Anda di halaman 1dari 29

TEORI ASUHAN KESEHATAN GIGI

SIKAP DAN PERILAKU ANAK DENGAN UMUR DAN TEKNIK


PERAWATAN GIGI
Disusun Oleh :

Nama : Putri Mayang Sari

NIM : PO.71.25.1.20.063

Kelas :B

Semester :3

Dosen Pembimbing:

Yufen Widodo, SKM ,MDSc

Abu Hamid,SSI,M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

JURUSAN KESEHATAN GIGI

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat,taufik dan hiah- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah

yang berjudul metode penyuluhan ini dapat terselesaikan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas pada mata Pendidikan Teori Asuhan Kesehatan Gigi.Selain itu, makalah ini

juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang metode penyuluhan bagi para

pembaca dan juga bagi penulis

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam

membantu dan telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat

menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih

jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan

saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat

bagi pembaca.

Palembang, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
1. Landasan Teori 1
2. Konsep perawatan gigi anak 5
3. Rasa takut dan cemas 6
4. Sikap dan tingkah laku anak 6
4.1 Perkembangan sikap dan perilaku anak 6
4.2 Perkembangan sikap dan perilaku anak berdasarkan umur 8
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku anak dalam perawatan gigi.12
4.4 Hubungan Usia dengan Perawatan Gigi…………………………………… 13
4.5 Rasa Takut………………………………………………………………… 14
4.6 Riwayat Perawatan Dental Sebelumnya……………………………...……..15
4.7 .Lingkungan Kerja Perawat Gigi………………………………..………….15
4.8 Klasifikasi perilaku anak………………………………………...………….16
5. Manajemen Perilaku anak…………………………………………………….... 18
5.1 Komunikasi efektif terhadap anak dalam perawatan gigi………………… 18
5.2 Teknik pengelolaan tingkah laku anak dalam perawatan gigi……………. 20
5.3 Pendekatan Non-Farmakoterapeutik………………………………..………22
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 25

iii
LANDASAN TEORI

Fondasi utama dari perawatan gigi anak adalah kemampuan dokter


gigi dalam memberikan perawatan gigi anak disertai dengan pengelolaan
perilaku anak agar perawatan gigi dapat memberikan kesan yang positif.
Merawat gigi anak berbeda dengan merawat gigi pasien dewasa, merawat
gigi anak membutuhkan tim dan strategi yang baik baik di tingkat individu
maupun komunitas. Pendekatan yang digunakan dalam perawatan gigi
anak adalah pendekatan resiprokal yang melibatkan komponen utama
yaitu anak itu sendiri, orangtua, dokter gigi, dan lingkungan/masyarakat.
Perawatan gigi anak juga harus disesuaikan dengan usia anak itu
sendiri karena anak memiliki tingkat kedewasaan, kepribadian, emosi yang
bervariasi pada setiap individunya sehingga respon mereka terhadap
perawatan gigi juga memiliki banyak variasi. Sebagai konsekuensinya,
dokter gigi harus memahami berbagai macam tingkah laku anak dalam
perawatan gigi serta teknik mengelola tingkah laku tersebut.
Pengelolaan atau manajemen perilaku anak dapat dilakukan
melalui beberapa pendekatan yaitu diawali dengan pendekatan
farmakoterapeutik kemudian pendekatan farmakoterapeutik. Selain itu,
komunikasi yang efektif dengan anak juga dapat menjadi kunci sukses
keberhasilan perawatan gigi anak.

1
2

KONSEP PERAWATAN GIGI ANAK

Salah satu konsep perawatan gigi anak yang dikenal adalah konsep
segitiga perawatan gigi anak atau di sebut juga Triad Pedodontik. Dalam
konsep ini terdapat tiga komponen utama yang berperan dalam perawatan
gigi anak yaitu anak, orangtua, dokter gigi, dan masyarakat/lingkungan.
Hal ini yang membedakan konsep perawatan gigi anak dan dewasa. Pada
pasien dewasa, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan two lines
yaitu hubungan komunikasi antara pasien dan dokter gigi saja.
Anak diletakkan pada puncak segitiga karena anak menjadi fokus
utama dari orang tua dan dokter gigi. Tanda panah dua arah (resiprokal)
pada segitiga perawatan gigi anak memiliki arti bahwa dalam melakukan
perawatan gigi anak, diperlukan peran yang timbal balik dari tiap
komponen. Orangtua memiliki peran dalam memberikan informasi kepada
dokter gigi agar komunikasi dapat berjalan lancar serta memberikan
motivasi kepada anak. Sedangkan dokter gigi memiliki peran dalam
memberikan informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut anak serta
merawat gigi anak. Dalam segitiga perawatan pedodontik juga terdapat
peran masyarakat/lingkungan yang diletakkan di tengah segitiga, hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat juga memiliki pengaruh dalam
pembentukan sikap dan perilaku anak.

Gambar 1. Triad Pedodontik


3

Chandra et al dalam bukunya mengemukakan bahwa konsep


segitiga perawatan gigi anak digunakan hingga anak berusia kurang lebih
enam tahun. Apabila anak sudah memasuki masa sekolah, maka konsep
yang digunakan adalah konsep segiempat pedodontik atau tetrad
pedodontic. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa perilaku anak setelah
masuk sekolah dipengaruhi oleh orangtua, guru, teman, dan dokter gigi.

