NIM : PO.71.25.1.20.063
Kelas :B
Semester :3
Dosen Pembimbing:
Abu Hamid,SSI,M.Kes
rahmat,taufik dan hiah- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata Pendidikan Teori Asuhan Kesehatan Gigi.Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang metode penyuluhan bagi para
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
menyelesaikan makalah ini.Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
1. Landasan Teori 1
2. Konsep perawatan gigi anak 5
3. Rasa takut dan cemas 6
4. Sikap dan tingkah laku anak 6
4.1 Perkembangan sikap dan perilaku anak 6
4.2 Perkembangan sikap dan perilaku anak berdasarkan umur 8
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku anak dalam perawatan gigi.12
4.4 Hubungan Usia dengan Perawatan Gigi…………………………………… 13
4.5 Rasa Takut………………………………………………………………… 14
4.6 Riwayat Perawatan Dental Sebelumnya……………………………...……..15
4.7 .Lingkungan Kerja Perawat Gigi………………………………..………….15
4.8 Klasifikasi perilaku anak………………………………………...………….16
5. Manajemen Perilaku anak…………………………………………………….... 18
5.1 Komunikasi efektif terhadap anak dalam perawatan gigi………………… 18
5.2 Teknik pengelolaan tingkah laku anak dalam perawatan gigi……………. 20
5.3 Pendekatan Non-Farmakoterapeutik………………………………..………22
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 25
iii
LANDASAN TEORI
1
2
Salah satu konsep perawatan gigi anak yang dikenal adalah konsep
segitiga perawatan gigi anak atau di sebut juga Triad Pedodontik. Dalam
konsep ini terdapat tiga komponen utama yang berperan dalam perawatan
gigi anak yaitu anak, orangtua, dokter gigi, dan masyarakat/lingkungan.
Hal ini yang membedakan konsep perawatan gigi anak dan dewasa. Pada
pasien dewasa, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan two lines
yaitu hubungan komunikasi antara pasien dan dokter gigi saja.
Anak diletakkan pada puncak segitiga karena anak menjadi fokus
utama dari orang tua dan dokter gigi. Tanda panah dua arah (resiprokal)
pada segitiga perawatan gigi anak memiliki arti bahwa dalam melakukan
perawatan gigi anak, diperlukan peran yang timbal balik dari tiap
komponen. Orangtua memiliki peran dalam memberikan informasi kepada
dokter gigi agar komunikasi dapat berjalan lancar serta memberikan
motivasi kepada anak. Sedangkan dokter gigi memiliki peran dalam
memberikan informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut anak serta
merawat gigi anak. Dalam segitiga perawatan pedodontik juga terdapat
peran masyarakat/lingkungan yang diletakkan di tengah segitiga, hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat juga memiliki pengaruh dalam
pembentukan sikap dan perilaku anak.
Rasa takut adalah emosi pertama yang didapatkan manusia sesaat setelah
lahir. Rasa takut didefinsiikan sebagi suatu kondisi emosional yang
membantu individu normal dalam mempertahankan diri dari berbagai
macam ancaman. Rasa takut dalam perawatan gigi memiliki relasi
terhadap objek yang sifatnya spesifik. Rasa takut berasal dari reaksi
terhadap stimulus eksternal yang sifatnya spesifik dan merupakan suatu
respon yang normal saat dilakukannya perawatan gigi. Rasa cemas
berbeda dengan rasa takut dimana rasa cemas tidak berhubungan dengan
objek tertentu atau disebut juga rasa takut yang tidak spesifik.
a. Etiologi
4
h.Remaja
Overanxiety
Orangtua tipe ini sering memberi perhatian yang tidak
semestinya pada anak, misalnya karena ada tragedi dalam
keluarga seperti kecelakaan atau sakit yang menimpa
anaknya. Oleh karena itu anak jarang diizinkan untuk
bermain sendiri. Sikap anak-anak ini biasanya pemalu dan
penakut. Biasanya mereka adalah pasien yang berperilaku
baik. Namun, dokter gigi juga memiliki beberapa kesulitan
dalam mengatasi rasa ketakutan mereka. Dengan dorongan
dan jaminan anak biasanya merespon dengan cara yang
menyenangkan.
Domination
Orangtua tipe ini menuntut anaknya memiliki tanggung
jawab yang tidak sesuai dengan usia kronologisnya.
Mereka menuntut anak untuk bersikap kompetitif dengan
teman-temannya. Orangtua memaksa anaknya menjadi
kritis, keras, dan bahkan sering menolak. Sikap anak ini
adalah tertekan dan tegang. Dengan memberikan kebaikan
dan perhatian, mereka umumnya dapat berkembang
menjadi pasien yang lebih baik.
Underaffection
Masalah ekonomi dan sosial menjadi masalah dalam
orangtua tipe ini dimana anak menjadi tidak dipedulikan
dan kurangnya waktu untuk anak. Implikasinya anak
menjadi lebih pemalu dan pendiam, suka menyendiri, ragu-
ragu dalam mengambil keputusan, dan mudah menangis.
Dokter gigi harus memberikan kasih sayang dan perhatian
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
13
E.Rasa Takut
Ketakutan Objektif
Rasa takut dihasilkan oleh stimulus dari indera penglihatan,
penciuman, perabaan, pengecapan, pendengaran. Ketakutan
dapat menurunkan ambang batas rasa sakit sehingga anak
yang ketakutan dalam perawatan gigi biasanya merasakan
rasa yang lebih sakit. Rasa sangat dikaitkan dengan
pengalaman terdahulu. Anak yang pernah mengalami rasa
takut saat ke dokter gigi biasanya akan sulit untuk dibawa
lagi ke dokter gigi. Dokter gigi harus menyadari situasi
emosional anak ini dan merawat gigi anak dengan perlahan
serta berusaha untuk mengembalikan kepercayaan diri anak.
