Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMIAH

Blok 3 :
Perilaku dan Komunikasi
TRIAD OF CONCERN

Oleh
Kelompok 6A
Dosen Pembimbing:
Yati Roesnawi, drg
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

TIM PENYUSUN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Ketua

: Dini Fadhilah Lubis

Anggota

(NIM : 150600053)

Arwin Leonardy
Terry(NIM : 150600052)
Dzakiah Khairunnisa
Rahma Devi
Miranda Aristia
Trifena Mulyadi Kaban
Zadila Aprilia
Claudia Eolia
Yan Reynaldo Depari

(NIM : 150600051)
(NIM : 150600054)
(NIM : 150600055)
(NIM : 150600056)
(NIM : 150600057)
(NIM : 150600058)
(NIM : 150600156)
(NIM : 150600157)

TRIAD OF CONCERN
Kelompok 6A
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155
Telp. 061 8216131, Fax. 061 8213421
PENDAHULUAN
Kerusakan gigi merupakan masalah yang paling umum terjadi pada anak-anak
dibandingkan penyakit lainnya. Survei global mereka menunjukkan 2,4 miliar orang tidak
mengobati gigi mereka yang rusak dan 621 juta anak tidak mengobati pembusukan pada gigi
susu mereka.1 Angka-angka tersebut menjelaskan betapa besar nya masalah kurang
kepedulian orang tua kepada kesehatan giginya, dan juga kepada kesehatan gigi anaknya.
Padahal, perawatan kesehatan gigi anak secara dini sangat berguna bagi kesehatan gigi anak
yang masih dalam taraf tumbuh kembang. Keberhasilan perawatan gigi anak dapat
bergantung pada beberapa hal seperti motivasi orang tua dalam hal kebersihan mulut,
kerjasama antara orang tua dan dokter gigi juga perawatan dokter gigi terhadap pasien.
Perilaku mempunyai peranan yang sangat besar terhadap status kesehatan si anak.Salah satu
perilaku yang seharusnya dilakukan orang tua adalah menjembatani terjalinnya hubungan
yang sehat antara anak dan dokter gigi.
Di dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana seharusnya hubungan orang tua,
anak dan dokter gigi. Tujuan dari penulisan ini adalah menjelaskan pentingnya menjaga
hubungan atau komunikasi yang baik antara dokter gigi, anak, dan orangtua. Sehingga
pembaca dapat mengerti dan menjalankan tingkah laku sesuai perannya masing-masing.
PASIEN ANAK
Anak merupakan salah satu objek atau sasaran utama perawatan gigi yang dilakukan
oleh dokter gigi. Anak terbagi atas dua kelompok, kooperatif dan non-kooperatif. Anak
kooperatif biasanya anak berumur 3 tahun ke atas, sedangkan anak non-kooperatif biasanya
adalah anak yang belum berumur 3 tahun. Setiap anak pasti menjalani proses tumbuh
kembang dan tingkah laku. Tumbuh kembang mempengaruhi tingkah laku anak. Selain
tumbuh kembang, orang tua juga berperan juga dalam membentuk tingkah laku anak.
Efek dari kematangan emosional pada tingkah laku anak dalam perawatan gigi adalah
semua anak melewati masa tingkatan tertentu dari perkembangan mental dan emosi.
Berdasarkan tingkatan usia ini tingkah laku anak dan psikologis anak yang terpola secara

terus-menerus menjadi berubah. Penting untuk mengidentifikasi tingkatan usia psikologis


