Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Refarat
18 Oktober 2019

Manajemen Perilaku untuk Menangani Kecemasan pada Anak

Oleh
Nama : Maya Masyita Atlanta
NIM : J014172022
Pembimbing : Prof. Dr. drg. Sherly Horax, MS

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
c

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah yang sering terjadi dibidang kedokteran gigi dibandingkan

bidang kesehatan lainnya adalah rasa sakit, atau lebih spesifiknya ketakutan

akan rasa sakit. Reaksi terhadap perawatan gigi adalah ketakutan yang tidak

dapat didefinisikan, termasuk rasa sakit. Dental fear and anxiety (DFA)

merupakan salah satu tantangan besar dalam kedokteran gigi anak. Kecemasan

anak dalam kedokteran gigi telah menjadi perhatian utama sejak beberapa tahun

terakhir dan dapat didefinisikan sebagai perasaan takut yang tidak spesifik,

khawatir, kegelisahan, yang sumbernya tidak diketahui. Padahal, pengalaman

pertama anak kedokter gigi merupakan hal yang penting dalam membentuk

perilaku anak terhadap dokter gigi dan hasil dari perawatan gigi.

Klinik kedokteran gigi dapat menjadi sangat menakutkan bagi anak

anak. Meliputi orang dan, peralatan yang asing, suara yang tidzk menyenangkan

dan suasana yang menegangkan. Secara jelas, seluruh aspek yang meneganfkan

dari ruang perawatsn gigi tidak dapat dihilangkan, namun beberapa pendekatan

dapat dilakukan untuk mencairkan suasana. Komunikasi efektif merupakan hal

yang penting dan merupakan tantangan besar dalam ruang praktek dokter gigi.

Perkembangan kognitif akan menentukan tingkat dan jumlah pertukaran


informasi yang bisa terjadi. Tidak semua anak dapat mengekspresikan rasa

takut dan cemas dan secara realtif. Komunikasi dengan anak dalam bidang

kesehatan, lebih spesifik dalam lingkungan kedokteran gigi, sikapnya bervariasi

sesuai dengan tim medis. Pertimbangan ini termasuk lingkungan kesehatan,

usia anak, hubungan interpersonal, dan menolong anak dalam menghadapi

perawatan gigi. Teknik manajemen perilaku merupakan satu kesatuan prosedur

bertujuan untuk mengatasi anak, untuk mencapai keinginan dan penerimaan

anak terhadap perawatan gigi, dan pada akhirnya mengurangi persepsi anak

mengenai kondisi klinik gigi yang menakutkan dan berbahaya. Sehingga pada

kajian pustaka ini adalah untuk menyajikan teknik manajemen perilaku untuk

mengatasi kecemasan pada anak.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana teknik manajemen perilaku untuk mengatasi kecemasan pada

anak?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui teknik manajemen perilaku untuk mengatasi kecemasan

pada anak.
c

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Anak dan Perkembangannya
2.1.1 Definisi Dental Fear and Anxiety
Kebanyakan anak menganggap kunjungan ke dokter gigi sebagai hal

yang menakutkan. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena berapa hal,

seperti bertemu orang dewasa yang tidak dikenal, suara dan perasaan yang

aneh, posisi berbaring, tidak nyaman, dan bahkan rasa sakit. Perilaku dan

rasa takut yang tidak kooperatif, sering terjadi dalam situasi klinis gigi

sehari-hari. Prevalensi masalah ketakutan/kecemasan dan masalah

manajemen perilaku bervariasi sekitar 5% hingga hampir 20%. Ketakutan

dapat didefinisikan sebagai perasaan yang berdasarkan adanya persepsi

ancaman, sementara kecemasan dikaitkan dengan reaksi ketakutan

terhadap situasi ancaman yang dibayangkan, namun tidak realistis. Karena

itu, kecemasan dapat dipandang sebagai jenis ketakutan yang berlebih

seperti gangguan di antara mereka yang belum mampu beradaptasi dengan

situasi-situasi ketakutan yang spesifik. Berdasarkan uraian-uraian diatas,

ada kemungkinan bahwa rasa takut pada gigi serta masalah-masalah

manajemen perilaku pada perawatan gigi mencapai puncaknya pada usia

muda dan diikuti oleh penurunan yang drastis sementara kecemasan gigi

yang dimulai selama usia sekolah dini, nantinya menunjukkan peningkatan

yang moderat.
Dalam situasi klinis, dokter gigi dapat mengenali anak dengan pemahaman,

