Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu kasus obstetri yang

menjadi penyebab terbesar persalinan prematur. KPD terjadi pada 10% persalinan

dan menimbulkan gejala perlindungan alami janin intra uterine terhadap invasi

bakteri. Akibatnya, banyak ibu dan janin memiliki risiko tinggi untuk terkena

infeksi pada lamanya waktu antara pecah ketuban dengan lahirnya bayi yang

disebut sebagai periode laten, terutama jika pada pasien dilakukan periksa dalam

berulang.1

Ketuban pecah dini sering terjadi pada pasien ekonomi rendah, ibu perokok

dan usia muda, juga terjadi pada ibu dengan infeksi B streptokokus dan bacterial

vaginosis. Banyak ibu dengan ketuban pecah dini melahirkan bayi secara

premature yang diinduksi atau operasi sectio caesaria jika periode latennya

melebihi 12 jam, berapapun usia gestasi janinnya. 2 KPD berkontribusi dalam

tingginya angka kematian pada bayi di United States. 85% morbiditas dan

mortalitas neonatal adalah prematuritas. KPD 3% dari semua kehamilan dan

terjadi pada kira kira 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat.3

Indonesia tahun 2002-2003 angka kematian ibu di Indonesia sebanyak 307 per

10.000 kelahiran hidup atau setiap jamnya terdapat 2 orang ibu hamil meninggal

karena berbagai sebab, diantaranya 65 persen penyebab kematian karena

komplikasi dari ketuban pecah dini.4 Tinggginya angka kejadian KPD dapat

menurunkan angka kesejahteraan ibu dan janin. Minimnya upaya-upaya

1
penyelamatan kehamilan pada KPD sering kali berujung pada tindakan terminasi

yang sudah sangat jelas meningkatkan morbiditas dan motalitas perinatal.5

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui ketuban pecah dini serta penatalaksanaannya di fasilitas

layanan kesehatan pertama

1.2.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui definisi ketuban pecah dini

2. Mengetahuietiologi ketuban pecah dini

3. Mengetahuipatofisiologi ketuban pecah dini

4. Mengetahuigejala klinisketuban pecah dini

5. Mengetahuipenatalaksanaan ketuban pecah dini

6. Mengetahui komplikasi ketuban pecah dini

7. Mengetahui prognosis ketuban pecah dini

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM) adalah

keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan. Bila ketuban pecah

dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada

kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 – 10% perempuan hamil aterm

akan mengalami ketuban pecah dini.6 Ketuban pecah dini dapat juga didefinisikan

pecahnya ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam

kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.7

3.2 Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini pada sebagian kasus tidak diketahui. Banyak

penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai

penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi

rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal,

penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan

nischeria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput

ketuban, fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal, serviks yang

inkompetensi, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor

predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang

menyebabkan KPD misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam.8

3
3.3 Epidemiologi

Bila Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut

Ketuban Pecah Dini Pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 %

perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini.6

Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 angka

kematian ibu di Indonesia sebanyak 307 per 10.000 kelahiran hidup atau setiap

jamnya terdapat 2 orang ibu hamil meninggal karena berbagai sebab, diantaranya

65 persen penyebab kematian karena komlikasi dari ketuban pecah dini.6

3.4 Patogenesis

Mengatakan Patogenesis KPD berhubungan dengan hal-hal berikut:

1. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban

pecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan

vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.

2. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)

3. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)

4. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah:multifara,malposisi,

servik inkompeten,dan lain-lain.

3.5 Mekanisme Ketuban Pecah Dini6

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi

uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah

tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior

rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara

sintesis dan degradasi matriks ekstra selular. Perubahan struktur, jumlah sel dan

katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan

4
selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks

metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan

inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbang anantara MMP dan

tissue inhibitors metalloproteinase-1 (TIMP-1) mengarah pada degradasi

proteolitik dari matriks ekstra selular dan membran janin. Aktivitas degradasi

proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Selaput ketuban sangat kuat pada

kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.

Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran

uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi

perubahan biokimia pada selaput ketuban sehingga pecahnya ketuban pada

kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan

preterm disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang

menjalar darivagina. Disamping itu ketuban pecah dini preterm juga sering terjadi

pada polihidramnion, inkompeten servik, serta solusio plasenta. Banyak teori,

mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampaiinfeksi. Pada sebagian besar

kasus ternyata berhubungan dengan infeksi(sampai 65%). Termasuk diantaranya;

high virulensi yaitu Bacteroides, dan low virulensi yaitu Lactobacillus.

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan

retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen

dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (iL-1) dan prostaglandin.

Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan

prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi

kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan

mudah pecah spontan.

5
3.6 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya

cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan

tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau

menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan

berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda

duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya

mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina

yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-

tanda infeksi yang terjadi.

3.7 Diagnosis

Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm

harus meliputi3 hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan

presentasi janin, dan penilaian kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua

pemeriksaan penunjang terbukti signifikan sebagai penanda yang baik dan dapat

memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana pemeriksaan yang perlu

dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum) KPD

aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya

cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan

kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat

KPD aterm sebelumnya dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital vagina yang

terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan

meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi

6
terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan

sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk

menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin

(pada presentasi bukan kepala) menilai dilatasi dan pendataran serviks,

mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual.

Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan

dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks

(satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya

diletakkan di medium transport untuk dikultur).

Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan

lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak

dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan

amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina ~ 4.5 -6 dan cari arborization

of fluid dari forniks posterior vagina). Jika tidak terlihat adanya aliran cairan

amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika terdapat

kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini.

Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus

dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya

prolaps tali pusat.

• Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai

indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan

amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya

pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah

sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan

7
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia

gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.

3.8 Komplikasi

Terhadap janin:

• Infeksi intrauterine, walaupun ibu belum menunjukkan tanda-tanda infeksi

• Sindrom Distress Pernapasan yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir

atau pada janin yang dikarenakan hipoksia pada prolaps tali pusat.

• Hiploplasia pulmonary, karena oligohidramnion sebagai akibat dari KPD

yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 26 minggu (100%) dan lagi

periode yang lebih dari 5 minggu

• Malpresentasi janin berhubungan dengan prematuritas

• Kerusakan membrane hyaline berhubungan dengan usia kehamilan9

Terhadap ibu:

• Infeksi intrapartal, apalagi bila sering dilakukan pemeriksaan dalam.

Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi untuk

kemungkinan terjadi korioamnionitis. Infeksi perpuralis, peritonitis, dan

septikomia.

• Masalah psikologi karena terlalu lama dirawat

• Merasa lelah karena berbaring terus ditempat tidur.9

Terhadap kehamilan dan persalinan

• Dapat terjadi persalinan kapan saja, terjadi kelahiran preterm.

• Abruption placenta, karena adanya penurunan yang progresif pada

permukaan intra uterin.

8
• Prolaps tali pusat dapat terjadi (sering terjadi pada presentasi letak bokong

atau letak lintang).

• Oligohydramnion, dry labor.

• Partus lama.

• Perdarahan pada`saat persalinan.9

3.9 Tatalaksana

Menurut Manuaba tahun 1998, secara umum untuk penanganan ketuban

pecah dini dapat dijabarkan sebagai berikut:

• Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas

paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang

sehat

• Mencegah terjadinya infeksi

• Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan

berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid sehingga

kematangan paru janin dapat terjamin.

• Pada umur kehamilan 24 sampai 32 minggu perlu dipertimbangkan untuk

melakukan induksi persalinan dengan kemungkinan janin tidak dapat

diselamatkan.

• Menghadapi ketuban pecah dini diperlukan konseling terhadap ibu dan

keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin

dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin

harus mengorbankan janinnya.

• Pemeriksaan yang penting adalah USG untuk mengukur distansia

biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan

pemeriksaan kematangan paru.

9
• Waktu terminasi pada hamil preterm dapat disarankan selang waktu8 jam

sampai 24 jam bila tidak terjadi his spontan.10

Dan menurut buku pedoman diagnosis dan terapi obsetri dan ginekologi

RSHS tahun 2005, pengelolaan untuk KPD ini dibagi dua yaitu:11

1. Konservatif

Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada

ibu maupun janin) pada usia kehamilan 28-36 minggu dirawat selama 2

hari.