Gambar 2. Tetrad Pedodontik

1. RASA TAKUT DAN CEMAS

Rasa takut adalah emosi pertama yang didapatkan manusia sesaat setelah
lahir. Rasa takut didefinsiikan sebagi suatu kondisi emosional yang
membantu individu normal dalam mempertahankan diri dari berbagai
macam ancaman. Rasa takut dalam perawatan gigi memiliki relasi
terhadap objek yang sifatnya spesifik. Rasa takut berasal dari reaksi
terhadap stimulus eksternal yang sifatnya spesifik dan merupakan suatu
respon yang normal saat dilakukannya perawatan gigi. Rasa cemas
berbeda dengan rasa takut dimana rasa cemas tidak berhubungan dengan
objek tertentu atau disebut juga rasa takut yang tidak spesifik.
a. Etiologi
4

Rasa takut merupakan suatu fenomena kompleks yang multidimensional.


Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya rasa takut dalam
perawatan gigi adalah :
1. Karakteristik individual
2. Ketakutan terhadap rasa sakit
3. Pengalaman dan trauma perawatan gigi terdahulu
4. Pengaruh dari keluarga atau teman yang pernah merasakan sakit saat
ke dokter gigi
5. Takut terhadap darah atau jarum suntik

2. SIKAP DAN TINGKAH LAKU ANAK

A. Perkembangan sikap dan tingkah laku anak.

Perkembangan sikap dan tingkah laku anak merupakan proses kontinu


yang berbeda pada setiap anak. Perkembangan tersebut sangat
dipengaruhi oleh perubahan fisik yang berlangsung dengan cepat.
Terdapat beberapa tanda-tanda psikologis anak yang penting untuk
diketahui oleh dokter gigi dalam merawat gigi anak.
a. Perkembangan Motorik
Salah satu faktor penting yang dapat mempegaruhi perkembangan
motorik anak adalah lingkungan. Pada umur 6-7 tahun, anak sudah
memiliki kemampuan motorik yang baik dalam menyikat gigi.
Sebelum umur 6-7 tahun, area rongga mulut hanya dapat
dibersihkan oleh orangtua.
b. Perkembangan Kognitif
 Sensorimotor pada umur 0-2 tahun. Anak dapat
memikirkan hal-hal yang bersifat permanen tanpa harus
melihatnya secara jelas
5

 Pre-operational pada umur 2-7 tahun. Pola berpikir belum


berkembang dengan baik. Anak pada usia ini cenderung
egosentris dan infleksibel.
 Concrete operations pada umur 7-11 tahun. Anak dapat
menerapkan logika berpikir yang rasional dan
mempertimbangkan sudut pandang orang lain
 Formal operations pada umur 11 tahun keatas. Terjadi
transisi pemikiran anak ke pemikiran dewasa yang
bermanifestasi pada perkembangan logika berpikir.
c. Perkembangan perseptual
Pada umur 7 tahun, anak dapat mengembangkan perhatian selektif
dan dapat mendeterminasikan mana hal-hal yang harus diikuti dan
mana yang tidak. Kemampuan dalam berkonsentrasi juga
meningkat. Pada umur 9 tahun anak sudah dapat memiliki
kecakapan seperti orang dewasa
d. Perkembangan linguistik
Kemampuan berbahasa dan berpikir sangat berkorelasi satu sama
lain, kurangnya stimulasi dapat memperlambat kemampuan
linguistik seorang anak.
e. Perkembangan sosial
Rasa cemas anak masih sangat tinggi hingga umur 5 tahun. Oleh
karena itu jangan mengharapkan anak mau melakukan perawatan
gigi karena kemauan sendiri
f. Remaja
Peningkatan kemandirian dan kepercayaan diri berkembang saat
remaja. Remaja lebih cenderung memiliki sifat moody dan
oversensitif terhadap kritik serta seringkali merasa sedih. Oleh
karena itu, jangan banyak mengritik remaja dan berikan dukungan
dan kepercayaan pada mereka.
6

B.Perkembangan tingkah laku anak berdasarkan umur

a. Usia 3-4 bulan


Di usia 3-4 bulan, bayi biasanya sangat tertarik dengan
pandangannya terhadap orang-orang, tempat, dan objek-objek
tertentu.
b. Usia 6-8 bulan
 Pada usia 6-8 bulan, bayi biasanya tertarik untuk
menemukan hal baru dan mengekspresikan rasa ingin tahu,
senang, frustasi dan takut. Bayi dapat dengan mudah
dialihkan perhatiannya terhadap sesuatu yang sedang
difokuskan.
 Pada usia 8 bulan, bayi dapat merangkak dan membedakan
objek serta orang-orang disekitarnya
 Mulai mengerti beberapa kata dan komunikasi non verbal
(bahasa reseptif) yang berkembang dengan sangat baik
 Bayi dapat membaca ekspresi orangtua atau pemberi
perhatian, mendefinisikan intonasi suara dan kata, dan
mulai mengerti keadaan aman dan bahaya.
 Implikasi dental : Dibutuhkan konseling mengenai erupsi
gigi dan kebersihan rongga mulut kepada orangtua. Secara
general, pada usia ini terjadi erupsi gigi yang berpotensi
menyebebkan iritasi lokal, namun tidak ada bukti ilmiah
yang menyebutkan bahwa erupsi gigi berhubungan dengan
penyakit sistemik seperti diare, deman, dan lain lain.

