Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R DENGAN POST SEKSIO


SESAREA ATAS INDIKASI LETAK LINTANG HARI KE 3-6
DI RUANG DELIMA RSUD CIAMIS
TAHUN 2016

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan


Program Studi Diploma III Keperawatan

Disusun oleh :
IIS NOPITASARI
NIM : 13DP277028

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
CIAMIS
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN POST SECTIO
CAESAREA ATAS INDIKASI LETAK LINTANG HARI KE 3-6
DI RUANG DELIMA RSUD CIAMIS
TAHUN 20161

Iis Nopitasari2, Elis Roslianti3

INTISARI

Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor yang berhubungan dengan


komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre eklampsia/eklampsia,
infeksi, persalinan macet, letak sungsang, letak lintang dan abortus. Letak lintang adalah
suatu keadaan dimana janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang
satu, sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Salah satu tindakan persalinan pada
ibu hamil dengan letak lintang adalah dilakukannya persalinan dengan tindakan yaitu
seksio sesarea. Seksio sesarea atas indikasi letak lintang akan berdampak terhadap
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (KDM) yaitu gangguan rasa nyaman nyeri,
kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan nutrisi, kebutuhan aktivitas, resiko tinggi infeksi,
gangguan konsep diri, ganguan rasa aman; cemas, gangguan fungsi peran, gangguan
interaksi sosial dan gangguan spiritual.
Tujuan penulisan adalah untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam
asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-
spiritual dengan pendekatan proses keperawatan, metode penulisan yang digunakan
dengan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus melalui pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Selama penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. R dari Tanggal 15 Juni-
18 Juni 2016 penulis menemukan diagnosa keperawatan diantaranya : nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, kurang pengetahuan tentang ASI
eksklusif dan cara menyusui berhubungan dengan kurannya informasi tentang ASI
eksklusif dan teknik menyusui. kurang pengetahuan tentang perawatan payudara
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang perawatan payudara. Setelah penulis
melakukan asuhan keperawatan selama 4 hari yang dimulai dari tanggal 15 Juni-18 Juni
2016 dari ke tiga diagnosa tersebut, satu diagnosa tidak teratasi yaitu nyeri berhubungan
dengan terputusnya kontinuitas jaringan.

Kata Kunci : Sectio Caesarea, Letak Lintang


Kepustakaan : 18 buah (2007-2015)
Keterangan : 1 judul, 2 Nama mahasiswi Prodi D III Keperawatan STIKes
Muhammadiyah Ciamis, 3 Dosen pembimbing STIKes
Muhammadiyah Ciamis

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) di Negara Association of South East

Asian Nation (ASEAN) seperti Singapura 3/1000 kelahiran hidup.

Malaysia 5,5/1000 kelahiran hidup. Thailand 17/1000 kelahiran hidup.

Vietnam 18/1000 kelahiran hidup dan Philipine 26/1000 kelahiran

hidup. Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah

angka tertinggi di Negara ASEAN. Kematian bayi tersebut terutama di

Negara berkembang sebesar 99% dan 40.000 bayi tersebut adalah

bayi di Negara Indonesia.

Dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat

Indonesia, masih ditemukan tantangan besar dalam pembangunan

kesehatan, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB). Mengutip data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

(SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa AKI sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup, sedangkan AKB sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup

pada tahun 2012. Menurut RISKESDAS (2013) sebagian besar

kematian ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan

masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka

kematian ibu. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan

1
2

yang diberikan pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah

melahirkan.

Jawa Barat merupakan provinsi yang memberikan kontribusi

terbesar terhadap tingginya AKI di Indonesia. Menurut Bina Pelayanan

kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI pada tahun 2014

sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup. Kejadian kematian ibu paling

banyak terjadi pada masa nifas, yaitu sebesar 35% dengan

penyebabnya adalah perdarahan post partum karena atonia uteri

(Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2015)

Berdasarkan laporan tahunan yang didapat dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Ciamis pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu

(AKI) sebanyak 21 orang dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebanyak

137 orang. Penyebab langsung Angka Kematian ibu yaitu pendarahan

6 orang (28,5%), eklampsia 8 orang (38,1%), partus lama 1 orang

(4,8%), infeksi 1 orang (4,8%), penyebab-penyebab lain 5 orang

(23,8%). Sedangkan penyebab langsung Angka Kematian pada bayi

yaitu BBLR 50 orang (36,5%), asfiksia 36 orang (26,3%), cacat

bawaan 23 orang (16,8%), hipotermi 1 orang (0,7%), infeksi 3 orang

(2,2), penyebab-penyebab lain 24 orang (17,5%) (Dinkes Ciamis,

2015).

Setiap wanita menginginkan persalinannya dengan berjalan

lancar dan dapat melahirkan dengan sempurna, ada dua cara dalam

persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang lebih dikenal dengan


3

persalinan alami dan persalinan caesar atau section caesarea yaitu

tindakan operasi untuk melahirkan bayi dengan melalui insisi pada

dinding perut dan dinding rahim dalam keadaan untuh serta berat janin

diatas 500 gram (Wiknjosatro, 2007). Sectio caesare merupakan

metode persalinan yang paling konservatif (Manuaba, 2010).