kedewasaan, atau kemampuan untuk bekerja sama. Seorang anak yang

berakting dengan menangis atau melawan secara fisik sangat kontras dengan

seorang anak yang berbisik kepada ibunya, tidak melakukan kontak mata

dengan dokter gigi dan menjauhkan diri dari interaksi. Anak-anak dengan

ketakutan dan kecemasan gigi dapat berbeda dari perilaku keseharian mereka,

tetapi kadang-kadang lebih pasif dan diam selama perawatan. Dengan

demikian, resiko pasien mengalami ketidaksadaran dapat terabaikan, yang

dapat membahayakan pasien. Dengan meningkatnya pengetahuan tentang

tanda-tanda dan penyebab kecemasan gigi dan masalah manajemen perilaku,

dokter gigi akan menjadi lebih mudah memperhatikan masalah-masalah ini.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Anak

Kecemasan gigi dan masalah manajemen perilaku pada anak-anak

adalah fenomena multifaktorial dan kompleks. Tiga domain utama menjadi

faktor etiologi dari ketakutan dan kecemasan pada anak. Untuk mencapai

keberhasilan dalam perawatan gigi maka hendaknya dokter gigi terutama

memahami konsep “Pedodontic Treatment Triangle”. Pedodontic Treatment

Triangle adalah gambaran hubungan antar komponen dalam segitiga perawatan

pedodontik dimana setiap komponen saling berhubungan erat, posisi anak pada

puncak segitiga dan posisi orang tua serta dokter gigi pada masing-masing sudut

kaki segitiga. Garis menunjukan komunikasi berjalan dua arah antar masing
komponen dan merupakan hubungan timbal balik. Anak menjadi fokus dari

dokter gigi dan dibantu oleh orang tua. Perawatan gigi anak akan dipusatkan

pada orientasi anak sebagai pasien dan orangtuanya, dokter gigi akan bertindak

untuk mengarahkan orang tua pada perawatan yang diindikasikan kepada

anaknya. Pada usia bayi sampai dengan 18 tahun diperlukan komunikasi dan

kerja sama dari dokter gigi dengan anak dan orang tua dalam perawatan gigi

anakwaktu, kekhawatiran pasien akan kecemasan serta perilaku selama

perawatan gigi dapat bervariasi. Aspek-aspek baru dapat ditambahkan yang

mengarah pada peningkatan masalah atau, sebaliknya, anak mungkin belajar

untuk menangani beberapa komponen yang memicu kecemasan, yang

mengarah pada penurunan masalah.

Gambar 1. Pedodontic Treatment Triangle.


Sumber : Pediatric Dentistry A Clinical Approach, 2002.
A. Faktor Anak

Usia anak juga menjadi pertimbangan kematangan perilaku pada

anak yang dikelompokkan sebagai berikut:

1. Usia 2 tahun

Anak yang berusia dua tahun memiliki kosakata yang bervariasi dari

15 sampai 1000 kata.Anak pada periode ini takut pada gerakan mendadak

yang tidak terduga. Pergerakan mendadak pada kursi gigi (dental chair)

tanpa peringatan akan menimbulkan rasa takut, cahaya yang terang juga

terasa menakutkan bagi anak. Memisahkan anak pada usia ini dari orang

tuanya sangat sulit. Sebisa mungkin anak pada periode usia dua tahun

ditemani oleh orang tua atau pendamping selama berada di ruang

perawatan.

2. Usia 3 tahun

Anak usia tiga tahun memiliki keinginan untuk berbicara dan

mendengarkan. Pada usia ini, sikap kooperatif muncul dan dokter gigi bisa

mulai menggunakan pendekatan positif dengan anak tersebut

3. Usia 4 tahun

Seorang anak usia empat tahun umumnya mendengarkan dan

tertarik untuk menjelaskan. Jika tidak diatur dengan baik pada beberapa

situasi anak usia empat tahun bisa menjadi tidak patuh dan menentang.
4. Usia 5 tahun

Usia ini merupakan periode dari penggabungan, dimana anak pada usia

lima tahun senang melakukan aktifitas berkelompok dan siap berpartisipasi

didalamnya dan mereka juga memiliki sedikit rasa khawatir bila terpisah

dari orangtuanya saat melakukan perawatan gigi. Anak dengan usia 1-5thn

merupakan usia yang paling sering sulitnya dilakukan perawatan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal ini berkaitan dengan: anak

yang datang tidak bersama orang tua, Anak dengan usia ini lebih sensitif

terhadap rasa sakit dan ketidakmampuannya untuk menghadapi ketakutan,

dan anak usia ini sulit memahami keadaan dan lebih mudah berfantasi.