c. Usia 9-12 bulan


 Pada usia 9 bulan, bayi menjadi lebih sensitif aware
terhadap reaksi seseorang dalam mengekspresikan pikiran
dan perasaan. Memahami perasaan yang sedang dirasakan
7

oleh bayi pada umur ini dapat membantu dalam


meningkatkan hubungan, penerimaan, dan kepercayaan.
 Bayi dapat memahami bahwa objek atau orang-orang di
sekitarnya ada meskipun tidak terlihat mata
 Implikasi dental : Pada usia ini, perilaku anak di dokter gigi
sangat bervariasi. Anak pada usia ini memiliki limitasi
dalam memahami prosedur dental. Namun, dengan
pendekatan dan manajemen yang baik, perawatan gigi
dapat tercapai dengan baik pada usia ini tanpa sedasi.
Dokter gigi dapat memberikan tips kepada orangtua untuk
memberikan reward dan feedback yang baik pada anak
setelah menjalani perawatan gigi
d. Usia 1-3 tahun
 Pada usia ini, anak memulai untuk mengembangkan rasa
kepemilikan diri dan mengeksplor dirinya.
 Kemampuan berbicara berkembang dan “tidak” menjadi
kata favorit
 Anak pada usia ini sulit untuk berbagi dengan temannya
dan cenderung memiliki sikap yang egosentris
 Implikasi dental : Di dental room, dokter gigi dapat
meletakkan mainan seperti boneka pada anak dan
memberikan pujian saat anak mau menerima perawatan
gigi dengan baik. Dokter gigi juga dapat memberikan
pilihan kecil pada anak untuk meningkatkan keooperatifan.
Kemampuan berkomunikasi bervariasi tergantung pada
perkembangan kosakata anak. Anak yang memiliki
kemampuan berkomunikasi yang lurang baik akan sulit
kooperatif di dental unit. Anak pada usia ini juga harus
selalu didampingi oleh orangtua
8

e. Usia 4-5 tahun


 Pada usia ini, anak dapat mengeksplor lingkungan baru dan
hubungan antar sesama di dunianya. Kemampuan sosial
akan berkembang saat berinteraksi dengan lingkungannya.
 Anak tertarik untuk mendengar dan merespon instruksi
verbal dengan baik. Anak juga dapat berbicara dengan
lancar dan berpartisipasi dengan baik di komunitas sosial
yang kecil
 Anak usia 4 tahun sangat kreatif, dapat berfantasi dan
berimajinasi dengan baik
 Implikasi dental : Anak pada usia ini dapat menjadi pasien
yang kooperatif, namun juga dapat menjadi pasien yang
senang menantang dan memaksanakan opini mereka.
Mereka sangat familiar dengan ucapan “terima kasih” dan
“tolong”. Berikan anak kesempatan dalam mengambil
keputusan kecil menentukan pilihan, kemudian libatkan
anak dalam perawatan seperti memperbolehkan anak dalam
mengoperasikan dental unit. Anak pada usia ini juga
biasanya dapat ditinggalkan oleh orangtuanya saat
perawatan gigi.

f. Umur 6-8 tahun


 Anak pada usia 6 tahun biasanya mulai sekolah dan keluar
dari proteksi orangtua di rumah
 Anak akan secara signifikan menjadi lebih mandiri dan
dapat bermain tanpa orangtua yang mengawasi dari jarak
dekat
 Pada beberapa anak, akan terjadi transisi emosial pada usia
ini dimana anak akan lebih mudah merasa cemas yang
sering diekspresikan melalui teriakan dan amukan
9

 Implikasi dental : Usia ini sangat ideal dalam memisahkan


anak dan orangua, dimana orangtua tidak harus ikut masuk
ke dalam ruang perawatan dan menunggu diluar. Anak
dapat dipanggil masuk kedalam dan orangtua menunggu
diluar.

g. Umur 8-12 tahun


 Pada usia ini, anak adalah bagian dari sebuah komunitas
sosial dan sangat dipengaruhi oleh komunitas tersebut.
Mereka dapat menentukan siapa yang diterima dan tidak
diterima dalam sebuah komunitas. Orangtua sering
berharap anak dalam memimpin sesuatu, namun anak lebih
senang menjadi seorang follower karena dianggap lebih
aman.
 Anak dapat menyembunyikan perasaan dan pemikiran
mereka serta bersikap “cool”
 Implikasi dental : hati hati, jangan membuat anak merasa
malu melalui kritikan. Berikan penjelasan perawatan gigi
yang sesuai dengan umur mereka. Anak pada usia ini dapat
memahami dengan baik penjelasan mengenai menyikat gigi
dan flossing tanpa bantuan orangtua.

