BLOK 10 KELOMPOK E
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023 / 2024
SKENARIO
Perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut dengan
keluhan gigi geraham belakang kanan berlubang dan ingin dicabut. Berdasarkan
anamnesis, gigi tersebut sudah berlubang sejak 6 bulan yang lalu, pernah terasa sakit
selama 1 minggu namun pasien tidak berobat ke fasilitas kesehatan manapun dan
hanya meminum obat anti sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
Pada pemeriksaan objektif ditemukan tanda-tanda vital pasien dalam batas normal.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 45 karies profunda dengan tes vitalitas (-
), dan perkusi (-).
A. Klarifikasi Istilah
B. Identifikasi Masalah
1. Perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
dengan keluhan gigi geraham belakang kanan berlubang dan ingin
dicabut. Berdasarkan anamnesis, gigi tersebut sudah berlubang sejak 6
bulan yang lalu,pernah terasa sakit selama 1 minggu namun pasien tidak
berobat ke fasilitas kesehatan manapun dan hanya meminum obat anti
sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
2. Pada pemeriksaan objektif ditemukan tanda-tanda vital pasien dalam batas
normal. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 45 karies profunda
dengan tes vitalitas (-), dan perkusi (-).
3. Dokter gigi memutuskan melakukan pemeriksaan foto rontgen sebelum
melakukan tindakan dengan hasil interpretasi sebagai berikut: Gigi 45
terdapat radiolusen mencapai pulpa disertai dilaserasi pada 1/3 apikal gigi
45.
4. Dokter gigi mendiagnosis dan melakukan persiapan alat untuk pencabutan
pada gigi tersebut. Dokter gigi melakukan teknik anestesi blok mandibula
disertai infiltrasi bukal dengan kandungan bahan anestesi lidocaine HCL
disertai epinephrine.
5. Dokter gigi memposisikan diri dan melakukan flap untuk ekstraksi dengan
teknik open method kemudian melalukan suturing pada luka pasca
ekstraksi.
C. Analisis Masalah
1. Perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
dengan keluhan gigi geraham belakang kanan berlubang dan ingin
dicabut. Berdasarkan anamnesis, gigi tersebut sudah berlubang sejak 6
bulan yang lalu, pernah terasa sakit selama 1 minggu namun pasien tidak
berobat ke fasilitas kesehatan manapun dan hanya meminum obat anti
sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
a. Apa saja obat anti sakit yang mungkin dikonsumsi pasien?
b. Apa alasan dokter gigi melakukan pemeriksaan penyakit sistemik?
c. Apa saja pemeriksaan subjektif yang dilakukan dokter gigi?
5. Dokter gigi memposisikan diri dan pasien serta melakukan flap untuk
ekstraksi dengan teknik open method kemudian melalukan suturing pada
luka pasca ekstraksi
a. Apa jenis flap yang digunakan oleh dokter gigi untuk kasus diatas
b. Bagaimana Prosedur Suturing Yang Dilakukan Dokter Gigi, Serta
apa Jenis Jarum yang Digunakan?
c. Dimana posisi operator dalam melakukan tindakan ekstraksi gigi
45?
d. Apa indikasi dan kontraindikasi teknik open method?
e. Apa saja jenis jenis dari Teknik Suturing?
f. Bagaimana prosedur ekstraksi dengan teknik open method?
g. Bagaimana posisi pasien pada saat akan dilakukan ekstraksi pada
gigi 45?
h. Apa saja alat yang digunakan dalam prosedur flap dan ekstraksi
open method?
i. Apa indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan flap?
j. Apa saja intruksi yang diberikan ke pasien pasca dilakukan
ekstraksi?
D. Hipotesa
E. Learning Issue
1. Flap
1.1.Jenis – Jenis Flap
Jenis flap dasar antara lain adalah trapezoidal, triangular,
envelope, semilunar. Flap dibuat oleh insisi, dan flap pedikel.
a. Flap trapezoidal
Flap trapezoidal cocok untuk prosedur bedah ekstensif,
terutama ketika flap triangular tidak dapat memberikan akses yang
memadai.
