Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kematian bayi sebelum ulang tahun pertamanya disebut kematian

bayi. Angka kematian bayi (AKB) adalah perkiraan jumlah kematian bayi

setiap 1.000 kelahiran hidup. Angka ini sering digunakan sebagai indikator

untuk mengukur kesehatan dan kesejahteraan suatu bangsa, karena faktor-

faktor yang mempengaruhi kesehatan seluruh populasi juga dapat

mempengaruhi angka kematian bayi. Sekitar 24.000 bayi meninggal di

Amerika Serikat pada tahun 2011, hilangnya bayi tetap menjadi kenyataan

yang menyedihkan bagi banyak keluarga dan merupakan masalah serius

pada kesehatan dan kesejahteraan keluarga, serta bangsa.1 Angka Kematian

Neonatal (AKN) di Indonesia tercatat sebesar 19 kematian/1000 kelahiran

hidup dan AKB sebesar 32 kematian/1000 kelahiran hidup. 2

Di Amerika, ketuban pecah dini terjadi pada 3% seluruh kehamilan.

Pada penelitian lain ditemukan, ketuban pecah dini terjadi pada 2% dari

seluruh kehamilan dan berhubungan dengan 40% kelahiran preterm dan

menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Penyebab utama kematian

neonatus adalah prematuritas dan berat badan lahir rendah, infeksi, asfiksia,

trauma persalinan, dan abnormalitas kongenital. Penyebab-penyebab ini

terdapat pada 80% kematian di kelompok usia ini. Dua pertiga kematian

1
neonatus dapat dicegah bila tersedia intervensi kesehatan yang umum dan

efektif selama kehamilan, persalinan, dan minggu

pertama kehidupan. Sekitar 70% dari kematian neonatal, 36% dari kematian

bayi, dan 25-50% dari kasus gangguan neurologis jangka panjang pada

anak-anak dapat dikaitkan dengan kelahiran prematur.3 Pada sepertiga

kasus, hal ini diakibatkan oleh kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD). 4,5

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada usia kehamilan aterm maupun

preterm (Ketuban Pecah Dini Preterm). Ketuban pecah dini aterm merupakan

pecahnya ketuban sebelum proses persalinan pada usia kehamilan 37-40

minggu. Ketuban pecah dini preterm merupakan pecahnya ketuban sebelum

proses persalinan preterm pada usia kehamilan 20-36 minggu .6 Angka

morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada ketuban pecah dini prematur

terkait baik secara independen maupun dengan peningkatan angka kelahiran

prematur.4,5

Ketuban pecah dini disebabkan oleh berbagai faktor. Pada KPD aterm,

kematian sel yang terprogram dan aktivasi enzim katabolik seperti enzim

kolagenase dan adanya penekanan mekanik menyebabkan terjadinya ruptur

membran. KPD preterm mungkin timbul akibat mekanisme yang sama dan

adanya aktivasi jalur ini yang lebih cepat. Meskipun demikian, KPD

tampaknya juga terkait dengan proses inflamasi dan/atau infeksi dari

membran tersebut. Faktor-faktor klinis yang berhubungan dengan terjadinya

KPD seperti status sosioekonomi yang rendah, rendahnya indeks massa

2
tubuh, merokok, infeksi saluran kemih, perdarahan pervaginam, riwayat

persalinan preterm, serklase serviks, amniosintesis. Tidak adanya faktor

risiko ini bukan berarti menghilangkan risiko terjadinya KPD, dan kondisi ini

selanjutnya berpengaruh pada wanita pada semua umur, ras, dan kelas

sosial. Saat KPD terjadi pada kehamilan aterm, terdapat bukti yang

mengatakan kelahiran awal dapat menghindari infeksi maternal dan

meningkatkan keuasan maternal dibandingkan penatalaksanaan

ekspektan.6,7

Etiologi KPD tidak jelas walaupun kemungkinan disebabkan banyak

faktor. Cara paling sering biasanya termasuk korioamnionitis. 8


Salah satu

mekanisme KPD terjadi akibat gangguan aktivasi awal proses melemahnya

membrane pada saat aterm. Beberapa penulis telah meneliti kandungan

kolagen dari membran janin untuk menunjukkan perbedaan dalam arsitektur

membran yang berhubungan dengan penyebab abnormalitas struktur

sehingga terjadi KPD, yaitu dengan membandingkan kandungan kolagen

pada sembilan amnion dari persalinan KPDP dengan sepuluh amnion dari

persalinan prematur tanpa KPD. Mereka melihat rasio yang menurun secara

signifikan dari kolagen tipe III pada pasien KPDP dibandingkan dengan

persalinan non-KPD dan penurunan kadar kolagen total (KPDP 350±70 g/mg

vs 587±84 g/mg, P<0,01). Mereka menyimpulkan bahwa pengurangan

khususnya kolagen tipe III (yang berfungsi sebagai pendukung dalam matriks

3
ekstraseluler membran) akan mengurangi sifat daya rentang membran

korioamniotik.9

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, dirumuskan masalah apakah terdapat perbedaan

ketebalan kolagen selaput amnion pada pasien hamil dengan KPD dengan

pasien hamil normal.

1.3. Hipotesis Penelitian

Ho = Tidak ada perbedaan ketebalan kolagen selaput amnion pada

pasien KPD dengan pasien hamil normal

H1 = Ada perbedaan ketebalan kolagen selaput amnion pada pasien

KPD dengan pasien hamil normal.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui ketebalan kolagen selaput amnion pada pasien dengan

KPD aterm dan hamil normal di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK

USU-RSUP. H. Adam Malik Medan, RS Jejaring FK USU

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui perbandingan ketebalan kolagen selaput amninon pada

pasien dengan KPD dengan kehamilan normal di Departemen

4
Obstetri dan Ginekologi FK USU -RSUP H. Adam Malik Medan dan

RS Jejaring FK USU

2. Mengetahui karakteristik pasien dengan ketuban pecah dini di

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU-RSUP H. Adam Malik

Medan, dan RS Jejaring FK USU

3. Mengetahui hubungan faktor risiko dengan kasus KPD di

Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU-RSUP H. Adam Malik

Medan dan RS Jejaring FK USU

4. Untuk Mengetahui hubungan ketebalan kolagen dengan terjadinya

ketuban pecah dini

4.1. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti ilmiah

mengenai profil faktor risiko ataupun predisposisi pasien ketuban

pecah dini di Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUSU-RSUP H.

Adam Malik Medan dan RS Jejaring FK USU

2. Dengan diketahuinya ketebalan kolagen sebagai faktor terhadap

terjadinya ketuban pecah dini akan mempermudah untuk mengetahui

faktor-faktor yang menyebabkan penurunan ketebalan kolagen.

3. Hasil penelitian dapat menjadi data untuk penelitian selanjutnya

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Amnion

Lapisan membran amnion terdiri dari amnion dan korion. Membran

amnion manusia membentuk lapisan lingkungan janin selama kehamilan,

memisahkan janin dari dalam rahim ibu. 10 Amion adalah membrane tertutup

yang berhubungan dengan cairan amion pada permukaan dalam, sementara

sisi lain berhubungan dengan korion. Amnion adalah kantong air; membran

ekstra embrionik burung, reptil, dan mamalia, yang dibatasi korion dan berisi

janin dan cairan ketuban.11 Plasenta merupakan organ yang membantu

pertukaran gas antara maternal dan janin. .