5. Usia 6 sampai 12 tahun

Biasanya anak pada usia ini bisa menangani ketakutan terhadap

prosedur perawatan gigi karena dokter gigi bisa menjelaskan apa yang akan

dilakukan dan alasan kenapa perawatan tersebut dilakukan. Sedangkan

berdasarkan klasifikasi Piaget’s, anak dengan usia 4-7 tahun adalah masa

pre-operasional. Perkembangan kosa kata, perhatian dan kemampuan

konsentrasi pada periode ini merupaka tanda kesiapan kdalam komunikasi

social.

a. Klasifikasi perilaku anak

Frankl et al mengklasifikasikan perilaku anak menjadi

empat kelompok sesuai dengan sikap anak dan kerjasama pada

perawatan gigi dan mulut,yakni:


a. Jelas Negatif

Penolakan perawatan , menangis, takut atau perilaku-perilaku

lainnya yang jelas bersikap negatif terhadap perawatan

b. Negatif

Enggan untuk menerima pengobatan, tidak kooperatif,

beberapa bukti dari sikap negatif tetapi tidak diucapkan,

cemberut.

c. Positif

Penerimaan perawatan , kesediaan untuk mematuhi dokter gigi

dan tidak menolak petunjuk dokter gigi

B. Faktor Dokter Gigi

Tim dokter gigi harus memperhatikan dalam menyampaikan kalimat

yang disampaikan saat komunikasi. Ketika dokter gigi berinteraksi dengan

pasien, maka pesan yang disampaikan akan terbagi menjadi dua tingkatan:

informasi dan hubungan. Sehingga, pesan secara verbal tidak hanya

menyediakan informasi, namun juga menggambarkan hubungan antara

orang yang berinteraksi. Hubungan ini dapat diartikan melalui beberapa

hal seperti nada biacara, gesture, kontak mata, dan beberapa area nonverbal

lainnya.

1. Komunikasi nonverbal pada umumnya lebih diterima karena

pengaruhnya melebihi komunikasi verbal. Ketika pesan nonverbal


bertentangan dengan pesan verbal, pesan nonverbal lebih

dipercayai dari pesan verbal. Sangat penting bagi tim dokter gigi

sadar akan interpretasi pasien pada kedua pesan verbal dan

nonverbal. Pesan nonverbal dapat disampaikan melalui berbagai

sikap seperti: artefak, kinesik, okulesik, taktils, proxemik,

kronemik.

2. Artifak mengarah pada penampilan. Seperti pemilihan pakaian,

perhiasan, dan model rambut. Beberapa dekade terakhir, seragam

putih wanita dalam tim dokter gigi dapat diganti dengan pakaian

yang kurang formal. Bagaimanapun, pakaian menyampaikan pesan

(baik atau buruk) yang mempengaruhi pengamatan pasien. Sebuah

penelitian menunjukkan seragam putih lebih dipilih sebagai

seragam yang digunakan berulang. Hal ini untuk menunjukkan

profesionalisme dan efisisensi.

3. Kinestetik berhubungan dengan gerak tubuh dan postur. Gerakan

tubuh dan postur dapat menyatakan kegemaran pendengar,

keterlibatan dan kewaspadaan. Ketika bekerja dengan anak,

penting untuk mengatur perubahan pergerakan tubuh dan postur

dimana menetukan pemahaman mengapa ia diminta untuk

mengubah posisi. Misalnya, bagian belakang tubuh bersandar pada

kursi gigi atau tetap duduk untuk berkumur.


4. Okulinis meliputi wajah dan pergerakan mata. Eskpresi wajah dan

mata merupakan sumber utama dari informasi emosional untuk

pasien. Tim dokter gigi harus mengetahui ekspresi wajah dan

pergerakan mata yang mereka tampakkan pada pasien, karena

pasien sering memperhatikan wajah dari dokter yang bekerja pada

giginya. Jika tim dokter gigi secara okulesik mengartikan rasa

takut, marah, atau menjijikkan, pasien pasien akan

menginterpretasikan hampir sama dengan hal ini. Ekspresi wajah

yang bersahabat dan ekspresi mata membantu pasien, hampir sama

dengan komunikasi yang bersahabat.

