SKENARIO 1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
Lembar Pengesahan
Seorang pasien, pria umur 65 tahun datang ke klinik gigi, dengan masalah sulit mengunyah
makanan, karena sebagian besar giginya ompong dan tinggal sisa akar. Pasien juga merasa
penampilannya nampak sangat tua dan sulit untuk berbicara dengan jelas. Drg yang bertugas di
klinik, memeriksa subyektif, obyektif dan radiologis pada pasien. Dari pemeriksaan diketahui
pasien mempunyai riwayat penyakit sistemik berat. Alveolar ridge anterior atas undercut, dari foto
rontgen nampak banyak sisa akar. Dokter gigi yang memeriksa merencanakan pembuatan GTL,
namun harus melakukan tindakan bedah mulut minor pra prostetik. Dokter melakukan pengelolaan
dengan benar, mengingat pasien mempunyai riwayat penyakit sistemik serius, sehingga syarat
pembuatan gigi tiruan akan terpenuhi.
Ii. TERMINOLOGI
1. GTL: gigi tiruan yang dibuat untuk menggantikan semua gigi asli beserta jaringan gusi
yang hilang, dapat memperbaiki fungsi fonetik, estetika, psikis, dan mastikasi, serta
gangguan dan kelainan yang disebabkan oleh area edentulous.
2. Bedah pra-prostetik: prosedur bedah yang dilakukan sebelum pembuatan gigi tiruan untuk
membentuk jaringan keras dan jaringan lunak seoptimal mungkin, seperti bedah jaringan
lunak, frenektomi, dan alveoplasti.
3. Alveolar ridge: bagian dari tulang maksila dan mandibula yang menebal membentuk
dinding dan mendukung soket gigi.
4. Undercut: tulang alveolar yang bentuknya menjadi menonjol dan tidak teratur.
5. Bedah mulut minor: tindakan bedah mulut pada area yang lebih kecil dibawah anestesi
lokal, seperti impaksi dan biopsi, pada pasien yang tidak ada/minimal komplikasi.
6. Penyakit sistemik: penyakit yang dapat mempengaruhi seluruh tubuh, bukan hanya pada
satu organ/beberapa bagian tubuh saja berkaitan dengan metabolism tubuh, manifestasinya
dapat terlihat di oral (mis. diabetes).
III. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pasien dengan penyakit sistemik berat boleh dilakukan bedah mulut minor pre-
prostetik?
2. Mengapa harus dilakukan bedah pre-prostetik pada kasus ini?
3. Apa tujuan dilakukannya bedah pre-prostetik?
4. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemakaian GTL?
5. Apa keuntungan penggunaan GTL?
6. Penyakit sistemik serius apa saja yang mempengaruhi GTL dan mengapa harus
diperhatikan?
7. Faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan GTL?
8. Apa saja syarat pembuatan GTL pada lansia?
IV. HIPOTESIS
1. Boleh, bila penyakit sistemiknya sudah dapat dikontrol. Misalnya dengan mengontrol terlebih
dahulu gula darah pasien dan menggunakan anestesi tanpa vasokonstriktor.
2. Karena pada pemeriksaan terdapat undercut pada alveolar ridge anterior atas yang harus
dihilangkan dengan bedah pra-prostetik karena dapat menghasilkan protesa yang tidak stabil,
seharusnya harus stabil, retensinya baik, estetik, dan mengembalikan fungsi. Selain itu,
menghilangkan sumber-sumber infeksi, seperti sisa akar.
4. Indikasi: gigi hilang semua pada salah satu rahang atau keduanya, tidak dapat dilakukan
pembuatan dental implant (biaya/penyakit sistemik), kanker intraoral yang menyebabkan
hilangnya jaringan lunak/keras pada rongga mulut, mempunyai retensi yang cukup, tulang alveolar
yang mendukung, kondisi umum sehat, OH baik
Kontraindikasi: adanya resorpsi tulang alveolar yang parah yang menyebabkan GTL tidak kuat,
refleks muntah yang tidak terkontrol, pasien tidak mau menggunakan piranti, OH buruk, memiliki
penyakit sistemik, dan pasien tidak kooperatif
5. Estetiknya membaik, memperbaiki fungsi kunyah, pencernaan jadi lebih baik berhubungan
dengan penyerapan nutrisi, psikisnya menjadi baik karena lebih percaya diri.
