Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

BLOK 10 KELOMPOK E

Dosen Pembimbing: drg. Tyas Hestiningsih, M. Biomed

Nurul Uzma 04031182126004


Rhamasuci Putri Jasa 04031182126009
Mawar Aliyah Abdani 04031182126015
Diendira Okta Silampari Putri 04031282126016
Faizal Ramadhan 04031282126022
Fazra Fatimah Az-Zahra Rafa' 04031282126023
Kamilah Fitriandhani 04031282126024
Fira Az Zahra 04031282126025
Atma Raga Saputra 04031282126026
Susmanissa Triayunda 04031282126027
Muhammad Tedra Rinaldy 04031282126037
Salsabila Fauza Rahima 04031282126047
Emmiya Kenzia 04031282126048
Fathimah Balqis 04031282126049
Reyne Damalisa 04031282126050
Nadila Audina 04031382126089

BAGIAN KEDOKTERAN GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023 / 2024
SKENARIO

Perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut dengan
keluhan gigi geraham belakang kanan berlubang dan ingin dicabut. Berdasarkan
anamnesis, gigi tersebut sudah berlubang sejak 6 bulan yang lalu, pernah terasa sakit
selama 1 minggu namun pasien tidak berobat ke fasilitas kesehatan manapun dan
hanya meminum obat anti sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
Pada pemeriksaan objektif ditemukan tanda-tanda vital pasien dalam batas normal.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 45 karies profunda dengan tes vitalitas (-
), dan perkusi (-).

Dokter gigi memutuskan melakukan pemeriksaan foto rontgen sebelum


melakukan tindakan dengan hasil interpretasi sebagai berikut: Gigi 45 terdapat
radiolusen mencapai pulpa disertai dilaserasi pada 1/3 apikal gigi 45.

Dokter gigi mendiagnosis dan melakukan persiapan alat untuk pencabutan


pada gigi tersebut. Dokter gigi melakukan teknik anestesi blok mandibula disertai
infiltrasi bukal dengan kandungan bahan anestesi lidocaine HCL disertai epinephrine.
Setelah pasien merasa kebas, kemudian dokter gigi memposisikan dirinya dan pasien
serta melakukan flap untuk ekstraksi dengan teknik open method. Setelah gigi
diekstraksi kemudian dokter gigi melakukan suturing pada luka pasca ekstraksi.

A. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Definisi

1 Open Method Teknik dimana gigi di angkat / di keluarkan dari


soketnya setelah dilakukan pembuatan flap dan
pengurangan tulang di sekitar gigi.

2 Suturing Metode penjahitan kulit atau menutup jaringan


yang luka menggukan bahan seperti nilon yang
menimbulkan respon jaringan yang lebih kecil
dibandingkan benang pintal seperti sutra .

3 Dilaserasi Kelainan bentuk akar gigi yang membengkok


karena gangguan selama perkembangan gigi.

4 Ekstraksi Pencabutan gigi dari socketnya pada tulang


alveolar.

5 Infiltrasi Bukal Masuknya suatu substansi secara abnormal


kedalam sel, jaringan, atau organ yang diperoleh
dengan menyuntikkan agens analgesik lokal
dibalik epitelium dari mukosa mulut, tetapi
diatas periosteum dibagian bukal pada nervus
bukalis.

6 Anastesi Blok Teknik untuk menghilangkan nya rasa atau


Mandibula sensasi di bagian saraf di regio mandibula pada
saraf alveolar inferior dan saraf lingualis.

7 Flap Sepotong jaringan yang dapat dilepas baik yang


terbentuk akibat trauma atau pembedahan untuk
memperbaiki cacat atau untuk mendapat abses
kestruktur yang ada dibawahnya.

8 Lidocaine HCL Obat golongan amida yang digunakan untuk


anestesi lokal dan memblok saraf.

9 Epinephrine Disebut juga sebagai epinephrine, digunakan


sebagai agen vasokonstriktor topikal, perangsang
jantung dan brokondilator.
10 Karies Profunda Salah satu stadium karies berdasarkan kedalaman
karies, dimana karies sudah mengenai > ½
dentin, atau sudah mencapai pulpa.

B. Identifikasi Masalah
1. Perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
dengan keluhan gigi geraham belakang kanan berlubang dan ingin
dicabut. Berdasarkan anamnesis, gigi tersebut sudah berlubang sejak 6
bulan yang lalu,pernah terasa sakit selama 1 minggu namun pasien tidak
berobat ke fasilitas kesehatan manapun dan hanya meminum obat anti
sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
2. Pada pemeriksaan objektif ditemukan tanda-tanda vital pasien dalam batas
normal. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 45 karies profunda
dengan tes vitalitas (-), dan perkusi (-).
3. Dokter gigi memutuskan melakukan pemeriksaan foto rontgen sebelum
melakukan tindakan dengan hasil interpretasi sebagai berikut: Gigi 45
terdapat radiolusen mencapai pulpa disertai dilaserasi pada 1/3 apikal gigi
45.
4. Dokter gigi mendiagnosis dan melakukan persiapan alat untuk pencabutan
pada gigi tersebut. Dokter gigi melakukan teknik anestesi blok mandibula
disertai infiltrasi bukal dengan kandungan bahan anestesi lidocaine HCL
disertai epinephrine.
5. Dokter gigi memposisikan diri dan melakukan flap untuk ekstraksi dengan
teknik open method kemudian melalukan suturing pada luka pasca
ekstraksi.

C. Analisis Masalah
1. Perempuan berusia 28 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut
dengan keluhan gigi geraham belakang kanan berlubang dan ingin
dicabut. Berdasarkan anamnesis, gigi tersebut sudah berlubang sejak 6
bulan yang lalu, pernah terasa sakit selama 1 minggu namun pasien tidak
berobat ke fasilitas kesehatan manapun dan hanya meminum obat anti
sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
a. Apa saja obat anti sakit yang mungkin dikonsumsi pasien?
b. Apa alasan dokter gigi melakukan pemeriksaan penyakit sistemik?
c. Apa saja pemeriksaan subjektif yang dilakukan dokter gigi?

2. Pada pemeriksaan objektif ditemukan tanda-tanda vital pasien dalam batas


normal. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan gigi 45 karies profunda
dengan tes vitalitas (-), dan perkusi (-).
a. Apa interpretasi dari pemeriksaan intra oral pada kasus pasien
tersebut?
b. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien?
c. Apa saja tahapan pemeriksaan objektif?
d. Apa interpretasi tanda-tanda vital dalam batas normal?
e. Apa diagnosis dari kasus tersebut?
f. Bagaimana gambaran dari gigi dengan karies profunda?

3. Dokter gigi memutuskan melakukan pemeriksaan foto rontgen sebelum


melakukan tindakan dengan hasil interpretasi sebagai berikut: Gigi 45
terdapat radiolusen mencapai pulpa disertai dilaserasi pada 1/3 apikal gigi
45.
a. Apa alasan dokter gigi melakukan foto rontgen sebelum tindakan
tersebut?
b. Bagaimana hasil rontgen dari gigi dengan akar dilaserasi?

4. Dokter gigi mendiagnosis dan melakukan persiapan alat untuk pencabutan


pada gigi tersebut. Dokter gigi melakukan teknik anestesi blok mandibula
disertai infiltrasi bukal dengan kandungan bahan anestesi lidocaine HCL
disertai epinephrine
a. Apa saja alat yang digunakan pada saat pencabutan gigi?
b. Apa alasan dokter gigi memilih prosedur teknik anastesi blok
mandibula (Indikasi dan kontraindikasi) dan bagaimana
prosedurnya?
c. Apa Alasan Dokter Gigi Memilih Penggunaan bahan Anastesi
Lidocaine HCL disertai Epinephrine?
d. Persyarafan inervasi dan anatomi saraf yang terlibat pada kasus
tersebut?
e. Apa fungsi penambahan epinefrin pada agen anestesi lidocain?
f. Bagaimana pr. osedur infiltrasi bukal?
g. Apa saja alat yang digunakan pada anastesi blok mandibula?
h. Apa indikasi dan kontraindikasi bahan anastesi Lidocaine HCL?
i. Berapa dosis penggunaan Lidocaine HCL dan Epinephrine?
j. Mengapa dokter gigi mengkombinasikan teknik anestesi blok
mandibula dan dikombinasikan dengan infiltrasi bukal?

5. Dokter gigi memposisikan diri dan pasien serta melakukan flap untuk
ekstraksi dengan teknik open method kemudian melalukan suturing pada
luka pasca ekstraksi
a. Apa jenis flap yang digunakan oleh dokter gigi untuk kasus diatas
b. Bagaimana Prosedur Suturing Yang Dilakukan Dokter Gigi, Serta
apa Jenis Jarum yang Digunakan?
c. Dimana posisi operator dalam melakukan tindakan ekstraksi gigi
45?
d. Apa indikasi dan kontraindikasi teknik open method?
e. Apa saja jenis jenis dari Teknik Suturing?
f. Bagaimana prosedur ekstraksi dengan teknik open method?
g. Bagaimana posisi pasien pada saat akan dilakukan ekstraksi pada
gigi 45?
h. Apa saja alat yang digunakan dalam prosedur flap dan ekstraksi
open method?
i. Apa indikasi dan kontraindikasi dilakukannya tindakan flap?
j. Apa saja intruksi yang diberikan ke pasien pasca dilakukan
ekstraksi?