5. Daktilik mengacu pada pendekatan sikap dan merupakan satu dari

beberapa komunikasi manusia yang lebih dekat. Praktisi

menyarankan beberapa metode untuk meringankan ketakutan

pasien akan injeksi, drilling dan polishing. Contohnya, pendekatan

sebelum membersihkan gigi melakukan polish pada kuku jari dari

pasien untuk menunjukkan bagaimana gerakan instrument tersebut.

Injeksi dapat diberikan dengan meraba gusi saat injeksi agar sakit

yang dirasakan berkurang. Anak juga mungkin ingin memegang

tangan dari dokter gigi. Pada situasi ini, sikap menyentuh operator

dapat membuat pasien nyaman.

6. Kronemik berhubungan dengan penggunaan waktu. Tim dokter

gigi harusnya lebih sensitif terhadap waktu yang diluangkan pasien


dalam ruang tunggu, kursi gigi, dan waktu kerja saat di kursi gigi.

Membuat pasien menunggu perawatan gigi dapat meningkatkan

tingkat kecemasan pasien. Empati terhadap pasien dapat menjadi

patokan dari kronemik. Proxemik melibatkan jarak dan ruang.

Penting untuk tim dokter gigi mengingat faktor-faktor yang telah

disebutkan diatas, verbal dan nonverbal yang dirasakan untuk

mencapai tujuan, dibandingkan secara individual. Praktisi harus

bekerja keras untuk mengetahui pesan yang disampaikan dan

memastikan pesan ini tidak bertentangan antara satu dan yang lain.

Pada situasi dimana pasien tidak takut ketika dilakukan prosedur

perawatan gigi, sehingga tim dokter gigi dapat membedakan antara

pengalaman postif dan negatif.

2.1.3 Teknik Manajemen Perilaku Anak

Pendekatan yang dapat dilakukan oleh dokter gigi dalam pengelolaan

tingkah laku anak dapat berupa pendekatan farmakologis dan nonfamakologis.

Pengelolaan tingkah laku anak dengan pendekatan farmakologis berupa

penggunaan teknik sedasi ataupun anastesi umum. Sedangkan beberapa teknik

manajemen perilaku dengan pendekatan nonfarmakologik, antara lain:

1. Komunikasi

Tanda keberhasilan dokter gigi mengelola pasien anak adalah

kesanggupannya berkomunikasi dengan anak dan memperoleh rasa percaya dari


anak, sehingga anak berperilaku kooperatif. Komunikasi adalah suatu proses

dimana setiap orang dapat saling berbagi informasi, bertukar pikiran, berbagi rasa

dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Cara komunikasi dengan anak yang

paling umum digunakan adalah cara verbal yaitu melalui bahasa lisan. Banyak cara

untuk memulai komunikasi verbal, misalnya untuk anak kecil dapat ditanyakan

tentang pakaian baru, kakak, adik, benda atau binatang kesayangannya. Berbicara

pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahamannya. Kadang diperlukan

second language terutama untuk anak kecil misalnya untuk melakukan anastesi

pada gigi sebelum pencabutan dapat digunakan istilah menidurkan gigi.

Komunikasi nonverbal dapat dilakukan misalnya dengan melakukan kontak

mata dengan anak, menjabat tangan anak, tersenyum dengan penuh kehangatan

menggandeng tangan anak sebelum mendudukkan ke kursi perawatan gigi, dan lain

lain.

2. Modelling

Modelling merupakan prinsip psikolgis yaitu belajar dari pengamatan

model. Anak diajak mengamati anak lain sebayanya yang sedang dirawat giginya

yang berperilaku kooperatif, baik secara langsung atau melalui film dan video

demonstrasi tentang perawatan gigi. Pengamatan terhadap model yang diamati

dapat memberikan pengaruh positif terhadap perilaku anak. Teknik ini sangat

memberikan efek pada anak-anak yang berumur 3-5 tahun dan sangat baik

digunakan pada saat kunjungan pertama anak ke dokter gigi.


