Anda di halaman 1dari 10

Kasus PCOS

Pasien berumur 15,5 tahun menderita obesitas dan amenorrhea. Pasien merupakan anak ke-3. Orang
tua nya berbobot normal, mengidap hipertensi, hiperkolesterolemia, dan gangguan toleransi
glukosa. Ibunya memiliki DM gestasional pada saat mengandung. 2 saudara kandung nya sehat,
dengan berat badan normal.
Berat badan pasien meningkat sejak umur 8 tahun. Menarche muncul pada usia 14 tahun, namun
segera mengalami amenorrhea.
 BMI: 32,1 kg/m2
 Lingkar pinggang: 85 cm
 TD: 135/84
 Hormone LH dalam serum meningkat, FSH, estradiol dan progesterone normal.
 Pada tes toleransi glukosa, terjadi peningkatan glukosa darah yang abnormal.
 Pasien menderita hiperinsulinemia.
 Profil lipid: peningkatan total kolesterol, LDL, TG, penurunan kadar HDL.
 Pelvic ultrasound menunjukkan polycystic ovary.
Diberikan metformin 500 mg/hari dan dydrogesterone (pada hari ke 15-24 siklus menstruasi)
Jelaskan Subjective Information, Objective Patient Information, Assesment of the problem, dan plan
(farmakoterapi dan non farmakoterapi).

Pengertian
Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah kelainan endokrin heterogen yang umum ditandai dengan
menstruasi tidak teratur, hiper androgenisme, dan ovarium polikistik (shirman et al, 2014).

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, PCOS adalah salah satu kelainan endokrin yang paling umum terjadi pada
perempuan usia reproduktif dengan prevalensi 4-12%. Perempuan yang didiagnosis PCOS pada saat
konsultasi dengan dokter kandungan mencapai 10%. Pada beberapa penelitian di Eropa, prevalensi
PCOS dilaporkan 6.5-8%. Belum ada angka kejadian pasti PCOS di Indonesia, tetapi sama halnya
dengan global, PCOS biasanya terjadi pada perempuan usia reproduktif, berkisar antara 15 sampai
40 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 5-10% (khairani, yelsi, 2014).

Etiologi
Sangat dipengaruhi oleh genetik. Bila dalam satu keluarga terdapat penderita PCOS maka 50%
wanita dalam keluarga tersebut akan menderita PCOS. Adapun Gangguan Hormonal antara lain:
1. Hormon Ovarium
Bila kadar hormon pemicu ovulasi tidak normal, maka ovarium tidak akan melepaskan sel telur
setiap bulan. Pada beberapa penderita, dalam ovarium terbentuk kista-kista kecil yang menghasilkan
androgen.
2. kadar androgen yang tinggi.
Kadar androgen yang tinggi pada wanita akan menimbulkan jerawat dan pola pertumbuhan rambut
seperti pria serta terhentinya ovulasi

3. Kadar Insulin dan gula darah yang meningkat


Sekitar 50% penderita PCOS  mengalami resistensi insulin.
Patofisiologi
Terdapat 4 kelainan utama yang terlibat dalam patofisiologi dari PCOS, yaitu :
1. Morfologi ovarium yang abnormal

Lebih kurang enam sampai delapan kali lebih banyak folikel pre-antral dan small antral pada
ovarium polikistik dibandingkan dengan ovarium normal.12 Folikel ini tertahan pertumbuhannya
pada ukuran 2-9 mm, mempunyai rerata atresia yang lambat dan sensitive terhadap FSH eksogen.
Hampir selalu terdapat pembesaran volume stroma yang menyebabkan volume total dari ovarium >
10 cc. Penyebab kelainan dari morfologi ini diduga disebabkan oleh adanya androgen yang
berlebihan. Androgen merangsang pertumbuhan folikel primer sampai dengan stadium folikel pre-
antral dan small antral, dan proses ini dipercepat dengan adanya androgen yang berlebihan
dibandingkan dengan ovarium yang normal. Faktor lain yang ditemukan pada PCOS yang ikut
berpengaruh pada morfologi ovarium adalah kelebihan beberapa faktor yang menghambat kerja dari
FSH endogen (seperti follistatin, epidermal growth factor dll), kelebihan factor anti-apoptotic
(BCL-2) yang dapat memperlambat turnover dari folikel yang terhambat ini. Kombinasi dari faktor-
faktor tersebut yang menyebabkan morfologi ovarium yang karakteristik pada ovarium polikistik.
2. Produksi androgen ovarium yang berlebihan
Produksi androgen ovarium yang berlebihan adalah penyebab utama dari PCOS. Hampir
semua mekanisme enzymatic pada PCOS yang merangsang produksi androgen meningkat.
Peningkatan insulin dan LH, baik secara sendirian ataupun kombinasi akan meningkatkan produksi
androgen. Adanya single gene dengan kode cytochrome P450c17a, enzym ini memediasi aktifitas
17a-hydroxylase dan 17-20- desmolase pada tingkat ovarium.
3. Hiperinsulinemia

Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin terjadi pada lebih kurang 80%
wanita dengan PCOS dan obesitas sentral, dan juga pada lebih kurang 30-40% wanita dengan
PCOS yang berbadan kurus.13 Hal ini disebabkan oleh kelainan pada post-receptor yang berefek
pada transport glukosa, dan ini adalah kelainan yang unik pada wanita dengan PCOS.13 Resistensi
insulin secara bermakna di eksaserbasi oleh obesitas, dan merupakan faktor utama dalam
patogenesa anovulasi dan hyperandrogenism. Kelainan fungsi dari sel beta pancreas juga ditemukan
pada PCOS.
4. Kadar serum LH yang berlebihan

Kadar serum LH yang berlebihan dapat diditeksi pada sample darah pada satu kali
pemeriksaan dalam lebih kurang 40-50% wanita dengan PCOS. Tingginya kadar LH lebih banyak
terdapat pada wanita dengan berat badan yang kurus dibandingkan dengan yang obesitas. Walaupun
kadar serum FSH dalam batas normal, tetapi didapatkan penghambatan intrinsic pada kerja FSH.
Kadar prolactin pun mungkin sedikit meningkat.

Manifestasi Klinik
1. Periode menstruasi yang tidak teratur
2. Infertilitas
3. Obesitas
4. Hirsutisme
5. Acne yang tidak berespon terhadap pengobatan biasa
6. Kulit berminyak
7. Acanthosis nigricans
8. Alopesi
9. Kista kecil multipel pada ovarium

Diagnosa
1. Anamnesa

Tabel 1. Kriteria Diagnostik PCOS


ESRH/ASRM(Rotterdam Androgen Excess Society
NIH 1990
Criteria) 2003 2006
Eksklusi kelebihan androgen Eksklusi kelebihan androgen
Eksklusi kelebihan androgen dan gangguan lainnya dan gangguan lainnya
dan gangguan lainnya termasuk dua dari tiga kriteria
termasuk semua kriteria di
termasuk semua kriteria di di bawah ini:
bawah ini:
bawah ini: - Hiperandrogenisme - Hiperandrogenisme
- Hiperandrogenisme klinik dan atau klinik dan atau
klinik dan atau biokimia biokimia
biokimia
- Disfungsi ovulasi - Disfungsi ovulasi dan
- Disfungsi ovulasi
- Ovarium polikistik atau ovarium polikistik