sebagai panduan untuk menyukseskan perawatan gigi pada anak. Skema tingkatan usia
membantu untuk menghubungkan level dari kematangan emosional dengan rentang usia anak
dalam perawatan gigi.
Anak menjadi fokus dari dokter gigi dan dibantu oleh orang tua. Perawatan gigi anak
akan dipusatkan pada orientasi anak sebagai pasien dan orangtuanya, dokter gigi akan
bertindak untuk mengarahkan orangtua pada perawatan yang diindikasikan kepada anaknya.
Kunjungan pertama untuk anak dan orangtuanya pergi kedokter gigi sering kali hanyalah
merupakan kunjungan perkenalan, yaitu memperkenalkan anak kepada dokter giginya dan
lingkungan klinik. Hal ini penting agar anak merasa familiar dengan suasana praktek dokter
gigi. Apabila anak merasa takut, tidak nyaman, atau tidak kooperatif, maka mungkin perlu
dilakukan penjadwalan ulang. Kesabaran dan ketenangan orang tua dan komunikasi yang
baik dengan anak sangatlah penting pada kunjungan ini. Kunjungan yang singkat dan
berkelanjutan ditujukan untuk membangun kepercayaan anak pada dokter gigi dan
lingkungan klinik, dan hal ini terbukti sangat berharga apabila anak nantinya membutuhkan
perawatan.2
ORANG TUA
Peranan orang tua dapat mempengaruhi dan merupakan salah satu faktor dari
keberhasilan perawatan pasien anak serta sikap orang tua juga akan mempengaruhi tingkah
laku anak tersebut.2 Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya
perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Kebersihan
mulut yang baik akan membuat gigi dan jaringan sekitarnya sehat. Pengetahuan tersebut
dapat diperoleh secara alami mau-pun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan.
Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai kebersihan gigi dan mulut merupakan faktor
predisposisi dari perilaku yang tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak. Salah satu
contoh sederhana dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak yang harus dilakukan oleh orang
tua yaitu selalu mengajar-kan anak tentang waktu yang tepat dan cara yang baik untuk
menggosok gigi serta selalu mengingatkan agar setelah mengonsumsi makanan manis
sebaiknya segera berkumur dengan air.3
Pada berbagai motif dan situasi, orangtua mengambil sikap ekstrim yang berbedabeda terhadap anaknya, sikap itu antara lain:
1. Terlalu melindungi (overprotection), sikap terlalu melindungi ditunjukan dengan
terlalu mencampuri dan mendominasi anak oleh orangtuanya.

2. Penolakan (rejection), anak yang sedikit terabaikan oleh orang tuanya merasa rendah
diri, dilupakan, pesimis dan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Pada perawatan
gigi anak seperti ini bisa menjadi tidak kooperatif, menyulitkan, dan susah diatur.
3. Terlalu Cemas (overanxiety) sikap dari orangtua dengan perhatian yang berlebihan
dan tidak semestinya pada anak, hal ini selalu diiringi dengan sikap terlalu
memanjakan anak, terlalu melindungi, atau terlalu ikut campur.
4. Terlalu Mengidentifikasi (overidentification), jika si anak tidak mau mengikuti
keinginannya, orangtua anak tersebut merasa dikecewakan. Umumnya tingkah laku
anak tercermin dalam perasaan malu-malu, mengucilkan diri sendiri, pesimis dan
tidak percaya diri.1
Terdapat beberapa faktor peranan orang tua anak dalam tingkah laku yang bisa
memengaruhi kegelisahan anak dan sikap anak di klinik gigi. Berikut adalah beberapa faktor
orang tua yang memengaruhi sikap anak di klinik gigi:
1. Hubungan ibu dan anak
Hubungan ibu dan anak diberikan kepentingan yang lebih sebagai ibu yang
merupakan pengasuh utama. Tipe kepribadian ibu memengaruhi kemampuan anak
untuk mengatasi ketakutan yang memprovokasi seperti perawatan gigi.
2. Kegelisahan orang tua
Banyak orang tua yang takut akan perawatan gigi, sering menunjukkan ekspresi wajah
yang tidak suka atau takut di depan anaknya. Pada saat anak di tahap pembelajaran,
mereka sering meniru orang tua sebagai model mereka.
3. Sikap orang tua dan persepsi mengenai sikap anak
Ketika orang tua memperkirakan ketakutan gigi yang rendah, biasanya anak akan
menunjukkan sikap yang kooperatif. Orang tua menghubungkan ketakutan gigi anak
dengan penolakan untuk menjalani perawatan gigi yang sakit yang dialami di masa
lalu anak mereka.
4. Pengalaman masa lalu gigi orang tua
Pengalaman gigi yang negatif dari orang tua yang terdengar oleh anak-anak akan
meningkatkan kegelisahan gigi pada anak-anak. Orang tua akan memperlambat
perawatan anaknya sampai keperluan darurat seperti kambuhnya sakit gigi yang
membutuhkan perawatan yang khusus.
DOKTER GIGI
Dokter gigi merupakan seseorang yang memiliki keahlian dan wewenang untuk
melakukan tindakan medik bagi kesehatan gigi dan mulut. Profesi ini menitikberatkan pada
kesejahteraan umat manusia. Seorang dokter gigi selalu melayani masyarakat-masyarakat
yang butuh perawatan gigi.

