KELOMPOK 1 :
1. Sarnati (8495)
2. Faridah Yahdini (8497)
3. Dewa Ayu Dewi S.P (8604)
4. Rafika Chintya D. (8653)
5. Titik Okta Suryani (8655)
6. Ria Hartatama R. (8657)
7. Varadita Vebri (8661)
8. Yeni Witriani (8662)
1
KATA PENGANTAR
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi klinik
anak semester empat. Sekaligus untuk menambah wawasan penulis, mengenai perilaku
dokter gigi terhadap rasa takut anak yang nantinya dapat di jadikan sebagai pegangan
kita di masa mendatang.
Banyak kendala yang muncul dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena
kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, pada akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Bab 1. Pendahuluan
Bab 3. Penutup
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 12
3.2 Saran................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka.................................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar Belakang
Kesanggupan anak untuk bekerjasama selama perawatan merupakan kunci
keberhasilan perawatan gigi pada anak selain ditentukan oleh pengetahuan klinis
dan ketrampilan dokter gigi. Hal tersebut menyebabkan dokter gigi yang merawat pasien
anak harus mampu melakukan pengelolaan perilaku agar pasien bersikap kooperatif. Pada
umumnya, anak yang datang ke praktik dokter gigi berperilaku kooperatif dan
dapat menerima perawatan gigi dengan baik apabila diperlakukan dengan benar sesuai
dengan dasar-dasar pengelolaan perilaku. Namun, sebagian anak berperilaku non
kooperatif serta bersikap negatif pada perawatan gigi (Masitahapsari et al., 2009).
Dalam melakukan perawatan gigi anak, terdapat tiga komponen yang
harus bekerja sama, agar perawatan dapat berlangsung dengan lancar. Komponen tersebut
digambarkan dalam bentuk segitiga yang dikenal sebagai segitiga perawatan gigi
anak. Pada segitiga tersebut, bagian sudut-sudutnya ditempati oleh dokter gigi, keluarga
(terutama ibu) dan anak sebagai pasien terletak pada puncak segitiga. Segitiga tersebut
saling berhubungan secara dinamik (Koch & Poulsen, 1991).
Masalah yang dihadapi oleh dokter gigi diantaranya adalah anak dengan
berbagai tingkah lakunya sesuai dengan perkembangan yang sedang berlangsung.
Masalah kedua, yang terletak disudut lain adalah keluarga (terutama ibu) yang
diharapkan memberi dukungan kepada dokter gigi dalam pelaksanaan perawatan gigi
anaknya yang terkadang memerlukan perhatian khusus sebelum perawatan anak dimulai.
Rasa takut dan cemas pada anak merupakan suatu pengalaman dental yang
tidak menyenangkan. Ketakutan dan kecemasan mempengaruhi tingkah laku anak
dan lebih jauh lagi menentukan keberhasilan perawatan gigi. Kecemasan merupakan
suatu ciri kepribadian dan ketakutan terhadap antisipasi bahaya dari sumber yang
tidak dikenal, sedangkan takut merupakan respon emosional terhadap sesuatu yang
dikenal berupa ancaman eksternal (Masitahapsari et al., 2009).
Strategi pengelolaan rasa takut pada anak adalah dasar untuk memulai
perawatan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap anak yang mau menjalankan
perawatan sehingga dicapai kesehatan gigi dan mulut tanpa menimbulkan rasa
takut. Selain itu, komunikasi merupakan dasar dari setiap perawatan yang akan
dilakukan. Efektivitas komunikasi dokter gigi-pasien dapat mengurangi kecemasan dan
meningkatkan kepuasan serta kenyamanan pasien.
4
Walaupun rasa takut terhadap perawatan gigi yang dilakukan dokter gigi
bukan masalah yang serius, tetapi merupakan hambatan bagi para dokter gigi dalam usaha
peningkatan kesehatan gigi di masyarakat. Oleh karena itu penanggulangan adanya rasa
takut terhadap perawatan gigi perlu dicarikan jalan keluarnya. Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, penulis ingin membahas mengenai bagaimana perilaku dokter
gigi terhadap rasa takut anak pada perawatan gigi.
BAB II
PEMBAHASAN
5
Ada beberapa tahap pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengatasi rasa takut
anak, yaitu:
6
Tingkah laku dan umur yang berbeda pada anak menyebabkan dokter
gigi harus mampu untuk bersikap berbeda dalam mengatasinya. Pada anak yang
berusia 2 tahun, sebaiknya dokter gigi memberikan alat bermain pada anak
pada saat wawancara atau pemeriksaan agar anak menjadi senang, segala sesuatu
yang terkait dengan kesehatan anak lebih banyak ditanyakan kepada orang tuanya.