3. Tell Show Do (TSD)

Addelston memperkenalkan konsep Tell Show Do (TSD) sebagai prosedur

pengelolaan atau manajemen perilaku untuk merawat gigi anak dan cara ini sangat

sederhana dan cukup efektif. Tell artinya mengatakan kepada anak dengan bahasa

yang bisa dimengerti oleh anak tersebut. Tentang apa yang akan dilakukan. Dalam

hal ini dijelaskan juga alat-alat yang mungkin akan digunakan. Setiap kali anak

akan menunjukkan hal yang positif diberikan penghargaan. Show artinya

menunjukkan objek sesuai dengan yang diterangkan sebelumnya tanpa

menimbulkan rasa takut. Dalam hal ini dapat dipergunakan model gigi

menunjukkan alat yang akan dipergunakan misalnya bur dan kalau perlu dipegang

pasien.

Do yaitu tahap akhir yang dilakukan jika tahap show telah dapat diterima

oleh anak. Pada tahap do, anak didiberikan perlakuan sesuai dengan apa yang telah

diceritakan maupun ditunjukkan. Pada waktu melakukan TSD harus sesuai dengan

yang diceritakan atau ditunjukkan, jadi jangan sampai anak merasa dibohongi.

Pendekatan dengan cara TSD dapat dilakukan bersama-sama dengan cara

modeling. Cara pendekatan dengan TSD dapat diterapkan untuk semua jenis

perawatan pada anak kecuali melakukan suntikan. Bisa digunakan dengan semua

pasien. Dapat digunakan untuk berurusan dengan yang sudah ada kecemasan dan

ketakutan, atau dengan pasien menghadapi dokter gigi untuk pertama kalinya. Pada

penelitian oleh (Radhakrisna,2019) menunjukkan lebih mudahnya prosedur

dilakukan menggunakan modifikasi TSD yaitu Tell-Show-Play-doh dan permainan


dokter gigi pada smartphone dibandingkan teknik Tell-Show-Do. Penanganan

efektif pada pasien pre-operatif dan selama prosedur diamati pada kelompok Tell-

Show-Play-doh dan permainan dokter gigi pada smartphone dibandingkan teknik

Tell-Show-Do

4. Hand Over Mouth Exercise (HOME)

Hand Over Mouth Exercise(HOME) adalah suatu teknik manajemen

perilaku digunakan pada kasus yang selektif misalnya pada anak yang agresif dan

histeris yang tidak dapat ditangani secara langsung. Teknik ini juga sering

digunakan bersama teknik sedasi inhalasi.Tujuannya ialah untuk mendapatkan

perhatian dari anak sehingga komunikasi dapat dijalin dan diperoleh kerjasama

dalam melakukan perawatan yang aman. Teknik ini hanya digunakan sebagai upaya

terakhir dan tidak boleh digunakan secara rutin.

5. Distraksi

Teknik distraksi adalah suatu proses pengalihan dari fokus atau perhatian

pada nyeri ke stimulus yang lain. Distraksi digunakan untuk memusatkan perhatian

anak agar menghiraukan rasa nyeri. Beberapa teknik distraksi yang dikenal dalam

pendekatan pada anak antara lain distraksi visual seperti melihat gambar di buku,

bermain video games, distraksi pendengaran dengan mendengarkan musik atau

bercerita juga sangat efektif. Dokter gigi yang berbicara selagi mengaplikan pasta

topical ataupun anastesi local juga menggunakan distraksi verbal.

6. Desensitasi
Desentisasi secara tradisional digunakan untuk anak yang gelisah, takut,

ataupun fobia pada perawatan gigi. Prinsip ini dapat dengan mudah dimanfaatkan

oleh dokter gigi anak dengan semua pasien, untuk meminimalkan kemungkinan

bahwa pasien mungkin menimbulkan kecemasan. Kecemasan anak ditangani

dengan memberikan serangkaian pengalaman perawatan anak.

7. Pengaturan Suara (Voice Control)

Nada suara dapat juga digunakan untuk mengubah perilaku anak. Perubahan

nada dan volume suara dapat digunakan untuk mengkomunikasikan perasaan

kepada anak. Perintah yang tiba-tiba dan tegas dapat mengejutkan dan menarik

perhatian anak dengan cepat. Dengan adanya perhatian anak yang diperoleh melalui

intonasi tersebut, dokter gigi dapat melanjutkan komunikasinya atau untuk

menghentikan apa yang sudah dilakukan oleh anak. Tujuannya

untukmengontrolperilaku mengganggu dan untuk mendapatkanperhatiananak.

Teknik ini dapat digunakan dengan semua pasien.