- Kardiovaskular: tekanan darah terpengaruh oleh vasokonstriktor pada anestesi tindakan bedah,
konsumsi obat pengencer darah harus diperhatikan
- Tuberkulosis
- Alkoholisme
7. Dokter gigi, lama pemakaian, karakteristik pasien, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
bahan yang digunakan.
8. Syarat-syaratnya yaitu: tidak mengiritasi, tidak sakit, material tidak berbau dan berasa, bersih,
OH baik, adanya support (mukosa, gigi, kombinasi), menghilangkan sumber infeksi.
V. PETA KONSEP
Manajemen
tatakelola
bersama
GTL
pada
Lansia
Bedah mulut
Pemeriksaan
minor pre-
klinis
prostetik
Indikasi dan
Kontraindikasi
VI. SASARAN BELAJAR
4. Mengetahui dan menjelaskan bedah mulut minor dan tindakan pre-prostetik beserta contohnya
Material tidak berbau, tidak berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi.
Ukuran dan bentuk harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi yang baik.
Dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, berbicara dengan jelas, gerakan seperti
tertawa, menguap, batuk, minum, dll.
Cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam makanan, minuman,
cairan ludah, dan obat.
2) Indikasi :
Kontraindikasi :
1. Pemeriksaan Subyektif
a. Informasi Sosial
Identitas pasien penting diketahui meliputi nama, usia, alamat, nomor telepon
dan pekerjaan pasien. Informasi ini diperlukan bila akan menghubungi pasien lebih
lanjut dan dapat memberikan petunjuk tentang keadaan sosial-ekonomi pasien.
b. Status Medis
Dokter gigi harus mengetahui kesehatan umum pasien khususnya kondisi yang
mungkin berpengaruh terhadap perawatan gigitiruan. Kesehatan umum dapat diamati
dari postur dan kondisi pasien yang terlihat pada saat kunjungan pertama pasien ke
dokter gigi. Namun, harus dipastikan dengan mengadakan pemeriksaan lebih lanjut,
baik dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terpilih, pemeriksaan objektif
maupun berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut. Informasi
kesehatan umum meliputi penyakit sistemik yang diderita pasien seperti diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit jantung, alergi, penyakit kronis lainnya serta obat-obatan
yang dikonsumsi oleh pasien harus dapat diketahui dengan jelas karena akan
mempengaruhi keberhasilan perawatan yang akan dilakukan.
c. Sikap Mental Pasien
Sikap mental pasien merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan dalam mendiagnosa pasien. Dokter gigi harus mampu mengerti dan
memahami sikap pasien yang akan dilakukan perawatan. Untuk mengatasi sikap
mental pasien pada dasarnya dokter gigi harus melakukan perawatan dengan penuh
simpati, kesabaran dan bersikap empati terhadap pasien untuk mencapai keberhasilan
perawatan prostodontik yang dilakukan.
d. Riwayat Kesehatan Gigi dan Mulut
Dokter gigi harus mengetahui riwayat kesehatan gigi pasien dengan
mengajukan beberapa pertanyaan, misalnya mengenai pencabutan terakhir gigi. Waktu
dan gigi dibagian mana yang dicabut terakhir perlu diketahui. Apakah gigi tesebut
sengaja dicabut atau tanggal sendiri. Bila tanggal sendiri mungkin ada sisa akar yang
tertinggal. Lama jangka waktu antara pencabutan terakhir dengan saat dimulainya
pembuatan gigitiruan akan mempengaruhi hasil perawatan. Informasi lain seperti
prosedur kebersihan rongga mulut pasien, kebiasaan pasien misalnya mengunyah di
satu sisi dan bruxism. Selain itu perlu diketahui kelainan rongga mulut yang pernah
diderita serta perawatan yang pernah diterima oleh pasien.