Perilaku tidak kooperatif pasien anak disebabkan oleh pengelolaan yang kurang tepat
oleh tim dokter gigi. Sikap tim dokter gigi yang kaku atau keras, kurang sabar, kurang
menunjukkan kehangatan dan perhatian dapat menyebabkan anak bersikap negatif. Oleh
karena itu dokter gigi harus memahami perilaku anak sehingga dapat menangani pasien anak
secara tepat. 4
Pasien anak akan memperhatikan perilaku dokter gigi setiap kali mereka berkunjung
ke dokter gigi, dan itu akan mempengearuhi perilaku anak pada kunjungan berikutnya.
Komunikasi dikatakan baik jika dokter gigi bersikap ramah, bersahabat dan menyenangkan
kepada mereka. Selain dengan motivasi lisan seperti membujuk dan berempati, pasien anak
pada akhirnya juga dapat diajak bekerja sama dengan melakukan sentuhan fisik.
Ciri-ciri Dokter Gigi yang Baik
Hampir setiap hari seorang dokter gigi bertemu dan berinteraksi dengan masyarakat.
Oleh sebab itu, seorang dokter gigi dituntut untuk memiliki kepribadian dan juga penampilan
yang baik. Berikut 3 ciri dokter gigi yang baik:
1. Kepribadian
Seorang dokter yang baik mempunyai kepribadian yang menyenangkan, peduli dan
profesional. Tentunya Anda membutuhkan hal tersebut. Mereka seringkali
menyarankan dan mengajarkan tanpa Anda merasa digurui.
2. Full Services
Anda dapat mencari dokter gigi yang menyediakan layanan terlengkap. Anda tidak
perlu dirujuk ke dokter gigi lainnya setiap kali terjadi sesuatu yang berada di luar
keahlian dokter gigi Anda. Saat ini sudah banyak praktek dokter gigi yang
menyedaikan pelayanan lengkap.
3. Emergencies
Dokter yang baik akan memberikan waktu kepada Anda dalam keadaan yang darurat.

Hubungan Dokter Gigi dengan Orang Tua

Agar dapat tercipta komunikasi antar personel oleh dokter gigi dengan pasien anak
dan orang tuanya terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu:1
a.

Positiveness (sikap positif)


Dokter gigi diharapkan mau menunjukkan sikap positif pada pesan yang disampaikan
oleh pasien anak atau orang tuanya seperti keluhan, usulan, pendapat, pertanyaan.

b.

Supportiveness (sikap mendukung)


Ketika pasien atau orang tua pasien anak Nampak ragu untuk memutuskan sebuah
pilihan tindakan, maka dokter gigi diharapkan memberikan dukungan agar keraguan
tersebut berkurang atau bahkan hilang.

c.