8. Reinforcement

Merupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah dicapai, agar

prestasi tersebut diulang. Pada umumnya anak akan senang jika prestasi yang telah

ditunjukkan dihargai dan diberi hadiah. Hal ini dapat meningkatkan keberaniananak

dan dipertahankan untuk perawatan dikemudian hari. Reinforcement mempunyai

keuntungan karena dokter gigi secara langsung dapat mengontrol pemberian hadiah

yang akan diberikan dipraktek untuk meningkatkan frekuensi tingkah laku yang

diinginkan.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan antara kecemasan dan manajemen perilaku pada anak
Anak anak yang pernah mendapat pengalaman perawatan sebelumnya

memiliki peranan yang sangat penting terhadap reaksi mereka. Anak-anak

dengan pengalaman yang positif dan menyenangkan akan menunjukkan reaksi

yang positif pula. Orang tua membawa anaknya ke dokter gigi untuk pertama

kalinya bertujuan untuk memperkenalkan anak kepada dokter giginya dan

lingkungan klinik. Hal ini bertujuan agar anak merasa nyaman dengan suasana

klinik dokter gigi. Anak-anak memiliki cara pendekatan tersendiri yang berbeda

dengan orang dewasa dan memiliki cara berkomunikasi yang berbeda juga.

Apabila anak merasa takut, tidak nyaman, atau tidak kooperatif, maka mungkin

perlu dilakukan penjadwalan ulang. Kesabaran dan ketenangan orang tua dan

komunikasi yang baik dengan anaksangatlah penting pada kunjungan ini.

Kunjungan yang singkat dan berkelanjutan ditujukan untuk membangun

kepercayaan anak pada dokter gigi dan lingkungan klinik, dan hal ini terbukti

sangat berharga untuk kunjungan anak selanjutnya.

Dalam melakukan perawatan gigi dan mulut pada pasien anak-anak

diperlukan konsep Pedodontic Treatment Triangle, kerjasama antar

komponennya mutlak diperlukan. Karena masing-masing komponen saling

berinteraksi dan memiliki posisi tertentu dalam Pedodontic Treatment Triangle.


Anak menjadi focus dari dokter gigi dan dibantu oleh orang tua. Perawatan gigi

anak akan dipusatkan pada orientasi anak sebagai pasien dan orangtuanya,

dokter gigi akan bertindak untuk mengarahkan orangtua pada perawatan yang

diindikasikan kepada anaknya. Dalam penanganan kecemasan pada anak,

dokter gigi memerlukan suatu pemahaman terhadap perkembangan anak dan

rasa takut yang berkaitan dengan usia, penanganan pada kunjungan pertama,

dan pendekatan selama perawatan.


c

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perilaku anak terhadap perawatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh

berbagai faktor, seperti faktor orang tua, tim dokter gigi, dan lingkungan klinik

gigi. Dan faktor yang paling utama adalah faktor dari anak itu sendiri, termasuk

jenis kelamin, umur, serta pengalaman perawatan gigi sebelumnya.

4.2 Saran

Disarankan untuk melakukan tinjauan pustaka yang lebih banyak lagi

terhadap manajemen perilaku anak di lingkungan perawatan gigi untuk

mendapatkan perbandingan penanganan yang bervariasi sehingga klinisi lebih

mudah menegakkan dan melakukan perawatan secara klinis


DAFTAR PUSTAKA

Koch G, Kreiborg S, Andreasen, J O. (2002). Eruption and shedding of the


teeth. In: Koch G, Poulsen S. Pediatric dentistry: a clinical approach, 2nd
ed., Oxford: Blackwell Publishing. 208.

Cameron, Angus C., Richard P Widmer. (2008). Handbook of pediatric


dentistry. China: Elsevier. 3ed.49.

Dahlander A, Soares F, Grindefjord M,Dahlof G.(2019). Factors associated


with dental fear and anxiety in children aged 7 to 9 years. Dent.J,7(68). 1-
9

Radhakrishna S, Srinivasan I, Setty JV, Krishna RM, Melwani A, Hegde KM.


(2019) Comparison of three behavior modification techniques for
management of anxious children aged 4-8 years. J Dent Anesth Pain Med,
19(1):29-36

Schnell J. (2019) Communication strategies for reducing patient anxiety in


pedodontics dentistry. J Dent & Oral Health, 1(5). 1-3

Anda mungkin juga menyukai