Selama perawatan dilakukan:

• Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi

o Ibu : suhu>38°C, takikardi ibu, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra

uterine, rasa nyeri pada rahim, secret vagina purulen.

o Janin : takikardi janin

• Pengawasan timbulnya tanda persalinan

• Pemberian antibiotika (ampicillin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg

dan metrodinazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

• USG untuk menilai kesejahteraan janin

• Bila ada indikasi untuk melahirkan, dilakukan pematangan paru janin

(deksametason 6 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis atau

betametason12 mg IM sampai 2 dosis dengan interval 24 jam)11

2. Aktif

a. Pengelolaan aktif pada KPD dengan umur kehamilan 20-28 minggu

dan ≥ 37 minggu dilakukan terminasi kehamilan.

• Terminasi kehamilan > 20-28 minggu

10
o Misoprostol 100 µg intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam

sesudah pemberian pertama

o Pemasangan batang laminaria selama 12 jam

o Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20

tetes/menit sampai 60 tetes/menit

o Kombinasi 1 dan 3 untuk janin hidup maupun janin mati

o Kombinasi 2 dan 3 untuk janin mati11

Catatan: dilakukan histerektomi bila upaya melahirkan

pervaginam di anggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu dengan

sepengetahuan konsulen

• Terminasi kehamilan > 28 minggu

o Misoprostol 100 µg intravaginal, yang dapat diulangi 1x6 jam

sesudah pemberian pertama

o Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dektrose 5% mulai 20

tetes/menit sampai maksimal 60 tetes/menit untuk primi dan

multigravida, 40 tetes/menit untuk grande multigravida sebanyak 2

labu.

o Kombinasi 2 cara tersebut

Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak

berhasil atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk

menyelesaikan persalinan.

Menurut Sujiyatini, penanganan ketuban pecah dini dibagi menjadi 2,

yaitu:

1. Kehamilan aterm (> 37 minggu)

11
KPD aterm biasanya akan melahirkan dalam waktu 24 jam, bila masih

belum ada tanda persalinan maka di induksi (bishop’s score > 8), dan bila

gagal lakukan SC. Pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan untuk

mencegah infeksi.

2. Kehamilan preterm (< 37 minggu)

Bila tidak ada tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai

antibiotik yang adekuat. Pasien perlu di rawat di RS, ditidurkan dalam

posisi trendelenberg, tidak perlu dilakuka periksa dalam. Diusahakan

kehamilan bisa mencapai 37 minggu, diberikan uteronelaksen atau

tokolitik agent. Pemberian kortikosteroid dapat menurunkan angka RDS,

sediannya terdiri dari betametason 2 dosis masing-masing 12 mg IM tiap

24 jam atau deksametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam. Jika

muncul tanda-tanda infeksi lakukan induksi.

Menurut POGI tahun 2006 penatalaksanaan dibagi menjadi 3 masa

kehamilan,yaitu:11

1. Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu

 Prinsipnya lahirkan janin

 Beri antibiotika profilaksis11

2. Ketuban pecah dini pada kehamilan 32 – 35 minggu

 Terapi antibiotik

 Pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV

 Tokolisis: β mimetic, Ca channel blocker

12
 Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban

sangatsedikit amnio infusi

 Ekspektatif bila paru telah matang11

3. Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu

 Terapi antibiotik

 Induksi pematangan paru beta/dexa metasone 12 mg IV bila kehamilan

>28 minggu

 Tokolisis: β mimetic, Ca channel blocker

 Jika terdapat kompresi tali pusat atau plasenta akibat air ketuban

sangatsedikit amnio infusi

 Sedapat mungkin dipertahankan sampai 33 – 35 minggu, jika tidak

adainfeksi10

Medikamentosa yang digunakan pada KPD10

Magnesi MAGNESIUM SULFAT IV:


um Bolus 6 gram selama 40 menit
Untuk efek neuroproteksi pada dilanjutkan infus
PPROM 2 gram/ jam untuk dosis
< 31 minggu bila pemeliharaan sampai persalinan
persalinan diperkirakan atau sampai 12 jam terapi
dalam waktu 24 jam
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
sindrom distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia,
gunakan deksamethason 6 mg IM
setiap 12 jam
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
ERYTHROMYCIN
250mgIVsetiap6jamselama48jam,
dikali4 dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari
dan