Dari ketiga grup tersebut, kriteria yang direkomendasikan adalah kriteria Rotterdam.
a. Hiperandrogenisme dinilai dari kadar androgen yang berlebihan atau dari tanda klinis seperti
hirsutisme. Hirsutisme meliputi rambut-rambut yang tumbuh di garis tengah tubuh, utamanya di
atas bibir, di bawah bibir, dan pertengahan payudara sampai ke umbilikus. Hiperandrogenisme
juga dapat didiagnosis berdasarkan kadar sirkulasi androgen yang meningkat. Androgen yang
paling sering digunakan untuk diukur kadarnya adalah testosteron. Pengukuran kadar sirkulasi
androgen yang meningkat ini sangat membantu diagnosis bagi populasi dengan PCOS yang tidak
terlalu bermanifestasi hirsutisme seperti etnis Cina, Jepang, dan Korea.
b. Disfungsi ovulasi (anovulasi atau oligoovulasi) dapat bermanifestasi sebagai oligomenorea atau
menstruasi yang tidak teratur. Tampilan ovarium polikistik dapat diketahui dari
pemeriksaan imaging.
c. Semua grup setuju bahwa untuk menegakkan diagnosis PCOS haruslah disingkirkan terlebih
dahulu diagnosis bandingnya yang tanda dan gejalanya dapat menyerupai PCOS di antaranya
adalah tumor ovarium, disfungsi tiroid, hiperplasia adrenal kongenital, hiperprolaktinemia,
akromegali, dan Sindrom Cushing.
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik yang meliputi tanda-tanda
hiperandrogenisme seperti hirsutisme, acne, achantosis nigricans, dan alopesia. Selain pemeriksaan
fisik yang mengarah pada PCOS, pemeriksaan fisik yang dapat menyingkirkan diagnosis banding
PCOS juga harus dilakukan, seperti kulit yang cenderung kering dan adanya goiter pada pasien
hipotiroidisme atau sebaliknya kulit yang berkeringat berlebihan dan adanya goiter pada pasien
hipertiroidisme, galaktorea pada pasien hiperprolaktinemia, atau adanya tanda-tanda sindrom
Cushing seperti hipertensi, striae abdomen keunguan, buffalo hump, dan moon face.

3. Diagnosis Banding

Semua kondisi yang menyerupai PCOS harus disingkirkan sebelum diagnosis PCOS dapat
ditegakkan. Berikut adalah diagnosis banding yang umum untuk PCOS:

- Hipertekosis ovarium
- Hiperplasia adrenal kongenital (onset lambat)
- Hipertiroidisme
- Hipotiroidisme
- Hirsutisme idiopatik
- Hirsutisme familial
- Tumor/kanker kelenjar adrenal
- Tumor/kanker ovarium
- Sindrom Cushing
- Hiperprolaktinemia
- Penggunaan steroid anabolik eksogen
- Penggunaan obat-obatan hormonal, seperti progesteron androgenik

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada PCOS meliputi pemeriksaan laboratorium yang utamanya
memeriksa kadar hormon, serta pemeriksaan radiologi untuk melihat gambaran kista.
a. Pemeriksaan Laboratorium
RCOG (Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) merekomendasikan
pemeriksaan skrining laboratorium berupa:
- Pemeriksaan fungsi tiroid (TSH/Thyroid Stimulating Hormone dan kadar tiroksin bebas)
- Pemeriksaan kadar prolaktin serum
- Pemeriksaan indeks androgen bebas
- Pemeriksaan kadar FSH/Follicle Stimulating Hormone dan LH/Luteinizing Hormone
- Kadar hCG/human Chorionic Gonadotropin serum harus diperiksa untuk menyingkirkan
kehamilan pada perempuan dengan oligomenorea atau amenorea.
b. Kadar kortisol bebas
Pemeriksaan kadar kortisol bebas pada spesimen urin 24 jam dapat dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan Sindrom Cushing. Kadar kortisol bebas yang naik hingga 4 kali kadar
normal adalah kriteria diagnostik untuk Sindrom Cushing. Serum IGF-1 (insulin-like growth factor)
harus diperiksa untuk menyingkirkan akromegali. Serum IGF-1 adalah marker yang sensitif dan
spesifik untuk kelebihan GH (growth hormone).
c. Prolaktin serum
Persentase kecil dari pasien dengan PCOS memiliki kadar prolaktin yang meningkat
(biasanya>25mg/dL). Hiperprolaktinemia dapat dieksklusi dengan cara mengecek konsentrasi
prolaktin serum pada saat puasa.
d. Tes Toleransi Glukosa Oral
Pada penderita PCOS dengan IMT >30kg/m2, memiliki riwayat Diabetes Mellitus tipe
2 pada keluarga, atau dengan usia >40 tahun, TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) 75 gram harus
dilakukan. Perempuan hamil yang didiagnosis dengan PCOS harus diskrining untuk diabetes
gestasional, sebelum usia gestasi 20 minggu.
e. Pemeriksaan Penunjang Lain
Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan USG, CT Scan, dan MRI. Pemeriksaan USG ovarium biasanya dilakukan secara
transvaginal dan bertujuan untuk menilai morfologi ovarium. Pemeriksaan CT Scan dan MRI
dilakukan untuk melihat kelenjar adrenal dan juga ovarium. Adapun MRI adalah modalitas terbaik
untuk memeriksa morfologi ovarium pada perempuan dengan obesitas (morfologi ovarium sulit
terlihat dengan baik dengan USG transvaginal) dan remaja perempuan (kontraindikasi USG
transvaginal).

