 2002. Statement on The Safety and Effectiveness of


Tooth Whitening Products. Available from : http://www.ada.org/1902.aspx.
Accesed March 28, 2014.

Andriyantini D. 2013. Struktur Enamel. Available from


http://www.scribd.com/doc/134658365/Struktur-Enamel. Accesed. May 7,
2014.

Aramintha A.T. 2014. Kadar Kalsium Dalam Saliva Buatan Setelah Aplikasi CPP-
ACP. Skripsi, Universitas Jember, Indonesia. h. vii-viii.

Bonsor S.J. & Pearson G.J. 2013. A Clinical Guide to Applied Dental Materials.
United Kingdom: Churchill Livingstone Elsevier. p. 311-323

Cochrane N.J., Reynolds E.C. 2012. Calcium Phospopeptide – Mechanisms of


action and Evidence for clinical efficacy. Adv Dent Res.2012; 24(2).pp; 41-
7.

Cross K.J., Huq N.L., Palamara J.E., Perich J.W., Reynolds E.C. 2005.
Physicochemical characterization of casein phosphopeptide amorphous
calcium phosphate nanocomplexes. J Biol Chem;280:15362-9

Cury J.A. & Tenuta L.M.A. 2009. Enamel Remineralization: Controlling The
Caries Disease or Treating Early Caries Lessions?. Braz Oral Res
2009;23(Spec Iss 1):23-30. Available from
http://www.scielo.br/pdf/bor/v23s1/05.pdf. Accesed. May 9, 2014.

Dahl J.E. & Pallesen U. 2003. Tooth Bleaching-A Critical Review of The
Biological Aspects. Available from
http://cro.sagepub.com/content/14/4/292.long. Accesed. May 6, 2014.

Dale B.G., Aschheim K.W. 2001. Bleaching and Related Agents. In Esthtic
Dentistry, 2nd ed. Mosby Inc. Missouri; (13):247-266.

GC Tooth Mousse Australia. Topical Creme With Bio-Available Calcium And


Phosphate. Avalaible at
http://www.gcasia.info/ProdDoc/Doc1/instructions_tm.pdf. Accesed
August 18, 2014.
22

Filiz Y., Sema S.O., Esra F., Sevil G. 2012. Effect of Office Bleaching Systems on
Chemical Compositions of Enamel and Dentin. Available from:
http://www.dishekdergi.hacettepe.edu.tr/htdergi/makaleler/20123.sayi06m
akale.pdf. Accesed: April 4, 2014.

Gokduman K. 2005. Effects of Hydrogen Peroxide Bleaching on Human Dentin


and Enamel Microstructure and Function. Thesis, Middle East Technical
University, Turkey.

Goldstein R.E., Garber D.A.1995. Complete Dental Bleaching. Chicago:


Quintessence Publishing.p.165.

Gutierrez-Salazar M.P., Reyes-Gasga J. 2002. Microhardness and chemical


composition of human tooth. Trabalho apresentado ni 1 Congresso da
Sociedade Brasileira em Materials, Rio de Janeiro vol. 6 no. 3. Available
from http://www.scielo.br/pdf/mr/v6n3/a11v6n3.pdf. Accesed. April 4,
2014.

Harnanto A., Ruminten. 2009.Kimia 1: Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat


Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Khoswanto, Christian dan Soeharjo, Istiati. 2005. Pengaruh Peningkatan


Konsentrasi Sukrosa Dalam Diet Terhadap Kadar Kalsium Gigi Tikus
Wistar. Maj. Ked. Gigi (Dent.J), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 4-7. Indonesia:
Universitas Airlangga

Leoni A. 2010. The Dangers of Teeth Whitening.


http://www.skidegate.ca/Newsletters/Jan21_10.pdf. Accesed February 19,
2015

Maleki-Pour M.R., Shirani F., Mirzakoochaki P., Kalbasi F.Z. 2011. Changes in
Bleached Enamel Microharness After Application of Fluoride and CPP-
ACP.

Manuel S.T., Abishek P., Kundabala M. 2010. Ethiology of Tooth Discoloration –


A Review. Nig Dent J Vol 18 No. 2 July - Dec 2010. Available from
http://eprints.manipal.edu/1970/1/21._Nig_Dent_J._2010_etio_discolo.pdf.
Accesed. April 4, 2014.

Meizarini A. & Rianti D. 2005. Bahan Pemutih Gigi dengan Sertifikat ADA/ISO.
Maj. Ked. Gigi (Dent J.) vol. 38 no. 2. Available from
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-07.pdf. Accesed May 6,
2014.

Mount G.J. & Hume W.R. 2005. Preservation and Restoration of Tooth Structure
2nd ed. Australia: Knowledge Book and Software. p 114-118.

Oshiro M., Yamaguchi K., Takamizawa T., Inage H., Watanabe T., Irokawa A.,
Ando S., Miyazaki M. 2006. Effect of CPP-ACP Paste on Tooth
Mineralization : an FEM – SEM study. J of Oral Science. 2007; 2(49). pp.
115-120

Prasetyo E.A. 2005. Kekerasan Minuman Ringan Menurunkan Kekerasan


Permukaan Gigi. Available from
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-04.pdf. Accesed:
May 9, 2014
23

Putri M.H., Herijulianti E., Nurjannah N. 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan
Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. h. 16-19.

Rismanto D.Y., Dewayani I., Dharma R.H. 2005. Dental Whitening, PT Dental
Lintas Mediatama : Jakarta.

Sagel P.A., Jeffers M.E., Gibb R.D., Gerlach R.W. 2002. Overview of a
Professional Tooth-Whitening System Containing 6,5% Hydrogen Peroxide
Whitening Strips. Compend Contin Educ Dent 23:9-15.

Santhosh B.P., Jethmalani P., Shashibhushan K.K., Subba Reddy V.V. 2012. Effect
of Phosphate Containing Chewing Gum on Salivary Concentration of
Calcium and Phosphorus : An in vivo study. J Indian Soc Pedod Prev
Dent., Apr – Jun 2012;(30)2: 146-150.

Suandi D.A.P. 2013. Pemeriksaan Kesalahan-Kesalahan. Available from:


http://www.academia.edu/7411281/PEMERIKSAAN_KESALAHAN-
KESALAHAN_Dwi_Anggraeni_Putri_Suandi_1208105042. Accesed :
Feb 17, 2015

Tezel H., Kemaloglu H. 2012. Susceptibility of Enamel Treated with Bleaching


Agents to Mineral Loss After Cariogenic Challenge. Available from:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/32164.pdf. Accesed: April 4, 2014.

Walsh L.J. 2009. Contemporary technologies for remineralization therapies: A


review. INTERNATIONAL DENTISTRY SA VOL. 11, NO. 6. Available
from: http://www.moderndentistrymedia.com/nov_dec2009/walsh.pdf.
Accessed: December 27, 2014

Warriner C., Speller C., Collins M.J. 2014. A New Era in Paleomicrobiology:
Prospects For Ancient Dental Calculus As A Long-Term Record of The
Human Oral Microbiome. Phil. Trans. R. Soc. B 370: 20130376. Available
at:
http://rstb.royalsocietypublishing.org/content/royptb/370/1660/20130376.f
ull.pdf. Accesed February 18, 2014

Anda mungkin juga menyukai