Kelebihan:
Memberikan akses yang sangat baik,
memungkinkan pembedahan dilakukan pada lebih dari
satu atau dua gigi, tidak menimbulkan ketegangan pada
jaringan, memungkinkan reaproksimasi flap dengan
mudah ke posisi semula dan mempercepat proses
penyembuhan.
Kekurangan:
Menghasilkan defek pada gingiva cekat (resesi
gingiva).
b. Flap Triangular
Flap ini merupakan hasil dari insisi yang berbentuk L
dengan insisi horizontal dibuat di sepanjang sulkus gingiva dan
insisi vertikal atau oblik. Flap ini diindikasikan untuk operasi
pengangkatan ujung akar, kista kecil, dan apikoektomi.
Kelebihan:
Memastikan suplai darah yang memadai,
visualisasi yang memuaskan, stabilitas dan reaproksimasi
yang sangat baik ; mudah dimodifikasi dengan insisi kecil,
atau insisi vertikal tambahan, atau bahkan pemanjangan
insisi horizontal.
Kekurangan:
Akses terbatas ke akar yang panjang, terjadi
ketegangan saat flap dipegang dengan retraktor, dan ini
menyebabkan defek pada gingiva cekat.
c. Flap envelope
Flap envelope digunakan untuk pembedahan insisivus,
premolar dan molar, pada permukaan labial atau bukal dan palatal
atau lingual dan biasanya diindikasikan ketika prosedur
pembedahan melibatkan garis servikal gigi secara labial (atau
bukal) dan palatal (atau lingual), apikoektomi (akar palatal),
pencabutan gigi impaksi, kista, dll.
Kelebihan:
Menghindari insisi vertikal dan reaproksimasi yang
mudah ke posisi semula.
Kekurangan:
Refleksi sulit (terutama palatal), ketegangan hebat
dengan risiko robekan pada ujung, visualisasi terbatas pada
apikoektomi, akses terbatas, kemungkinan cedera
pembuluh darah dan saraf palatal, defek pada gingiva
cekat/
d. Flap Semilunar
Flap semilunar digunakan dalam apikoektomi dan
pengangkatan kista kecil dan ujung akar.
Kelebihan:
Insisi kecil dan refleksi mudah, tidak ada resesi
gingiva di sekitar restorasi prostetik, tidak ada intervensi
pada periodonsium, kebersihan mulut lebih mudah
dibandingkan dengan jenis flap lainnya.
Kekurangan:
Kemungkinan insisi dilakukan tepat di atas lesi
tulang karena salah perhitungan, jaringan parut terutama di
daerah anterior, kesulitan reproksimasi dan penjahitan
karena tidak adanya titik referensi khusus, akses dan
visualisasi terbatas, kecenderungan robek.
f. Flap Pedikel
Tiga tipe utama dari flap pedikel yang digunakan untuk
menutup oroantral communication adalah: flap bukal, palatal, dan
flap bridge.
1. Flap bukal
Berupa flap trapezoidal yang dibuat secara bukal,
sesuai dengan area yang akan ditutup, dan biasanya
digunakan pada pasien dentulous.
2. Flap palatal
Jenis flap ini digunakan pada pasien edentulous
agar kedalaman vestibular tetap terjaga.
b. Flap Triangular
Flap ini dimulai dengan adanya insisi berbentuk horizontal
di sepanjang sulkus gingiva dan insisi berbentuk vertikal atau
miring sehingga menghasilkan insisi berbentuk “L”. Insisi vertikal
dimulai pada lipatan vestibular dan meluas ke papila interdental
gingiva. Flap ini dilakukan secara labial atau bukal pada kedua
rahang dan dan diindikasikan dalam operasi pengangkatan ujung
akar, kista kecil, dan apikoektomi.
c. Flap Envelope
Insisi dibuat di sulkus gingiva dan memanjang sepanjang
empat atau lima gigi berbentuk horizontal di sepanjang garis
servikal gigi. Jaringan tersebut terhubung pada garis vertikal gigi
dan papilla interdental yang dilepaskan. Envelope flap
diindikasikan ketika prosedur bedah melibatkan garis servikal gigi
secara labial (atau bukal) dan palatal (atau lingual), apikoektomi
(akar palatal), pencabutan gigi impaksi, kista, dll.
d. Flap Semilunar
Flap ini merupakan hasil dari insisi yang melengkung, yang
berada tepat di bawah lipatan vestibular dan memiliki jalur
berbentuk busur dengan bagian cembung ke arah attached gingiva.