13
ERYTHROMYCIN
333mgPOsetiap8jamselama5hari,jik
a alergi ringan dengan penisilin,
dapat digunakan: CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam
dan
ERYTHROMYCIN
250mgIVsetiap6jamselama48jamdiik
uti dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari
dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari
Jika alergi berat penisilin, dapat
diberikan VANCOMYCIN 1 gram
IV setiap 12 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250mgIVsetiap6jamselama48jamdiik
uti dengan
CLINDAMYCIN
300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari

Bagan I. Persalinan Bayi pada Penanganan Aktif KPD Aterm menurut Sujiyatini9

14
Bagan manajemen penanganan KPD menurut Sujiyatini9

15
3.10 Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi dari kehamilan. Prognosis untuk janin tergantung pada :
1. Maturitas janin : bayi yang beratnya di bawah 2500 gram
mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandinng bayi lebih besar
2. Presentasi : presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek
3. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin
4. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah, maka
tinggi insiden infeksi

16
BAB III

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama : Ny SP
Usia : 29 tahun
Pendidikan : SlTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Bunga Raya, SIAK
No MR :202036

2.2 ANAMNESIS

Pasien datang ke IGD RSUD SIAK pada tanggal 20 Juni 2018 pukul 23.20

WIB, atas rujukan dari puskesmas bunga raya.

 Keluhan utama

Keluhan keluar air-air dari jalan lahir

 Riwayat penyakit sekarang

Pasien G2P1A0H1 gravid 35-36 minggu datang dengan keluhan

keluar air-air dari jalan lahir sejak 7 jam SMRS. Air-air keluar hingga

membasahi baju, berbau amis dan berwarna jernih. Pasien mengatakan

keluar air-air tidak disertai dengan mules-mules. Riwayat nyeri pinggang

yang menjalar sampai ari-ari disangkal, Riwayat keluar lendir bercampur

darah disangkal, riwayat trauma (-). Riwayat tekanan darah tinggi selama

kehamilan disangkal. Riwayat demam tidak ada, buang air kecil dan buang

air besar normal, riwayat keputihan (+).

17
 Riwayat Hamil Muda

Mual dan muntah minimal dan tidak pernah mengalami perdarahan dari

kemaluan.

 Riwayat Hamil Tua

Mual (-), muntah (-), perdarahan (-), keputihan (+)

 Riwayat Prenatal Care

Pasien control kehamilan di bidan dan USG di dokter umum

 Riwayat Minum Obat

Konsumsi vitamin dari bidan.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (-), penyakit jantung(-),

kelainan darah(-) alergi (-).

 Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi (-), asma (-), diabetes mellitus (+), penyakit jantung (+),

kelainan darah dan alergi disangkal.

 Riwayat Menstruasi

Menarche berusia 12 tahun, siklus haid teratur, lama haid 7 hari, dan tidak

ada keluhan nyeri pada saat haid.

 Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, usia 17 tahun

 Riwayat Obstetri

1. 2009, BBL 2800 gram, lahir secara vakum, ditolong dokter, sehat

2. Hamil ini

 Riwayat KB

18
KB suntik 3 bulan selama 2 tahun.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos mentis
Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84x/m
Pernapasan : 18 x/m
Suhu : 36,0 C
Gizi : baik

Status Generalis
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan peningkatan JVP tidak
ditemukan
Jantung : Jantung dalam batas normal, S1 dan S2 reguler, murmur
(-), gallop(-)
Paru : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat, CRT <2 detik
Status obstetrikus
Muka : Kloasma gravidarum (tidak ada data)
Mammae : hiperpigmentasi areola mamae, mammae membesar dan
menegang (tidak ada data)
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan, striae
gravidarum (+),
Palpasi :
Leopold I : TFU 4 jari di bawah processus xyphoideus, 27 cm.