D. Hipotesa

Perempuan berusia 28 tahun datang ke rumah sakit gigi mulut


didiagnosis nekrosis pulpa pada gigi 45 dengan karies profunda, dokter gigi
memutuskan melakukan flap triangular untuk ekstraksi dengan teknik open
method karena ditemukan dilaserasi akar pada pemeriksaan rontgen. Pada saat
ekstraksi dokter gigi berada di posisi jam 12 .Lalu dokter gigi melakukan
teknik anestesi blok mandibula disertai infiltrasi bukal dengan bahan lidocaine
hcl disertai epinefrin sebagai vasokonstriktor dengan tujuan memperpanjang
efek analgesik. Setelah gigi di ekstraksi, kemudian dokter gigi melakukan
suturing untuk menutup luka dan mempercepat penyembuhan luka pasca
ekstraksi. kemudian dokter memberikan resep obat antibiotik dan analgesik
kepada pasien setelah itu dokter gigi memberikan edukasi pasca pencabutan
seperti mengigit tampon selama 30-40 menit dan dianjurkan untuk tidak
berkumur-kumur.

E. Learning Issue
1. Flap
1.1.Jenis – Jenis Flap
Jenis flap dasar antara lain adalah trapezoidal, triangular,
envelope, semilunar. Flap dibuat oleh insisi, dan flap pedikel.
a. Flap trapezoidal
Flap trapezoidal cocok untuk prosedur bedah ekstensif,
terutama ketika flap triangular tidak dapat memberikan akses yang
memadai.
 Kelebihan:
Memberikan akses yang sangat baik,
memungkinkan pembedahan dilakukan pada lebih dari
satu atau dua gigi, tidak menimbulkan ketegangan pada
jaringan, memungkinkan reaproksimasi flap dengan
mudah ke posisi semula dan mempercepat proses
penyembuhan.
 Kekurangan:
Menghasilkan defek pada gingiva cekat (resesi
gingiva).

b. Flap Triangular
Flap ini merupakan hasil dari insisi yang berbentuk L
dengan insisi horizontal dibuat di sepanjang sulkus gingiva dan
insisi vertikal atau oblik. Flap ini diindikasikan untuk operasi
pengangkatan ujung akar, kista kecil, dan apikoektomi.
 Kelebihan:
Memastikan suplai darah yang memadai,
visualisasi yang memuaskan, stabilitas dan reaproksimasi
yang sangat baik ; mudah dimodifikasi dengan insisi kecil,
atau insisi vertikal tambahan, atau bahkan pemanjangan
insisi horizontal.
 Kekurangan:
Akses terbatas ke akar yang panjang, terjadi
ketegangan saat flap dipegang dengan retraktor, dan ini
menyebabkan defek pada gingiva cekat.

c. Flap envelope
Flap envelope digunakan untuk pembedahan insisivus,
premolar dan molar, pada permukaan labial atau bukal dan palatal
atau lingual dan biasanya diindikasikan ketika prosedur
pembedahan melibatkan garis servikal gigi secara labial (atau
bukal) dan palatal (atau lingual), apikoektomi (akar palatal),
pencabutan gigi impaksi, kista, dll.
 Kelebihan:
Menghindari insisi vertikal dan reaproksimasi yang
mudah ke posisi semula.
 Kekurangan:
Refleksi sulit (terutama palatal), ketegangan hebat
dengan risiko robekan pada ujung, visualisasi terbatas pada
apikoektomi, akses terbatas, kemungkinan cedera
pembuluh darah dan saraf palatal, defek pada gingiva
cekat/
d. Flap Semilunar
Flap semilunar digunakan dalam apikoektomi dan
pengangkatan kista kecil dan ujung akar.
 Kelebihan:
Insisi kecil dan refleksi mudah, tidak ada resesi
gingiva di sekitar restorasi prostetik, tidak ada intervensi
pada periodonsium, kebersihan mulut lebih mudah
dibandingkan dengan jenis flap lainnya.
 Kekurangan:
Kemungkinan insisi dilakukan tepat di atas lesi
tulang karena salah perhitungan, jaringan parut terutama di
daerah anterior, kesulitan reproksimasi dan penjahitan
karena tidak adanya titik referensi khusus, akses dan
visualisasi terbatas, kecenderungan robek.

e. Jenis flap lain


Jenis flap lainnya adalah hasil dari insisi berbentuk dan
berbentuk . Flap ini digunakan dalam prosedur bedah palatum,
terutama untuk menghilangkan eksostosis (torus palatinus).
1. Flap hasil dari insisi berbentuk X
Jenis flap ini diindikasikan dalam prosedur bedah
yang melibatkan pengangkatan eksostosis kecil.

2. Flap hasil dari insisi berbentuk Y


Jenis flap ini digunakan pada eksostosis yang lebih
besar, dan pada dasarnya merupakan perluasan dari insisi
berbentuk . Perbedaannya yaitu dibuat dua insisi
posterolateral lagi yang diperlukan untuk akses yang
memadai ke bidang bedah. Flap ini dirancang sedemikian
rupa sehingga cabang utama dari arteri palatina mayor
tidak terputus.

f. Flap Pedikel
Tiga tipe utama dari flap pedikel yang digunakan untuk
menutup oroantral communication adalah: flap bukal, palatal, dan
flap bridge.
1. Flap bukal
Berupa flap trapezoidal yang dibuat secara bukal,
sesuai dengan area yang akan ditutup, dan biasanya
digunakan pada pasien dentulous.
2. Flap palatal
Jenis flap ini digunakan pada pasien edentulous
agar kedalaman vestibular tetap terjaga.

3. Flap bridge pedicle


Jenis flap ini hanya digunakan pada bagian
edentulous dari alveolar ridge.
1.2. Prosedur
a. Flap trapezoidal
Flap ini dibuat setelah insisi berbentuk ∏, yang dibentuk
oleh insisi horizontal di sepanjang gingiva, dan dua oblique
vertical releasing insisi yang meluas ke vestibulum bukal. Insisi
yang dilakukan secara vertikal selalu meluas ke papila interdental
dan tidak pernah ke arah tengah permukaan labial atau bukal gigi
karena jika insisi dimulai di tengah gigi, kontraksi setelah
penyembuhan akan membuat area servikal gigi terbuka.

b. Flap Triangular
Flap ini dimulai dengan adanya insisi berbentuk horizontal
di sepanjang sulkus gingiva dan insisi berbentuk vertikal atau
miring sehingga menghasilkan insisi berbentuk “L”. Insisi vertikal
dimulai pada lipatan vestibular dan meluas ke papila interdental
gingiva. Flap ini dilakukan secara labial atau bukal pada kedua
rahang dan dan diindikasikan dalam operasi pengangkatan ujung
akar, kista kecil, dan apikoektomi.
c. Flap Envelope
Insisi dibuat di sulkus gingiva dan memanjang sepanjang
empat atau lima gigi berbentuk horizontal di sepanjang garis
servikal gigi. Jaringan tersebut terhubung pada garis vertikal gigi
dan papilla interdental yang dilepaskan. Envelope flap
diindikasikan ketika prosedur bedah melibatkan garis servikal gigi
secara labial (atau bukal) dan palatal (atau lingual), apikoektomi
(akar palatal), pencabutan gigi impaksi, kista, dll.

d. Flap Semilunar
Flap ini merupakan hasil dari insisi yang melengkung, yang
berada tepat di bawah lipatan vestibular dan memiliki jalur
berbentuk busur dengan bagian cembung ke arah attached gingiva.
Titik terendah dari sayatan harus minimal 0,5 cm dari margin
gingiva, sehingga suplai darah tidak terganggu. Flap semilunar
digunakan dalam apikoektomi dan pengangkatan tumor kecil kista
dan ujung akar.
e. Flap Pedicle
1. Flap Bukal
Flap trapesium yang dibuat secara bukal, sesuai dengan
area yang akan ditutup. Setelah membuat flap, periosteum
diinsisi secara melintang, membuatnya lebih elastis sehingga
dapat menutupi lubang yang dihasilkan dari pencabutan gigi.

2. Flap Palatal
Flap mucoperiosteal palatal merupakan perputaran dari
posterior dan bukal, termasuk pembuluh darah yang muncul
dari palatine mayor yang sesuai foramen. Setelah rotasi,
penutup ditempatkan di atas lubang soket, margin luka adalah
debridement, dan flap dijahit dengan jaringan bukal.

3. Flap Bridge Pedicle


Flap ini adalah palatobukal dan tegak lurus dengan
ridge alveolar. Setelah pembuatan, flap diputar ke belakang
atau ke depan, untuk menutupi lubang komunikasi oroantral,
tanpa mengorbankan lipatan vestibular. Tipe flap ini hanya
digunakan pada bagian tak bergigi dari alveolus ridge.

1.3.Indikasi dan Kontraindikasi


a. Indikasi:
Indikasi flap secara umum:
1. Pencabutan gigi yang sulit seperti gigi dengan morfologi
akar yang abnormal dan hipersementosis pada akar.
2. Odontektomi ( pencabutan gigi molar 3 yang impaksi atau
semi-impaksi).
3. Tindakan bedah yang melibatkan jaringan keras (tulang).
4. Membutuhkan perluasan meda operasi.