Pada pasien yang pernah memakai gigitiruan, harus diberi kesempatan untuk
menyampaikan keluhan tentang gigitiruannya yang lama. Hal ini penting untuk
dijadikan petunjuk bagi dokter gigi agar dapat mengetahui permasalahan utama yang
diinginkan oleh pasien sehingga dapat diperbaiki pada gigitiruannya yang baru.
2. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan ekstra oral
Meliputi bentuk muka, profil wajah, postur bibir saat istirahat dan selama
berfungsi, sendi temporomandibular dan kemungkinan kebiasaan terkait dengan
pemakaian gigitiruan seperti mengangkat gigi tiruan rahang bawah dengan lidah.
b. Pemeriksaan intra oral
Meliputi screening seluruh jaringan rongga mulut terhadap kelainan patologis
yang dilakukan secara visual dan palpasi pada mukosa rongga mulut, linggir alveolar,
palatum, lidah dan relasi rahang. Pemeriksaan terhadap jumlah serta konsistensi saliva
perlu dilakukan karena berpengaruh pada retensi, stabilisasi serta kenyamanan
pemakaian gigitiruan. Bila terdapat jaringan flabby, ridge tajam (knife edge),
protuberensia tulang seperti torus, eksostosis dan jaringan hiperplasia perlu dilakukan
pertimbangan tindakan pembedahan atau membuat desain khusus. Dokter gigi
memegang peranan penting dalam deteksi dini oral neoplasia, khususnya karsinoma.
Prosedur pembuatan gigitiruan harus ditunda bila terdapat kelainan patologis sampai
seluruh jaringan rongga mulut dalam keadaan sehat.
c. Pemeriksaan gigi tiruan
Tujuan dari pemeriksaan gigitiruan adalah untuk menentukan kualitas gigitiruan yang
berhubungan dengan keluhan pasien mengenai gigitiruannya sehingga dapat dilakukan
perbaikan pada gigitiruan yang baru. Pemeriksaan yang dilakukan pada saat gigi tiruan
dikeluarkan dari rongga mulut meliputi kebersihan gigitiruan, bentuk umum, posisi
gigi, oklusi, dan keausan gigitiruan. Kemudian dilakukan pemeriksaan gigitiruan di
dalam rongga mulut meliputi adaptasi gigi tiruan, border extension, freeway space,
dimensi vertikal, oklusi sentrik, estetik, serta posisi gigi dan hubungannya terhadap
lidah, pipi dan bibir, sebelum melakukan penilaian stabilitas dan retensi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografik pada prinsipnya penting dilakukan untuk mengevaluasi
kondisi setiap pasien yang memerlukan perawatan prostodontik sehingga kondisi di bawah
membran mukosa yang secara klinis tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi setelah
dilakukan pemeriksaan radiografik dapat diketahui adanya sisa akar, gigi terpendam
maupun keadaan patologis seperti kista. Pemeriksaan radiografik juga dapat melihat
keadaan jaringan periodontal gigi yang masih ada serta vitalitasnya, tebal submukosa yang
menutupi tulang, lokasi kanalis mandibula, foramen mentale serta adanya tulang yang
tajam. Pemeriksaan radiografik panoramik dari kedua lengkung rahang ditambah dengan
foto periapikal atau oklusal bila diperlukan sangat membantu didalam menegakkan
diagnosa, namun perlu dipertimbangkan pemaparan radiasi pada pasien harus seminimal
mungkin. Karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan radiografik dengan
menggunakan foto panoramik, sedangkan foto periapikal atau oklusal hanya bila
diperlukan untuk pemeriksaan tambahan.
4) A. Bedah Minor
Bedah mulut minor adalah pembedahan kecil atau sederhana didalam mulut dengan
menggunakan anestesi lokal. Bedah mulut minor terdiri dari bedah pre prostetik, ortodontik,
dan konservasi.
Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang bertujuan untuk
membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal mungkin sebagai dasar dari
suatu protesa. Meliputi teknik pencabutan sederhana dan persiapan mulut untuk pembuatan
protesa sampai dengan pencangkokan tulang dan implan alloplastik (Stephens, 1997).