h.Remaja

 Remaja biasanya mulai memiliki pertanyaan-pertanyaan


mengenai diri mereka, seperti “siapa saya?’ “Harus menjadi
seperti siapa saya?”
 Remaja berada dalam tahap mencari jati diri dan sering
bereksperimen seperti mencoba merokok, dan lain lain
 Remaja juga biasanya tidak dengan mudah mendengar
perkataan orang lain dan percaya terhadap suatu dampak
dari melakukan suatu hal. Seperti merokok hanya dapat
10

menyebabkan masalah kesehatan pada orangtua tidak pada


remaja.
 Penampilan menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan
 Remaja seringkali merasa bahwa pengalaman mereka unik,
mendengarkan curahan hati mereka, memberikan
kebebasan, memberikan dorongan bagi mereka untuk
mencapai sebuah tujuan dapat meningkatkan kepercayaan
dan kekooperatifan
 Dokter gigi diusahakan untuk tidak bersikap judgemental
dan bersikap respek terhadap remaja karena kondisi
emosional remaja yang relatif tidak stabil.
 Implikasi dental : Remaja biasanya lebih mandiri dalam
menjani perawatan gigi dan dapat menerima perawatan gigi
dengan baik. Membangun komunikasi dan berdiskusi
mengenai topik non dental dapat membantu dalam
meningkatkan kedekatan antara dokter gigi dan pasien.
11

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam perawatan gigi

a.Sikap Orang Tua terhadap Anak


 Overprotection
Biasanya orangtua dengan tipe ini enggan memberikan
izin pada anaknya untuk menggunakan inisiatif sendiri atau
mengambil keputusan sendiri. Anak seringkali dibatasi
untuk bermain karena takut cedera, sakit, atau mengikuti
kebiasaan buruk temannya. Anak dengan orangtua seperti
ini biasanya bersikap sangat pemalu, lembut, penurut,
ketakutan, tidak agresif, rendah hati, dan sering memiliki
kecemasan yang mendalam. Dokter gigi harus membangun
rasa percaya diri anak karena sifat pemalunya.
 Overindulgence
Orangtua tipe ini selalu menuruti dan tidak pernah
menolak keinginan anak. Anaknya sering bersikap tidak
acuh, egois, dan keras kepala. Anak sering menuntut
perhatian, kasih sayang dan cenderung manja. Anak sering
membujuk agar tidak dibawa ke dokter gigi. Dokter gigi
harus bersikap disiplin pada anak tipe ini.
 Rejection
Orangtua tipe ini seperti tidak menginginkan anaknya,
sehingga anak sering kekurangan kasih sayang dan cinta
dan dirawat dengan kekerasan. Anak-anak tipe ini memiliki
karakteristik sering mengritik, merengek, dan jarang
terlihat senang. Anak juga cenderung bersikap curiga,
agresif, dendam, tidak patuh, gelisah, dan terlalu aktif. Di
praktik dokter gigi anak seperti ini sangat sulit di kontrol.
Oleh karena itu, dokter gigi harus dapat mengakrabkan diri
dan memberi pengertiandengan baik sehingga
menimbulkan rasa percaya diri anak.
12

 Overanxiety
Orangtua tipe ini sering memberi perhatian yang tidak
semestinya pada anak, misalnya karena ada tragedi dalam
keluarga seperti kecelakaan atau sakit yang menimpa
anaknya. Oleh karena itu anak jarang diizinkan untuk
bermain sendiri. Sikap anak-anak ini biasanya pemalu dan
penakut. Biasanya mereka adalah pasien yang berperilaku
baik. Namun, dokter gigi juga memiliki beberapa kesulitan
dalam mengatasi rasa ketakutan mereka. Dengan dorongan
dan jaminan anak biasanya merespon dengan cara yang
menyenangkan.
 Domination
Orangtua tipe ini menuntut anaknya memiliki tanggung
jawab yang tidak sesuai dengan usia kronologisnya.
Mereka menuntut anak untuk bersikap kompetitif dengan
teman-temannya. Orangtua memaksa anaknya menjadi
kritis, keras, dan bahkan sering menolak. Sikap anak ini
adalah tertekan dan tegang. Dengan memberikan kebaikan
dan perhatian, mereka umumnya dapat berkembang
menjadi pasien yang lebih baik.

 Underaffection
Masalah ekonomi dan sosial menjadi masalah dalam
orangtua tipe ini dimana anak menjadi tidak dipedulikan
dan kurangnya waktu untuk anak. Implikasinya anak
menjadi lebih pemalu dan pendiam, suka menyendiri, ragu-
ragu dalam mengambil keputusan, dan mudah menangis.
Dokter gigi harus memberikan kasih sayang dan perhatian
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
13

D. Hubungan Usia dengan Perawatan Gigi


Usia 2 dan 3 tahun adalah waktu yang paling tepat
untuk memperkenalkan anak ke dokter gigi. Suara atau getaran
bur gigi, cahaya t lampu yang terang, gerakan yang tiba-tiba
dan tak terduga, misalnya tiba-tiba kursi dental diturunkan atau
ditarik ke belakang tanpa ada peringatan dapat menimbulkan
rasa takut.
Anak prasekolah, biasanya memiliki kedekatan dengan
orangtua sehingga memiliki rasa takut jika harus berpisah dari
orang tuanya. Orangtua dengan anak prasekolah disarankan
untuk menemani anaknya ke ruang perawatan terutama saat
kunjungan pertama.