Amnion adalah membran janin

terdalam, yang membentuk kantung berisi cairan ketuban yang mengelilingi

embrio dan kemudian janin; Pembesarannya secara bertahap sampai rongga

korionik hilang dan membungkus tali pusat disebut kantong air. 12

Membran amnion terdiri dari sejumlah lapisan yang dapat dilihat dan

dihargai dengan penanganan sederhana dan mata telanjang. Materi yang

mudah terbagi menjadi lapisan amnion dan lapisan korion, dipisahkan oleh

lapisan menengah seperti jelly, yang tampak pada pemisahan 2 lapisan. 10

Antara membran korion dengan membrane amnion terdapat rongga

korion. Secara keseluruhan, membran amnion terdiri terutama dari 3 jenis

bahan, yaitu kolagen struktural dan matriks ekstraseluler, sel-sel biologis

6
aktif, dan sejumlah besar molekul regeneratif penting. 10 Kolagen terdiri dari

tiga rantai polipeptida yang sama atau berbeda, yang disebut α-rantai, yang

masing-masing melingkar ke dalam salah satu heliks, tiga bersama-sama

sedang diputar-putar satu sama lain untuk membentuk super-helix salah satu

sisi.13

Gambar 2.1 Amnion, korion, dan membrane embrionik lain yang mengelilingi

embrio pada plasenta ibu11

3.1.1. Cairan Amnion

Penambahan berat badan ibu selama kehamilan selain

dikarenakan oleh berat badan juga berasal dari plasenta, cairan amnion,

7
peningkatan volume darah, serah pembesaran Rahim dan payudara.

Cairan amnion atau cairan ketuban adalah cairan yang berwarna agak

kekuningan jelas yang mengelilingi bayi yang belum lahir (janin) selama

kehamilan. Hal ini terkandung dalam kantung amnion. Ketika dalam

kandungan, bayi mengapung dalam cairan amnion.14

Kualitas dan kuantitas dari cairan ketuban sering dinilai. Volume

meningkat sebagai janin tumbuh dan laju perubahan bervariasi selama

kehamilan, yaitu:14

- Sampai 8 minggu : meningkat sekitar 10 ml/minggu

- 8-13 minggu : meningkat sekitar 25 ml/mingggu

- 13-21 minggu : meningkat sekitar 60 ml/minggu

- 21-33 minggu : peningkatan volume amnion mulai menurun dan

akhirnya plateu

- 34 minggu : memuncak sekitar 800 ml

- 40 minggu : sekitar 600 ml

Lapisan luar amnion, wharton’s jelly, dua arteri umbilikikalis dan

satu vena umbilikalis, yang dirancang untuk melindungi aliran darah ke

janin selama kehamilan sampai aterm. Cairan ketuban berfungsi dalam

membantu perkembangan bayi dalam bergerak dalam kandungan, yang

memungkinkan untuk pertumbuhan tulang yang tepat, perkembangan

8
paru-paru dengan baik, menjaga suhu yang relatif konstan pada bayi dan

melindungi kehilangan panas, serta melindungi bayi dari cedera luar.

Cairan ketuban dapat ditarik dalam prosedur yang disebut amniosintesis

untuk memeriksa kerusakan kromosom atau kelainanlainnya. 15

Secara klnik cairan ketuban akan dapat bermanfaat untuk deteksi

dini kelianan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu sampai 20

minggu. Selama setengah usia kehamilan, sumber utama cairan amnion

meliputi produksi urin janin dan cairan yang dikeluarkan oleh paru-paru

janin. Jalur utama untuk keluarnya cairan amnion termasuk perpindahan

oleh janin yang menelan cairan dan (mungkin) penyerapan intramembran

ke dalam darah janin. Meskipun beberapa data pada proses ini pada janin

manusia yang tersedia, sebagian besar informasi tentang sirkulasi cairan

amnion janin bersumber dari model hewan, terutama domba. 16

9
Gambar 2.2 Cairan ketuban tidak hanya melindungi janin dari cedera dan

perubahan suhu, tetapi juga membantu sirkulasi janin setiap 3jam17

3.1.2. Struktur Selaput Ketuban

Amnion terdiri dari kolagen tipe I, III, IV, V, dan VII, laminin dan

fibronektin. Pada pemeriksaan mikroskopis, sel-sel epiteldi atasnya yang

jelas terlihat, sedangkan bentuk yang mendasari didefinisikan oleh

berbagai lapisan terlihat rantai H/E. Secara keseluruhan, membrane

amnion terdiri terutama dari 3 jenis bahan, yaitu kolagen struktural dan

matriks ekstra seluler, sel-sel biologis aktif, dan sejumlah besar molekul

regenerative penting. Bahan matriks ekstra seluler membentuk

komponen structural dari bentuk membrane dan mengandungberbagai

10
protein khusus termasuk fibronektin, proteoglikan, glukosaminoglikan,

laminin, dan bahan sejenis lainnya.10

Gambar 2.3 Struktur Selaput Ketuban

3.2. Kolagen

Kolagen adalah salah satu protein struktural yang paling penting

dalam vertebrata. Karakteristik fitur kolagen yaitu adanya minimal satu

domain triple-heliks yang terdiri dari rantai polipeptida dengan urutan

berulang Gly-XY dan kemampuan untuk membentuk supramolekul agregat

dengan fungsi struktural dalam matriks ekstraseluler (ECM).Selain kolagen,

11
beberapa protein lain, seperti pelengkap komponenC1q, asetilkolinesterase

dan reseptor makrofag, mengandung urutankolagen, tapi karenaprotein

initidak memiliki fungsi struktural dalamECM, mereka tidak diklasifikasikan

sebagai kolagen.13

Kolagen disintesis sebagai prokolagen yang dibentuk dalam fibroblas

(memproduksi sekitar 5-10% protein totalnya); osteoblas dan kondroblas

kemudian akan disekresi ke dalam matriks ekstraseluler. Kolagen

mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin yang tidak terdapat pada

kebanyakan protein yang lain. Hidroksiprolin memegang peran penting dalam

penstabilan struktur helix triple collagen karena memaksimalkan

pembentukan ikatan hidrogen antar rantai. 18

Sintesis diawali dengan pembentukan pro-rantai α, hidroksilasi,

glikosilasi, perakitan molekul pro-kolagen, sekresi, pembelahan di luar sel,

pembentukan fibril kolagen, dan cross-link.18

Kolagen dari compact layer disekresi oleh sel-sel masenkim pada

fibroblast layer, yaitu tipe III, V, dan VI. Kolagen merupakan protein terbanyak

dalam tubuh manusia dan membentuk lebih dari 25% massa protein. Kolagen

adalah protein fibrosa dan salah satu serat jaringan ikat yang dibentuk dari

protein berpolimerisasi menjadi struktur yang panjang.Protein matriks

ekstraseluler ini sangat memegang peran penting dan dirancang untuk

memberikan struktur dan ketahanan terhadap jaringan. Kolagen terdapat

pada kulit, tulang, tulang rawan, jaringan fetal, plasenta, basal membran,

12
dentin, dinding pembuluh darah, sklera, kornea mata dan jaringan ikat seperti

ligamentum dan tendon sehingga menjadikan jaringan tersebut memiliki daya

regang tinggi. Kolagen yang terdapat pada amnion terdiri dari kolagen

interstisium tipe I, III, V, dan VI, yang saling berikatan silang dan merupakan

penentu utama daya regang membrane.20

Tropokolagen terdiri dari 3 serat, yang masing-masing mengandung

1000 asam amino yang bersatu membentuk helix triple collagen.Helix triple

collagen memiliki 3,3 residu, salah satunya adalah glisin pada setiap asam

amino ketiga rantai polipeptida dan menghasilkan suatu rangkaian Gly-X-Y

yang berulang. Kolagen juga kaya akan prolin atau hidroksiprolin. Prolin

sering menduduki posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin

menduduki posisi Y pada urutan asam amino. Hidroksiprolin memaksimalkan

pembentukan ikatan hidrogen antar rantai sehingga berperan penting untuk

menstabilkan struktur helix triple collagen.20

Hidroksiprolin dibentuk melalui reaksi hidroksilasi yang dikatalisis oleh

enzim prolil hidroksilase dengan ko-faktor asam askorbat (vitamin C).