Equality (keseimbangan antara pelaku komunikasi)


Yang dimaksud dengan kesamaan atau kesetaraan adalah bahwa diantara dokter gigi,
pasien, dan orang tua pasien tidak boleh ada kedudukan yang sangat berbeda misalnya
dokter yang menguasai semua keadaan dan pasien yang tidak berdaya.

d.

Openess (sikap dan keinginan untuk terbuka)


Dokter gigi bila perlu juga mengatakan kesulitan yang dihadapinya saat menangani
masalah pasien. Dengan keterbukaan komunikasi ini maka akan terbangun
kepercayaan dari pasien anak dan orang tuanya.
Manajemen perilaku pada anak
Dalam perawatan gigi maka hendaknya dokter gigi terutama memahami konsep
Pedodontic Treatment Triangle.Pedodontic Treatment Triangle adalah gambaran hubungan
antar komponen dalam segitiga perawatan pedodontik dimana setiap komponen saling
berhubungan erat, posisi anak pada puncak segitiga dan posisi orang tua serta dokter gigi
pada masing-masing sudut kaki segitiga.

Gambar 2.1 Pedodontic treatment triangle


Pada usia bayi sampai dengan 18 tahun diperlukan komunikasi dan kerja sama dari
dokter gigi dengan anak dan orang tua dalam perawatan gigi anak. Namun jika orang tua

sendiri pun memberikan kepanikan tersendiri, otomatis akan berimbas pada factor psikologi
anak juga. Sehingga bila perlu didampingi orang tua yang memang berani dan tidak takut
pada proses perawatan atau orang tua dapat duduk dibelakang tanpa terjangkau penglihatan
pasien anak.
Parameter bahwa perawatan gigi dan mulut pada anak telah berhasil dilakukan antara
lain: anak tidak mengalami keluhan fisik setelah perawatan, perawatan yang diberikan efektif
dan tepat, anak memahami cara merawat gigi dan pencegahan dari penyakit serta kerusakan
pada gigi, anak tidak merasa takut pada perawatan gigi, menjadi pasien yang kooperatif dan
dapat diajak bekerjasama, secara umum keadaan gigi geligi anak menjadi sehat, gigi terawat,
jaringan lunak sehat.
Teknik manajemen perilaku pada anak
Perawatan gigi dan mulut tidak dapat dilakukan sebelum anak berperilaku kooperatif.
Oleh karena itu dalam penanganan rasa takut yang merupakan manifestasi anak menjadi tidak
kooperatif, dokter gigi dapat melakukan pendekatan pengelolaan tingkah laku anak yang
berupa pendekatan farmakologis dan nonfamakologis. Pengelolaan tingkah laku anak dengan
pendekatan farmakologis berupa penggunaan teknik sedasi ataupun anastesi umum.
Sedangkan beberapa teknik manajemen perilaku dengan pendekatan nonfarmakologik, antara
lain:
1. Komunikasi
Tanda keberhasilan dokter gigi mengelola pasien anak adalah kesanggupannya
berkomunikasi dengan anak dan memperoleh rasa percaya dari anak, sehingga anak
berperilaku kooperatif. Komunikasi adalah suatu proses dimana setiap orang dapat saling
berbagi informasi, bertukar pikiran, berbagi rasa dan memecahkan permasalahan yang
dihadapi.
Cara komunikasi dengan anak yang paling umum digunakan adalah cara verbal yaitu
melalui bahasa lisan. Banyak cara untuk memulai komunikasi verbal, misalnya untuk anak
kecil dapat ditanyakan tentang pakaian baru, kakak, adik, benda atau binatang
kesayangannya. Berbicara pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahamannya.
Kadang diperlukan second language terutama untuk anak kecil misalnya untuk melakukan
anastesi pada gigi sebelum pencabutan dapat digunakan istilah menidurkan gigi.