2. Vestibuloplasty:
Suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk meninggikan sulkus vestibular dengan cara
melakukan reposisi mukosa , ikatan otot dan otot yang melekat pada tulang yang dapat
dilakukan baik pada maksila maupun pada mandibula dan akan menghasilkan sulkus
vestibular yang dalam untuk menambah stabilisasi dan retensi protesa. Vestibulum dangkal
dapat disebabkan resorbsi tulang alveolar, perlekatan otot terlalu tinggi, adanya infeksi atau
trauma. Tidak semua keadaan sulkus vestibular dangkal dapat dilakukan vestibuloplasty tetapi
harus ada dukungan tulang alveolar yang cukup untuk mereposisi N. Mentalis, M.
Buccinatorius dan M. Mylohyiodeus. Banyak faktor yang harus diperhatikan pada tindakan
ini antara lain : Letak foramen mentalis, Spina nasalis dan tulang malar pada maksila.
3. Frenektomi:
Frenektomi, suatu tindakan bedah untuk merubah ikatan frenulum baik frenulum
labialis atau frenulum lingualis. Frenulum merupakan lipatan mukosa yang
terletak pada vestibulum mukosa bibir, pipi dan lidah.
a. Frenulum labialis
Pada frenulum labialis yang terlalu tinggi akan terlihat daerah yang pucat pada saat
bibir diangkat ke atas. Frenektomi pada frenulum labialis bertujuan untuk merubah posisi
frenulum kalau diperlukan maka jaringan interdental dibuang. Pada frenulum yang
menyebabkan diastema sebaiknya frenektomi dilakukan sebelum perawatan ortodonti .
4. Alveolplasty
Alveoloplasty adalah prosedur bedah yang biasanya dilakukan untuk mempersiapkan linggir
alveolar karena adanya bentuk yang irreguler pada tulang alveolar berkisar dari satu gigi
sampai seluruh gigi dalam rahang, dapat dilakukan segera sesudah pencabutan atau dilakukan
tersendiri
sebagai prosedur korektif yang dilakukan kemudian.
b. Secondary alveolplasty.
Linggir alveolar mungkin membutuhkan recountouring setelah beberapa lama pecabutan
gigi akibat adanya bentuk yang irreguler. Pembedahan dapat dilakukan dengan membuat flap
mukoperiosteal dan bentuk yang irregular dihaluskan dengan bor, bone cutting forcep dan
dihaluskan dengan bone file setelah bentuk irreguler halus luka bedah dihaluskan dengan
penjahitan.
Pada secundary alveolplasty satu rahang sebaiknya sebelum operasi dibuatkan dulu “
Surgical Guidance “ Yang berguna sebagai pedoman pembedahan.
5. Oral tori.
Oral tori merupakan tonjolan tulang yang dapat terjadi pada mandibula atau maksila. Oral tori
merupakan lesi jinak, tumbuhnya lambat, tidak menimbulkan rasa sakit, pada palpasi terasa
keras, terlokalisir dan berbatas jelas, etiologi belum diketahui dengan pasti tetapi beberapa
ahli menduga terjadi karena adanya proses inflamasi pada tulang.
Pembedahan terhadap oral tori jarang dilakukan , kecuali pada keadaan
terdapatnya gangguan pembuatan protesa yang tidak dapat diatasi
sehingga harus dilakukan pembedahan.
Terdapat 2 macam oral tori yaitu :
a. Torus mandibularis
Biasanya terdapat pada lingual rahang bawah didaerah kaninus atau premolar kiri dan
kanan, bisa single atau mulriple. Bila diperlukan dapat dilakukan eksisi .
b. Torus palatinus.
Torus palatinus terdapat pada palatum sepanjang sutura palatinus media dan dapat
meluas ke lateral kiri dan kanan. Ukurannya bervariasi pada torus palatinus berukuran besar
dapat mengganggu fungsi bicara dan pengunyahan. Pembedahan dilakukan apabila terdapat
gangguan fungsi bicara dan pengunyahan.
b. Angina Pectoris
Merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan iskemia di miokardium sehingga pasokan
oksigen berkurang. Untuk tindakan preventif sama seperti gagal jantung.
c. Hipertensi
Seseorang yang mempunya sistol >140 dan diastole >90 mmHg. Arterial hipertensi
etiologinya belum jelas. 95% sebagai kasus esensial hipertensi dan 5% nya yang diketahui
disebut hipertensi sekunder.