19
Teraba massa bulat, lunak, tidak melenting, kesan
bokong.
Leopold II : Teraba tahanan memanjang di bagian kiri dan
bagian terkecil janin disebelah kanan, kesan
punggung kiri
Leopold III : Teraba massa bulat, keras, melenting, kesan kepala
Leopold IV : konvergen, kepala belum masuk PAP
TFU 27 cm, TBJ klinis 2170 gram, punggung kiri, belum masuk PAP, DJJ:
153x/menit

Pemeriksaan Genitalia
Inspeksi dan inspekulo : tidak ada data

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG :


21 juni 2018
WBC :11,0 K/uL Godar : O+
RBC : 4.59 M/uL CT : 630
HBG :11.7 g/dl BT :4
HCT : 34.9 % HBSAg : Non Reaktif
MCV : 76.1 fl HIV : Non Reaktif
MCH : 25.5 pg
MCHC : 33.5 g/dl
PLT : 212 K/uL

2.8 DIAGNOSIS
G2P1A0H1 hamil 35-36 minggu + KPD + janin tunggal hidup intra uterin
+ dengan presentasi kepala

2.9 TATALAKSANA
Di IGD: Konsul dr. hendri Sp.OG
- Tirah baring
- IVFD RL 20 TPM
- Injeksi Cefotaxime 1 gram

20
- Injeksi Dexamatasone 1 ampul/ 12 jam

2.10 PROGNOSIS
Dubia

2.11 Follow up
Tgl/Jam Perjalanan Penyakit Terapi
21 juni S: mules (+), keluar air-air (+), nyeri pinggang  Tirah baring
2018 menjalar sampai ari-ari (+), keluar lendir campur  IVFD RL 20 TPM
Jam darah (+)  Inj. Cefotaxim 1
06.00 O:Keadaan umum : baik, kesadaran : compos gram/ 12 jam
mentis  Inj. Dexametasone
TD : 130/80 mmHg N : 84x/I S : 36,2 C 0
1 ampul/ 12 jam
St. Generalis : dalam batas normal
St. Lokalis :
St. Obstetri : TFU 27 CM, PUKI, JHTIU, DJJ:
144, TBJ: 2170 gram
A: G2P1A0H1 hamil 35-36 minggu + KPD +
inpartu + janin tunggal hidup intra uterin dengan
presentasi kepala

21 juni S : mules (+), nyeri pinggang menjalar sampai  Inj. Cefotaxime 1


2018 ari-ari (+), lendir campur darah (+), gram/ 12 jam
O : Keadaan umum :baik  Inj. Dexametasone
Kesadaran : Composmentis 1 ampul/ 12 jam
TD : 120/70 mmHg N : 70x/I S : 36,7 C P :
o
 Pimpin persalinan
18x/i  Drip oxitosin +
St. Obstetrikus : DJJ: 120, TBJ: 2170 gram, nacl 20 tpm
VT LENGKAP  Asam
Pimpin persalinan  bayi lahir mefenamat 3 x 1
- BBL : 2300 tab
- PB : 46 cm  Vit. C tab 2x1

21
- JK : perempuan tab
A: P2A0H2 post partum pervaginam  Cefixime 2x1
22ju S : nyeri pada perut (+), nyeri post hecting (+),  PBJ
juni pusing (-), perdarahan sedikit - Cefixime 2x1
2018 O : Keadaan umum : baik - Asam
Kesadaran : Composmentis mefenamat 2x1
TD : 110/70 mmHg N : 80 x/I S : 36,7 oC P : - Vit. C 2x1
20x/i
St. Generalis : Dalam batas normal
St. Lokalis :
Abd : TFU : 2 jari bawah pusat, kontraksi baik
A: P2A0H2 post partum pervaginam

22
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan latar belakang tersebut, pada laporan kasus ini akan dibahas

lebih lanjut mengenai ketuban pecah dini terkait alur penegakan diagnosis,

komplikasi, tatalaksana agar angka kematian ibu dan janin dapat menurun.

