Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 1 BLOK 6
“Berdenyut Semalaman”

Kelompok D
Ketua : Junda Hukmu Afda NIM: 185160100111019
Sekretaris : Shafira Darin Najiba NIM: 185160100111040
Anggota : Almayda Rahmazani NIM: 185160100111002
: Athirah Rizka Ramadhani NIM: 185160100111023
: Yanice Natalia Regar R . NIM: 185160100111025
: Annisa Pramuditha A. NIM: 185160100111037
: Shinta Devi Maharani NIM: 185160101111009
: Erinna Ardiyanti NIM: 185160101111018
: Alisya Qatrunnada Taufiq NIM: 185160101111024
: Nazla Asria Ulfa Siregar NIM: 185160101111025
: Dhafin Naviansyah NIM: 185160101111029
: Alifa Baidluri Hayatunnufus NIM: 185160107111003
: Alya Sekar Medita NIM: 185160107111005

DK 1: Senin / 21 Oktober 2019


DK 2: Kamis / 24 Oktober 2019
FASILITATOR:
drg. Faidah, Sp.KG

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan lancar dan penyusunan laporan ini
wajib diselesaikan sebagai bentuk pengerjaan dari tugas yang telah diberikan.
Dalam laporan ini telah dicantumkan apa saja yang telah dibahas dalam diskusi
kelompok yang pertama dan kedua dengan skenario yang berjudul “Berdenyut
semalaman”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota kelompok
D PBL yang telah berkontribusi besar dalam pembuatan hingga penyelesaian laporan
diskusi kelompok ini.
Dalam laporan diskusi kelompok ini, penulis menyadari bahwa isi yang
disampaikan belum sesempurna yang dikehendaki, namun penulis berharap apa yang
telah penulis sajikan bisa bermanfaat bagi pembaca.

Malang, 25 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………………………………….…i
KATA PENGANTAR.…………………………………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………….….iii
ISI
I. SKENARIO……………………………………………………………………………………………………….….1
II. KATA SULIT DAN KEYWORDS.………………………………………………………………………..…..1
III. IDENTIFIKASI MASALAH…………………….………………………………………….………………….1
IV. HIPOTESIS………………………...………………………………………..…………………………..…...…3
V. LEARNING ISSUES……………………………………………………………...…………………………..….3
VI. LEARNING OUTCOMES………………..………………………………………………………………..……4
VII. DAFTAR PUSTAKA …………………………..………………………..…………………………..……….20

iii
ISI

 SKENARIO

Skenario 1. Blok 6. Anak laki-laki berusia 9 tahun diantar oleh ibunya dating ke klinik
dokter gigi anak mengeluhkan giginya sakit berdenyut semalaman. Berdasarkan hasil
pemeriksaan klinis dan gambaran radiografis, didapatkan diagnosis gigi 85 dengan
ujung akar telah teresorbsi 1/3 bagian apikal dan 46 adalah pulpitis irreversible,
sedangkan gigi 75 dengan ujung akar yang masih utuh dan 36 adalah nekrosis pulpa.
Dokter gigi kemudian merencanakan perawatan endodontic pada masing-masing gigi
tersebut dengan mempertimbangkan anatomi ruang pulpa untuk mencari orifis dan
letak saluran akarnya.
.

 KATA SULIT DAN KEYWORDS

a. Kata Sulit
1. Orifise : Suatu lubang atau tempat masuk
b. Keywords
1. Berusia 9 tahun
2. Pulpitis Irreversible
3. Nekrosis Pulpa
4. Resorbsi Akar
5. Perawatan Endodontik
6. Anatomi Ruang Pulpa

 IDENTIFIKASI MASALAH

a. Pertanyaan
1. Bagaimana perbedaan ruang pulpa di gigi sulung dan gigi permanen?
2. Apakah perawatan endodontic gigi sulung dan gigi permanen?
3. Apakah perawatn endodontik yang tepat berdasarkan skenario?
4. Apa saja yang dapat menyebabkan resorbsi akar?
5. Apakah ciri-ciri nekrosis pulpa?
6. Apa saja gejala dari pulpitis irreversible?