Defisiensi asam askorbat menyebabkan gangguan sintesis kolagen akibat

defisiensi prolil dan lisil hidroksilase dan berakibat gangguan stabilitas helix

triple collagen.20

3.2.1. Struktur Kolagen pada Selaput Ketuban

13
Amnion pada kehamilan aterm berupa sembuah membrane yang

kuat dan ulet tapi lentur. Ekstra selularmatriks dari korioamnion sebagian

besar dibentuk oleh kolagen, terutama kolagen tipe I dan tipe III pada

lapisan padat dari amnion melewati korion. Kolagen tipe IV ditemukan

pada dasar membrane amnion dan kolagen tipe V, VI, dan VII hadir dalam

jumlah yang lebih sedikit.19

14
Gambar 2.4 Struktur Kolagen Pada Amnion dan Korion Kolagen membentuk

komponen utama dari membran amnion ekstraseluler matriks dan keberadaannya

sangant penting untuk mempertahankan integritas membrane dan ketahanan terhadap

stress.20

Membran yang mengelilingi kavum amniotic terdiri dari amnion dan

korion, yang merupakan lapisan yang melekat yang mengandung

berbagai tipe sel, termasuk sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas,

tertanam dalam matriks kolagen. Lapisan epitelial yang melapisi

permukaaan bagian dalam dan dibasahi oleh cairan amnion adalah

berupa sel epitel kuboid. Lapisan ini mensekresikan kolagen tipe I, III dan

IV yang penting dalam kekuatan regang selaput ketuban dan glikoprotein

non kolagen (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang menghubungkan

lapisan epitelial dengan lapisan basal. Selain itu, pada lapisan epitelial

juga diproduksi inhibitor metaloproteinase-1 (TIMP-1). Lapisan basal

merupakan lapisan kedua.21

Lapisan yang ketiga, yaitu jaringan ikat padat bersama dengan

lapisan basal membentuk kerangka amnion. Kolagen tipe I dan tipe III

15
yang terdapat pada jaringan ikat padat, yang diproduksi oleh sel

mesenkim lapisan fibroblas berfungsi menjaga integritas dari amnion.

Kolagen tipe V dan tipe VI membentuk suatu jaringan filamen yang

menghubungkan kolagen pada jaringan ikat padat dan lapisan basal. 21

Lapisan keempat yaitu lapisan fibroblas, yang merupakan lapisan

yang paling tebal terdiri dari sel mesenkim dan makrofag dalam matriks

ekstraseluler. Lapisan terakhir amnion dan yang langsung berbatasan

dengan khorion laeve adalah lapisan intermedia, yang strukturnya seperti

spons karena mengandung proteoglikan dan glikoprotein. Lapisan

intermedia berperan menyerap stres fisik. Walaupun khorion laeve lebih

tebal dari amnion, namun daya regang amnion lebih besar. Korion

memiliki hubungan langsung dengan desidua ibu. Korion terdiri dari 3

lapisan, yaitu lapisan sitotrofoblas yang merupakan lapisan dimana

terdapat vili trofoblas serta lapisan basal dan jaringan ikat yang kaya akan

serat-serat kolagen.21

Degradasi kolagen dimediasi oleh aktifitas matriks

metaloproteinase yang secara normal dihambat oleh inhibitor jaringan

spesifik dan inhibitor protease. Matriks metaloproteinase, merupakan

enzim yang menghidrolisis paling tidak satu dari komponen matriks

ekstraseluler. Matriks metalopreoteinase-1 (MMP-1) dan MMP-8,

membelah triple heliks pada struktur serabut kolagen tipe I dan tipe II,

16
yang dimana selanjutnya akan didegradasi lagi oleh gelatinase, MMP-2

dan MMP-9. Gelatinase ini juga membelah triple heliks kolagen tipe IV,

fibronektin, dan proteoglikan. Pada membran fetal, MMP-1 dan MMP-9

diproduksi di epitelial amnion dan korion. 21

Sintesis sel cairan ketuban manusia dan sekresi berbagai protein

terjadi pada trisemester kedua.Sel F (fibroblas cairan amnion) adalah

biosintesis paling aktif dan sintesis yang mendominasi tipe I dengan

prokolagen tipe III dalam jumlah kecil. Sel-sel epitel cairan amnion

mensintesis prokolagen seperti tipe IV dan prokolagen dengan 3 rantai

pro-α yang identik, yang secara struktur dan imunologi berhubungan

dengan rantai proα1 pada prokolagen tipe I. Prokolagen terakhir, ketika

dilepaskan dengan pepsin dan didenaturasi, menghasilkan rantai

alphanon-disulfida ikatan tunggal yang bermigrasi lebih lambat dari sel F

atau kulit manusia pada sodium dodecyl sulfate-polyacrylamide gel

electroforesis tetapi berkoalisi dengan rantai dari karboksimetilseluloasa.

Bromida sianogen utama memproduksi peptida yang menggambarkan

peptida turunan α yang hampir serupa. Kolagen dikarakteristikkan dengan

peningkatan kelarutan pH netral dan tingginya kekuatan ionik, yang

berhubungan dengan kolagen tipe I.22

Kolagen tipe IV, V, danVII membuat substrat yang penting, yang

tidak hanya penting untuk integritas struktural dari membran, tetapi juga

17
untuk menciptakan penyembuhan luka dan sel ingrowth. Ada bukti jelas

bahwa banyak molekul ini berinteraksi dengan satu sama lain dalam

lingkunganyang sangat kompleks, bio-peraturan yang mengharuskan

adanya membran, faktor pertumbuhan individu, dan interaksi yang

mengatur peningkatan dan penurunan berbagai proses regeneratif

penyembuhan. Metaloproteinase misalnya, diimbangi oleh inhibitor

jaringan dari molekul-molekul(TIMPs); faktor pertumbuhan, seperti faktor

pertumbuhan fibroblast, mungkin perlu adanya komponen matriks

ekstraseluler untuk beberapa fungsi, dan sebagainya. Bahan selular

termasuk lapisan epitel amnion menghadap bayi, tetapi juga sel-sel induk

pluripoten penting dalam regenerasi bahan seluler baru dalam lapisan

membran. Sel induk epitel, khususnya, juga telah diisolasi dari lapisan

epitel selaput ketuban. Fibroblas juga hadir dan memberikan lapisan dan

penguatan jaringan. Sel-sel epitel juga biologis aktif dalam proses

penyembuhan melalui berbagai reseptor di permukaan sel. Peran

hematogen, mesenchymal, dan sel-sel induk yang terletak dekat juga

dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai komponen dari membran. 22

Jaringan amnion atau korion bersaal dari plasenta yang kaya

sitokin dan faktor pertumbuhan yang diketahui untuk fungsi

penyembuhan. Pada akhirnya, regenerasi biomolekul penting dalam

proses penyembuhan dan pertumbuhan terkonsentrasi di membran

18
amnion. Ini termasuk faktor pertumbuhan epidermal, mengubah faktor

pertumbuhan (TGF) beta, faktor pertumbuhan fibroblas, faktor

pertumbuhan derivat platelet, metaloproteinase, dan TIMPs. Menariknya,

ada kekurangan dari HLA-A,-B antigen, dan-C, dan beta2-mikroglobulin.