Indikasi flap dalam kasus ekstraksi:


1. Gigi maksila dan mandibula dengan morfologi akar yang
tidak biasa.
2. Gigi dengan hipersementosis pada akar dan ujung akar,
gambaran akar bulbous.
3. Gigi dengan anomali dilaserasi pada ujung akar.
4. Gigi dengan akar ankilosis (dens in dente).
5. Gigi impaksi atau semi impaksi.
6. Gigi berfusi dengan gigi yang berdekatan di daerah apikal.
7. Sisa ujung akar yang patah di tulang alveolar.
8. Gigi posterior rahang atas yang akarnya masuk ke sinus
maksilaris.
9. Akar gigi ditemukan di bawah garis gingiva.
10. Akar dengan lesi periapikal.
11. Molar desidui yang akarnya merangkul mahkota dari
premolar permanen.
12. Gigi posterior yang supraerupsi akibat hilangnya gigi
antagonis.

b. Kontraindikasi:
Kontraindikasi flap dalam kasus ekstraksi:
1. Ujung akar fraktur tanpa gejala, dengan pulpa vital, terletak
jauh di dalam soket.
2. Pasien tua dengan resiko komplikasi lokal serius.
3. Terdapat masalah kesehatan yang serius (penyakit
sistemik). Jika tindakan tetap dilakukan, harus bekerjasama
dengan dokter yang merawat dan hanya jika keadaan
umum pasien membaik.

1.4.Alat
1. Scalpel (Handle and Blade)
a. Handle
Handle yang paling umum digunakan dalam bedah
mulut adalah Bard–Parker no. 3. Ujungnya dapat menerima
berbagai jenis blade.
b. Blade
Blade disposable dan terdiri dari tiga jenis (no. 11, 12,
dan 15). Jenis blade yang paling umum adalah no. 15, yang
digunakan untuk flap dan insisi pada alveolar ridge yang tidak
bergigi.
2. Periosteal Elevator
Instrumen ini memiliki banyak tipe ujung yang berbeda.
Periosteal Elevator yang paling umum digunakan dalam bedah
intraoral adalah no. 9 Molt, yang memiliki dua ujung berbeda:
ujung runcing, digunakan untuk mengangkat papila interdental
gingiva, dan ujung lebar, yang memfasilitasi pengangkatan
mukoperiosteum dari tulang. Periosteal Elevator juga dapat
digunakan untuk menahan flap setelah refleksi, sehingga
memudahkan manipulasi selama prosedur pembedahan.

3. Retraktor
Retraktor digunakan untuk menarik kembali pipi dan flap
mukoperiosteal selama prosedur pembedahan. Retraktor yang
paling umum digunakan adalah retraktor Farabeuf, Kocher–
Langenbeck, dan Minnesota. Retraktor Farabeuf dan Retraktor
Kocher–Langenbeck untuk retraksi pipi dan flap mukoperiosteal.
Retraktor Minnesota ntuk retraksi pipi dan lidah.
2. Anestesi Lokal
2.1.Teknik
Teknik Injeksi Pada Maksila
1) Injeksi supraperiosteal
Merupakan yang paling sering digunakan untuk,
tingkat keberhasilan yang tinggi.
 Saraf yang di anestesi: terminal branches besar dari dental
plexus.
 Area anestesi: area pulpa dan akar gigi, buccal periosteum,
connective tissue, dan mucous membrane.
Gbr XX. Injeksi supraperiosteal di regio anterior
maksila. Area yang di anestesi diarsikan warna kuning.

2) Posterior Superior Alveolar Nerve Block


Merupakan blok saraf gigi yang umum digunakan
blok, namun berpotensi membentuk hematoma.
 Saraf yang di anestesi: saraf posterior superior alveolar dan
cabangnya.
 Area anestesi: buccal periodontium dan tulang di atas gigi.

Gbr XX. Area yang dianestesi oleh blok saraf alveolar


superior posterior. Permukaan infratemporal rahang
atas; tuberositas rahang atas.

3) Middle Superior Alveolar Nerve Block


Untuk prosedur pada gigi premolar dan akar
mesiobuccal gigi molar pertama rahang atas.
 Saraf yang dianestesi: Saraf MSA dan terminal branches.
 Area anestesi: pulpa gigi premolar pertama dan kedua
rahang atas, mesio akar bukal gigi molar pertama.
Gbr XX. Area yang dianestesi dengan blok saraf
middle superior alveolar.

4) Anterior Superior Alveolar Nerve Block (Infraorbital


Nerveblock)
Memberikan anestesi jaringan lunak pulpa dan bukal
yang dalam dari gigi seri sentral rahang atas sampai gigi
premolar.
 Saraf yang dianestesi: anterior superior alveolar nerve, msa
nerve
 Area anestesi: pulpa gigi insisivus sentral rahang atas
melalui gigi kaninus pada sisi yang disuntikkan.
Gbr XX. Blok saraf anterior superior alveolar,
menunjukkan sekitar 72% area yang di anestesi pada
pasien.

5) Greater Palatine Nerve Block


Untuk prosedur gigi yang melibatkan jaringan lunak
palatal distal ke gigi taring.
 Saraf yang dianestesi: greater palatine nerve.
 Area anestesi: bagian posterior langit-langit keras dan
jaringan lunak di atasnya.

Gbr XX. Area saraf yang di blok anestesi oleh saraf


greater palatine.

6) Nasopalatine Nerve Block


Teknik yang sangat berharga untuk kontrol nyeri
palatal karena, dengan pemberian volume minimum larutan
anestesi.
 Saraf yang dianestesi: nasopalatine nerves bilaterally.
 Area anestesi: bagian anterior dari langit-langit keras
(jaringan lunak dan keras).
Gbr XX. Area saraf yang di blok anestesi oleh saraf
nasopalatine.

7) Local Infiltration of the Palate

 Saraf yang dianestesi: terminal branches dari


nasopalatine dan greater palatine nerves.
 Area anestesi: jaringan lunak di sekitar tempat
penyuntikan

Gbr XX. Area saraf yang di blok anestesi oleh infiltrasi


palatal.

8) Anterior Middle Superior Alveolar Nerve Block


Memberikan anestesi pulpa pada beberapa gigi rahang
atas dari satu tempat suntikan di langit- langit keras.
 Saraf yang dianestesi: ASA, MSA.
 Area anestesi: anestesi pulpa pada gigi seri rahang atas,
gigi taring, dan gigi premolar.

Gbr XX. Tingkat anestesi anterior middle superior


alveolar.
9) Palatal Approach-Anterior Superior Alveolar
Menggunakan titik masuk jaringan yang serupa
sebagai injeksi nasopalatine tetapi berbeda dalam target
akhirnya.
 Saraf yang dianestesi: nasopalatine nerve, anterior
branches dari asa nerve.
 Area anestesi: pulpa gigi insisal sentral rahang atas, gigi
insisal lateral, dan gigi kaninus
Gbr XX. Tingkat anestesi palatal approach-anterior
superior alveolar.

10) Maxillary Nerve Block


Metode yang efektif untuk mencapai anestesi yang
mendalam pada hemimaksila.
 Saraf yang dianestesi: maxillary division dari trigeminal
nerve.
 Area anestesi: anestesi pulpa pada gigi rahang atas di sisi
blok.

Gbr XX. Tingkat anestesi maxillary nerveblock.

Teknik Injeksi Pada Mandibula


1) Inferior Alveolar Nerve Block
Merupakan yang kedua paling sering digunakan
(setelah infiltrasi).
 Saraf yang dianestesi: incisive nerve, mental nerve,
lingual nerve.
 Area anestesi : buccal mucoperiosteum.

Gbr XX. Area yang di blok anastesi oleh saraf inferior


alveolar block.

2) Buccal Nerve Block


Saraf bukal mudah diakses oleh anestesi lokal karena
terletak tepat di bawah selaput lendir.
 Saraf yang dianestesi: buccal nerve.
 Area anestesi: jaringan lunak dan periosteum bukal ke gigi
molar mandibula gigi.
Gbr XX. Area yang di blok anastesi oleh saraf buccal
nerve block.

3) Mandibular Nerve Block: The Gow-Gates Technique


Blok saraf mandibula yang sebenarnya karena
memberikan anestesi sensorik.
 Saraf yang dianestesi: inferior alveolar nerve, mental
nerve, incisive nerve, buccal nerve.
 Area anestesi: buccal mucoperiosteum.

Gbr XX. Area yang di blok anestesi oleh saraf


mandibular nerve block.

4) Mental Nerve Block


Cabang terminal dari saraf alveolar inferior.
Memberikan persarafan sensorik ke jaringan lunak bukal.
 Saraf yang dianestesi: saraf mental, cabang terminal dari
alveolar inferior saraf.
 Area anestesi: selaput lendir bukal di bagian anterior
foramen mental.
Gbr XX. Area yang di blok anestesi oleh saraf mental
nerve block.

5) Incisive Nerve Block


Saraf insisif adalah cabang terminal dari saraf alveolar
inferior.
 Saraf yang dianestesi: mental dan incisive nerves.
 Area anestesi: buccal mucous membrane anterior ke
foramen mental, biasanya dari gigi premolar kedua ke
garis tengah

Gbr XX. Area yang di blok anestesi oleh saraf incisive


nerve block.
2.2.Alat dan Bahan
Alat
1. Kaca mulut.