1
7. Apa saja penyebab pulpitis irreversible?
8. Apa saja penyebab nekrosis pulpa?
9. Apa saja yang harus dipertimbangkan saat memilih perawatan endodontik?
b. Pembahasan
1. Pada gigi sulung memiliki tanduk pulpa yang lebih tinggi dari gigi permanen,
memiliki ruang pulpa yang lebih besar dari gigi permanen, dan jarak ruang
pulpa ke enamel lebih pendek dari gigi permanen..
2. Pada gigi sulung bisa menggunakan pulpotomy dan PSA dan gigi permanen
bisa menggunakan pulpectomy dan PSA.
3. Nekrosis pulpa pada gigi 36 menggunakan perawatan saluran akar (PSA),
pulpitis irreversibel pada gigi 46 menggunakan PSA, resorbsi akar pada gigi 85
menggunakan PSA dan ujung akar utuh pada gigi 75 menggunakan
pulpotomy (jika ujung akar masih bagus) atau pulpektomi.
4. Karies sudah mencapai pulpa, trauma dan adanya abses atau kista.
5. Terjadi perubahan warna gigi, tidak menyebabkan rasa sakit, tes thermal (-)
dan tes vital (-).
6. Rasa sakit spontan (malam hari), asimtomatik, rasa sakit tidak hilang
meskipun stimulus dihilangkan dan gigi vital
7. Kelanjutan dari pulpitis irreversible, bakteri, trauma, dan kesakahan operator
pada saat preparasi (handpiece terlalu panas).
8. Nekrosis Koagulasi Nekrosis Liquefaksi
Trauma Bakteri
Thermis Kelanjutan dari pulpitis

9. Anatomi ruang pulpa dan hasil pemeriksaan

2
 HIPOTESIS

Anak 9 tahun

Pemeriksaan

Gigi 36 Gigi 46 Gigi 85 Gigi 75


Nekrosis Pulpa Pulpitis Irreversibel Resorbsi Akar Ujung akar utuh

Perawatan Endodontik

 LEARNING ISSUES

1. Anatomi Ruang Pulpa


1.1 Sulung
1.2 Permanen
2. Perawatan Endodontik Gigi Sulung
2.1 Definisi
2.2 Jenis
2.3 Indikasi + Kontraindikasi
2.4 Proses
3. Perawatan Endodontik Gigi Permanen
3.1 Definisi
3.2 Jenis
3.3 Indikasi + Kontraindikasi
3.4 Prosedur
4. Pemeriksaan Radiografi
4.1 Eveluasi Muttu

3
 LEARNING OUTCOMES
1. Anatomi Ruang Pulpa
1.1 Anatomi Ruang Pulpa Gigi Sulung

a. Ukuran pulpa terhadap mahkota lebih besar pada gigi sulung dari pada gigi
permanen
b. Proporsi tanduk pulpa lebih tinggi dan terletak lebih dekat ke DEJ dan permukaan
luas mahkota
c. Tanduk pulpa mesial lebih tinggi dari tanduk pulpa distal
d. Bentuk ruang pulpa berada di bawah setiap puncak molar sulung
e. Sistem saluran akar pada gigi molar sulung yang sudah berkembang sepenuhnya
sangat berliku dan kompleks
f. Akar gigi molar memiliki flare yang lebih besar sehingga dapat mengakomodasi
mahkota yang tumbuh dari gigi premolar permanen
g. Lebar akar mesiodistal jauh lebih sempit dari pada mahkota bila dibandingkan
dengan gigi anterior permanen
h. Akar molar relatif lebih panjang dan ramping (Contoh : Akar mandibula lebih
sempit pada mesiodistal dan akar palatal maksila lebih sempit dari
bukolingualnya

4
1.2 Anatomi Ruang Pulpa Gigi Permanen

1. Ruang pulpa; yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi
dan selalu tunggal. Mempunyai kemampuanmengendapkan dentin sekunder,
pengendapan ini dapat megurangi ukuran pulpa
2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa
3. Atap kamar pulpa, terdiri dari dentin yang menutup kamar pulpa setelah
oklusal/insisal
4. Dasar pulpa, yaitu bagian terbesar dari kamar pulpa yang berwarna lebih gelap
dari daerah sekitar
5. Saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar gigi. Biasanya
jumlah akar sama dengan jumlah saluran akar, tetapi terkadang satu akar dapat
memuat lebih dari satu saluran akar
6. Foramen apical, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar
berupa satu lubang kecil
7. Supplementary canal, beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu
foramen, saluran akar mungkin mempunyai dua atau lebih cabang dekat
apikalnya yang disebut multiple foramen/supplementary canal
8. Orifice, pintu masuk ke saluran akar gigi