Hal ini, dikombinasikan dengan kehadiran sitokin imunosupresif

interleukin-4, interleukin-10, danTGF, menghasilkan bahan yang relatif

"imunologis istimewa" yang tidak hadir sendiri sebagai bahan asing baik

ibu atau bayi, dan yang kemungkinan bertanggung jawab karena

kurangnya diamati penolakan pada pasien yang diobati eksternal dengan

membran amnion.23

Dalam amnion manusia epitel kuboid sederhana dan lapisan

fibroblas yang mendasari dipisahkan oleh lapisan hampir asellular kaya

jenis kolagen I dan III. Integrasi jaringan multilaminous di atasnya tampak

dicapai oleh struktur waisted yang diamati dengan mikroskop cahaya

dalam beku, parafin wax-resin dan bagian semi-tipis. 23

Membran amnion juga tempat bagi berbagai molekul yang unik

dengan fungsi tertentu. Defensin, misalnya, adalah kelompok molekul

yang membantu dalam memberikan sifat anti bakteri untuk material dan

dikenal untuk meningkatkan dekat saat persalinan. Demikian pula, kedua

metaloproteinase matriks, yang signifikan dalam peran pengembangan

membran, diimbangi dengan TIMPs, yang sekaligus memberi pada materi

19
kemampuan untuk menyembuhkan baik dan mengendalikan kerusakan

jaringan.23

2.3 Ketebalan Membran Amnion dan Kolagen

Amnion tumbuh dari diskus embrionik, dan terbelah menjadi

diamniotik sebelum minggu ke-10 kehamilan. Pada buku, disebutkan

bahwa korion terdiri dari 2 sampai 10 lapis sel poligonal dengan ketebalan

0,4 mm dan amnion memiliki ketabaln 0,08 sampai 0,12 mm. Jabareen et

al. (2009) menunjukkan ketebalan amnion dan korion adalah 11178

mikrom dan 431±113 mikrom, pada penelitian 9 membran fetal manusia.

Konten elastin mencakup 2,1% dari berat netto dan kolagen 10,5% dari

berat kering. Ada hubungan terbalik antara kandungan elastin dan

kolagen.24

Beberapa penelitian menunjukkan korioamniotik menipis pada

kasus KPD. Penelitian Hasaneroglu et al. (2014) pada 20 wanita dengan

KPD dan kontrol 20 wanita pada kehamilan cukup bulan menunjukkan

bahwa kelompok kasus menunjukkan kuantitas unit area membrane

korioamniotik yang lebih rendah dibandingkan kontrol (69,55 ± 26,3% vs

49,6% ± 23,44%; p=0,017).25

20
Canzoneri et al. (2013) melakukan penelitian untuk mengukur

ketebalan dan apoptosis koriodesidua pada membrane korioamniotik 86

pasien. Imunohistokimia dilakukan dengan antibody sitokeratin dan

ketabalan selular korion dibandingkan antara setiap kelompok.Hasil

pentliain menunjukkan lapisan korioanminotik secara signifikan lebih tipis

pada pasien dengan KPD dibandingkan pasien persalinan preterm tanpa

KPD dan pasien dengan persalinan cukup waktu (62, 140, 169

mikrometerl p<0,001).26

KPD berhubungan dengan lingkungan intrauterine yang penuh

tekanan. Ada beberapa peneltiian yang menunjukkan hasil penelitian

lainnya.Severi et al. (2008) melakukan penelitian mengenai pengukuran

ketabalan membrane korioamniotik dengan USG resolusi tinggi untuk

prediksi persalinan preterm. Sebanyak 158 wanita dengan kehamilan

tunggal pada minggu 18-35 dimasukkan ke dalam penelitian. Hasil

penleitian menunjukkan wanita dengan persalinan preterm memiliki

membrane korioamniotik lebih tebal dibandingkan yang melahirkan cukup

bulan (1,67 vs 1,14; p<0,001). Cut off point yang dinilai dengan kurva

ROC adalah 1,2 mm dengan sensitivias dan spesifisitas 100%. 27

3.3. Ketuban Pecah Dini

3.3.1. Definisi

21
Ketuban pecah dini aterm merupakan pecahnya ketuban sebelum

proses persalinan pada usia kehamilan 37-40 minggu. Ketuban pecah dini

preterm merupakan pecahnya ketuban sebelum proses persalinan

preterm pada usia kehamilan 20-36 minggu. 3,6

Ada bermacam-macam teori mengenai definisi KPD.Beberapa

penulis mendefinisikan KPD dengan pecahnya ketuban secara spontan

tanpa diikuti adanya tanda-tanda persalinan. Ada juga teori yang

menghitung durasi waktu pecahnya selaput ketuban sebelum inpartu,

misalnya 1 atau 6 jam sebelum inpartu. Ada juga yang menyatakan dalam

ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya pada primigravida

ketuban pecah sebelum pembukaan 3 cm dan kurang dari 5 cm pada

multigravida.8

3.3.2. Insidensi

Angka kelahiran prematur di benua Eropaadalah sekitar 5%

sampai 9% darisemuakelahirandi Eropadan12% sampai 13% di Amerika

Serikat. Sekitar 30% sampai 35% kelahiran prematur tersebut diakibatkan

oleh penyakit pada ibu atau penyakit pada janin, tetapi 40%-45%

kelahiran premature ini diakibatkan oleh kelahiran preterm spontan dan

25%-30% akibat adanya ketuban pecah dini.

3.3.3. Etiologi

22
Ketuban pecah dini disebabkan oleh berbagai faktor.Pada KPD

aterm, kematian sel yang terprogram dan aktivasi enzim katabolik seperti

enzim kolagenase dan adanya penekanan mekanik menyebabkan

terjadinya ruptur membran. KPD preterm mungkin timbul akibat

mekanisme yang sama dan adanya aktivasi jalur ini yang lebih cepat.