Titik terendah dari sayatan harus minimal 0,5 cm dari margin
gingiva, sehingga suplai darah tidak terganggu. Flap semilunar
digunakan dalam apikoektomi dan pengangkatan tumor kecil kista
dan ujung akar.
e. Flap Pedicle
1. Flap Bukal
Flap trapesium yang dibuat secara bukal, sesuai dengan
area yang akan ditutup. Setelah membuat flap, periosteum
diinsisi secara melintang, membuatnya lebih elastis sehingga
dapat menutupi lubang yang dihasilkan dari pencabutan gigi.
2. Flap Palatal
Flap mucoperiosteal palatal merupakan perputaran dari
posterior dan bukal, termasuk pembuluh darah yang muncul
dari palatine mayor yang sesuai foramen. Setelah rotasi,
penutup ditempatkan di atas lubang soket, margin luka adalah
debridement, dan flap dijahit dengan jaringan bukal.
b. Kontraindikasi:
Kontraindikasi flap dalam kasus ekstraksi:
1. Ujung akar fraktur tanpa gejala, dengan pulpa vital, terletak
jauh di dalam soket.
2. Pasien tua dengan resiko komplikasi lokal serius.
3. Terdapat masalah kesehatan yang serius (penyakit
sistemik). Jika tindakan tetap dilakukan, harus bekerjasama
dengan dokter yang merawat dan hanya jika keadaan
umum pasien membaik.
1.4.Alat
1. Scalpel (Handle and Blade)
a. Handle
Handle yang paling umum digunakan dalam bedah
mulut adalah Bard–Parker no. 3. Ujungnya dapat menerima
berbagai jenis blade.
b. Blade
Blade disposable dan terdiri dari tiga jenis (no. 11, 12,
dan 15). Jenis blade yang paling umum adalah no. 15, yang
digunakan untuk flap dan insisi pada alveolar ridge yang tidak
bergigi.
2. Periosteal Elevator
Instrumen ini memiliki banyak tipe ujung yang berbeda.
Periosteal Elevator yang paling umum digunakan dalam bedah
intraoral adalah no. 9 Molt, yang memiliki dua ujung berbeda:
ujung runcing, digunakan untuk mengangkat papila interdental
gingiva, dan ujung lebar, yang memfasilitasi pengangkatan
mukoperiosteum dari tulang. Periosteal Elevator juga dapat
digunakan untuk menahan flap setelah refleksi, sehingga
memudahkan manipulasi selama prosedur pembedahan.
3. Retraktor
Retraktor digunakan untuk menarik kembali pipi dan flap
mukoperiosteal selama prosedur pembedahan. Retraktor yang
paling umum digunakan adalah retraktor Farabeuf, Kocher–
Langenbeck, dan Minnesota. Retraktor Farabeuf dan Retraktor
Kocher–Langenbeck untuk retraksi pipi dan flap mukoperiosteal.
Retraktor Minnesota ntuk retraksi pipi dan lidah.
2. Anestesi Lokal
2.1.Teknik
Teknik Injeksi Pada Maksila
1) Injeksi supraperiosteal
Merupakan yang paling sering digunakan untuk,
tingkat keberhasilan yang tinggi.
Saraf yang di anestesi: terminal branches besar dari dental
plexus.
Area anestesi: area pulpa dan akar gigi, buccal periosteum,
connective tissue, dan mucous membrane.
Gbr XX. Injeksi supraperiosteal di regio anterior
maksila. Area yang di anestesi diarsikan warna kuning.
2. Pinset dental.
3. Sonde.
4. Cotton stick.
6. Sarung tangan.
Bahan
1. Larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%).
2. Larutan anestesi lokal (lidocaine 2% dengan adrenaline
1:80.000) dalam ampul 2 cc.
2.3.Prosedur
Persiapan dan Prosedur
a. Pastikan bahwa pasien sudah makan, atau setidaknya tidak sedang
merasa lapar, sebelum tindakan anestesi lokal.
b. Dudukkan pasien pada posisi semi supine, pada posisi demikian
penderita akan merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih
mudah dilakukan, dan kemungkinan terjadinya vasovagal syncope
dapat dikurangi.