5
Anatomi ruang pulpa gigi Anatomi ruang pulpa gigi
mandibular maksila

RA Panjang Jumlah Saluran Letak saluran Kamar pulpa


akar Akar akar
I1 21.8 mm 1 1 Sentral Pada pusat mahkota ovoid
ke mesio-distal
I2 23.1 mm 1 1 Sentral, apeks Sama seperti I1, tetapi lebih
lebih sempit kecil
C 26 mm 1 1 Lebih besar dari Sangat besar, ovoid kearah
insisiv mesio distal
P1 21.6 mm 2 2 1 Bukal, 1 Sempit kearah mesio distal
Lingual
P2 21.6 mm 2 2 1 Bukal, 1 Palatal Sama seperti P1
M1 21.3 mm 3 4 2 Mesiobukal 4 tanduk pulpa
1 Distobukal Mesiodistal,mesiopalatal
1 Palatal distobikal, distopalatal
M2 21.1 mm 3 4 2 Mesiobukal Kamar pulpa M2 lebih
1 Distobukal sempit dari M1 karena
1 Palatal mesio distal berbentuk jajar
genjang
M3 17.1 mm Variasi 4 Orifise 3-5, tanduk pulpa
seperti M2

6
RB Panjang Jumlah Saluran Letak saluran Kamar pulpa
akar akar akar
I1 20,8 mm 1 1 1= sentral, Kecil dan datar ke arah
ovoid lurus mesiodistal, lebar dan ovoid
tanduk pulpa
I2 22,6 mm 1 1 1= cental, lurus Sama dengan I1 tetapi
dimensi lebih besar
C 25 mm 1 1 1 = central, Sama dengan C rahang
lurus distal atas sempit ke mesiodistal
tetapi lebih kecil
P1 21,9 mm 1 1 1 = konus Sempit ke arah mesiodistal,
lebar ke arah bukal lingual,
tanduk pulpa bagian bukal
menonjol
P2 22,3 mm 1 1 1 = lurus Sama dengan P1 tetapi
tanduk pulpa lingual lebih
menonjol
M1 21,9 mm 2 3 1 = distal, 2 = Berbentuk persegi panjang
mesial dengan mesial lurus dan
(mesiobukal, distal bulat. Memiliki 4
mesioingual) tanduk pulpa dan 3 orifice
M2 22,4 mm 2 3 1 = distal, 2 = Lebih kecil dari M1, orifice
mesial lebih kecil dan berdekatan
(mesiobukal,
mesioingual)
M3 18,5 mm Variasi variasi variasi Sama dengan M1 dan M2,
luas, dengan banyak
konfigurasi anomalus.
Orifice berbentuk C

7
2. Perawatan Endodontik Gigi Sulung
2.1 Pulpektomi
A. Pulpektomi
Definisi
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dari kamar pulpa dan saluran akar
dengan root canal instrument kemudian diganti dengan pengisi akar.
Pulpektomi dapat dilakukan dengan 3 cara :
1) Pulpektomi vital.
2) Pulpektomi devital.
3) Pulpektomi non vital.
Indikasi
1) Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non
vital.
2) Akar belum resorpsi, atau akar resorpsi kurang dari 1/3 apikal.
3) Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.
4) Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.
5) Nekrosis pulpa
6) Gigi masih bisa direstorasi
7) Benih gigi permanen masih jauh
8) Saluran akar terlihat jelas
9) Gigi yang berkembang secara sempurna
Kontra indikasi
1) Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
2) Resorpsi akar gigi yang meluas.
3) Kesehatan umum tidak baik.
4) Pasien tidak koperatif.
5) Gigi goyang disebabkan keadaan patologis
6) Lesi sudah mencapai bifurkasi
7) Gigi yang tidak berkembang secara sempurna
Bahan pengisi saluran akar :
• ZnO eugenol
• Kalsium hidroksid
Teknik pulpektomi disebut partial atau total tergantung penetrasi instrumen
saluran akar.