Anak usia 4 sampai 6 tahun biasanya sudah menurun


rasa ketakutannya dan sudah mampu mengatasi situasi
ketakutannya, baik dari pengalamannya sendiri maupun dari
kemampuannya untuk memastikan tingkat keparahan bahaya,
dan ketakutan sebelumnya yang telah hilang dan dilupakan.
Anak laki-laki cenderung agresif dan menyukai hal-hal yang
menantang serta bersikap ramah. Sedangkan anak perempuan
cenderung lebih pendiam.
Anak usia 7 tahun biasanya telah memiliki kemampuan
untuk mengatasi ketakutannya selama prosedur perawatan gigi
karena dokter gigi sudah dapat memberikan alasan dan
penjelasan kepada dia mengenai hal-hal apa saja yang sedang
dilakukan. Anak dapat menyampaikan kepada dokter gigi
apabila merasakan sakit seperti dengan mengangkat tangan
kiri.
Anak usia 8 sampai 14 tahun, biasanya lebih mampu
mentolerir situasi yang tidak menyenangkan dan telah
menunjukkan ketaatan. Anak pada usia ini mudah
14

menyesuaikan diri dengan situasi. Namun, anak usia ini tidak


suka dengan “bullying” dan ketidakadilan.
Anak pada usia remaja, terutama anak perempuan,
menjadi sangat perhatian terhadap penampilannya. Mereka
berusaha untuk memiliki penampilan semenarik mungkin dan
bersedia untuk bekerjasama untuk meningkatkan penampilan
mereka.

E.Rasa Takut
 Ketakutan Objektif
Rasa takut dihasilkan oleh stimulus dari indera penglihatan,
penciuman, perabaan, pengecapan, pendengaran. Ketakutan
dapat menurunkan ambang batas rasa sakit sehingga anak
yang ketakutan dalam perawatan gigi biasanya merasakan
rasa yang lebih sakit. Rasa sangat dikaitkan dengan
pengalaman terdahulu. Anak yang pernah mengalami rasa
takut saat ke dokter gigi biasanya akan sulit untuk dibawa
lagi ke dokter gigi. Dokter gigi harus menyadari situasi
emosional anak ini dan merawat gigi anak dengan perlahan
serta berusaha untuk mengembalikan kepercayaan diri anak.
 Ketakutan Subjektif
Kecemasan subjektif atau kecemasan dinilai berdasarkan
pada perasaan dan sikap yang sebelumnya sudah
disugestikan anak dari cerita pengalaman orang lain saat ke
dokter gigi. Biasanya anak menjadi mudah terpengaruh
meskipun belum pernah mencoba.

F. Riwayat Perawatan Dental Sebelumnya


Anak yang memiliki pengalaman ke dokter umum biasanya
memiliki persepsi yang sama dengan anak yang akan dibawa
ke dokter gigi. Biasanya, anak yang pada perawatan
15

sebelumnya bersikap kooperatif akan bersikap kooperatif pula


saat perawatan gigi. Kualitas emosional dari kunjungan
sebelumnya dapat menentukan jumlah kunjungan.

G.Lingkungan Kerja Perawat Gigi


Lingkungan sekitar dan komunikasi yang efektif dan
kontinu merupakan salah satu kunci keberhasilan perawatan
gigi anak. Hal ini disebabkan karena lingkungan sekitar
menjadi hal utama yang pertama kali dijumpai oleh anak.
Lingkungan yang dimaksud adalah penampilan ruang
perawatan, sikap perawat gigi, waktu dan lama perawatan,
komunikasi verbal dan penggunaan kata pengganti. Sebagai
contoh, ruang tunggu yang baik untuk pasien anak adalah
dengan mempersiapkan kondisi seperti “rumah” mereka,
misalnya, dengan memberikan satu tempat khusus untuk taman
bacaan anak-anak, tempat duduk, meja serta lampu dan
beberapa permainan anak-anak. Pemutaran lagu anak-anak
serta adanya kreatifitas dari kartu pengunjung juga menjadi
salah satu alternatif untuk menarik perhatian anak.

H. Klasifikasi perilaku anak

a. Berdasarkan Wright
Wright mengklasifikasikan perilaku anak menjadi 3, yaitu :
1. Kooperatif
Kekooperatifan anak dalam menjalani perawatan gigi
adalah sebuah faktor penting tercapainya perawatan gigi yang
sukses. Anak yang kooperatif biasanya dileks di dental unit,
terkadang antusias, memiliki rasa takut yang minimal, dan
dapat dirawat dengan cepat maupun pendekatan behavior-
shaping. Anak dapat diberikan metode pendekatan tell show
do,
16

2. Tidak mampu menjadi kooperatif


Berbeda dengan pasien yang kooperatif, pasien yang tidak
mampu menjadi kooperatif biasanya merupakan pasien dengan
usia yang masih sangat kecil dan masih memiliki keterbatasan
dalam berkomunikasi. Kelompok anak yang juga termasuk
dalam kategori ini adalah anak yang memiliki disabilitas
maupun cacat mental. Dibutuhkan teknik manajemen perilaku
khusus dalam merawat pasien ini. Meskipun perawatan dapat
dilakukan, biasanya pembentukan perilaku yang positif
seringkali sulit tercapai sehingga anak tetap menjadi tidak
kooperatif pada kunjungan selanjutnya.