Meskipun demikian, KPD tampaknya juga terkait dengan proses inflamasi

dan/atau infeksi dari membran tersebut. 6

Merokok berat dapat meningkatkan resiko KPD pada kehamilan

muda dibandingkan kehamilan tua. Faktor-faktor klinis yang berhubungan

dengan terjadinya KPD seperti status sosioekonomi yang rendah,

rendahnya indeks massa tubuh, merokok, infeksi saluran kemih,

perdarahan pervaginam, riwayat persalinan preterm, serklase serviks,

amniosintesis. Tidak adanya faktor risiko ini bukan berarti menghilangkan

risiko terjadinya KPD, dan kondisi ini selanjutnya berpengaruh pada

wanita pada semua umur, ras, dan kelas sosial.6,28

3.3.4. Mekanisme Pecahnya Selaput Ketuban Sebelum dan Selama

Persalinan

Persalinan pada manusia membutuhkan transisi dramatis dari

status uterine dan imun janin. Pecahnya Selaput ketuban bias disebabkan

oleh adanya infeksi. Pecahnya selaput ketuban intrapartum terjadi akibat

adanya perlemahan keseluruhan karena kontraksi uterus dan peregangan

23
yang berulang. Daya regang selaput berkurang pada spesimen yang

diambil setelah persalinan dibandingkan dengan spesimen yang diperoleh

setelah persalinan dengan operasi sesar tanpa proses persalina. Selaput

yang pecah prematur, tampaknya disebabkan oleh adanya defek fokal

daripada perlemahan keseluruhan. Area sekitar lokasi ruptur digambarkan

sebagai “zona terlarang perubahan morfologi ekstrim” yang ditandai oleh

pembengkakan nyata dan gangguan jaringan fibril kolagen didalam

lapisan padat (kompakta), fibroblast dan spongiosa. Karena zona ini tidak

termasuk seluruh lokasi ruptur, zona inidapat timbul sebelum pecahnya

ketuban dan menunjukkan titik pecah awal.29,30 Meskipun karakteristik

KPDP berbeda dengan pecah ketuban intrapartum, ada sedikit bukti yang

menunjukkan bahwa mekanisme yang mempredisposisi para wanita

dengan KPD tidak identik dengan mekanisme yang biasanya mendahului

persalinan. Hal ini telah memberikan pandangan bahwa KPD

mempercepat atau mempresipitasi berlebihan proses pecah spontan

selaput ketuban selama persalinan.29

3.3.5. Perubahan Struktur Selaput Ketuban

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa KPD mungkin

disebabkan oleh adanya defisiensi struktural pada membran

korioamniotik.8 Beberapa penulis meneliti kandungan kolagen dari

membran janin untuk menunjukkan perbedaan dalam arsitektur membran

24
yang berhubungan dengan penyebab abnormalitas struktur sehingga

terjadi KPD, yaitu dengan membandingkan kandungan kolagen pada

sembilan amnion dari persalinan KPDP dengan sepuluh amnion dari

persalinan prematur tanpa KPD. Mereka melihat rasio yang menurun

secara signifikan dari kolagen tipe III pada pasien KPDP dibandingkan

dengan persalinan non-KPD dan penurunankadar kolagen total (KPDP

350±70 g/mg vs 587±84 g/mg, P<0,01). Mereka menyimpulkan bahwa

pengurangan khususnya kolagen tipe III (yang berfungsi sebagai

pendukung dalam matriks ekstraseluler membran) akan mengurangi sifat

daya rentang membrane korioamniotik. Terdapat penurunan kandungan

kolagen total amnion juga dicatat pada pasien dengan KPD pada usia

kehamilan yang berbeda dalam penelitian tersebut. 9

Penurunan kolagen terjadi akibat menurunnya kolagen tipe III pada

KPD. Ghoneim melakukan penelitian pada tahun 1993 dengan melakukan

penelitian pada dua kelompok wanita yang melakukan

persalinan.Kelompok pertama sebanyak 20 orang merupakan wanita

dengan KPD, dan kelompok kedua sebanyak 20 orang dengan kehamilan

normal. Dari penelitian ini dilakukan perbandingan kadar kolagen dan

diperoleh hasil bahwa kadar kolagen tipe III ditemukan menurun pada

kelompok wanita dengan KPD, penurunan ini dianggap sebagai faktor

predisposisi pada kejadian KPD.31

25
Pada tahun 1996, Vadillo-Ortega dkk., membandingkan cairan

amnion dari empat kelompok pasien: (1) wanita dengan persalinan normal

aterm, (2) wanita aterm belum inpartu, (3) kehamilan preterm pada saat

studi genetik, dan (4) pasien KPDP. Wanita aterm inpartu dan wanita

dengan KPDP memiliki kadar aktivitas gelatinolitik yang lebih tinggi dalam

cairan amnionnya yang kebanyakan disebabkan oleh MMP-9. Para

penulis kemudian mengukur konsentrasi inhibitor MMP-9, tissue inhibitor

ofmetalloproteinase-1 pada sampel yang sama dan menemukan bahwa

sampel preterm dari pasien yang menjalani amniosentesa genetik

mengandung kadar yang tertinggi, sedangkan sampel dari pasien KPDP

mengandung kadar terendah. Para peneliti mencatat bahwa penelitian

mengenai MMP-1 sama menariknya seperti pemecah kolagen fibril tipe 1.

Mereka mencatat bahwa aktivitas ini tidak terdeteksi dalam cairan amnion

karena MMP-1 terikat kuat pada matriks ekstraselular amniokorion. 32

Penurunan kolgaen pada membrane juga meningkatkan

kemungkinan pecahnya ketuban. Penelitian yang dilakukan oleh

Hampson pada tahun 1997 dengan membandingkan 15 sampel membran

amnion yang berasal dari pasien KPD preterm, 15 sampel membran

amnion dari alasan yang tidak berkaitan, dan 25 dari pasien aterm. Dari

penelitian ini diambil kesimpulan bahwa terdapat penurunan kadar

kolagen pada sampel membrane amnion pada KPD, yang melibatkan

semua sub-jenis fibrilal. Hal ini mungkin mencerminkan perubahan umum

26
dalam aktivitas protease atau dalam ekspresikolagen dalam membran

yang terkena.33

Temuan mengenai peningkatan MMP-9 dan bukannya MMP-1

dalam cairan amnion pada wanita KPDP selanjutnya dikonfirmasi dengan

penelitian oleh Athayde dkk.Juga terdapat regionalisasi perubahan tipe

dan kandungan kolagen. Konsentrasi MMP-9 yang lebih tinggi ditunjukkan

pada selaput yang dekat dengan serviks daripada selaput di daerah

tengah pada pasien aterm baik sebelum dan sesudah dimulainya

persalinan.MMP-9 mendegradasi kolagen tipe V, yang terlihat menurun

pada KPDP. Kejadian yang menyebabkan hal ini belum diketahui, namun

terdapat beberapa bukti yang mengaitkannya pada infeksi. 32

Infeksi tampaknya memiliki peran penting, baik sebagai penyebab

atau sebagai konsekuensi dari KPD. Beberapa organisme dapat

menghasilkan kolagenase, mucinases dan protease yang melemahkan

amnion dan korion dan dapat menyebabkan KPD. Di sisi lain, infeksi

dapat terjadi sekunder untuk pecah ketuban. Infeksi yang asending dapat

menyebabkan desiduitis, infeksi intra-amnion atau infeksi janin yang

tersamar. Sebuah mekanisme yang mungkin untuk hubungan antara

infeksi dan kelahiran prematur adalah stimulasi bakteri biosintesis

prostaglandin, baik secara langsung melalui fosfolipase A2 dan atau tidak

langsung melalui zat seperti interleukin-1, mengaktifkan tumor

27
nekrosis faktor dan platelet faktor, yang semuanya mungkin

ditemukan dalam cairan ketuban yang terinfeksi.32

28
Membran amnion Diregulasi oleh
3.4. Kerangka teori
prokolagen dan MMPs
Prokolagen ↑
MMPs↓
Kehamilan normal Infeksi, inflamasi,
genetika

Prokolagen ↓
MMPs ↑

Tingginya jumlah dan Rendahnya jumlah dan Ketebalan kolagen


ketabalan kolagen di ketabalan kolagen di sebagai modalitas
membrane amnion membrane amnion diagnostik

Menguatkan membran Melemahkan membran


amnion amnion

Ketuban utuh sampai Ketuban pecah dini


inpartu 29
3.5. Kerangka Konsep

KPD

Ketebalan Kolagen
Selaput Amnion

Hamil Normal

30
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

desain penelitian potong lintang (cross sectional) untuk melihat perbedaan

ketebalan kolagen selaput amnion pada pasien KPD dengan pasien hamil

normal dan dilakukan analisis komparatif.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada Desember 2014 – Maret 2015.

Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU

-RSUP H. Adam Malik Medan, dan RS Jejaring FK USU

3.3. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasien yang melahirkan di RSUP H. Adam

Malik Medan dan RS Jejaring FK USU

3.4. Sampel dan Besar Sampel

3.4.1. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi.