Komunikasi nonverbal dapat dilakukan misalnya dengan melakukan kontak mata


dengan anak, menjabat tangan anak, tersenyum dengan penuh kehangatan, menggandeng
tangan anak sebelum mendudukkan ke kursi perawatan gigi, dan lain-lain.
Klasifikasi perilaku anak menurut White
Seorang dokter gigi juga perlu mengetahui tentang varietas jenis perilaku pasien anak
berdasarkan sikap atau kesan pertama pasien anak pada saat datang ke klinik. Klasifikasi
perilaku anak terhadapat perawatan gigi dan mulut menurut White, yaitu:
1. Perilaku kooperatif (Cooperative patient)
Perilaku kooperatif merupakan kunci keberhasilan dokter gigi dalam melakukan
perawatan gigi dan mulut.Anak dapat dirawat dengan baik jika dia menunjukkan sikap
positif terhadap perawatan yang dilakukan.Kebanyakan pasien gigi anak menunjukkan
sikap kooperatif dalam kunjungannya ke dokter gigi. Tanda-tanda pasien anak dan remaja
yang tergolong kooperatif adalah:
a) Tampak rileks dan menikmati kunjungan sejak di ruang tunggu
b) Mengikuti semua instruksi yang disampaikan dengan rileks
c) Memahami sendiri semua perintah
d) Terlihat antusias terhadap perawatan yang akan dilakukan
e) Penanganan dalam klinik biasanya cukup dengan teknik tell show do (TSD)
f) Adanya hubungan antara dokter
2. Perilaku tidak mampu kooperatif (Inability to cooperative patient)
Ada dua kelompok pasien yang termasuk dalam kelompok perilaku tidak mampu
kooperatif, yakni:
a) Anak yang berumur di bawah 3 tahun yang masih sangat bergantung kepada
ibunya.

b) Pasien anak atau remaja yang handicapped, baik retardasi mental maupun
keterbatasan fisik/cacat.
Kedua kelompok pasien ini pada dasarnya adalah ketidakmampuan untuk
berkomunikasi dan untuk memahami segala instruksi.Hal ini sangat menyulitkan dokter gigi
dalam melakukan perawatan.Pasien anak dengan kategori tidak mampu kooperatif dapat
ditangani dengan premedikasi dan menggunakan anastesi umum.
3. Perilaku histeris (Out of control patient)
Ada beberapa karakteristik pada pasien anak yang tergolong dalam perilaku histeris,
yakni:
a) Pasien umumnya berumur 3-6 tahun dan merupakan kunjungan pertama
b) Tangisan yang keras, memekik, dan marah
c) Merengek dan mudah marah
d) Memiliki tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi
Perilaku jenis ini dapat ditangani dengan mengevaluasi pasien sebelum melakukan
perawatan dan melakukan pendekatan kepada anak secara lembut disertai pemberian
penjelasan mengenai prosedur perawatan untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
4. Perilaku keras kepala (Obstinate/ defiant patient)
Beberapa karakteristik anak dengan perilaku keras kepala, yakni:
a) Melawan pada setiap instruksi
b) Pasif mempertahankan diri dan tidak ada perhatian terhadap perintah
c) Berdiam diri tidak mau bergerak dan membuka mulut.
d) Bersikap menentang dan tidak sopan

Pasien anak dengan perilaku keras kepala dapat ditangani dengan mencoba
memahami dan melakukan komunikasi dengan pasien tersebut tanpa melakukan paksaan.
Karena dengan paksaan akan semakin menyulitkan dokter gigi dalam melakukan perawatan.
5. Perilaku pemalu (Timid patient)
Perilaku pemalu dalam perawatan gigi dan mulut merupakan suatu perasaan gelisah
atau mengalami hambatan dalam membentuk hubungan atau komunikasi antara dokter gigi
dan pasien anak sehingga mengganggu tercapainya keberhasilan perawatan. Pemalu dapat
berubah menjadi fobia yang menjadikan pasien tersebut menjadi tidak kooperatif terhadap
perawatan gigi dan mulut.16 Karakteristik anak dengan perilaku pemalu, yakni:1
a) Pemalu karena takut berbuat salah dan susah mendengarkan instruksi
b) Menghindari kontak mata dan berlindung di belakang orang tua
c) Tidak banyak bicara, menjawab secukupnya saja
d) Membutuhkan dorongan kepercayaan diri
e) Berasal dari lingkungan keluarga yang bersifat overprotektif.
6. Perilaku tegang (Tense patient)
a) Anak tersebut tampak tegang secara fisik, dahi dan tangan berkeringat, bibir
kering
b) Suara terdengar tremor
c) Memulai percakapan dengan tidak dan saya tidak akan
d) Tangan bergetar
e) Menatap ke sekeliling ruang klinik
f) Menerima perawatan yang diberikan
g) Anak jenis ini ingin tampak berani dan tumbuh dewasa.