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sindrom ovarium polikistik
Pilihan perawatan bervariasi tergantung pada keinginan pasien untuk kontrasepsi. Modifikasi gaya
hidup merupakan lini pertama dari perawatan untuk semua manifestasi sindrom ovarium polikistik
(AAFP, 2016).
Non farmakologi:
 Diet
 Olahraga
 Penurunan berat badan (Richard S., 2019)
Farmakologi: (AAFP, 2016)
 Klomifen Sitrat Dan Metformin
Beberapa wanita yang anovulasi/oligoovulasi dengan SOPK berespon terhadap kombinasi klomifen
sitrat dengan metformin. Pada sebuah penelitian, angka kelahiran hidup antara wanita yang
mendapatkan klomifen sitrat saja dibandingkan wanita yang mendapatkan klomifen sitrat dengan
metformin tidak memiliki angka kelahiran hidup yang berbeda bermakna.20 Namun pada wanita
yang gagal ovulasi dengan klomifen sitrat, pemberian metformin diajurkan untuk meningkatkan
ovulasi dan angka kehamilan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwan pemberian metformin
1500 sampai 1700 mg sebelum terapi klomifen sitrat secara bermakna meningkatkan kejadian
ovulasi dan angka kehamilan pada wanita yang sebelumnya gagal berovulasi dengan pemberian
klomifen sitrat saja.20,25 Pemberian metformin pada wanita yang respon 31 terhadap Klomifen
sitrat, sebelum terapi tidak meningkatkan ovulasi dan juga tidak dapat menggurangi dosis klomifen
sitrat yang dibutuhkan untuk induksi ovulasi.20 Pada wanita obesitas yang telah gagal dengan
terapi klomifen sitrat atau pada pasangan yang tidak terburu-buru menginginkan kehamilan,
metformin dibarengi dengan diet dan olah raga untuk menurunkan berat badan merupakan terapi
yang lebih menjanjikan.20,27,28 Pengunaan metformin berhubungan dengan efek samping pada
pencernaan dan mungkin dapat menyebabkan toksisitas di hati yang diperberat dengan asidosis
laktat, namun angka kejadiannya sangat kecil. Fungsi hati dan ginjal harus dievaluasi sbelum
pemberian metformin, setelah itu dilanjutkan secara berkala

Mekanisme Kerja:

1. Metformin
Metformin adalah salah satu obat antidiabetes yang termasuk dalam kelompok biguanid. Salah
satu mekanisme kerja metformin yang berhubungan dengan penggunaannya dalam terapi
infertilitas pada wanita adalah karena metformin dapat meningkatkan sensitivitas jaringan
terhadap insulin, sehingga berpotensi mengurangi resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
2. Klomifen
Klomifen sitrat adalah terapi lini pertama induksi ovulasi pada siklus anovulasi yang memiliki angka
keberhasilan sebesar 70-80%. Angka kehamilan pada pasien SOPK yang respon terhadap klomifen
sitrat yaitu rata-rata sebesar 15% per siklus. Syarat pemberian klomifen sitrat yaitu adanya aksis
hipotalamus-hipofisis yang normal agar induksi ovulasi dapat terjadi. Klomifen sitrat bekerja
dengan cara mengikat reseptor estrogen di hipotalamus sehingga terjadi umpan balik positif
estrogen terhadap hipotalamus. Blokade reseptor estrogen ini akan meningkatkan produksi GnRH
dari hipotalamus yang kemudian akan menstimulasi perkembangan folikel
SOAP
S O A P
Pasien umur 15,5 Diagnosis Obat yang diberikan: Non Farmakologi :
tahun, anak ke-3  Pelvic ultrasound 1. Metformin 500  Modifikasi gaya
 Menderita menunjukkan mg/hari hidup
obesitas dan polycystic ovary 2. Dyhrogesterone  Olahraga teratur
amenorrhea (pada hari ke 15-  Mengendalikan
 BB meningkat Hasil Lab : 24 siklus berat badan.
sejak sejak umur  BMI : 32,1 menstruasi)  Hindari stress
8 tahun kg/m2
 Menarche  Lingkar DRPs : Farmakologi :
muncul pada Pinggang: 85 cm 1. Ketidaktepatan  Metformin 500 mg
usia14 tahun dan  TD: 135 / 84 pemilihan obat : 3 kali/hari
mengalami  Hormon LH -  Dydrogesteron 10
amenorrhea dalam serum 2. Subterapeutik : - mg 1 kali/hari
 Ibunya memiliki meningkat 3. Over dosis : - (Oral kontrasepsi)
gestasional  4. Efek samping : -
DM FSH normal  Gemfibrozil 600
pada saat  Estradiol Normal 5. Interaksi Obat : - mg 2 kali/hari
6. Indikasi tapi
mengandung  Progesterone
 Pasien menderita tidak diterapi :
normal
Kolesterol total
hiperinsulinemia  Tes toleransi
↑, LDL ↑, HDL
glukosa, terjadi
↓, LH ↑
meningkat
7. Pengobatan
glukosa darah
Tanpa Indikasi :
yang abnormal.
-
8. Kegagalan
Profil Lipid :
menerima terapi
 Kolesterol total ↑
:-
 LDL ↑
 HDL ↑
Monitoring :
 Efektivitas
Apakah Gejala hilang seperti
 Amenorrhea
 Penurunan Obesitas, lingkar pinggang dan BMI
 Hormon LH menurun
 Hiperinsulinemia menurun
 Glukosa darah kembali normal
 Kolesterol total normal, HDL ↑ , LDL ↓

 Efek samping
 Metformin : Diare, nausea/vomiting, nyeri perut, dyspepsia, myalgia, ruam
 Dydrogesteron : Pendarahan, tromboembolis, nyeri, migraine, urtikaria,
 Gemfibrozil : Myopati, malignanci, anema, leukopenia, trombositopenia. Sakit kepala,
vertigo, diare, konstipasi, urticarial, angioedema, nyeri otot.

KIE

1. Gemfibrozil

 Kehamilan: Kategori B. Laktasi: Tidak ditentukan. Anak-anak: Keamanan dan kemanjuran


tidak ditetapkan. Cholelithiasis: Obat dapat meningkatkan ekskresi kolesterol ke dalam
empedu, menyebabkan kolelitiasis.
 Berikan 30 menit sebelum sarapan dan makan malam.
 Simpan pada suhu kamar dalam wadah tertutup rapat.
 Dapatkan riwayat pasien, termasuk riwayat obat dan segala alergi yang diketahui.
Perhatikan penyakit ginjal, hati, atau kantong empedu yang sudah ada sebelumnya, atau
diabetes.
 Nilai asupan lemak dari makanan.
 Lakukan penghitungan darah berkala selama 12 bulan pertama pemberian.
 Dapatkan penentuan lipid serum secara berkala.
 Monitor studi hati.
 Kaji efek sampingnya, terutama nyeri perut, mual, dan muntah.
 Memberitahu pasien tentang perlunya membatasi asupan lemak dari makanan; ajarkan
pembatasan diet pasien untuk diikuti.
 Tekankan pentingnya peningkatan faktor risiko jantung berikut ini: merokok, konsumsi
alkohol, kurang olahraga.
 Instruksikan pasien untuk melaporkan gejala-gejala berikut ke penyedia layanan kesehatan:
sakit perut, mual dan muntah persisten, perdarahan, dan detak jantung tidak teratur.
 Beri tahu pasien bahwa obat dapat menyebabkan pusing atau penglihatan kabur dan
menggunakan hati saat mengemudi atau melakukan tugas lain yang membutuhkan
kewaspadaan mental.

Anda mungkin juga menyukai