31
3.4.2. Besar Sampel

Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus uji hipotesis

terhadap rerata 2 populasi:

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ) δ 2
= 2 (1,96 +0,84 ) 0,32 2

x1 – x2 0,27

n1 = n2 = 22 subyek

Besar sampel total adalah: n1 + n2

= 44 subyek penelitian

Dimana:

n1 = n2 = besar sampel

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada

nilai α yang ditentukan. Nilai α = 0,05 Zα=1,96

Zβ= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada

nilai β yang ditentukan. Nilai β = 0,20 Zβ=0,84

δ = Standar deviasi = 0,32

x1 – x2 = selisih rerata yang dianggap bermakna yang ditetapkan

sebesar 0,27

3.5. Identifikasi Variabel

Variabel Dependen :Ketebalan Kolagen selaput amnion

Variabel Independen :Pasien KPD dan Hamil Normal

32
3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Cara Kerja

3.6.1. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan di kamar bersalin dan ruang

operasi RSUP H. Adam Malik Medan

3.6.2. Cara Kerja

1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan

penelitian, penelitian dimulai dengan mengumpulkan data identitas

dan sampel histopatologi

2. Sampel biopsi yang telah diproses menjadi blok parafin, dipotong

menjadi sediaan mikroskopik dengan ketebalan 4 µm. Kemudian

dilakukan deparafinisasi dengan xilol sebanyak 2 kali. Dilakukan

rehidrasi dengan alkohol 100%, 95%, 80% dan terakhir dengan air

selama 2 sampai 5 menit.

3. Selanjutnya jaringan diwarnai dengan pewarnaan Resorsin Fuchsin

selama 10 sampai 30 menit. Kemudian bilas dengan air. Preparat

kemudian dicelupkan kedalam alkohol asam 1% sebanyak 1 sampai 2

celup. Warnai preparat dengan larutan Weigert selama 5 menit. Bilas

preparat dengan air. Kemudian warnai preparat dengan lauran Van

Gieson selama 7 menit. Preparat kemudian dibilas cepat dengan

campuran 4 ml picrofuchsin ditambah dengan air sebanyak 96 ml.

Setelah itu preparat dicelup kedalam alkohol absolut dengan cepat.

33
Lalu preparat dimasukkan kedalam larutan xylol selama 1 menit.

Terakhir sediaan ditutup dengan kaca penutup yang telah ditetesi

dengan kaca penutup.

4. Apabila yang didapat warna hitam / ungu tua, maka hasilnya adalah

elastika. Apabila yang didapat warna merah, maka hasilnya adalah

kolagen.

4.1. Definisi Operasional

1. Pasien KPD : pasien yang mengalami ketuban pecah sebelumproses

persalinan pada usia kehamilan 37-40 minggu dan pecahnya ketuban

sebelum proses persalinan preterm pada usia kehamilan 20-36

minggu tanpa kelainan medis, diperlakukan sebagai kasus

2. Pasien hamil normal: pasien yang mengalami proses persalinan

ataupun pelahiran secara pervaginam dan perabdominal, tanpa

kelainan medis, baik preterm maupun aterm, diperlakukan sebagai

control.

3. Kadar kolagen: kadar yang diukur melalui alat pengukuran kadar

kolagen yang tersedia yang dibandingkan dengan nilai standar.

4. Karakteristik demografi: adalah gambaran demografi sampel penelitian

yang meliputi usia, paritas, pekerjaan, dan pendidikan.

5. Usia kehamilan: adalah usia hamil subyek penelitian pada saat sampel

diambil

34
4.2. Kerangka Kerja

Selaput Ketuban

KPD Hamil Normal

Pemotongan, parafinisasi, rehidrasi,


pewarnaan

Pengukuran Ketebalan Kolagen Selaput


Amnion

Analisis Statistik

35
4.3. Analisis Data

Analisis data dan uji statistik dilakukan dengan komputer

menggunakan perangkat lunak program komputer. Uji statistik dilakukan

dengan analisis univariat untuk melihat karakteristik dari sampel dan analisis

bivariat untuk melihat perbandingan ketebalan kolagen pada selaput amnion

pasien KPD aterm dan hamil normal. Digunakan uji t-test independence

dengan derajat kepercayaan 95% (α=0.05).

36
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan sampel kasus Ketuban Pecah Dini (KPD)

dan Ketuban Normal masing-masing sebanyak 23 orang. Gambaran

karakteristik kasus pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi karateristik subjek penelitian berdasarkan umur,


jenis kelamin, tingkat pendidikan dan gravida.

KPD Normal
Karakteristik Nilai p
n % n %
20-25 8 17,4 2 4,3

Umur 26-30 0 0 14 30,4


0,000
(tahun) 31 – 35 4 8,7 14 30,4

36-40 0 0 4 8,7

0 6 13,0 16 34,8

Paritas 1 3 6,5 12 26,1 0,760


2-3 3 6,5 6 13,0

Jenis PSP 6 13,0 17 37,0 1,000

Persalinan SC 6 13,0 17 37,0

Total 12 26,1 34 73,9


*Fisher exact test **Chi-square test

37
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa karakteristik ibu pada

kelompok penelitian KPD sebagian besar dengan usia 31 -35 tahun (39,1%)

dan terendah dengan usia 36-40 tahun (8,7%), demikian juga pada kelompok

penelitian dengan ibu hamil normal sebagian besar dengan usia 31-35-35

tahun (34,8%) dan terendah dengan usia 36-40 tahun (8,7%). Hasil uji

statistik dengan Fisher exact test didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan

tidak ada perbedaan umur yang bermakna antara kelompok ibu dengan KPD

dan hamil normal.

Selanjutnya, berdasarkan paritas ibu menunjukkan bahwa kelompok

penelitian ibu dengan KPD lebih banyak dengan paritas 0 (47,8%) dan

terendah dengan paritas 2-3 (21,7%). Sedangkan pada kelompok penelitian

ibu dengan hamil normal juga diperoleh bahwa sebagian besar dengan

paritas 0 (47,8%) dan terendah dengan paritas 2-3 (17,4%). Hasil uji statistik

dengan Fisher exact test didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak

ada perbedaan yang bermakna paritas kelompok ibu dengan KPD dan hamil

normal.

Berdasarkan jenis persalinan menunjukkan bahwa kelompok

penelitian dari ibu dengan KPD sebagian besar dengan jenis persalinan

Sectio Secaria (73,9%) demikian juga pada kelompok penelitian ibu

dengan hamil normal lebih banyak dengan jenis persalinan Sectio Secaria

(73,9%) Hasil uji statistik dengan Chi-square test didapatkan nilai p>0,05

38
yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna jenis persalinan

antara kelompok ibu dengan KPD dan hamil normal.

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa seluruh karakteristik

dari kelompok penelitian ibu dengan KPD dan ibu dengan hamil normal tidak

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna atau disebut kedua

kelompok penelitian adalah sesuai (matching).