2. Pinset dental.

3. Sonde.

4. Cotton stick.

5. Disposable injection syringe (semprit injeksi).

6. Sarung tangan.
Bahan
1. Larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%).
2. Larutan anestesi lokal (lidocaine 2% dengan adrenaline
1:80.000) dalam ampul 2 cc.

2.3.Prosedur
Persiapan dan Prosedur
a. Pastikan bahwa pasien sudah makan, atau setidaknya tidak sedang
merasa lapar, sebelum tindakan anestesi lokal.
b. Dudukkan pasien pada posisi semi supine, pada posisi demikian
penderita akan merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih
mudah dilakukan, dan kemungkinan terjadinya vasovagal syncope
dapat dikurangi.

(Pasien didudukkan pada posisi semi supine selama prosedur


anestesi lokal)

Prosedur Umum Anestesi Lokal


1. Ambil sebuah disposable syringe, pastikan hal-hal berikut ini:
a. Masih tersimpan pada pembungkus dan tidak terdapat cacat
atau robekan.
b. Periksa tanggal kadaluarsa.
c. Jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka
pembungkusnya dengan memutar searah jarum jam, kemudian
handle pada syringe didorong sehingga plunger menyentuh
ujung barrel, baru kemudian pembungkus syringe dibuka.
2. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, periksa
keterangan pada dinding ampul yang mencantumkan: kandungan,
konsentrasi, dan volume larutan anestesi lokal, kandungan dan
konsentrasi bahan vasokonstriktor, dan tanggal kadaluarsa cairan
anestesi lokal tersebut.

(Cara membuka ampul)


3. Sebelum mematahkan leher ampul pastikan bahwa seluruh cairan
berada di bawah. leher ampul, apabila ada cairan yang masih
berada di atas leher ampul lakukan ketukan pada dinding ampul
dengan jari tangan atau putar ampul dengan gerakan sentrifugal
sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul.
4. Leher ampul dipatahkan, lalu penutup jarum pada disposable
syringe dibuka, kemudian larutan anestesi lokal di dalam ampul
tersebut dihisap dengan jarum injeksi sampai seluruh cairan
anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa ujung jarum
menyentuh dinding ampul.
5. Setelah semua cairan telah terhisap ke dalam barrel penutup jarum
dipasang kembali dengan hati-hati jangan sampai ujung jarum
menyentuh penutupnya, kemudian diperiksa apakah ada
gelembung udara di dalam cairan di dalam barrel tersebut, apabila
terdapat gelembung udara dilakukan ketukan pada dinding barrel
sampai semua gelembung udara keluar dari cairan yang ada
kemudian dorong handle sampai terlihat ada cairan yang keluar
dari ujung jarum.

6. Keringkan daerah yang akan menjadi tempat tusukan jarum


dengan kasa steril lalu. ulasi daerah tersebut dengan cairan
antiseptik menggunakan cotton stick secukupnya.

7. Jarum ditusukkan pada mukosa di daerah yang dituju secara


perlahan-lahan, perlu diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum
selalu menghadap ke arah tulang (gambar 4); sebelum cairan
anestesi lokal diinjeksikan lakukan aspirasi; apabila terlihat darah
masuk ke dalam barrel maka tariklah jarum keluar dari mukosa.
8. Apabila pada aspirasi tidak terlihat terhisapnya darah maka
injeksikan cairan anestesi lokal secara perlahan-lahan untuk
mengurangi rasa nyeri yang timbul selama injeksi dan menghindari
terjadinya toksisitas cairan anestesi lokal
9. Setelah injeksi cairan anestesi lokal selesai tariklah jarum dari
daerah kerja secara perlahan-lahan dan bertahap untuk mencegah
timbulnya perdarahan di tempat tusukan jarum, efek anestesi mulai
terasa beberapa detik sampai beberapa menit setelah injeksi, pada
umumnya efek anestesi lokal sudah tercapai dalam waktu 5 menit.

2.4.Dosis
1. Lidocaine
Dosis maksimum yang disarankan untuk Lidokain dengan
vasokonstriktor adalah 7 mg/kg tidak melebihi 500 mg dan tanpa
vasokonstriktor adalah 4,4 mg/kg tidak melebihi 300 mg.
2. Bupivacaine
Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 1,3 mg/kg
berat badan hingga maksimum 90 mg. Karena durasi kerjanya
yang panjang, disarankan untuk digunakan pada prosedur
pembedahan yang berlangsung lama dan manajemen nyeri pasca
operasi.
3. Articaine
Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk articaine
adalah 0,8 mg/kg berat badan.

2.5.Inervasi
Serat akar sensorik saraf trigeminal merupakan proses sentral
sel ganglion yang terletak di dalam ganglion trigeminal (ganglion
semilunaris atau gasserian). Terdapat dua ganglion, satu untuk
masing-masing sisi wajah. Ganglion-ganglion tersebut datar dan
berbentuk bulan sabit; bagian cembungnya menghadap anterior dan
ke bawah. Serat akar sensorik memasuki bagian cekung dari masing-
masing bulan sabit, dan tiga cabang sensorik saraf trigeminal keluar
dari bagian cembung:
1. Cabang oftalmik (V1) bergerak ke anterior di dinding
lateral sinus kavernosus ke bagian medial fisura orbital
superior, dimana ia keluar dari tengkorak ke dalam orbita.
2. Cabang maksila (V2) bergerak ke anterior dan ke bawah
untuk keluar dari tengkorak melalui foramen rotundum ke
bagian atas fossa pterygopalatina.
3. Cabang mandibula (V3) bergerak hampir langsung ke
bawah untuk keluar dari tengkorak, bersama dengan akar
saraf motorik, melalui foramen ovale. Kedua akar ini
kemudian berbaur, membentuk batang saraf tunggal yang
masuk ke fossa infratemporal.
Setelah keluar dari tengkorak melalui foramen masing-masing,
tiga cabang saraf trigeminal membagi menjadi berbagai cabang
sensorik.

Cabang-Cabang Saraf Maksila:


1) Cabang-cabang di dalam tengkorak
a. Saraf meningeal tengah
2) Cabang-cabang di dalam fossa pterygopalatina
a. Saraf zygomatic:
 Saraf zygomaticotemporal
 Saraf zygomaticofacial
b. Saraf-saraf pterygopalatine
 Cabang orbital
 Cabang nasal
Saraf nasopalatinus
 Cabang palatin
Saraf palatinus mayor (anterior)
 Saraf palatinus minor (tengah dan posterior)
 Cabang faringeal
c. Saraf alveolar superior posterior
3) Cabang-cabang di dalam kanal infraorbital
a. Saraf alveolar superior tengah
b. Saraf alveolar superior anterior
4) Cabang-cabang di wajah
a. Cabang palpebra bawah
b. Cabang nasal eksternal
c. Cabang labial superior

Distribusi dari cabang maksila (V2). (1) Cabang alveolar


superior posterior; (2) saraf infraorbital; (3) saraf maksila; (4)
foramen rotundum; (5) saraf palatinus mayor; (6) saraf nasopalatinus.
Cabang-Cabang Saraf Mandibula:
1) Saraf yang tidak terbagi
a. Saraf spinosus
b. Saraf untuk otot pterygoideus medialis
2) Saraf yang terbagi
a. Cabang anterior
 Saraf untuk otot pterygoideus lateral
 Saraf untuk otot masseter
 Saraf untuk otot temporal

Saraf bukal
 Cabang posterior
Saraf aurikulotemporal
Saraf lingual
Saraf mylohyoideus
Saraf alveolar inferior: cabang-cabang gigi
Cabang insisif: cabang-cabang gigi
Saraf mental
2.6.Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi:
Anestesi lokal sangat penting untuk manajemen nyeri dalam
kedokteran gigi. Perawatan gigi dapat dikaitkan dengan rangsangan
mekanis, termal, atau kimiawi, sehingga menimbulkan respons yang
menyakitkan. Perawatan gigi tersebut dapat mencakup bedah mulut,
perawatan periodontal, endodontik, prostetik, dan restoratif. Anestesi
lokal digunakan untuk memberikan kehilangan sensorik sementara
untuk memungkinkan pemberian perawatan gigi.