3.Berpotensi kooperatif

Anak yang berpotensi kooperatif berbeda dengan anak yang


tidak mampu menjadi kooperatif. Anak tipe ini masih dapat
dibentuk dan dimodifikasi perilakunya sehingga dapat menjadi
kooperatif seiring dengan bertambahnya usia. Dibutuhkan
pendekatan yang sesuai agar perawatan gigi dapat berjalan
dengan baik serta mengubah sikap anak menjadi lebih positif.

a.Berdasarkan Frankl

Frankl mengategorikan perilaku anak ke dalam empat kategori,


yaitu :
1. Rating 1 (--) : Definitely negative. Anak dalam kategori ini
menolak perawatan, menangis dengan kencang, ketakutan, dan
selalu merespon negatif
2. Rating 2 (-) : Negative. Anak dalam kategori ini enggan
menerima perawatan, tidak kooperatif, dan berperilaku negatif
namun tidak diucapkan seperti cemberut, pendiam.
3. Rating 3 (+): Positive. Mau menerima perawatan, well
behaved, mau mengikuti perintah dokter gigi dengan kooperatif
17

4. Rating 4 (++): Definitely positive. Memiliki hubungan pasien


yang baik dengan dokter gigi, tertarik dalam perawatan gigi,
tertawa dan menikmati situasi.

MANAJEMEN PERILAKU ANAK

A.Komunikasi efektif terhadap anak dalam perawatan gigi

Di kehidupan manusia, seseorang dapat merespons dan


berhubungan dengan orang lain melalui komunikasi. Komunikasi dapat
bersifat verbal maupun non verbal. Komunikasi dalam perawatan gigi
anak dapat dilakukan melalui komunikasi yang bersifat verbal, non
verbal, atau kombinasi keduanya. Contoh komunikasi verbal dapat
ditunjukkan melalui kontak mata, senyum, bersalaman, menepuk
punggung, dan lain lain.
Manajemen perilaku anak melalui komunikasi yang efektif dan
perintah yang mudah dipahami sangat disarankan dalam merawat gigi
anak, baik anak untuk yang memiliki sikap yang kooperatif ataupun tidak
kooperatif. Pada awal kunjungan, aktif membangun komunikasi melalui
pertanyaan dan mendengarkan anak dapat meningkatkan kepercayaan
anak pada dokter gigi. Dokter gigi dapat mengaplikasikan peran guru-
murid dengan tujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan edukasi
mengenai perawatan gigi dan mulut pada pasien anak. Penggunaan
teknik self disclosing assertviness seperti ucapan “Ayo adik, buka
mulutnya supaya dokter bisa periksa giginya” atau “ayo adik duduk
sebentar supaya kita bisa foto giginya” dapat meningkatkan
kekooperatifan pasien. Mengidentifikasi gerakan tubuh dan ekspresi
wajah pasien juga sangat penting untuk mengukur tingkat kenyamanan
dan rasa sakit yang mungkin diterima pasien.
Dokter gigi dan staff juga harus dapat mengembangkan gaya
tersendiri dalam berkomunikasi. Gaya komunikasi yang digunakan harus
18

efektif dan natural serta menyenangkan bagi anak. Selain itu, bahasa
komunikasi yang digunakan harus bersahabat dan concern disesuaikan
dengan usia anak. Beberapa jenis ungkapan awal yang menjembatani
komunikasi yang baik dapat melalui pertanyaan yang berhubungan
dengan kesukaan anak, seperti “Kamu paling suka sama apa?” “Kamu
suka binatang apa?” “Nama kucing kamu siapa?” “wah, kamu emang
pemain bola yang hebat!”. Pendekatan ini dapat memancing respon
positif anak.

Selain itu, dokter gigi juga harus memperhatikan kata-kata saat


berkomunikasi dengan anak. Salah satunya melalui eufisim, atau
mengganti istilah kedokteran gigi ke istilah yang mudah dipahami oleh
anak namun tidak menakutkan. Seperti :

Dalam berkomunikasi dengan anak juga penting untuk


memperhatikan nada bicara atau voice modulation. Berbicara dengan
nada rendah dan nada yang enak di dengar lebih disukai oleh anak.
Namun, berbicara dengan amplitudo agak tinggi juga diperlukan untuk
mengarahkan anak agar mengikuti instruksi kita. Seperti “”Johny! Ayo
buka mulutnya dulu!”