2.4.Dosis
1. Lidocaine
Dosis maksimum yang disarankan untuk Lidokain dengan
vasokonstriktor adalah 7 mg/kg tidak melebihi 500 mg dan tanpa
vasokonstriktor adalah 4,4 mg/kg tidak melebihi 300 mg.
2. Bupivacaine
Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 1,3 mg/kg
berat badan hingga maksimum 90 mg. Karena durasi kerjanya
yang panjang, disarankan untuk digunakan pada prosedur
pembedahan yang berlangsung lama dan manajemen nyeri pasca
operasi.
3. Articaine
Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk articaine
adalah 0,8 mg/kg berat badan.
2.5.Inervasi
Serat akar sensorik saraf trigeminal merupakan proses sentral
sel ganglion yang terletak di dalam ganglion trigeminal (ganglion
semilunaris atau gasserian). Terdapat dua ganglion, satu untuk
masing-masing sisi wajah. Ganglion-ganglion tersebut datar dan
berbentuk bulan sabit; bagian cembungnya menghadap anterior dan
ke bawah. Serat akar sensorik memasuki bagian cekung dari masing-
masing bulan sabit, dan tiga cabang sensorik saraf trigeminal keluar
dari bagian cembung:
1. Cabang oftalmik (V1) bergerak ke anterior di dinding
lateral sinus kavernosus ke bagian medial fisura orbital
superior, dimana ia keluar dari tengkorak ke dalam orbita.
2. Cabang maksila (V2) bergerak ke anterior dan ke bawah
untuk keluar dari tengkorak melalui foramen rotundum ke
bagian atas fossa pterygopalatina.
3. Cabang mandibula (V3) bergerak hampir langsung ke
bawah untuk keluar dari tengkorak, bersama dengan akar
saraf motorik, melalui foramen ovale. Kedua akar ini
kemudian berbaur, membentuk batang saraf tunggal yang
masuk ke fossa infratemporal.
Setelah keluar dari tengkorak melalui foramen masing-masing,
tiga cabang saraf trigeminal membagi menjadi berbagai cabang
sensorik.
Saraf bukal
Cabang posterior
Saraf aurikulotemporal
Saraf lingual
Saraf mylohyoideus
Saraf alveolar inferior: cabang-cabang gigi
Cabang insisif: cabang-cabang gigi
Saraf mental
2.6.Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi:
Anestesi lokal sangat penting untuk manajemen nyeri dalam
kedokteran gigi. Perawatan gigi dapat dikaitkan dengan rangsangan
mekanis, termal, atau kimiawi, sehingga menimbulkan respons yang
menyakitkan. Perawatan gigi tersebut dapat mencakup bedah mulut,
perawatan periodontal, endodontik, prostetik, dan restoratif. Anestesi
lokal digunakan untuk memberikan kehilangan sensorik sementara
untuk memungkinkan pemberian perawatan gigi.
Kontraindikasi:
1. Gangguan Hati atau Ginjal
Dosis anestesi yang lebih rendah harus dipertimbangkan
untuk pasien dengan gangguan hati atau ginjal, karena penurunan
fungsi hati atau ginjal dapat mempengaruhi metabolisme agen
anestesi. Lidokain dan mepivakain hampir seluruhnya
dimetabolisme di hati, dengan persentase kecil diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah melalui urin. Prilokain
dimetabolisme oleh ginjal, paru-paru, dan hati. Sedangkan untuk
articaine, hanya 10-15% obat yang dimetabolisme oleh hati, dan
sisanya diubah menjadi asam articaine, suatu bentuk tidak
beracun dan tidak aktif, di dalam darah.