7. Perilaku cengeng (Whining patient)


a) Merengek atau menangis sepanjang prosedur perawatan
b) Masih tetap bisa menerima perawatan
c) Bisa menerima perhatian dari dokter gigi
Penangan yang paling tepat adalah dokter gigi harus bersikap sabar dan tenang.
Dokter gigi sebaiknya memberikan pujian terhadap mereka jika bersikap kooperatif selama
perawatan gigi dan menyampaikan bahwa tidak akan lama lagi dan mereka bisa pulang ke
rumah.
Pembahasan
Orang tua harus menjadi mitra dalam bimbingan perilaku anak, yang perannya
harus dipandu oleh dokter gigi. Untuk melakukan hal ini dokter gigi harus mengetahui
bagaimana cara orang tua mempengaruhi anak adalah perilaku dan menyesuaikan pedoman
untuk orang tua. Dokter gigi harus ingat bahwa orang tua sering memiliki harapan yang
semakin rendah untuk anak-anak mereka dan harapan tinggi untuk dokter gigi.
Perewatan gigi pada anak dapat dilakukan apabila anak dapat berlaku kooperatif.
Maka dari itu diperlukan kerjasama antara anak, orangtua dan dokter gigi dalam mencapai
keberhasilan perawatan dengan beberapa pendekatan dan perawatan. Anak harus segera
ditanggapi secara terbuka, jujur, dan empati. Jelaskan kepada anak dan orang tua apa yang
sebenarnya terjadi. Permintaan informasi formal dari pihak yang berkepentingan tentang
keluhan pasien harus ditanggapi secara teratur. Dokter gigi juga jangan bersikap arogan,
judes, patronizing terhadap pasien sehingga sulit diajak berkomunikasi, karena pasien berhak
mendapatkan informasi mengenai tentang penyakit yang dideritanya. Komunikasi antar
komponen dapat dikatakan efektif apabila dapat menghasilkan pemahaman anak dan orang
tua terhadap kesehatan giginya. Pengetahuan dokter gigi tentang rasa takut anak pada
kelompok usia tertentu akan sangat berguna saat pengaplikasian dalam perawatan gigi anak.
Disilah, konsep triad of concern perlu dilakukan karena anak masih tergantung dengan
orangtuanya belum sepenuhnya mengerti tentang perawatan gigi.

DAFTAR PUSTAKA
1. BBC.

Milayaran

orang

tak

obati

kerusakan

gigi.

Maret

www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/03/150305_najalah_gigi_rusak.

2015.
17

November 2015.
2. Soeparmin S. Pedodontic treatment triangle berperan dalam proses keberhasilan
perawatan gigi anak. Juni 2014. reporsitory.unhas.ac.id/bitstream/handle. 17
November 2015.

3. Worang TY, Pangemana DHC, Wicaksono DA. Hubungan tingkat pengetahuan


orang tua dengan kebersihan gigidan mulut anak di TK Tunas Bhakti Manado.
Jurnal e-Gigi (eG) 2014; Vol. 2: 1-4
4. Permatasari AS. Pola perilaku anak terhadap perawatan gigi dan mulut. Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin, 2014.

Anda mungkin juga menyukai