Berikut struktur berkomunikasi dengan pasien anak di praktik


dokter/perawat gigi :
1. Salam – Memperkenalkan nama
2. Preliminary chat : bicarakan topik yang berhubungan dengan non-
dental terlebih dahulu, kemudian dental. Dengarkan setiap jawaban
pasien!
3. Preliminary explanation : tujuan pemeriksaan klinis dan tindakan
preventif dengan bahasa yang mudah dipahami
4. Business : selama perawatan, secara konstan cek apakah pasien dalam
keadaan sakit atau tidak kemudian jelaskan dan berdiskusilah tentang
19

apa yang sedang dilakukan. Simpulkan apa yang telah dilakukan


kepada pasien dan orangtua.
5. Health Education : Berikan motivasi untuk senantiasa menjaga
kesehatan gigi dan mulut
6. Dismissal : Berikan tanda bahwa perawatan gigi telah selesai
dilakukan/ Lakukan perjanjian untuk kunjungan selanjutnya. Sebutkan
nama anak dan beri salam hangat perpisahan

B.Teknik pengelolaan tingkah laku anak dalam keperawatan gigi

1.Pendekatan Non-Farmakoterapeutik

a. Tell Show Do
Metode TSD (Tell Show Do) pertama kali diperkenalkan
oleh Addleston (1959) yang merupakan komponen
pembentukan perilaku dengan cara mendemonstrasikan
berbagai hal secara bertahap dengan cara telling, showing dan
doing. TSD merupakan teknik paling populer dalam
manajemen perilaku anak di praktik dokter gigi. Sedangkan
teknik modelling sudah jarang digunakan, berdasarkan sebuah
studi yang dilakukan pada tahun 1980. Teknik ini melibatkan
penjelasan secara verbal tentang prosedur yang akan dilakukan
dengan bahasa yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh
anak sesuai dengan usia (tell). Dalam melakukan teknik ini
usahakan untuk melibatkan aspek visual, auditori, olfaktori, dan
taktil dengan sangat hari-hati (show), kemudian praktikkan
prosedur perwatan (do). Konsep TSD digunakan dengan
pendekatan positif dan komunikasi verbal maupun nom verbal.
Tujuan :
- Mengajarkan pasien tentang aspek penting perawatan gigi
20

- Membentuk respon positif pasien melalui ekspektasi yang


di descripsikan dengan baik
b. Desensitisasi
Teknik desensitasi digunakan dalam merawat pasien anak
dengan rasa takut terhadap sesuatu yang spesifik terutama
terkait alat-alat yang digunakan dokter gigi dan dapat
bermanfaat demikian pada anak-anak tersebut melalui kontak
langsung secara berulang dengan apa yang ditakuti anak-anak
tersebut. Menurut Chadwick dan Hosey (2003) dalam Bhatia et
al (2010), hierarki rasa takut yang ada pada anak terbentuk dan
terpapar pada anak secara berurutan, dimulai dari yang paling
sedikit menakutkan bagi diri anak tersebut.

c. Modelling

Modeling merupakan prinsip psikologis yaitu belajar dari


pengamatan model. Anak diajak mengamati anak lain sebaya
yang sedang dirawat giginya yang berperilaku kooperatif, baik
secara langsung pada kursi perawatan gigi atau melalui film.
Setelah pengamatan diharapkan anak berperilaku kooperatif
seperti pada model yang telah diamati
Indikasi:
 Sifat anak ingin tau, meniru dan bersaing
 Anak cemas dan belum pernah dirawat

d. Hand Over Mouth Exercise (HOME)


Teknik physical restraint dalam perawatan gigi anak masih
banyak menimbulkan perdebatan. Hosey (2002) dan Manley
(2004) mengemukakan bahwa di Inggris, teknik physical
restraint sudah tidak diterima. Meskipun, beberapa diantaranya
(Connick et al., 2000; Kupietsky,2004) masih menganjurkan
teknik ini dilakukan dengan kombinasi sedasi.
21

Hand Over Mouth Exercise (HOME) dilakukan dengan


tujuan agar dokter/perawat gigi memperoleh perhatian anak
sehingga terjadinya komunikasi dengan dokter gigi. Teknik ini
dilakukan dengan menutup mulut anak dengan tangan atau
handuk dan membisikan kalau perlakuan ini akan dihentikan
jika ia berhenti menangis. Kemudian dokter gigi melepaskan
tangan atau handuk segera setelah dokter gigi membisikan
kalimat tersebut dan memuji si anak bila benar-benar berhenti
menangis atau melakukan apa yang kita inginkan. Apabila
perbuatan yang tidak diinginkan dilakukan lagi, maka tindakan
ini akan diulangi. Sebaiknya tindakan ini diberitahukan terlebih
dahulu kepada orang tuanya dan hanya boleh dilakukan bila
disetujui oleh orang tua anak tersebut.

C.Pendekatan Non-Farmakoterapeutik

Pendekatan farmakoterapeutik dipilih jika pendekatan non-


farmakoterapeutik tidak memberikan hasil yang maksimal. Namun,
pendekatan ini harus dilakukan oleh dokter gigi spesialis
kedokteran gigi anak karena dapat mengakibatkan dampak yang
traumatis bagi anak. Terdapat dua jenis pendekatan
farmakoterapeutik dalam kedokteran gigi anak yaitu general
anesthesia dan sedasi.