2. Penyakit kardiovaskular
Adrenalin biasanya ditambahkan ke agen anestesi lokal,
dan dianjurkan untuk berhati-hati pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular. Dosis maksimum adrenalin sebesar 0,04 mg
disarankan untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular,
dibandingkan dengan 0,2 mg untuk orang dewasa yang
sehat. Namun, terdapat bukti terbatas mengenai efek adrenalin
yang ditemukan dalam anestesi lokal pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Penggunaan adrenalin dosis rendah
tidak mempengaruhi tekanan darah atau detak jantung secara
signifikan. Efek samping dapat dikaitkan dengan injeksi
intravaskular, injeksi pada area yang sangat vaskular, atau
melebihi dosis yang dianjurkan. Selain itu, injeksi intraligmental
dan intraoseus dengan anestesi yang mengandung adrenalin tidak
dianjurkan untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular karena
obat dengan cepat memasuki sirkulasi dengan teknik ini.
3. Pasien Lanjut Usia
Perhatian sangat penting ketika memberikan anestesi
lokal kepada orang lanjut usia, dan dosis yang lebih rendah harus
dipertimbangkan karena berkurangnya fungsi ginjal dan hati.
Penyakit kardiovaskular juga lebih sering terjadi pada orang
lanjut usia, dan pembatasan penggunaan adrenalin harus
dipertimbangkan.
4. Kehamilan
Lidokain relatif aman, dan tidak ada bukti jelas bahwa
anestesi lokal meningkatkan risiko komplikasi pada ibu atau
janin. Namun, anestesi lokal apa pun yang diberikan dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin. Oleh karena itu, operator
harus mempertimbangkan manfaat dan risiko anestesi lokal,
dengan mempertimbangkan kesehatan ibu dan janin, bukti
terkini mengenai anestesi lokal, dan risiko penundaan
pengobatan. Umumnya dianjurkan agar perawatan gigi elektif
ditunda pada trimester pertama dan ketiga kehamilan. Beberapa
dokter menghindari penggunaan prilokain dengan felypresin
pada kehamilan karena secara teoritis terdapat risiko induksi
persalinan dengan felypresin dan methemoglobinemia janin
dengan prilokain. Meskipun demikian, komplikasi ini jarang
terjadi pada penggunaan dosis rendah dalam kedokteran gigi.
5. Pasien dengan Gangguan Pendarahan atau Mengonsumsi
Antikoagulan
Teknik infiltrasi lokal lebih disukai daripada anestesi
blok untuk pasien dengan kelainan perdarahan bawaan. Hal ini
karena risiko hematoma intramuskular dengan potensi gangguan
jalan napas terkait dengan blok saraf IAN atau PSA pada pasien
ini. Meskipun beberapa praktisi mungkin khawatir dengan
anestesi blok pada pasien antikoagulan, penelitian menunjukkan
bahwa blok mandibula dapat digunakan dengan aman untuk
pasien antikoagulan.
3. Ekstraksi
3.1.Open method
3.1.1. Alat dan Bahan
1. Blade handle #3
Blade handle #7
Handle yang paling banyak digunakan dalam
bedah mulut adalah no. 3, yang memiliki panjang 12 cm.
Handle lain dengan no. 7 lebih panjang, sepanjang 16 cm.
Handle memiliki slot untuk blade. Untuk memasukkan
blade ke handle dan melepaskannya digunakan needle
holder atau artery forcep (hemostat) untuk menghindari
cedera pada operator. Blade dimasukkan ke dalam slot
hingga pas atau berbunyi klik. Scalpel digunakan dengan
pen grip.
2. Blade
3.1.2. Prosedur
1. Sterilisasi dan proteksi diri operator (masker,
srubbing, handscoon)
2. Desinfeksi daerah operasi dengan desinfektan
3. Anastesi daerah operasi
4. Pembuatan flap (basis lebih lebar dari puncak)
5. Berdasarkan prinsip dasar perancangan flap, dibuat
sayatan dan dibuatlah flap mukoperiosteal dengan
ketebalan tinggi. Buka tulang kortikal bukal untuk
mengakses gigi/akar
6. Pengambilan tulang dan bagian yang adekuat dari akar
(round bur dan long fissure bur)
7. Tulang dikeluarkan dari bagian bukal dengan
menggunakan chisel atau bur. Jika gigi masih utuh,
akar akan terlihat di bawah batas semento enamel.
Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Pertama, pengambilan tulang dilakukan
dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang
alveolar. Kedua, pembuangan tulang bagian bukal
dengan bur atau chisel selebar ukuran mesio-distal
akar dan panjangnya setengah sampai dua pertiga
panjang akar. Pengambilan akar gigi bisa dilakukan
dengan elevator atau tang akar. Jika dengan cara ini
tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian bukal
diperdalam mendekati ujung akar dan dibuat takikan
dengan bur untuk penempatan elevator.
8. Jika gigi masih utuh, mahkota gigi dapat dibelah dan
dicabut terlebih dahulu.Hal ini terutama dilakukan bila
jalur pencabutan mahkota dan akar berbeda. Setelah
mahkota dicabut, akarnya ditangani.
9. Pengangkatan gigi dengan menggunakan tang atau
elevator
10. Daerah operasi dihaluskan (knable tang dan bone
file)
11. Irigasi dengan larutan saline atau NaCl
12. Penanganan luka post operasi dan penjahitan
13. Instruksi post-operasi
Kontraindikasi:
1. Pasien dengan riwayat penyakit sistemik (Diabetes
Melitus, hipertensi, hemofilia, dll).
2. Pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi.
3. Pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi.
4. Suturing
4.1.Jenis-Jenis
1. Simple interrupted suture
Simple interrupted suture atau jahitan terputus sederhana
adalah metode jahitan yang paling umum digunakan. Jahitan ini
ditempatkan secara independen. Jarak antara setiap jahitan dan
garis sayatan dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan
kenyamanan. Jahitan ini memberikan kekuatan yang besar.
Keuntungan:
Penyesuaian tepi luka secara selektif dapat dilakukan.
Kegagalan satu jahitan tidak selalu merugikan jahitan
lainnya.
Kekurangan:
Dapat menyebabkan bekas jahitan (bekas luka seperti rel
kereta api pada permukaan kulit) setelah terjadi edema
pasca operasi.
Karena ada peningkatan jumlah simpul, mereka cenderung
mengurangi kekuatan benang hingga 50%.
4. Mattress suture
Mattress suture atau jahitan matras biasanya digunakan di
area perut atau pinggul dan bukan di area kepala dan leher. Jahitan
ini memberikan lebih banyak eversi jaringan daripada jahitan
terputus sederhana. Jahitan matras terdiri dari dua jenis:
a. Vertical mattress suture
Vertical mattress suture atau jahitan matras vertikal
mirip dengan jahitan sederhana, tetapi ada tambahan gigitan
melalui tepi luka yang digunakan untuk memastikan eversi
tepi.
Keuntungan:
Meningkatkan kekuatan pada luka.
Tidak mengganggu penyembuhan karena jahitannya
sejajar dengan suplai darah.
Kekurangan:
Sulit untuk memperkirakan tepi luka yang halus.
Bekas jahitan yang menonjol dapat terbentuk jika
jahitan tidak diambil lebih awal dibandingkan dengan
teknik penjahitan lainnya.
b. Horizontal mattress suture
Teknik penjahitan ini menyerupai simple suture
interrupted, yaitu jarum ditusukkan ke sisi lain dari luka, lalu
dilakukan teknik interrupted kembali ke sisi awal lalu
benang disimpul. Jarak dari tepi luka antara keempat
tusukan adalah sama, sehingga didapatkan dua jalur benang
yang tersusun horizontal melewati tepi luka.3
Keuntungan:
Teknik ini cocok digunakan untuk lokasi dengan
tegangan (tension) tinggi, meminimalkan risiko
mencederai saraf dan pembuluh darah.
Kekurangan:
Suplai darah ke tepi flap dapat berkurang dan dapat
menyebabkan nekrosis jika tidak digunakan dengan
benar.
5. Subcuticular suture
Prosedur ini dipopulerkan oleh Halstead pada tahun 1893
yang menjelaskan bahwa prosedur ini dapat digunakan tanpa
simpul dengan membuat ujungnya keluar dalam jarak pendek dari
luka dan menempelkannya ke kulit.
Keuntungan:
Dapat dibiarkan di tempat lebih dari 1 minggu di area
ketegangan luka atau di bawah gips.
Kekurangan:
Membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk
melakukannya.
Tidak menghilangkan tepi luka. Sehingga teknik ini masih
bisa menjadi teknik penjahitan yang ideal di lokasi tertentu
dari tubuh di mana bekas jahitan bisa dapat ditoleransi.