Untuk menghindari tekanan darah yang tidak terkontrol, ada tindakan preventif yang harus
dilakukan :
- Premedication sebelum tindakan bedah
- Tekanan darah dapat dimonitori sebelum tindakan hingga berjalnnya prosedur bedah
- Menghindari norepinefrin pada pasien yang sudah konsumsi antihipertensi
- Pasien tanpa rasa sakit
d. Orthostatic Hypotensi
Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba saat pasien duduk tegak diskusi. Etiologic
hipotensi ortostatik tidak sepenuhnya diketahui, tapi ada beberapa faktor yang menentukan.
Faktor ini adalah neuropati diabetes, antihipertensi, fenotiazin, obat penenang, kehamilan,
posisi terlentang, kelelahan ekstrem, simpatektomi (akumulasi sejumlah besar darah pada
lower limbs), kadang infeksi dan aktivitas psikologis serta fisik.
Untuk menghindari episode hipotensi ortostatik, tindakan pencegahan berikut haru di ambil:
- Riwayat medis harus di evaluasi dengan cermat, terutama mengenai antihipertensi; juga
pasien pingsan, kejang, dll.
- Tekanan darah harus dipantau dalam posisi tegak dan duduk.
- Pemberian premedikasi untuk pasien dengan tekanan psikologis berat dan aktivitas
fisik.
- Menghindari perubahan mendadak pada kursi gigi (dari horizontal ke posisi atas) dan
tidak membiarkan obat-obatan psikiatrik dan antihipertensi atau jika pasien punya
riwayat hipotensi ortostatik.
1. Menggali dan mencatat riwayat pasien meliputi riwayat medis, dental, keluarga,
sosial, tumbuh kembang (pengambilan riwayat)
2. Pemeriksaan pasien (tes klinik)
3. Menyusun diagnosis banding penyakit yang paling mungkin
4. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis definitive
5. Menetapkan rencana untuk tindakan terhdap pasien
Rujukan Medis
a. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostic, pengobatan, tindakan operatif dan lain-
lain disebut “Transfer of Patient”
b. Pengiriman bahan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium lebih lengkap
c. Mendatangkan / mengirimkan tenaga yang lebih kompeten / ahli untuk meningkatkan
mutu pelayanan pengobatan setempat disebut “Transfer of Knowledge”
Penyakit Kardiovaskuler
Sebelum dilakukan tindakan, perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan EKG, enzim
creatine kinase (CK), pemeriksaan darah lengkap termasuk masa perdarahan dan
pembekuan, prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin time (PTT), foto
ronsen dada. Hasil pemeriksaan darah berupa PT harus selalu kurang dari 2 kali nilai
kontrol. Behrman dan Wright menganjurkan perawatan dilakukan dengan cara rawat
inap di rumah sakit, trauma seminimal mungkin, profilaktik antibiotik sebelum
tindakan, menggunakan gel-foam di soket bekas pencabutan gigi untuk mencegah
terjadi perdarahan, melakukan penjahitan, menggigit tampon selama 1-1 ½ jam,
kompres dingin dengan menggunakan ice-pack selama ½ jam selama 2 hari, diet lunak
selama 48-72 jam, dan sebaiknya menggunakan anestesi local tanpa menggunakan
vasokonstriktor. Perawatan gigi pada pasien ini membutuhkan profilaksis antibiotic,
diberikan amoksisilin secara peroral 1 jam sebelum tindakan. Jika alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan klindamisin peroral 600 mg 1 jam sebelum tindakan.
2. Itjingningsih , W. H., 1996, Geligi Tiruan Lengkap Lepas, Cetakan III, EGC,
Jakarta.
3.Sauvetre EJ, Dij CV.2007. Cardiovascular Disease and Periodontal Treatment in Periodontology
and Oral Medicine. Belgium: Heart Views: 8(3):100-105
5. Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Assoc Professor Oral and Maxillofacial Surgery. School
6. Zarb, George A. 2002. Buku Ajar Prostodonti untuk Pasien Tak Bergigi Menurut Boucher.
Jakarta: EGC.