8
a. Pulpektomi vital
Definisi :
Pengambilan seluruh jaringan dalam ruang pulpa dan saluran akar secara
vital.
Indikasi
1) Insisivus sulung yang mengalami trauma dengan kondisi patologis.
2) Molar sulung kedua, sebelum erupsi molar permanen pada umur 6 tahun.
3) Tidak ada bukti – bukti kondisi patologis dengan resorpsi akar yang lebih
dari 2/3.
b. Pulpektomi devital
Definisi :
Pengambilan seluruh jaringan pulpa dalam ruang pulpa dan saluran akar
yang lebih dahulu dimatikan dengan bahan devitalisasi pulpa.
Indikasi :
1) Sering dilakukan pada gigi posterior sulung yang telah mengalami pulpitis
atau dapat juga pada gigi anterior sulung pada pasien yang tidak tahan
terhadap anestesi.
2) Pemilihan kasus untuk perawatan pulpektomi devital ini harus benar –
benar dipertimbangkan dengan melihat indikasi dan kontra indikasinya.
Perawatan pulpektomi devital pada gigi sulung menggunakan bahan
devitalisasi yang mengandung para formaldehid seperti toxavit dan lain –
lain.
c. Pulpektomi non vital
Definisi :
Gigi sulung yang dirawat pulpektomi non vital adalah gigi sulung dengan
diagnosis gangren pulpa atau nekrose pulpa.
Indikasi :
1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan
estetik.
2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal.
3) Belum terlihat adanya fistel.
4) Ro-foto : resorpsi akar tidak lebih dari 1/3 apikal, tidak ada granuloma
pada gigi-geligi sulung.
5) Kondisi pasien baik.
6) Keadaan sosial ekonomi pasien baik.

9
Kontra indikasi
1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi.
2) Kondisi kesehatan pasien jelek, mengidap penyakit kronis seperti
diabetes, TBC dan lain-lain.
3) Terdapat pembengkokan ujung akar dengan granuloma (kista) yang
sukar dibersihkan.
Tujuan :
1) Mempertahankan ruang untuk erupsi gigi permanen
2) Mencegah perkembangan peradangan yang dapat menyebabkan infeksi
saluran akar
Prosedur
1. Anestesi (bila perlu) dan isolasi gigi

2. Karies dibersihkan

3. Outline form diperbaiki

4. Atap pulpa dibuka sepenuhnya

5. Preparasi biomekanis : pulpa yang mengering dibersihkan sampai


sepanjang saluran akar, dan kira-kira mencapai k-file nomor 35

6. Irigasi sebanyak-banyaknya dengan air aquades agar serpihan-serpihan


dentin keluar dari saluran , lalu kemudian dikeringkan.

7. Beri cotton pelet dengan bahan obar sterilisasi (rotation of medication)


seperti CHKM, CMCP, Creosote, Cresophene dll yang ditaruh di kamar
pulpa lalu tutup dengan tumpatan sementara

B. Pulpotomi
Definisi
Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vial dibagian mahkota gigi akar
vitalitas pada akar tetap terpelihara dan terjaga.
Tujuan
1) Mempertahankan vitalitas pulpa yang berada pada bagian radikular
2) Meningkatkan apeksogenesis dengan cara mempertahankan jaringan
pulpa yang berada di saluran akar pada gigi permanen muda yang masih
immature
3) Mengurangi rasa sakit akibat dari pulpitis akut.

10
Indikasi Umum
1) Gigi sulung dengan pulpa terbuka yang perawatannya akan lebih baik
jika gigi tersebut dipertahankan daripada gigi tersebut di ekstraksi,
misalnya sebagai space maintainer
2) Gigi permanen muda yang akarnya belum menutup sempurna (Ingle,
2002)
3) Saluran akar dapat dimasuki instrument
4) Kelainan jaringan apeks dalam gambaran radiografi kurang dari sepertiga
apical
5) Pulpa vital, bebas dari pernanagan atau tanda nekrosis lainnya
6) Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preparasi kavitas
7) Pulpa terbuka karena trauma lebih dari 2 jam, tetapi kurang dari 24jam
tanpa terlihat adanya infeksi periapeks
8) Gigi masih dapat diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang
akar
9) Pada gigi posterior yang eksterpasi pulpa sulit dilakukan
10) Usia tidak lebih dari 20 tahun

Kontraindikasi Umum
1) Resorpsi akar lebih dari 1/3 panjang akar
2) Mahkota yang tidak bisa direstorasi
3) Tidak ada pendarahan dan pus pada mahkota
4) Sakit saat diperkusi, mobilitas positif yang diperparah dengan gingivitis
5) Rasa sakit yang persisten
6) Terdapat gambaran radiolusen pada bagian furkasi dan periradikular
(Ingle, 2002)
a. Pulpotomi vital
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan
pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan
anestesi,kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi
agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan
pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umunya
menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi dewasa muda
dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung
menyebabkan resorpsi internal.