a.General Anesthesia

General Anesthesia atau anestesi umum didefinisikan


sebagai kondisi dimana pasien dikarakteristikkan dengan
kehilangan refleks protektif secara sebagian atau seluruhnya.
Pada konsidi anestesi umum, pasien tidak dapat merespon
sangsangan fisik maupun verbal. Penggunaan teknik anestesi ini
dibutuhkan untuk memberikan perawatan yang aman, nyaman,
22

efisien, dan efektif. Prosedur keselamatan dan dokter gigi harus


diperhatikan. Jangan lupa untuk meminta persetujuan orangtua
dalam melakukan prosedur ini melalui informed concent.
Indikasi penggunaan anestesi umum :
1). Anak dengan keterbatasan fisik, mental, dan kompromis
medis
2). Pasien anak yang tidak kooperatif
3). Pasien anak yang memiliki rasa takut yang berlebih sehingga
menyulitkan dalam berkomunikasi
4). Pasien dengan trauma berat orokraniofasial
5). Pasien yang membutuhkan perawatan segera (cito)
6). Pasien yang membutuhkan tindakan bedah signifikan

2.Sedasi

Sedasi didefinisikan sebagai teknik farmakoterapeutik


dengan menggunakan obat-obatan sebagai pemicu tingkat
kekooperatifan pasien anak. Melalui sedasi, pasien enak tetap
dapat menjaga pernapasannya sendiri dan anak masih dapat
merespon rangsangan fisik maupun verbal. Sedasi bertujuan
untuk :

-.Menfasilitasi perawatan gigi yang berkualitas

-.Meminimalisasi perilaku buruk anak yang ekstrim

-.Meningkatkan respon fisiologis positif terhadap perawatan

1.Meningkatkan kenyamanan pasien

Keputusan untuk melakukan sedasi pada anak harus dilakukan


dengan pertimbangan yang matang dan dilakukan oleh tim yang
profesional. Pemilihan teknik sedasi harus melalui jadwal konsultasi
23

dengan orangtua untuk memastikan teknik sedasi yang spesifik untuk


anak.

1).Indikasi
Faktor-faktor penegak indikasi pasien untuk tindakan sedasi
a. Riwayat medis lengkap
- Alergi atau reaksi buruk terhadap obat
- Medikasi yang sedang berjalan termasuk dosis,
waktu, rute, lokasi administrasi
- Penyakit atau kelainan pasien termasuk status
kehamilan pada remaja
- Riwayat opname
- Riwayat general anesthesia atau sedasi dan
komplikasi yang terkait
- Riwayat keluarga terhadap penyakit atau komplikasi
anestesi
- Ringkasan sistem-sistem tubuh
- Umur dan berat
2).Evaluasi fisik
1. Tanda-tanda vital meliputi denyut jantung, frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah.
2. Evaluasi jalur pernapasan
3. Sistem klasifikasi status fisik menurut ASA (American Society
of Anesthesiologists)

3).Informed consent
Penggunaan sedasi pada anak harus disetujui oleh orang
tua/wali melalui setelah mereka menerima informasi jelas
mengenai risiko dan keuntungan yang akan didapatkan dengan
teknik dan agen yang digunakan.
2) Instruksi orang tua
24

3) Dokumentasi
I. Pre-prosedur
- Konsumsi makanan dan
minuman yang dilarang
- Riwayat kesehatan dan fisik
termasuk berat badan, umur pasien
- Nama dan alamat dokter yang
biasa menangani pasien
- Alasan dilakukannya tindakan
- Informed consent
- Penginformasian instruksi
pada pendamping anak
-Tanda vital
-Penampilan pasien
-Jenis, dosis, rute, lokasi, dan waktu admisintrasi obat
25

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Satish et al. Textbook of community denstiry. Jaypee Brothers


Publishers.2002.https://id.search.yahoo.com/search?
fr=mcafee&type=E210ID91215G0&p= Wright, Diakses pada tanggal 18 sep
2021

GZ. Behaviour Management in Dentistry for Children. Philadelphia: WB


Saunders Company. 1975.

McDonald, RE, et al. Dentistry for the Child and Adolescent. Ed. ke-8. St.
Louis: Mosby, 2000 https://core.ac.uk/download/pdf/25496642.pdf, Diakses
pada tanggal 18 sep 2021
Finn. Clinical Pedodontics. 4th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company;
1973
Hmud R et al. Dental Anxiety: Causes, complications, and management
approaches. Journal of Minimun Interventon Denstistry;2009;2(1)
https://dokumen.tech/document/makalah-pengelolaan-perilaku-anak-pdf.html,
Diakses pada tanggal 18 sep 2021

Koch G, Poulsen S. Pediatric Dentistry a Clinical Approach. 2nd ed.


Copenhaagen: Munksgaard; 2001:53-70.

Heasman, P et al. Restorative Dentistry, Pediatric Dentistry, Orthodontics.


Churcill Livingstone;2003

Mathewson, RJ et al. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3rd ed.


Quintessence Publishing;1995

E. Arlia Budiyanti dan Yuke Yulianingsih Heriandi. Pengelolaan anak


nonkooperatif pada perawatan gigi (pendekatan nonfarmakologik). 2001.
Dentika Dental Jurnal Vol. 6 No. 1. p. 13-7.
https://id.search.yahoo.com/search?

25
26

fr=mcafee&type=E210ID91215G0&p=JURNAL+PENDEKATAN+NONFA
RMOKOLOGI ,Diakses pada tanggal 18 sep 2021

Anda mungkin juga menyukai