Permasalahan yang terdapat dalam laporan kasus ini adalah :

a. Bagaimanakah langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis kasus ini ?

b. Apakah faktor risiko yang dimiliki pasien ini?

c. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Bagaimana langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini

Diagnosis ketuban pecah dinipada pasien ini ditegakkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya

keluar air-air dari jalan lahir. Keluar air-air yang banyak yang membasahi

pakaian, tidak bisa ditahan dan berbau amis dan didapatkan tanda-tanda inpartu.

Pada pemeriksaan fisik obstetric didapatkan air mengalir dari canalis servik.

Apakah faktor risiko yang dimiliki oleh pasien ini?

Berdasarkan literatur faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini banyak

yang tidak diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter

menunjukkan infeksi sebagai penyebab terbanyak. Faktor lain yang

mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan

23
rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya

disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nischeria gonorrhea. Selain itu infeksi

yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput

amnion/ketuban yang abnormal, serviks yang inkompetensi, serta trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya

ketuban pecah dini. Trauma yang menyebabkan KPD misalnya hubungan seksual

dan pemeriksaan dalam.

Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini pada pasien ini adalah social

ekonomi yang rendah dan infeksi dengan ditemukan tanda-tanda adanya

keputihan dan tidak diobati.

Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

Bila tidak ada tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai

antibiotik yang adekuat. Pasien perlu di rawat di RS, ditidurkan dalam posisi

trendelenberg, tidak perlu dilakuka periksa dalam. Diusahakan kehamilan bisa

mencapai 37 minggu, diberikan uteronelaksen atau tokolitik agent. Pemberian

kortikosteroid dapat menurunkan angka RDS, sediannya terdiri dari betametason

2 dosis masing-masing 12 mg IM tiap 24 jam atau deksametason 4 dosis masing-

masing 6 mg tiap 12 jam. Jika muncul tanda-tanda infeksi lakukan induksi.

Pada pasien ini dianjurkan untuk tirah baring dan diberikan terapi injeksi

dexametason 1 ampul/12 jam yang bertujuan untuk pematangan paru pada janin.

24
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Diagnosis pada kasus ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang, kemungkinan faktor resiko pada pasien ini adalah riwayat

keputihan dan social ekonomi.

3. Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan yaitu tirah baring dan

pemberian dexametason injeksi yang bertujuan untuk pematangan paru

janin.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Department of Obstetrics and Gynecology, Loyola University, Chicago,


Ilinois. Medical Ctr, Dept of Obstetrics and Gynecology, 4550 N
Winchester Ave, Chicago, IL 60640-5205.2016

2. American College of Obstetricians and Gynecologists. Premature rupture


of the membranes. Technical Buletin. April 1985, no.115

3. Infant mortality-United States1990.JAMA 1993;- 269:1616-1618.

4. Premature bulletin No.160 : premature of membranes. Obstet Gynecol.


2016 Jan . 127 (1) e.39-51

5. Sualman K. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan


Preterm. Universitas Riau, Pekanbaru. 2009

6. Soewarto, Soetomo. Ketuban Pecah Dini. In : Saifuddin , Abdul bari;


Trijatmo Rachimhadhi; Gulardi H Winkjosastro; Editor. Ilmu Kebidanan.
4th ed. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. 677
– 681.

7. Kusuma JA. Ketuban pecah dini dan peranan amniopatch dalam


penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah. Denpasar.

8. Yaze IU, Dewi R. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada Perempuan


Hamil Usia 37 Tahun. J Medula Unila. 2016; 4(4).

9. Sujiyatini, SSt M.Keb. 2008. Asuhan Patologi Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

10. Indarso, Fatimah dr. Hj. Sp.A(K). 2004. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Dari Ibu yang Bermasalah. Surabaya: FK Unair/RSU Dr. Soetomo
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak.

11. Moeloek, Farid Anfasa Prof. Dr. dr, SpOG, KFER. 2006. Standar
Pelayanan Medic Obstetric dan Ginekologi. Jakarta: Perkumpulan
Obstetric dan Ginekologi Indonesia.

26

Anda mungkin juga menyukai