Kontraindikasi:
1. Gangguan Hati atau Ginjal
Dosis anestesi yang lebih rendah harus dipertimbangkan
untuk pasien dengan gangguan hati atau ginjal, karena penurunan
fungsi hati atau ginjal dapat mempengaruhi metabolisme agen
anestesi. Lidokain dan mepivakain hampir seluruhnya
dimetabolisme di hati, dengan persentase kecil diekskresikan
dalam bentuk tidak berubah melalui urin. Prilokain
dimetabolisme oleh ginjal, paru-paru, dan hati. Sedangkan untuk
articaine, hanya 10-15% obat yang dimetabolisme oleh hati, dan
sisanya diubah menjadi asam articaine, suatu bentuk tidak
beracun dan tidak aktif, di dalam darah.
2. Penyakit kardiovaskular
Adrenalin biasanya ditambahkan ke agen anestesi lokal,
dan dianjurkan untuk berhati-hati pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular. Dosis maksimum adrenalin sebesar 0,04 mg
disarankan untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular,
dibandingkan dengan 0,2 mg untuk orang dewasa yang
sehat. Namun, terdapat bukti terbatas mengenai efek adrenalin
yang ditemukan dalam anestesi lokal pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular. Penggunaan adrenalin dosis rendah
tidak mempengaruhi tekanan darah atau detak jantung secara
signifikan. Efek samping dapat dikaitkan dengan injeksi
intravaskular, injeksi pada area yang sangat vaskular, atau
melebihi dosis yang dianjurkan. Selain itu, injeksi intraligmental
dan intraoseus dengan anestesi yang mengandung adrenalin tidak
dianjurkan untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular karena
obat dengan cepat memasuki sirkulasi dengan teknik ini.
3. Pasien Lanjut Usia
Perhatian sangat penting ketika memberikan anestesi
lokal kepada orang lanjut usia, dan dosis yang lebih rendah harus
dipertimbangkan karena berkurangnya fungsi ginjal dan hati.
Penyakit kardiovaskular juga lebih sering terjadi pada orang
lanjut usia, dan pembatasan penggunaan adrenalin harus
dipertimbangkan.
4. Kehamilan
Lidokain relatif aman, dan tidak ada bukti jelas bahwa
anestesi lokal meningkatkan risiko komplikasi pada ibu atau
janin. Namun, anestesi lokal apa pun yang diberikan dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin. Oleh karena itu, operator
harus mempertimbangkan manfaat dan risiko anestesi lokal,
dengan mempertimbangkan kesehatan ibu dan janin, bukti
terkini mengenai anestesi lokal, dan risiko penundaan
pengobatan. Umumnya dianjurkan agar perawatan gigi elektif
ditunda pada trimester pertama dan ketiga kehamilan. Beberapa
dokter menghindari penggunaan prilokain dengan felypresin
pada kehamilan karena secara teoritis terdapat risiko induksi
persalinan dengan felypresin dan methemoglobinemia janin
dengan prilokain. Meskipun demikian, komplikasi ini jarang
terjadi pada penggunaan dosis rendah dalam kedokteran gigi.
5. Pasien dengan Gangguan Pendarahan atau Mengonsumsi
Antikoagulan
Teknik infiltrasi lokal lebih disukai daripada anestesi
blok untuk pasien dengan kelainan perdarahan bawaan. Hal ini
karena risiko hematoma intramuskular dengan potensi gangguan
jalan napas terkait dengan blok saraf IAN atau PSA pada pasien
ini. Meskipun beberapa praktisi mungkin khawatir dengan
anestesi blok pada pasien antikoagulan, penelitian menunjukkan
bahwa blok mandibula dapat digunakan dengan aman untuk
pasien antikoagulan.

3. Ekstraksi
3.1.Open method
3.1.1. Alat dan Bahan
1. Blade handle #3

Blade handle #7
Handle yang paling banyak digunakan dalam
bedah mulut adalah no. 3, yang memiliki panjang 12 cm.
Handle lain dengan no. 7 lebih panjang, sepanjang 16 cm.
Handle memiliki slot untuk blade. Untuk memasukkan
blade ke handle dan melepaskannya digunakan needle
holder atau artery forcep (hemostat) untuk menghindari
cedera pada operator. Blade dimasukkan ke dalam slot
hingga pas atau berbunyi klik. Scalpel digunakan dengan
pen grip.

2. Blade

Blade selalu hanya sekali pakai dan digunakan


untuk satu pasien. Jika dalam satu operasi diperlukan
beberapa lapisan sayatan, maka blade dapat menjadi
tumpul, sehingga tidak bisa membuat insisi yang bersih dan
tajam. Dalam kasus ini, blade harus diganti. Beberapa
ukuran blade yang digunakan ialah:
a. No. 10: untuk membuat insisi luas pada kulit.
b. No. 11: blade tajam dan runcing digunakan untuk
membuat insisi tusukan (e.g. untuk drainase abses)
c. No. 12: berbentuk kail atau melengkung.
Digunakan untuk prosedur mucogingival, terutama
pada daerah posterior dari rongga mulut.
d. No. 15: untuk bedah intraoral, paling umum
digunakan untuk melakukan insisi mukoperiosteal.
3. Pinset cirurgis

Alat ini memiliki fungsi yang sama dengan pinset


anatomi yakni untuk membentuk pola jahitan, angkat
jahitan/ meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.
Pinset Chirurgis berbentuk bilah tajam pada kedua sisinya,
digunakan untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi
dan penjahitan luka dan memberi tanda pada
kulit sebelum memulai insisi.
4. Gunting bedah/ rasparatorium.
5. Elevators gigi/bein dan forcep.
6. bur tulang dengan lowspeed handpiece.
7. Retraktor bibir, pipi, dan lidah.
8. Retractor Langenbecks .
Memiliki gagang yang panjang dan blade
berbentuk huruf L. Retractor ini banyak digunakan dalam
bedah mulut untuk menarik jaringan lunak, sudut insisi,
dan memungkinkan visualisasi dari struktur yang lebih
dalam. Dapat digunakan untuk meretraksi pipi, lidah, dan
mucoperiosteal flap.
9. Probe moon
Instrumen yang tipis dan rata yang memiliki ujung
kerja yang kecil pada sudut 90 derajat terhadap
gagangnya. Bagian ujungnya lancip dan tajam. Digunakan
untuk mengangkat attached gingiva disekeliling gigi yang
akan diekstraksi.
10. Elevator periosteal (Molt no. 9, howarth, Dial)
Instrumen ini digunakan untuk merefleksi
mukoperiosteum. Sebagian besar dari elevator periosteal
memiliki ujung yang besar, berbentuk sendok dengan
ujung yang tajam pada satu sisi dan sisi lain yang runcing
atau triangular.
11. Suturing dan jarum

12. Antiseptik oral


13. Jarum suntik
14. Anestesi lokal

3.1.2. Prosedur
1. Sterilisasi dan proteksi diri operator (masker,
srubbing, handscoon)
2. Desinfeksi daerah operasi dengan desinfektan
3. Anastesi daerah operasi
4. Pembuatan flap (basis lebih lebar dari puncak)
5. Berdasarkan prinsip dasar perancangan flap, dibuat
sayatan dan dibuatlah flap mukoperiosteal dengan
ketebalan tinggi. Buka tulang kortikal bukal untuk
mengakses gigi/akar
6. Pengambilan tulang dan bagian yang adekuat dari akar
(round bur dan long fissure bur)
7. Tulang dikeluarkan dari bagian bukal dengan
menggunakan chisel atau bur. Jika gigi masih utuh,
akar akan terlihat di bawah batas semento enamel.
Pengambilan tulang alveolar dapat dilakukan dengan
beberapa cara. Pertama, pengambilan tulang dilakukan
dengan ujung tang akar bagian bukal menjepit tulang
alveolar. Kedua, pembuangan tulang bagian bukal
dengan bur atau chisel selebar ukuran mesio-distal
akar dan panjangnya setengah sampai dua pertiga
panjang akar. Pengambilan akar gigi bisa dilakukan
dengan elevator atau tang akar. Jika dengan cara ini
tidak berhasil maka pembuangan tulang bagian bukal
diperdalam mendekati ujung akar dan dibuat takikan
dengan bur untuk penempatan elevator.
8. Jika gigi masih utuh, mahkota gigi dapat dibelah dan
dicabut terlebih dahulu.Hal ini terutama dilakukan bila
jalur pencabutan mahkota dan akar berbeda. Setelah
mahkota dicabut, akarnya ditangani.
9. Pengangkatan gigi dengan menggunakan tang atau
elevator
10. Daerah operasi dihaluskan (knable tang dan bone
file)
11. Irigasi dengan larutan saline atau NaCl
12. Penanganan luka post operasi dan penjahitan
13. Instruksi post-operasi

Gambar: a) Penampakan Radiologi Periapikal b) Insisi dan Flap Reflection c)


Mengeluarkan Tulang d) Ekstraksi e) Penutupan f) Gigi yang telah di Ekstraksi

3.1.3. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi:
1. Gigi atau akar gigi yang tak dapat dicabut dengan
elevator atau tang.
2. Gigi impaksi atau semi impaksi.
3. Gigi hiperekstensi atau ankilosis.
4. Fragmen akar gigi yang tertinggal.
5. Riwayat pencabutan gigi yang sulit atau gagalnya
ekstraksi.
6. Gigi dengan keterlibatan akar yang rumit berdasarkan
hasil pemeriksaan radiografi.
7. Gigi yang berkaitan dengan keadaan patologi, seperti
granuloma periapikal, kista, tumor, dll.
8. Ujung akar gigi dengan hipersementosis yang parah.
9. Ujung akar gigi dengan dilaserasi.

Kontraindikasi:
1. Pasien dengan riwayat penyakit sistemik (Diabetes
Melitus, hipertensi, hemofilia, dll).
2. Pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi.
3. Pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi.