Ketakutan Subjektif
Kecemasan subjektif atau kecemasan dinilai berdasarkan
pada perasaan dan sikap yang sebelumnya sudah
disugestikan anak dari cerita pengalaman orang lain saat ke
dokter gigi. Biasanya anak menjadi mudah terpengaruh
meskipun belum pernah mencoba.
a. Berdasarkan Wright
Wright mengklasifikasikan perilaku anak menjadi 3, yaitu :
1. Kooperatif
Kekooperatifan anak dalam menjalani perawatan gigi
adalah sebuah faktor penting tercapainya perawatan gigi yang
sukses. Anak yang kooperatif biasanya dileks di dental unit,
terkadang antusias, memiliki rasa takut yang minimal, dan
dapat dirawat dengan cepat maupun pendekatan behavior-
shaping. Anak dapat diberikan metode pendekatan tell show
do,
16
3.Berpotensi kooperatif
a.Berdasarkan Frankl
efektif dan natural serta menyenangkan bagi anak. Selain itu, bahasa
komunikasi yang digunakan harus bersahabat dan concern disesuaikan
dengan usia anak. Beberapa jenis ungkapan awal yang menjembatani
komunikasi yang baik dapat melalui pertanyaan yang berhubungan
dengan kesukaan anak, seperti “Kamu paling suka sama apa?” “Kamu
suka binatang apa?” “Nama kucing kamu siapa?” “wah, kamu emang
pemain bola yang hebat!”. Pendekatan ini dapat memancing respon
positif anak.
1.Pendekatan Non-Farmakoterapeutik
a. Tell Show Do
Metode TSD (Tell Show Do) pertama kali diperkenalkan
oleh Addleston (1959) yang merupakan komponen
pembentukan perilaku dengan cara mendemonstrasikan
berbagai hal secara bertahap dengan cara telling, showing dan
doing. TSD merupakan teknik paling populer dalam
manajemen perilaku anak di praktik dokter gigi. Sedangkan
teknik modelling sudah jarang digunakan, berdasarkan sebuah
studi yang dilakukan pada tahun 1980. Teknik ini melibatkan
penjelasan secara verbal tentang prosedur yang akan dilakukan
dengan bahasa yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh
anak sesuai dengan usia (tell). Dalam melakukan teknik ini
usahakan untuk melibatkan aspek visual, auditori, olfaktori, dan
taktil dengan sangat hari-hati (show), kemudian praktikkan
prosedur perwatan (do). Konsep TSD digunakan dengan
pendekatan positif dan komunikasi verbal maupun nom verbal.
Tujuan :
- Mengajarkan pasien tentang aspek penting perawatan gigi
20
c. Modelling
C.Pendekatan Non-Farmakoterapeutik
a.General Anesthesia
2.Sedasi
1).Indikasi
Faktor-faktor penegak indikasi pasien untuk tindakan sedasi
a. Riwayat medis lengkap
- Alergi atau reaksi buruk terhadap obat
- Medikasi yang sedang berjalan termasuk dosis,
waktu, rute, lokasi administrasi
- Penyakit atau kelainan pasien termasuk status
kehamilan pada remaja
- Riwayat opname
- Riwayat general anesthesia atau sedasi dan
komplikasi yang terkait
- Riwayat keluarga terhadap penyakit atau komplikasi
anestesi
- Ringkasan sistem-sistem tubuh
- Umur dan berat
2).Evaluasi fisik
1. Tanda-tanda vital meliputi denyut jantung, frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah.
2. Evaluasi jalur pernapasan
3. Sistem klasifikasi status fisik menurut ASA (American Society
of Anesthesiologists)
3).Informed consent
Penggunaan sedasi pada anak harus disetujui oleh orang
tua/wali melalui setelah mereka menerima informasi jelas
mengenai risiko dan keuntungan yang akan didapatkan dengan
teknik dan agen yang digunakan.
2) Instruksi orang tua
24
3) Dokumentasi
I. Pre-prosedur
- Konsumsi makanan dan
minuman yang dilarang
- Riwayat kesehatan dan fisik
termasuk berat badan, umur pasien
- Nama dan alamat dokter yang
biasa menangani pasien
- Alasan dilakukannya tindakan
- Informed consent
- Penginformasian instruksi
pada pendamping anak
-Tanda vital
-Penampilan pasien
-Jenis, dosis, rute, lokasi, dan waktu admisintrasi obat
25
DAFTAR PUSTAKA
McDonald, RE, et al. Dentistry for the Child and Adolescent. Ed. ke-8. St.
Louis: Mosby, 2000 https://core.ac.uk/download/pdf/25496642.pdf, Diakses
pada tanggal 18 sep 2021
Finn. Clinical Pedodontics. 4th ed. Philadelphia: W. B. Saunders Company;
1973
Hmud R et al. Dental Anxiety: Causes, complications, and management
approaches. Journal of Minimun Interventon Denstistry;2009;2(1)
https://dokumen.tech/document/makalah-pengelolaan-perilaku-anak-pdf.html,
Diakses pada tanggal 18 sep 2021
25
26
fr=mcafee&type=E210ID91215G0&p=JURNAL+PENDEKATAN+NONFA
RMOKOLOGI ,Diakses pada tanggal 18 sep 2021