Tabel 4.2 Perbedaan rerata ketebalan kolagen ibu KPD dengan ibu hamil
Normal

Std.
Kelompok
n Mean Deviation Nilai p**

Ketebalan PSP 12 1,0833 0,28868


0,000
Kolagen SC 34 2,0000 0,00000
**t-test

Tabel di atas menunjukkan bahwa rerata ketebalan kolagen ibu KPD

adalah 172,85 ± 55,92 mm relatif sama dengan rerata ketebalan kolagen ibu

hamil normal yaitu 172,06 ± 38,40 mm. Hasil uji statistik dengan t-test

didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang

bermakna ketebalan kolagen kelompok KPD dengan ibu hamil normal. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi ketuban tidak mempengaruhi ketebalan

kolagennya.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa karakteristik fitur kolagen yaitu

adanya minimal satu domain triple-heliks yang terdiri dari rantai polipeptida

39
dengan urutan berulang Gly-XY dan kemampuan untuk membentuk

supramolekul agregat dengan fungsi struktural dalam matriks ekstraseluler

(ECM). Kolagen disintesis sebagai prokolagen yang dibentuk dalam fibroblas

(memproduksi sekitar 5-10% protein totalnya); osteoblas dan kondroblas

kemudian akan disekresi ke dalam matriks ekstraseluler. Kolagen

mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin yang tidak terdapat pada

kebanyakan protein yang lain. Hidroksiprolin memegang peran penting dalam

penstabilan struktur helix triple collagen karena memaksimalkan

pembentukan ikatan hidrogen antar rantai. 18 Kolagen yang terdapat pada

amnion terdiri dari kolagen interstisium tipe I, III, V, dan VI, yang saling

berikatan silang dan merupakan penentu utama daya regang membrane. 20

Degradasi kolagen dimediasi oleh aktifitas matriks

metaloproteinase yang secara normal dihambat oleh inhibitor jaringan

spesifik dan inhibitor protease. Matriks metaloproteinase, merupakan

enzim yang menghidrolisis paling tidak satu dari komponen matriks

ekstraseluler. Matriks metalopreoteinase-1 (MMP-1) dan MMP-8,

membelah triple heliks pada struktur serabut kolagen tipe I dan tipe II,

yang dimana selanjutnya akan didegradasi lagi oleh gelatinase, MMP-2

dan MMP-9. Gelatinase ini juga membelah triple heliks kolagen tipe IV,

fibronektin, dan proteoglikan. Pada membran fetal, MMP-1 dan MMP-9

diproduksi di epitelial amnion dan korion. 21

40
Beberapa ahli meneliti kandungan kolagen dari membran janin

untuk menunjukkan perbedaan dalam arsitektur membran yang

berhubungan dengan penyebab abnormalitas struktur sehingga terjadi

KPD. Mereka melihat rasio yang menurun secara signifikan dari kolagen

tipe III pada pasien KPDP dibandingkan dengan persalinan non-KPD dan

penurunan kadar kolagen total (KPDP 350±70 g/mg vs 587±84 g/mg,

P<0,01). Mereka menyimpulkan bahwa pengurangan khususnya kolagen

tipe III (yang berfungsi sebagai pendukung dalam matriks ekstraseluler

membran) akan mengurangi sifat daya rentang membrane korioamniotik.

Terdapat penurunan kandungan kolagen total amnion juga dicatat pada

pasien dengan KPD pada usia kehamilan yang berbeda dalam penelitian

tersebut.9

Ghoneim melakukan penelitian pada tahun 1993 dengan

melakukan penelitian pada dua kelompok wanita yang melakukan

persalinan.Kelompok pertama sebanyak 20 orang merupakan wanita

dengan KPD, dan kelompok kedua sebanyak 20 orang dengan kehamilan

normal. Dari penelitian ini dilakukan perbandingan kadar kolagen dan

diperoleh hasil bahwa kadar kolagen tipe III ditemukan menurun pada

kelompok wanita dengan KPD, penurunan ini dianggap sebagai faktor

predisposisi pada kejadian KPD.31

Pada tahun 1996, Vadillo-Ortega dkk., membandingkan cairan

amnion dari empat kelompok pasien: (1) wanita dengan persalinan normal

41
aterm, (2) wanita aterm belum inpartu, (3) kehamilan preterm pada saat

studi genetik, dan (4) pasien KPDP. Wanita aterm inpartu dan wanita

dengan KPDP memiliki kadar aktivitas gelatinolitik yang lebih tinggi dalam

cairan amnionnya yang kebanyakan disebabkan oleh MMP-9. Para

penulis kemudian mengukur konsentrasi inhibitor MMP-9, tissue inhibitor

ofmetalloproteinase-1 pada sampel yang sama dan menemukan bahwa

sampel preterm dari pasien yang menjalani amniosentesa genetik

mengandung kadar yang tertinggi, sedangkan sampel dari pasien KPDP

mengandung kadar terendah. Para peneliti mencatat bahwa penelitian

mengenai MMP-1 sama menariknya seperti pemecah kolagen fibril tipe 1.

Mereka mencatat bahwa aktivitas ini tidak terdeteksi dalam cairan amnion

karena MMP-1 terikat kuat pada matriks ekstraselular amniokorion. 32

Temuan mengenai peningkatan MMP-9 dan bukannya MMP-1

dalam cairan amnion pada wanita KPDP selanjutnya dikonfirmasi dengan

penelitian oleh Athayde dkk.Juga terdapat regionalisasi perubahan tipe

dan kandungan kolagen. Konsentrasi MMP-9 yang lebih tinggi ditunjukkan

pada selaput yang dekat dengan serviks daripada selaput di daerah

tengah pada pasien aterm baik sebelum dan sesudah dimulainya

persalinan.MMP-9 mendegradasi kolagen tipe V, yang terlihat menurun

pada KPDP. Kejadian yang menyebabkan hal ini belum diketahui, namun

terdapat beberapa bukti yang mengaitkannya pada infeksi. 32

42
Tabel 4.3 Perbedaan rerata ketebalan Amnion ibu KPD dengan ibu hamil
Normal

Std.
Kelompok
n Mean Deviation Nilai p**

Ketebalan PSP 12 1,0000 0,0000


0,000
Amnion SC 34 1,8824 0,32703
**t-test

Tabel di atas menunjukkan bahwa rerata ketebalan amnion ibu KPD

adalah 727,07 ± 219,25 mm sedikit lebih tebal dibandingkan dengan

ketebalan amnion ibu hamil normal yaitu 702,72 ± 180,07 mm. Hasil uji

statistik dengan t-test didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan tidak ada

perbedaan yang bermakna ketebalan amnion kelompok KPD dengan

kelompok hamil normal. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi ketuban tidak

mempengaruhi ketebalan amnionnya.

Lapisan membran amnion terdiri dari amnion dan korion.

Membran amnion manusia membentuk lapisan lingkungan janin selama

kehamilan, memisahkan janin dari dalam rahim ibu. 10 Pembesarannya

secara bertahap sampai rongga korionik hilang dan membungkus tali pusat

disebut kantong air.12

Antara membran korion dengan membrane amnion terdapat

rongga korion. Secara keseluruhan, membran amnion terdiri terutama dari 3

jenis bahan, yaitu kolagen struktural dan matriks ekstraseluler, sel-sel

biologis aktif, dan sejumlah besar molekul regeneratif penting. 10

43
KPD berhubungan dengan lingkungan intrauterine yang penuh

tekanan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa KPD mungkin

disebabkan oleh adanya defisiensi struktural pada membran

korioamniotik.8 Beberapa peneltiian yang melaporkan hasil penelitiannya.

Severi et al. (2008) melakukan penelitian mengenai pengukuran

ketabalan membrane korioamniotik dengan USG resolusi tinggi untuk

prediksi persalinan preterm. Sebanyak 158 wanita dengan kehamilan

tunggal pada minggu 18-35 dimasukkan ke dalam penelitian. Hasil

penleitian menunjukkan wanita dengan persalinan preterm memiliki

membrane korioamniotik lebih tebal dibandingkan yang melahirkan cukup

bulan (1,67 vs 1,14; p<0,001). Cut off point yang dinilai dengan kurva

ROC adalah 1,2 mm dengan sensitivias dan spesifisitas 100%. 27

Hasil penelitian yang berbeda pernah dilaporkan bahwa adanya

penelitian yang menunjukkan korioamniotik menipis pada kasus KPD.