Demikian juga dengan konseling lebih banyak ditujukan kepada orang tua (Blisa,
2010).
Strategi tersebut akan berhasil apabila ada kerjasama yang baik antara pasien
(anak), orang tua dan dokter gigi serta lingkungan fisik yang mendukung perawatan.
Untuk mendapatkan keberhasilan perawatan pada pasien yang memiliki rasa
takut adalah dengan menciptakan lingkungan yang aman untuk anak. Hal-hal yang
menarik, lingkungan fisik yang berorientasi pada anak dengan peralatan permainan
dan berkomunikasi dengan anak adalah sesuatu yang baik (Gambar 1).
Hal ini dikarenakan lingkungan psikologis yang aman dapat mempengaruhi
tindakan atau perasaan anak
Gambar 1. Komunikasi dan lingkungan fisik yang berorientasi pada anak dengan
alat permainan
7
2005).
8
Pada saat anak memasuki ruang perawatan gigi dengan sejumlah
perasaan takut, hal yang pertama harus dilakukan oleh dokter gigi adalah
menempatkan anak senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa
pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak biasa. Jika tempat praktik tidak
terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif di antaranya
adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak
merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri (Pertiwi et al., 2005).
Gambar 2. Ruang tunggu dan ruang praktik dokter gigi yang nyaman untuk anak-anak
Musik yang lembut dapat memberikan efek baik pada orang tua maupun anak dalam
memecahkan keheningan di ruang tunggu. Bahan-bahan bacaan yang disediakan di
ruang tunggu tidak saja buat anak-anak, tetapi juga buat orang tuanya. Sediakan pula kursi
dan meja kecil bagi anak untuk duduk dan membaca. Buku-buku disediakan untuk semua
usia anak. Selain buku bacaan, dapat disediakan juga buku aktivitas, seperti buku mewarnai
(Pertiwi et al., 2005)
9
Pendekatan tahap sekunder bertujuan untuk menghilangkan rasa takut
dengan membentuk pola komunikasi yang baik dengan pasien. Tanda keberhasilan
dokter gigi mengelola pasien anak adalah kesanggupannya berkomunikasi dan
memperoleh rasa percaya diri dari anak sehingga anak dapat bersikap kooperatif.
Komunikasi dengan pasien berperan penting dalam mengurangi rasa takut pasien (Hmud
& Walsh, 2009).
1
Untuk menciptakan kepercayaan anak pada usia 7-10 tahun, dokter gigi
sebaiknya menanyakan kegiatannya dan beri komentar yang positif, tanyakan pada
anak tentang hal-hal yang sederhana dan konkret, beri tanggungjawab pada
anak terhadap tugas yang kita berikan, dan jangan lupa untuk menjelaskan tentang
pemeriksaan yang dijalani sesuai dengan daya piker anak. Sedangkan untuk
anak yang berusia 11-17 tahun, dokter gigi harus menghargai pendapat, kebutuhan
dan keterbatasan anak sebelum merekomendasikan sesuat (Blisa, 2010).
Selain strategi komunikasi di atas, komunikasi efektif yang dapat dilakukan oleh
dokter gigi adalah dengan strategi perilaku. Strategi ini dapat digunakan dengan cepat
dan mengurangi rasa takut. Strategi perilaku efektif tersebut antara lain sebagai berikut :
2. Mengalihkan perhatian
1
Mengalihkan perhatian adalah suatu metode yang berguna untuk mengurangi
rasa takut, tidak nyaman, stress dan menghilangkan rasa bosan selama
periode
1
perawatan. Semakin banyak mengetahui tentang anak, lebih besar taktik yang dapat
dilakukan untuk mengalihkan anak, untuk memberikan kesempatan melakukan
prosedur perawatan yang diperlukan. Bahan pengalih yang terbukti membantu
mengurangi rasa takut anak misalnya radio, program anak di televisi dan lain-lain.
3. Hipnotis
Hipnotis dilakukan dengan mempengaruhi pikiran orang lain
sehingga anjuran-anjuran yang diberikan akan diterima dengan baik. Teknik ini
hanya dapat dilakukan pada pasien yang dapat bekerja sama. Hipnotis sering
digunakan dalam kedokteran gigi sebagai suatu metode untuk membantu pasien
yang cemas agar rileks dan meningkatkan kooperatif pasien.