3.2.Posisi operator dan pasien


1. Posisi operator berdiri :
Ekstraksi maksila:
 Posisi kursi miring ke belakang.
 Bidang oklusal maksila pada sudut 45° terhadap lantai.
 Mulut pasien harus sejajar antara bahu dan siku operator.
Ekstraksi mandibula:
 Posisi tegak.
 Bidang oklusal mandibula sejajar dengan lantai.
 Mulut pasien harus berada di ketinggian sedikit di bawah
siku.
2. Posisi operator duduk:
Ekstraksi maksila:
 Supine position (100 terhadap lantai).
 Mulut pasien harus sejajar dengan siku operator.
Ekstraksi mandibula:
 Supine position (20°–30° terhadap lantai).
 Mulut pasien harus pada tingkat sedikit di atas siku
operator.
Gigi Right-handed Left-handed
Semua gigi maksila dan gigi Jam 7-8 Jam 4-5
anterior mandibula
Gigi posterior kiri mandibula Jam 7-8 Jam 1
Gigi posterior kanan mandibula Jam 11 Jam 4-5

4. Suturing
4.1.Jenis-Jenis
1. Simple interrupted suture
Simple interrupted suture atau jahitan terputus sederhana
adalah metode jahitan yang paling umum digunakan. Jahitan ini
ditempatkan secara independen. Jarak antara setiap jahitan dan
garis sayatan dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan
kenyamanan. Jahitan ini memberikan kekuatan yang besar.
Keuntungan:
 Penyesuaian tepi luka secara selektif dapat dilakukan.
 Kegagalan satu jahitan tidak selalu merugikan jahitan
lainnya.
Kekurangan:
 Dapat menyebabkan bekas jahitan (bekas luka seperti rel
kereta api pada permukaan kulit) setelah terjadi edema
pasca operasi.
 Karena ada peningkatan jumlah simpul, mereka cenderung
mengurangi kekuatan benang hingga 50%.

2. Simple continuous suture


Simple continuous suture atau jahitan kontinu sederhana
yang berjalan memberikan penutupan yang cepat dan aman
dengan distribusi ketegangan di sepanjang luka mencegah
kelebihan berlebihan di satu area. Teknik ini juga memberikan
eversi luka tambahan, dilakukan dengan mengencangkan tepi luka
dengan jari atau instrumen saat jarum masuk dan keluar dari
permukaan kulit.
Keuntungan:
 Keuntungan dari metode ini adalah cepat dan memiliki
lebih sedikit simpul.
 Jika jaringan membengkak di satu area, jahitan yang tersisa
dapat memberikan tingkat kelonggaran yang akan
membantu meringankan tekanan.
Kekurangan:
 Tidak mungkin membebaskan beberapa jahitan sekaligus
dalam penjahitan berkelanjutan. Bahkan ketika satu jahitan
putus, seluruh penutupan akan terpengaruh.

3. Locking continuous suture


Teknik ini mirip dengan jahitan kontinu, tetapi dengan
keuntungan tambahan bahwa tingkat penguncian disediakan
dengan menarik jahitan melalui loop jahitannya sendiri. Karena
mekanisme penguncian, jaringan akan menyelaraskan diri tegak
lurus terhadap sayatan. Mekanisme ini juga mencegah
pengencangan jahitan yang terus menerus saat penutupan luka
berlangsung.

4. Mattress suture
Mattress suture atau jahitan matras biasanya digunakan di
area perut atau pinggul dan bukan di area kepala dan leher. Jahitan
ini memberikan lebih banyak eversi jaringan daripada jahitan
terputus sederhana. Jahitan matras terdiri dari dua jenis:
a. Vertical mattress suture
Vertical mattress suture atau jahitan matras vertikal
mirip dengan jahitan sederhana, tetapi ada tambahan gigitan
melalui tepi luka yang digunakan untuk memastikan eversi
tepi.
Keuntungan:
 Meningkatkan kekuatan pada luka.
 Tidak mengganggu penyembuhan karena jahitannya
sejajar dengan suplai darah.
Kekurangan:
 Sulit untuk memperkirakan tepi luka yang halus.
 Bekas jahitan yang menonjol dapat terbentuk jika
jahitan tidak diambil lebih awal dibandingkan dengan
teknik penjahitan lainnya.
b. Horizontal mattress suture
Teknik penjahitan ini menyerupai simple suture
interrupted, yaitu jarum ditusukkan ke sisi lain dari luka, lalu
dilakukan teknik interrupted kembali ke sisi awal lalu
benang disimpul. Jarak dari tepi luka antara keempat
tusukan adalah sama, sehingga didapatkan dua jalur benang
yang tersusun horizontal melewati tepi luka.3
Keuntungan:
 Teknik ini cocok digunakan untuk lokasi dengan
tegangan (tension) tinggi, meminimalkan risiko
mencederai saraf dan pembuluh darah.
Kekurangan:
 Suplai darah ke tepi flap dapat berkurang dan dapat
menyebabkan nekrosis jika tidak digunakan dengan
benar.
5. Subcuticular suture
Prosedur ini dipopulerkan oleh Halstead pada tahun 1893
yang menjelaskan bahwa prosedur ini dapat digunakan tanpa
simpul dengan membuat ujungnya keluar dalam jarak pendek dari
luka dan menempelkannya ke kulit.
Keuntungan:
 Dapat dibiarkan di tempat lebih dari 1 minggu di area
ketegangan luka atau di bawah gips.
Kekurangan:
 Membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk
melakukannya.
 Tidak menghilangkan tepi luka. Sehingga teknik ini masih
bisa menjadi teknik penjahitan yang ideal di lokasi tertentu
dari tubuh di mana bekas jahitan bisa dapat ditoleransi.

6. Figure of eight suture


Jahitan ini digunakan untuk menutup lokasi pencabutan.
Jahitan ini memberikan hasil adaptasi papilla gingiva yang baik di
sepanjang gigi yang berdekatan.
4.2.Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi:

1. Simple interrupted suture


Untuk menutup luka kecil, untuk menutup luka yang
lebih besar, untuk menutup flap dentoalveolar.
2. Simple continuous suture
Untuk menutup luka kecil dengan cepat.
3. Locking continuous suture
Untuk luka permukaan dan untuk menutup luka dalam
rentang yang panjang.
4. Mattress suture
a. Vertical mattress suture
Adalah teknik penjahitan yang paling sering digunakan
untuk mendapatkan eversi luka.
b. Horizontal mattress suture
Untuk flap yang berada di bawah tekanan di mana flap
dilepaskan di luar persimpangan mukogingiva.
5. Subcuticular suture
Untuk menutup permukaan, jahitan ini populer sebagai
jahitan estetika untuk wajah.
6. Figure of eight suture
Untuk menutup luka pencabutan.
Kontraindikasi:

1. Luka yang memungkinkan terjadinya infeksi.


2. Luka avulsi (penjahitan dapat ditunda untuk mengawasi
kemungkinan terjadinya jaringan nekrotik, dan adanya debris).
3. Luka infeksi atau terkontaminasi benda asing.
4. Luka dengan kecurigaan adanya kerusakan struktur vital di
bawahnya (kerusakan saraf, tendon, dan pembuluh darah).

4.3.Prosedur

1. Simple interrupted suture


a. Jarum menembus permukaan 2-3 mm dari tepi luka di satu
sisi dan masuk ke dalam jaringan subkutan.
b. Lekukan jarum kemudian digunakan untuk meneruskannya
ke jaringan subkutan di sisi yang berlawanan.
c. Jarum kemudian keluar melalui permukaan.
d. Penanda awal dan akhir, yang sekarang berada di luar
jaringan, kemudian diikat dengan simpul.
2. Simple continuous suture
a. Bagian pertama mengikuti proses yang sama seperti simple
interrupted suture.
b. Simpul pertama menjadi simpul penahan untuk jahitan
selanjutnya.
c. Benang tidak dipotong dan benang yang lebih panjang
(dengan jarum) digunakan untuk membuat jahitan yang
tersisa.
d. Jarum dimasukkan kembali ke dalam jaringan beberapa
milimeter dari tusukan pertama.
e. Kemudian jarum (diikuti dengan benang) melewati
jaringan dalam jalur yang sejajar dengan loop pertama.
f. Setelah keluar dari lingkaran kedua, jarum tidak diikat.
Sebaliknya, lingkaran dikencangkan dan benang menyilang
secara miring melintasi luka dan masuk ke permukaan
jaringan lagi, beberapa milimeter dari tusukan kedua.
g. Proses ini terus berlanjut hingga mencapai ujung luka.
h. Saat putaran terakhir melewati jaringan, benang hanya
ditarik sebagian, menyisakan benang yang longgar di sisi
yang berlawanan.
i. Jahitan kemudian diikatkan pada benang yang longgar ini
untuk simpul terakhir.
3. Locking continuous suture
a. Mirip dengan teknik simple continuous, loop pertama
dilewati dan simpul diikat.
b. Setelah putaran kedua melewati jaringan dan keluar, jahitan
tidak langsung dikencangkan.
c. Jarum dan benang dibuat untuk melewati loop
sebelumnya.
d. Setelah membuat 'kunci' ini, jahitan dikencangkan dan
kemudian dimasukkan ke dalam jaringan untuk loop
ketiga.
e. Asisten harus mempertahankan ketegangan ini sampai loop
berikutnya dilewati.
f. Proses ini diulangi untuk seluruh baris loop berikutnya.
4. Mattress suture
Vertical mattress suture
a. Jarum pertama-tama ditusukkan jauh dari tepi luka (sekitar
6 mm), lalu dilanjutkan melalui jaringan yang lebih dalam
ke sisi yang berlawanan dan keluar pada jarak yang sama
dari tepi.
b. Jarum kemudian dimasukkan kembali pada titik yang lebih
dekat (2-3 mm) ke tepi luka di sisi kedua.
c. Jarum ini kemudian diputar secara halus melalui jaringan
dan keluar di sisi lain pada titik dekat yang sesuai.
d. Hal ini menghasilkan penghubung ganda pada luka, satu di
dalam jaringan dan satu lagi di permukaan dan lebih dekat
ke tepi luka.
e. Dengan demikian, kedua tag benang sekarang berada di
satu sisi luka.
f. Mereka diikat bersama.