Penelitian Hasaneroglu et al. (2014) pada 20 wanita dengan KPD dan

kontrol 20 wanita pada kehamilan cukup bulan menunjukkan bahwa

kelompok kasus menunjukkan kuantitas unit area membrane

korioamniotik yang lebih rendah dibandingkan kontrol (69,55 ± 26,3% vs

49,6% ± 23,44%; p=0,017).25 Canzoneri et al. (2013) melakukan

penelitian untuk mengukur ketebalan dan apoptosis koriodesidua pada

membrane korioamniotik 86 pasien. Imunohistokimia dilakukan dengan

44
antibody sitokeratin dan ketabalan selular korion dibandingkan antara

setiap kelompok.Hasil pentliain menunjukkan lapisan korioanminotik

secara signifikan lebih tipis pada pasien dengan KPD dibandingkan

pasien persalinan preterm tanpa KPD dan pasien dengan persalinan

cukup waktu (62, 140, 169 mikrometerl p<0,001). 26

45
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

 Rerata ketebalan kolagen ibu KPD relatif sama dengan rerata

ketebalan kolagen ibu hamil normal dan secara statistik

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna ketebalan

kolagen kelompok KPD dengan ibu hamil normal.

 Rerata ketebalan amnion ibu KPD sedikit lebih tebal dibandingkan

dengan ketebalan amnion ibu hamil normal dan secara statistik

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna ketebalan

amnion kelompok KPD dengan kelompok hamil normal.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Centers for Disease Control and Prevention, 2014. Available from:

http://www.cdc.gov/reproductivehealth/MaternalInfantHealth/InfantMort

ality.htm

2. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Badan Pusat

Statistik Republik Indonesia

3. APEC Guidelines. Premature of Rupture Membranes. Protocol 9.

Version 4

4. The American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013.

Premature Rupture of Membranes

5. Intitute of Obstetricians and Gynaecologists. 2015 . Preterm Prelabour

Rupture of Membranes (PPROM)

6. Jazayeri, Allahyar, 2014. Premature Rupture of Membranes. Available

in: http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview

7. Sadaf, Joveria, et.al. 2011. Premature Prelabor Rupture of Membranes

At 34-37 Weeks: Conservative Versus Active Management. Journal of

Surgery Pakistan (International)

8. Chakraborty, B., et.al., 2013. Outcome of Prelabor Rupture of

Membranes in a Tertiary Care Center in West Bengal. Indian Journal

of Clinical Practice Vol.24

47
9. Rangaswamy, N.,et.al., 2012. Weakening and Rupture of Human Fetal

Membranes-Biochemistry and Biomechanics.

10. Burzle, Wilfried, 2014. Mechanical characterization and modeling of

human fetal membranes tissue.

11. Parolini, Ornella, and Maddalena Soncini. Placenta as a Source of

Stem Cells and as a Key Organ for Fetomaternal Tolerance. 2011

12. Ansari, Hamid, et.al., 2011. J. Anat. Soc. India 60 (2). 168-170

13. Sitorus Ester, RD., 2011. Konfirmasi Umbilical Colling Index dengan

Penilaian skoring Makroskopis Plasenta dan Skoring Mikroskopis

Maturitas Vili. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

14. Mardiah. 2011. Pengaruh Peningkatan Berat Badan Selama

Kehamilan Terhadap Berat Badan Bayi Baru Lahir di Klinik

Nurhasanah Tahun 2010-2011. Universitas Sumatera Utara

15. Kuswani, Lili.,2011. Perbandingan Indeks Koil Tali Pusat Terhadap

Luaran Berat Badan Bayi Lahir. Universitas Sumatera Utara

16. Sitepu, Makmur, et.al., 2014. Hubungan antara Resistensi Insulin dan

Cairan Ketuban pada Kehamilan Usia 28-40 Minggu. Universitas

Sumatera Utara

17. Neil K. Kaneshiro, MD, MHA, Clinical Assistant Professor of Pediatrics,

University of Washington School of Medicine. Also reviewed by David

Zieve, MD, MHA, Medical Director, A.D.A.M., Inc.

48
18. Mourisa,Cut, 2014. Gambaran Histopatologi dan Tampilan

Imunohistokimia Fibronektin Selaput Ketuban pada Perempuan Hamil

yang Mendapat Acetylsalicylic Acid (ASA) Dosis Rendah. Available

from : http:/repository.usu.ac.id/handle/123456789/41519

19. Amelia, Fitri Siregar., 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah

Padangsidempuan. Universitas Sumatera Utara.

20. Mourisa, Cut., 2014. Gambaran Histopatologi dan Tampilan

Imunohistokimia Fibronektin pada Selaput Ketuban Perempuan Hamil

yang Mendapat Acetylsalicylic Acid (ASA) Dosis Rendah. Universitas

Sumatera Utara

21. Eka, Riske Putri, 2014. Perbandingan Ketebalan Selaput Ketuban

Pada Ketuban Pecah Dini dan Hamil Normal. Universitas Sumatera

Utara

22. Donald E, Fetterolf,MD, and Robert J. Snyder,DPM,MSc. Scientific and

Clinical Support the Use of Dehydrated Amniotic Membrane in Wound

Management. 2012; 24 (10) : 299-307. Available from

[http://www.medscape.com/viewarticle/773578_2]

23. Koob, Thomas J, et.al., 2013. Biological properties of dehydrated

human amnion/chorion composite graft: implications for chronic healin.

International Wound Journal

49
24. Morin, Lucie, et.al.. Ultrasound in Twin Pregnancies. SOGC Clinical

Practice Guideline 2011

25. Hasaneroglu, Bakacak M, Suhhabostanci M, Attar R& Han A.

Relationship between premature rupture of membranes and collagen

amount in amniotic membranes in term pregnancy.Global J Med Res

2014; 2(1): 23-25.

26. Canzoneri BJ, Feng L, Grotegut CA, Bentley RX, Heine RP & Murtha

AP. The chorion layer of fetal membranes is prematurely destroyed in

women with preterm premature rupture of the membranes. Rep Sci

2013; 20(10): 1246-1254.

27. Amstrong-Wells, J., et.al. Patterns of placental pathology in preterm

premature of membranes. J Dev Orig Helath Dis. 2013.

28. Newson, Louise, and Colin Tidy, 2013. Preterm Premature Rupture of

Membranes). Patient

29. Phillips, Robert J., et.al., 2014. Prostaglandin pathway gene

expression in human placenta, amnion and choriodecidua is

differentially affected by preterm and term labour and by uterine

inflammation. BMC Pregnancy and Childbirth

30. Czikk, M.J.,et al., 2011. Chorioamnionitis: from pathogenesis to

treatment. Europian Society of Clinical Microbiology and Infectious

Diseases

50
31. Patil, Shwetal and Vikram Patil., 2014. Maternal and Foetal Outcome

in Premature Rupture of Membranes. IOSR Journal of Dental and

Medical Sciences:56-83

32. Putri, RE, 2014. Perbandingan Ketebalan Selaput Ketuban Pada

Ketuban Pecah Dini dan Hamil Normal. Departemen Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

33. Riyami, Nihal, A. 2013. Extreme Preterm Premature of Membranes:

Risk Factors and Feto Maternal Outcomes. Oman Medical Journal Vol.

28., pp. 108-111

51

Anda mungkin juga menyukai