1
C. Strategi Tahap Tersier
Pendekatan tahap tersier ditujukan kepada anak dengan rasa takut yang
berat dengan maksud menghilangkan rasa takut dan menyelesaikan perawatan gigi.
Teknik yang menjadi pilihan utama adalah desensitisasi sistemik dan modeling
ataupun kombinasi.
• Desensitisasi
Desentisasi adalah suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas
seorang anak dengan cara memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau
cemas, sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak
takut atau cemas lagi. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip belajar
counterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah
laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desentisisasi
ini sangat efektif untuk menghilangkan rasa takut atau fobia (Tampubolon, 2010).
Prinsip macam terapi ini adalah memasukan suatu respon yang bertentangan
dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama-tama subyek dilatih untuk relaksasi
dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif merelaksasi berbagai otot, mulai
dari otot kaki, pergelangan kaki, kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah. Pada
tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang menimbulkan
kecemasan pada subyek dari situasi yang menghasilkan kecemasan paling kecil
sampai situasi yang paling menakutkan. Setelah itu subyek diminta relaks sambil
mengalami atau membayangkan tiap situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi
yang paling kecil menimbulkan kecemasan (Andlaw & Rock, 1992; Tampubolon,
2010). Pada tahap desensitisasi ini, pasien dapat diberikan paparan stimulus berupa
injeksi anestesi gigi, aplikasi rubber dam, dan suara serta melihat bor gigi dengan
menjelaskan hasilnya.
• Modeling
Metode modeling adalah cara pendekatan yang sangat praktis, mudah dilakukan,
serta efektif mempersingkat waktu dalam perubahan perilaku pasien anak sehingga
waktu perawatan gigi menjadi lebih optimal. Teori “social learning” memprediksi
bahwa pola respon rasa takut pada anak-anak dapat dihilangkan dengan mengamati
model yang mendapatkan stimulus tanpa mengalami konsekuensi yang negatif.
1
Prinsip psikologis metode modeling yaitu belajar dari pengamatan model. Anak
diajak mengamati anak lain yang ketika dirawat giginya berperilaku kooperatif,
baik secara langsung pada kursi gigi atau melalui film. Setelah metode modeling
dikerjakan maka diharapkan anak berperilaku kooperatif seperti model yang diamati.
Pendekatan tersebut efektif karena memberikan informasi yang jelas pada pasien
tentang jenis peralatan dan prosedur yang akan dihadapi (Masitahapsari et al.,
2009). Metode modeling ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui model di
film/ anak sebaya (filmed/ in vivo modeling) dan melalui model yang ikut berpartisispasi
dalam perawatan secara langsung (participant modeling) dalam memperkenalkan
perawatan gigi (Gambar
3). Metode ini efektif pada anak dengan umur 4-9 tahun dan hanya beberapa efektif pada
anak yang lebih muda dari umur 4 tahun (Catherine, 2004).
Modeling adalah modifikasi perilaku untuk pasien anak yang masih usia
muda, anak dapat belajar tentang pengalaman ke dokter gigi dengan melihat
anak- anak lain menerima perawatan. Strategi ini tidak hanya mengajarkan anak
yang belum pernah menerima perawatan tentang apa yang diharapkan darinya, tetapi
lebih penting adalah mendemonstrasikan apa yang diharapkan dari anak. Strategi ini
efektif dalam mengatasi rasa takut selama kunjungan pertama perawatan gigi
pada pasien anak. Metode ini dapat diterapkan dengan mudah dalam ruang
praktik (Melamed et al.,
1975).
1
D. Kombinasi Perawatan Perilaku
1
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
rasa takut anak pada saat perawatan. Tahap pendekatan primer merupakan
strategi utama dalam mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu, terdapat tahap
dapat diterapkan untuk pasien anak yang memiliki rasa takut yang besar.
hasil yang jauh lebih baik. Metode ini dapat mengurangi rasa cemas orang tua pada
perawatan gigi anaknya. Merubah perilaku dengan cara modeling dan desensitisasi
B. Saran
✓ Agar perawatan dapat berlangsung dengan lancer, tiga komponen
(dokter, pasien, dan orang tua) harus saling bekerja sama.
✓ Perlu memahami tingkah laku anak sesuai dengan perkembangan yang ada.
1
DAFTAR PUSTAKA
Finn SB. 1973. Clinical Pedodontics 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company
Marsihapsari BN. 2009. Pengelolaan Rasa Cemas Dengan Metode Modelling pada
Pencabutan
Karolinna Y 2000. Masalah Rasa Takut pada Kedokteran. Medan: USU e-respitory