11
Indikasi :
1) Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala
peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
2) Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur
pulpcapping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama
preparasikavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
3) Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih
dari2/3 panjang akar gigi.
4) Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
5) Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontraindikasi
1) Rasa sakit spontan.
2) Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
3) Ada mobiliti yang patologik.
4) Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar
interna maupun eksterna.
5) Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap
infeksi sangat rendah.
6) Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
b. Pulpotomi devital
Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa
yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi,
kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar
ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai
pasta para formaldehid.
Indikasi :
1) Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
2) Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
3) Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
4) Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan
pulpektomi terutama pada gigi posterior.
5) Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan
karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.

12
Kontra indikasi :
1) Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak
mungkin dilakukan.
2) Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
3) Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.

c. Pulpotomi nonvital
Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan
medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan
aseptik. Tujuannya untuk mempertahankan gigi sulung non vital untuk
space maintainer
Indikasi
1) Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
2) Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi
masih diperlukan sebagai space maintainer.
3) Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
4) Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat
dahulu.
Prosedur
Prosedur pulpotomi meliputi pengambilan seluruh pulpa bagain korona gigi
dengan pulpa terbuka karena karies yang sebagaian meradang, diikuti
dengan peletakkan obat-obatan tepat di atas pulpa yang terpotong. Setelah
penempatan obat, selanjutnya dapat dilakukan penumpatan permanen.
Pada gigi sulung, prosedur pulpotomi dapat dilakukan dalam satu kali
kunjungan (Budiyanti, 2006).

Pada gigi sulung, prosedur pulpotomi dapat dilakukan dalam satu kali
kunjungan jika dibantu dengan penggunaan anastesi lokal. Dalam hal ini
tekniknya merupakan amputasi pulpa vital (Kennedy, 1992). Prinsip dasar
perawatan endodontik gigi sulung dengan pulpa non vital adalah untuk
mencegah sepsis dengan cara membuang jaringan pulpa non vital,
menghilangkan proses infeksi dari pulpa dan jaringan periapikal, memfiksasi
bakteri yang tersisa di saluran akar (Mathewson & Primosch,1995).

13
Langkah-langkah perawatan pulpotomi vital formokresol satu kali
kunjungan.
(1). Ekskavasi karies,
(2). Buang atap kamar pulpa,
(3). Buang pulpa di kamar pulpa dengan ekskavator, (4). Pemotongan pulpa
di orifis dengan bur bundar kecepatan rendah,
(5). Pemberian formokresol selama 5 menit,
(6). Pengisian kamar pulpa dengan campuran zinc oxide dengan formokresol
dan eugenol,
(7). Gigi yang telah di restorasi

3. Perawatan Endodontik Gigi Permanen


3.1 Apeksifikasi
Definisi
Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontic yang berrujuan untuk
merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses
pembentukan apeks gigi yang belum tumbuh semourna tetapi sudah
mengalami kematian pulpa dengan membentuk suatu jaringan keras pada
apeksi gigi tersebut. Apeksifikasi ini merupakan suatu perawatan
pendahuluan pada perawatan endodntik dengan menggunkan kalsium
hidroksida sebagai bahan pengisian saluran akar yang bersifat sementara
pada gigi non vital dengan apeks gigi yang terbuka atau belum terbentuk
sempurna. Setelah dilakukan apeksifikasi diharapkan terjadinya penutupan
saluran akar pada bagian apical. Dengan diperolehnya keadaan tersebut
selanjutnya dapat dicapai dengan pengisian saluran akar yang sempurna
dengan bahan pengisian saluran akar yang tetap
Indikasi
- Gigi dewasa muda non vital
- Foramen apikalnya masih terbuka atau belum terbentuk sempurna
- Korona dapat direstorasi

Kontraindikasi
- Fraktur horizontal dan fraktur vertical
- Akar gigi yang pendek sekali