4.3.Prosedur
6. Pemeriksaan
6.1.Subjektif
6.1.1. Anamnesis
1. General Information, Hal-hal yang pertama ditanyakan seperti
nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, dan
pekerjaan.
2. Chief Complaint/s, memastikan alasan utama mengapa pasien
datang mencari pertolongan medis. Hal-hal yang ditanyakan
yaitu gejala secara kronologis, durasi, penyebab awal muncul,
pengobatan apapun yang dilakukan sebelumnya untuk kondisi
tersebut, riwayat gejala serupa sebelumnya, dan apabila pasien
mempunyai riwayat trauma.
3. Past/Present Medical History, gambaran rinci tentang status medis
umum pasien yang mungkin relevan atau tidak relevan dengan
keluhan utama, penatalaksanaan pasien, dan hasil pengobatan.
a. Gangguan pernapasan, contohnya adalah obstructive
pulmonary disease, bronchial asthma, pneumonia, pleuritis,
bronchitis, upper respiratory tract infections
b. Gangguan cardiovascular, contohnya myocardial
infarction, ischemic heart disease, rheumatic heart disease,
angina, valvular septal defect, hypertension and congestive
cardiac failure
c. Gangguan sistem saraf, contohnya epilepsy, hemi/
paraplegia dan past history of head injury
d. Penyakit autoimun, contohnya lupus erythematosus dan
scleroderma
e. Alergi obat
f. Iritasi terhadap terapi radiasi
g. Gangguan sistem endokrin, contohnya thyroid disorders,
diabetes, adrenal pheochromocytoma, dan multiple
endocrine neoplasia
h. Penyakit infeksi , contohnya tuberculosis, syphilis, viral
hepatitis , dan herpes
i. Gangguan sistem darah, contohnya anaemias, leukaemia
dan haemophilia
j. Obat-obatan yang dikonsumsi, contohnya NSAIDs ,
aspirin, anticoagulant therapy, antikoch’s therapy dan
steroid therapy
4. Personal and Family History, bagian ini berkaitan dengan
kebiasaan pribadi dan riwayat sosial pasien yang menggambarkan
gaya hidup pasien.
a. Kebiasaan seperti mengunyah tembakau, jeruk nipis,
pinang, alkoholisme kronis, merokok kronis,
penyalahgunaan narkoba dan sering berhubungan dengan
pekerja seks komersial
b. Riwayat rinci keluarga dekat pasien beserta usia, status
kesehatan umum, penyakit medis, penyebab dan usia pada
saat kematian anggota yang meninggak dicatat. Riwayat
keluarga yang menderita epilepsi, gangguan jantung,
diabetes, gangguan perdarahan, tuberkulosis juga dicatat.
6.2.Objektif
6.2.1. Pemeriksaan tanda vital
1. Tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan
menggunakan alat sphygmomanometer. Nilai normal
tekanan darah dewasa (19-40 tahun): Sistolic: 95-135 mm
Hg Diastolic: 60-80mm Hg
2. Saturasi oksigen darah (SpO2)
Pemeriksaan saturasi oksigen darah (SpO2)
dilakukan dengan menggunakan alat oksimetri, dengan
cara memasukkan telunjuk kedalam alat, alat dinyalakan,
dan kemudian akan muncul hasil. Nilai normal pada
dewasa: 97-100 %
3. Respirasi
Pemeriksaan respirasi dilakukan dengan
mengobservasi kembang kempis dada dan abdomen. Satu
respirasi mencakup satu inspirasi dan satu ekspirasi. Nilai
normal respirasi (dewasa-lansia): 10-20 breath/minute.
4. Denyut nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan
menggunakan 3 jari pada denyut radial, kemudian rasakan
denyut nadi dengan baik. Nilai normal denyut nadi: 60-
100/menit
5. Suhu tubuh
Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan dengan
menggunakan termometer yang diletakkan pada oral atau
aksial. Nilai normal suhu tubuh: Aksila = 34,8-36,3° C
Oral = 35,8-37,3° C. Suhu diatas normal disebut
hyperthermia/ pyrexia/ febrile.