Horizontal mattress suture


a. Apabila menutup flap di area yang edentulous, jarum
pertama-tama melewati kedua flap.
b. Kemudian dimasukkan kembali ke dalam flap pada sisi
yang sama, agak jauh dari titik keluar sebelumnya.
c. Jarum yang dimasukkan kembali, sekarang melewati kedua
flap dan keluar pada jarak yang sama dari titik masuk
awal.
d. Kedua tag benang, sekarang pada sisi yang sama, diikat
menjadi satu.
5. Subcuticular suture
a. Penyisipan jarum berada di salah satu ujung luka, 2-5 mm
dari ujung luka.
b. Jarum dimasukkan di sepanjang lekukan ke dalam luka,
dan keluar di bagian dalam, dekat dengan ujung luka.
c. Kemudian jarum dimasukkan lagi ke dalam dermis di salah
satu sisi dinding tepi luka.
d. Setelah itu, jarum tersebut melintas secara horizontal
sejajar dengan permukaan, dan mengikuti lekukan jarum
untuk keluar ke bagian dalam luka dengan jarak yang tidak
terlalu jauh.
e. Langkah yang sama kemudian diulangi pada sisi lain dari
luka.
f. Proses ini diulangi hingga mencapai ujung luka yang lain,
di mana jarum dibuat untuk menembus ujung ujung dan
keluar di permukaan.
g. Langkah terakhir ini merupakan kebalikan dari langkah
awal.
h. Kemudian masing-masing tag jahitan di kedua sisi diikat
secara terpisah pada bagiannya.
6. Figure of eight suture
a. Jarum pertama-tama menembus papila bukal di satu sisi
dan kemudian papila lingual.
b. Kemudian benang melintasi bagian yang edentulous, dan
jarum dibalikkan arahnya untuk menembus papila bukal
sisi lainnya dari luar (sisi bukal) untuk melewati papila
lingual dan keluar di sisi lingual.
c. Kemudian benang melewati bagian tersebut untuk diikat
dengan tag awal.
d. Jahitan kemudian diakhiri dengan tampilan benang jahitan
yang melintasi lokasi luka dalam bentuk 'silang'.

5. Alat dan bahan Pasca Ekstraksi


5.1.Instruksi pasca ekstraksi gigi
1. Pemeliharaan pressure pack selama 30 - 60 menit ( Bekuan awal
lembut dan gembur. Bekuan pencabutan membutuhkan waktu 30-
45 menit).
2. Telan air liur dan jangan meludah atau berkumur hingga 24 jam
setelah pencabutan.
3. Diet lunak dan dingin selama 24 jam agar tidak mengganggu
gumpalan dan untuk vasokonstriksi.
4. Bilas dengan larutan garam hangat setelah 24 jam untuk
meningkatkan penyembuhan soket.
5. Hindari merokok karena dapat melepaskan gumpalan dan
menyebabkan perdarahan.
6. Tidak ada kompresi panas, hanya kompres dingin pada fase pasca
operasi segera setelah operasi.

5.2.Medikasi pasca pencabutan gigi


Penting bagi dokter gigi untuk memahami tiga karakteristik
dari rasa sakit yang terjadi setelah pencabutan gigi rutin:
1. Rasa sakit biasanya tidak parah dan dapat dikelola pada
kebanyakan pasien dengan analgesik yang dijual bebas.
2. Puncak rasa sakit terjadi sekitar 12 jam setelah pencabutan dan
berkurang dengan cepat setelahnya.
3. Rasa sakit yang signifikan dari ekstraksi jarang bertahan lebih
lama lebih dari 2 hari setelah pencabutan.
Dengan mempertimbangkan ketiga faktor ini, pasien dapat
disarankan dengan tepat mengenai penggunaan yang efektif dari
analgesik. Dosis pertama obat analgesik harus diminum sebelum efek
anestesi lokal mereda. Jika hal ini dilakukan, pasien kecil
kemungkinannya untuk mengalami rasa sakit yang hebat dan tajam
setelah efek anestesi lokal mereda. Nyeri pasca pencabutan jauh lebih
sulit untuk ditangani jika pemberian obat analgesik ditunda sampai
rasa sakitnya parah. Mungkin diperlukan waktu 60 hingga 90 menit
untuk analgesik untuk menjadi sepenuhnya efektif. Jika pasien
menunggu untuk mengambil dosis pertama analgesik sampai efek
anestesi lokal telah mereda, pasien mungkin menjadi tidak sabar,
menunggu efeknya,dan mungkin minum obat tambahan sehingga
meningkatkan kemungkinan mual dan muntah.
Berikut adalah obat obat yang berguna dalam situasi di mana
pasien memiliki derajat nyeri yang berbeda-beda:
1. Nyeri Ringan
a. Ibu Profen : 400–800 mg q4h
b. Acetaminophen: 325–500 mg q4h
2. Nyeri Sedang
a. Codeine: 15-60 mg
b. Hydrocodone: 5-10 mg
3. Nyeri Parah
a. Oxycodone: 2.5-10 mg
b. Tramadol: 50-100 mg

6. Pemeriksaan
6.1.Subjektif
6.1.1. Anamnesis
1. General Information, Hal-hal yang pertama ditanyakan seperti
nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, dan
pekerjaan.
2. Chief Complaint/s, memastikan alasan utama mengapa pasien
datang mencari pertolongan medis. Hal-hal yang ditanyakan
yaitu gejala secara kronologis, durasi, penyebab awal muncul,
pengobatan apapun yang dilakukan sebelumnya untuk kondisi
tersebut, riwayat gejala serupa sebelumnya, dan apabila pasien
mempunyai riwayat trauma.
3. Past/Present Medical History, gambaran rinci tentang status medis
umum pasien yang mungkin relevan atau tidak relevan dengan
keluhan utama, penatalaksanaan pasien, dan hasil pengobatan.
a. Gangguan pernapasan, contohnya adalah obstructive
pulmonary disease, bronchial asthma, pneumonia, pleuritis,
bronchitis, upper respiratory tract infections
b. Gangguan cardiovascular, contohnya myocardial
infarction, ischemic heart disease, rheumatic heart disease,
angina, valvular septal defect, hypertension and congestive
cardiac failure
c. Gangguan sistem saraf, contohnya epilepsy, hemi/
paraplegia dan past history of head injury
d. Penyakit autoimun, contohnya lupus erythematosus dan
scleroderma
e. Alergi obat
f. Iritasi terhadap terapi radiasi
g. Gangguan sistem endokrin, contohnya thyroid disorders,
diabetes, adrenal pheochromocytoma, dan multiple
endocrine neoplasia
h. Penyakit infeksi , contohnya tuberculosis, syphilis, viral
hepatitis , dan herpes
i. Gangguan sistem darah, contohnya anaemias, leukaemia
dan haemophilia
j. Obat-obatan yang dikonsumsi, contohnya NSAIDs ,
aspirin, anticoagulant therapy, antikoch’s therapy dan
steroid therapy
4. Personal and Family History, bagian ini berkaitan dengan
kebiasaan pribadi dan riwayat sosial pasien yang menggambarkan
gaya hidup pasien.
a. Kebiasaan seperti mengunyah tembakau, jeruk nipis,
pinang, alkoholisme kronis, merokok kronis,
penyalahgunaan narkoba dan sering berhubungan dengan
pekerja seks komersial
b. Riwayat rinci keluarga dekat pasien beserta usia, status
kesehatan umum, penyakit medis, penyebab dan usia pada
saat kematian anggota yang meninggak dicatat. Riwayat
keluarga yang menderita epilepsi, gangguan jantung,
diabetes, gangguan perdarahan, tuberkulosis juga dicatat.
6.2.Objektif
6.2.1. Pemeriksaan tanda vital
1. Tekanan darah
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan
menggunakan alat sphygmomanometer. Nilai normal
tekanan darah dewasa (19-40 tahun): Sistolic: 95-135 mm
Hg Diastolic: 60-80mm Hg
2. Saturasi oksigen darah (SpO2)
Pemeriksaan saturasi oksigen darah (SpO2)
dilakukan dengan menggunakan alat oksimetri, dengan
cara memasukkan telunjuk kedalam alat, alat dinyalakan,
dan kemudian akan muncul hasil. Nilai normal pada
dewasa: 97-100 %
3. Respirasi
Pemeriksaan respirasi dilakukan dengan
mengobservasi kembang kempis dada dan abdomen. Satu
respirasi mencakup satu inspirasi dan satu ekspirasi. Nilai
normal respirasi (dewasa-lansia): 10-20 breath/minute.
4. Denyut nadi
Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan
menggunakan 3 jari pada denyut radial, kemudian rasakan
denyut nadi dengan baik. Nilai normal denyut nadi: 60-
100/menit
5. Suhu tubuh
Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan dengan
menggunakan termometer yang diletakkan pada oral atau
aksial. Nilai normal suhu tubuh: Aksila = 34,8-36,3° C
Oral = 35,8-37,3° C. Suhu diatas normal disebut
hyperthermia/ pyrexia/ febrile.