14
Prosedur
a. Perawatan pada kunjungan pertama
- Rontgen foto
- Pembukan atap pulpa
- Menentukan panjang kerja gigi
- Preparasi ruang pulpa diikuti dengan penghalusan dinding ruang pulpa
- Irigasi dengan H2O2 3% dan NaOCL 2% untuk membersihkan kotoran-
kotoran ruang pulpa, kemudian keringkan dengan paper point steril
- Setelah itu ditutup dengan cotton pellet yang ditetesi dengan CMCP
yang diletakkan pada kamar pulpa dan minggu steril ditutup dengan
tambalan sementara
- Setelah 12 minggu kemudian dilakukan perawatan selanjutnya
- Tumpatan sementara dibuka, cotton pellet dikeluarkan, keadaan
saluran akar diperiksa dengan paper point steril. Bila saluran akar masih
basah di lakukan perawatan kembali
- Bila sudah kering, saluran akar diirigasi untuk membersihkn sisa-sisa
kotoran yang tersisa, kemudian dikeringkan dengan paper point steril.
Siapkan campuran kalsium hidroksida dengan CMCP dengan konsisensi
campuran yang kental
- Masukkan campuran kedalam saluran akar dengan menggunakan
endodontic plugger, lentulo, atau syringe diusahakan campuran kalsium
hidroksida tidak melewati apical gusi. Pada pegisian ini kepekaan pasien
digunakan untuk petunjuk dalam menentukan kedalaman pengisi
campuran kalsium hidroksida dan perlu juga dilakukan pegecekan
secara radiografis untuk memeriksa kedalaman pegisian saluran akar
Setelah pegisisan saluran akar, diletakkan cotton pellet steril di kamar
pulpa kemudian diberikan zinc oxide phosphate

3.2 Apeksogenesis
Definisi
Apeksifikasi adalah perawatan endodontik untuk merangsang pertumbuhan
atau perkembangan lebih lanjut dan meneruskan proses pembentukan
apeks yang belum tumbuh sempurna pada gigi non vital

15
Indikasi

- Pulpa korona rusak tapi pulpa radicular sehat

- Korona baik dan dapat direstorasi

- Foramen apikalis belum sempurna tertutup

Kontraindikasi

- Terdapat banyak fraktuk vertical dan horizontal

- Ankilosis

-Gigi dengan akar yang pendek

- Pulpa yang masih vital

Prosedur

Perawatan pada kunjungan pertama

1. Foto Rontgen

2. Pembukaan atap pulpa

3. Menentukan panjang kerja

4. Preparasi ruang pulpa diikuti dengan penghalusan dindingruang pulpa

5. Irigasi dengan H2O2 3% dan NaOCl 2%, kemudiandikeringkan dengan


paper point

6. Ditutup dengan cotton pellet yang ditetesi CMCP, kemudianditumpat


sementara

Perawatan pada kunjungan kedua

1. Tumpatan sementara dibuka, cotton pellet diambil

2. Saluran akar diirigasi, dikeringkan dengan paper point steril

3. Masukkan campuran Kalsium Hidroksida dengan CMCP kedalam saluran


akar

16
4. Setelah pengisian saluran akar, diletakkan cotton pellet steril dikamar
pulpa kemudian diberi zinc oxide phospat

5. Jika berhasil, cotton pellet diambil dan lakukan pengisian

6. Setelah 6 bulan, pasien kembali lagi dan dilakukan evaluasi

4. Radiografi
a. Pulpitis Reversibel
Pulpitis Reversibel adalah suatu kondisi suatu inflamasi pulpa ringan sampai
sedang disebabkan oleh stimulasi noksisius, tetapi pulpa mampu kembali
pada keadaan tidak terinflamasi setelah stimuli ditiadakan.
Gambaran radiografi dapat memperlihatkan restorasi yang dalam kira-kira
telah mencapai pulpa pada molar mandibular. Prognosis untuk pulpa adalah
baik bila iritan diambil cukup dini kalua tidak kondisinya dapat berkembang
menjadi pulpitis ireversibel. Pada pulpitis reversibel, penyebab rasa sakit
umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin atau aliran udara,
sedangkan pulpitis irreversibel rasa sakit dapat datang tanpa stimulus yang
nyata.

b. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis Ireversibel adalah suatu kondisi inflamasi yang persisten, dapat
simptomatik atau asimptomatik yang disebabkan suatu stimulus noksisius.
Pulpitis ireversibel akut menunjukan rasa sakit yang biasanya disebabkan
oleh stimulus thermal. Rasa sakit itu bertahan walaupun stimulus telah
dihilangkan.
Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata
yang belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas

17
proksimal yang secara visual tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan
keterlibatan suatu tanduk pulpa.
Suatu radiografi dapat juga menunjukkan pembukaan pulpa, karies di bawah
suatu tumpatan, atau suatu kavitas dalam atau tumpatan mengancam
integritas pulpa. Pada tingkat awal pulpitis irreversibel, tes termal dapat
mendatangkan rasa sakit yang bertahan setelah penghilangan stimulus
termal. Pada tingkat belakangan, bila pulpa terbuka, dapat bereaksi secara
normal. Hasil pemeriksaan untuk tesmobilitas, perkusi dan palpasi adalah
negatif.

c. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa atau kematian jaringan pulpa adalah kondisi irreversibel yang
ditandai dengan dekstruksi jaringan pulpa. Nekrosis pulpa dapat terjadi
secara parsial maupun total. Etiologi primer dari nekrosis pulpa adalah iritan
akibat infeksi bakteri. Luasnya proses nekrosis berkaitan langsung dengan
besarnya invasi bakteri.
Pemeriksaan radiografi menunjukkan kavitas yang besar atau restorasi, atau
juga bisa ditemui penampakan normal kecuali jika ada periodontitis apikal
atau osteitis.
Gigi tidak merespon terhadap tes vitalitas, namun gigi dengan akar ganda
dapat menunjukkan respon campuran, bila hanya satu saluran akar yang
mengalami nekrosis. Gigi dengan nekrosis pulpa memberikan respon negatif
terhadap stimulasi elektrik maupun rangsang dingin, namun dapat
memberikan respon untuk beberapa saat terhadap rangsang panas.

18
4.1 Tiga kriteria dalam hasil radiografis
(Walton dan Torabinejad, 2008) :

1. Berhasil, jika tidak ada lesi apeks yang resorptif secara radiologis.

Yang berarti bahwa suatu lesi yang terdapat saat perawatan telah membaik
atau tidak ada timbul lesi yang tidak ada saat perawatan. Keberhasilan benar-
benar terjadi jika radiolusensi tidak berkembang atau hilang setelah interval 1-
4 tahun.

2. Gagal, jika kelainannya menetap atau berkembangnya suatu tanda penyakit


yang jelas secara radiografis. Secara khusus, terdapat lesi radiolusen yang
telah membesar, telah menjadi persisten atau telah berkembang mulai di saat
perawatan.

3. Meragukan, jika terdapat tanda-tanda yang mencerminkan ketidakpastian.

19
VII. DAFTAR PUSTAKA

1. Walton RE, Torabinejad M.2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. ed ke-3.
Jakarta: EGC
2. Grossman,L.I. (2014). Endodontic practice. New Delhi : Wolters Kluwer Health
(India)
3. Walton, Richard E dan Mahmoud Torabinejad. 2008. Prinsip Dan Praktek Ilmu
Endodontic Ed 3.
4. Chawla, HS, Tewari, A, Ramakrisnan, E. 1980. A Study of Apexification without a
Catalyst Paste. Journal of Dentistry of Children.
5. Tarigan , Rasinta .2004. Perawatan Pulpa Gigi. Jakarta: EGC
6. Weine FS. 2004. Endodontic therapy. 6th Ed. St.Louis: CV Mosby Co; p.519-29.
7. Camp JH., Barrett EJ, Pulver F. 2002. Pediatric endodontics: endodontic
treatment for the primary and young, permanent dentition In: Cohen S, Burns
RC, editor. Pathways of the pulp. 8th Ed: St.Louis : CV Mosby Co,; p.833-9.
8. Townbridge H, Kim S, Suda H. 2002. Structure and functions of the dentin and
pulp complex In: Cohen S, Burns RC, editor. Pathways of the pulp. 8th Ed.
St.Louis: CV Mosby Co; p.415.
9. Pitt Ford TR, Shabahang S. 2002. Management of incompletely formed roots In:
Walton R, Torabinejad M, editor. Principles and practice of endodontics.
Philadelphia: WB Saunders; p.388-403.
10. Tronstad L. 2003. Clinical endodontics. 2nd Rev. Stuttgart: Thieme; p.120-3.
11. Bakland LK. 2002. Endodontic considerations in dental trauma In: Ingle JI.
Endodontics. 5th Ed. Hamilton: BC Decker: p.827-9.
12. Wesselink P, Bergenholtz G. 2003. Treatment of the necrotic pulp. In:
Bergenholtz G, Horsted-Bindslev P, Reit C, editor. Textbook of endodontology.
Oxford: Blackwell Munksgaard; p.165-6.

20

Anda mungkin juga menyukai