6.2.2. Pemeriksaan intraoral


Vitalitas
Hasil sensibilitas tes pulpa pada dasarnya adalah
manifestasi sensorik kualitatif yang diekstrapolasi untuk
memperkirakan "vitalitas" dan kondisi kesehatan pulpa.
1. Tes Termal
Tes pulpa dingin adalah tes pulpa yang paling
sering digunakan oleh praktisi gigi, termasuk dokter gigi
anak yang memberikan informasi tentang status pulpa
("vital / nonvital") atau status peradangan (reversibel / tidak
dapat dipulihkan). Telah terbukti bahwa, jika digunakan
dengan benar, CPT (cold pulp testing) tidak menimbulkan
risiko melukai pulpa. Interpretasi dari tes dingin dapat
memberikan 4 hasil, respon positif jika pasien memberikan
respon yang berarti gigi masih vital, respon negative jika
pasien tidak merasakan apa-apa yang berarti gigi nonvital
atau nekrosis pulpa, respon positif palsu apabila tes dingin
mengenai gigi sebelahnya, dan respon negative palsu
apabila tes dingin diaplikasikan pada gigi yang mengalami
penyempitan.
Tes termal panas dapat dilakukan baik dengan
mengaplikasikan air panas (hot water bath) atau dengan
menempatkan instrumen berujung bola yang dipanaskan di
dekat gigi (tanpa menyentuh permukaan gigi). Ada
beberapa masalah keamanan untuk penggunaan tes panas
pada pasien anak terkait dengan peningkatan kecemasan
yang dipicu oleh kedekatan instrumen panas (yang dapat
menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan seperti cedera
pada jaringan) dan kemungkinan kerusakan pulpa (karena
tanduk pulpa relatif dangkal gigi sulung). Interpretasi dari
tes panas dapat memberikan respon positif ketika muncul
rasa nyeri yang tajam dan singkat menandakan gigi masih
vital dan memberikan respon negative saat tidak merasakan
apa-apa menandakan gigi nonvital. Pemilihan tes panas dan
tes dingin didasarkan pada keluhan utama pasien. Jika
terdapat riwayat nyeri termal apa pun, tes termal dingin
dapat dipilih. Tes termal panas (hot pulp testing) tidak
dilakukan secara rutin hanya ketika keluhan pada gigi yang
sulit dilokalisir.
2. Electric Pulp Testing
Pengujian pulpa elektrik (EPT) terdiri dari
penerapan stimulus listrik ke gigi untuk merangsang
serabut saraf pulpa yang berhubungan dengan rasa sakit
dan menimbulkan respons dari pasien. Meskipun banyak
digunakan, EPT sangat sensitif secara teknik. Beberapa
persyaratan penting yang diperlukan untuk mendapatkan
hasil yang dapat diandalkan yaitu stimulus yang memadai,
optimal, penempatan elektroda penguji, isolasi gigi yang
tepat, memastikan media penghantar, metode aplikasi yang
tepat dan interpretasi hasil yang cermat. Meskipun EPT
memberikan data tentang apakah gigi itu "vital/non-vital",
EPT tidak memberikan bukti yang dapat diandalkan
tentang tingkat peradangan pulpa dan tidak dapat
digunakan untuk membedakan pulpitis yang reversibel dari
pulpitis yang tidak dapat disembuhkan tidak seperti CPT.
3. perkusi
Perkusi merupakan indikator yang baik keadaan
periapikal. Respon yang positif menandakan adanya
inflamasi periapikal. Bedakan intensitas rasa sakit dengan
melakukan perkusi gigi tetangganya yang normal atau
respon positif yang disebabkan inflamasi ligamen
periapikal, karena adanya peradangan pulpa yang berlanjut
ke apikal dan meluas mengenai jaringan penyangga. Gigi
diberi pukulan cepat dan tidak keras, dengan menggunakan
tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi
merasa sakit.
Pemeriksaan perkusi adalah nyeri terhadap pukulan
(tenderness to percussion) dan bunyi (redup/dull dan
nyaring/solid metalic). Perkusi dilakukan dengan cara
memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan
menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan
ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan
ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung
instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil
yang bias dan membingungkan penegakan diagnosa. Cara
lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan
mengubah arah pukulannya yaitu dari permukaan vertikal-
oklusal ke permukaan bukal atau horisontal- bukolingual
mahkota.
Bunyi perkusi terhadap gigi juga akan
menghasilkan bunyi yang berbeda. Pada gigi yang
mengalami ankilosis maka akan terdengar lebih nyaring
(solid metalic sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi
yang nekrosis dengan pulpa terbuka tanpa disertai dengan
kelainan periapikal juga bisa menimbulkan bunyi yang
lebih nyaring dikarenakan resonansi di dalam kamar pulpa
yang kosong. Sedangkan pada gigi yang menderita abses
periapikal atau kista akan terdengar lebih redup (dull
sound) dibandingkan gigi yang sehat. Gigi yang sehat juga
menimbulkan bunyi yang redul (dull sound) karena
terlindungi oleh jaringan periodontal. Gigi multiroted akan
menimbulkan bunyi yang lebih solid daripada gigi berakar
tunggal (Miloro, 2004).
Rasa sakit pada tes perkusi menunjukkan
kemungkinan injury pada membran periodontal dari pulpa
atau adanya inflamasi periodontal. Perawatan harus
dilakukan ketika menginterpretasi adanya respon positif
pada gigi maksila karena gigi maksila punya jarak yang
dekat dengan sinus maksilaris yang juga menunjukkan rasa
nyeri pada perkusi ketika pasien menderita sinusitis
maksila. Bedakan intensitas rasa sakit dengan melakukan
perkusi gigi tetangganya yang normal atau respon positif
yang disebabkan inflamasi ligamen periodonsium, karena
adanya peradangan pulpa yang berlanjut ke apikal dan
meluas mengenai jeringan penyangga.
Hasil tes perkusi negatif = tidak terdapat radang
pada jaringan periodontal. Hasil tes perkusi positif =
terdapat radang pada jaringan periodontal.
6.3.Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
Pemeriksaan radiografi adalah salah satu alat bantu diagnostik
terpenting yang tersedia bagi dokter. Gambaran radiografi
mengungkapkan lokasi lesi, luasnya lesi, sifat lesi, dan mendeteksi
lesi yang tersembunyi.
1. Conventional radiography
a. Intraoral Radiograph
b. Intraoral periapical
c. Occlusal view of the mandible
d. Occlusal view of the maxilla
e. Extraoral Radiograph
f. Orthopantomogram
g. Lateral oblique view of mandible
h. Posteroanterior View OR Water’s Position (Occipitomental
projection)
i. Posteroanterior view of mandible
j. Transorbital view
k. Transcranial view
l. Lateral cephalogram
m. Postero-anterior view of skull
n. Lateral skull
o. Submentovertex view
2. Specialized Imaging
a. Tomogram ( Conventional tomography dan Computed
tomography (CT) )
b. Ultrasonography
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Radionuclide Imaging
e. Sialography
f. Arthrography
g. Angiography
h. Electrocardiogram (ECG)
DAFTAR PUSTAKA

Fragiskos D. F. (Ed.). (2007). Oral Surgery. Verlag Berlin Heidelberg: Springer.


Oktawati S, Astuti LA. Perawatan Bedah Flap Periodontal Pada Periodontitis Kronis:
Sebuah Laporan Kasus. J Ilm As-Syifaa. 2014;6(1):98–106.
Kamadjaja, D. B. (2020). Anestesi Lokal di Rongga Mulut: Prosedur, Problema, dan
Solusinya. Airlangga University Press.
Oral and. Maxillofacial Surgery for the Clinician. Ed ke-1. Singapore: Springer;
2021.
Bonanthaya Krishnamurthy, dkk. 2021. Oral and Maxillofacial Surgery for the
Clinician. Springer Publisher. 284
Balaji, M.S. (2018). Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. 3rd Ed. Elsevier.
Rai, Anshul & Kumar, Vinay & Panneerselvam, Elavenil. (2021). Oral and
Maxillofacial surgery for clinicians.
Oxford Medical Education. How To Suture. 2015.
Anshul Rai. et al. 2021. Oral and Maxillofacial Surgery for the Clinician. India
Hupp, et all. 2019. Contemporary Oral and Maxilofacial Surgery. 7th Edition.
Melyana dan Afrias Sarotama. 2019. Implementasi Peringatan Abnormalitas Tanda-
Tanda Vital pada Telemedicine Workstation.
Malamed, S. F. (2013). Handbook of Local Anesthesia 6th Edition. California:
Elsevier.
Malik, Neelima Anil.2021. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery Fifth
Edition. India: Jaypee Brothers Medical Publishers.

Anda mungkin juga menyukai