Dalam hal tindakan sectio caesarea ini semakin baik dengan

adanya antibiotik, transfusi darah yang memadai, teknik operasi dan

anastesi yang lebih baik. Walau demikian, morbiditas maternal setelah

melakukan tindakan sectio caesarea masih 4-6 kali lebih tinggi

daripada persalinan pervaginam, karena adanya peningkatan

resiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai

proses perawatan setelah dilakukan pembedahan. Angka kematian

pada operasis sectio caesarea adalah 40 – 80 tiap 100.000 kelahiran

hidup. Angka ini menunjukkan bahwa risiko 25 kali lebih besar

dibanding persalinan normal. Untuk kasus infeksi dalam persalinan

sectio caesarea memiliki angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan

persalinan pervagina maka dari itu faktor rendahnya kesadaran

masyarakat tentang kesehatan ibu setelah persalinan menjadi faktor

terpenting dari beberapa faktor yang lain karena bisa menyebabkan

kematian, perdarahan, pereklamsia (Kemenkes, 2014).

Sedangkan faktor bayi itu sendiri (letak janin) diketahui dapat

menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir apabila pada

kasus janin mallposisi tidak langsung dilakukan tindakan pembedahan.


4

Kemudian pada kejadian kehamilan mallposisi janin letak lintang

diperkirakan sekitar 1:500. Dalam faktor yang berkaitan dengan

penyebab letak lintang itu sendiri adalah lemahnya otot-otot uterus

biasanya disebabkan karena sudah lebih dari 2 kali melahirkan

secara normal maupun spontan dan disamping itu juga ada faktor

yang belum diketahui bagaimana penyebab terjaninya janin letak

lintang.

Angka Kematian Ibu (AKI) di pengaruhi oleh berbagai penyulit

persalinan, salah satu diantaranya yaitu persalinan dengan diagnosa

Letak Lintang. Data penyulit persalinan dengan diagnosa Letak Lintang

dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini :

Tabel 1.1
Data 5 Besar Penyulit Persalinan Rawat Inap Bagian Obstetri dan
Ginekologi di Ruang Delima Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis
Tahun 2015

NO DIAGNOSA JUMLAH %
1 KPD 274 45,36
2 Kala II Lama 229 37,91
3 PPT 49 8,11
4 DKP 38 6,29
5 Lintang 14 2,32
TOTAL 604 100
Sumber : Medical Record RSUD Ciamis Tahun 2015

Berdasarkan data pada tabel di atas yang di peroleh dari Medical

Record RSUD Ciamis tahun 2015, jumlah pasien yang dirawat akibat
5

penyulit persalinan dengan diagnosa Lintang adalah sebanyak 14

orang dengan persentase 2,32% dari 604 kasus.

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang

didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu, sedangkan bokong

berada pada sisi yang lain (Marisah dkk, 2010).

Faktor penyebab letak lintang diantaranya adalah, multiparitas

disertai dinding uterus dan perut yang lembek, Fiksasi kepala tidak ada

indikasi CPD, hidrosefalus, pertumbuhan janiun terhambat atau janin

mati, kehamilan premature, kehamilan kembar, anggul sempit, tumor di

daerah panggul, kelainan bentuk rahim (uterus arkuatus atau

uterus subseptus), kandung kemih serta rektum yang penuh dan

plasenta Previa. (Sukrisno 2010)

Dampak Persalinan letak lintang yang dapat mempengaruhi

kematian ibu dan janin, disamping kemungkinan terjadinya letak

lintang kasep dan ruptura uteri, juga adanya tali pusat menumbung

serta trauma akibat versi ekstraksi untuk mengeluarkan janin.

Kehamilan letak lintang sangat dipengaruhi oleh riwayat pemeriksaan

kehamilan, kecepatan penegakkan diagnosa dan sarana-prasarana

kesehatan yang ada. Semakin lambat diagnosa letak lintang

ditegakkan, maka kemungkinan bayi akan tetap berada dalam posisi

lintang pada saat persalinan akan semakin besar

Berdasarkan penelitian diatas, setiap wanita yang hendak

melahirkan mengalami cobaan yang begitu berat apalagi ketika

mengalami kesulitan ketika melahirkan sebagaimana dijelaskan dalam


6

al-qur’an surah ayat al-qur’an tentang persalinan dimuat bersama-

sama dengan ayat tentang kehamilan, antara lain ada dalam QS. Al-

Ahqaf ayat 15 yang berbunyi :

…….

Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat


baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan… (QS.
Al-Ahqaf ayat 15).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa

Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang

tua adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan

suatu proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi

mau lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan

dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena

perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang

ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati

pada ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara

dengan perjuangan jihad di medan perang. Penghargaan itu diberikan

Nabi sebagai rasa impati karena musibah yang dialami dan juga

beratnya resiko kehamilan dan melahirkan bagi seorang ibu. Hal ini

bukan berarti membiarkan ibu yang akan melahirkan agar mati syahid,
7

tetapi justru memberi isyarat agar dilakukan upaya-upaya

perlindungan, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada

masa-masa kehamilan dan melahirkan. Namun bila ibu meninggal

karena melahirkan, Allah menilainya sebagai perjuangan dan

meninggal dalam keadaan syahid.

Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya:


“Ada tujuh mati syahid selain mati dalam peperangan
membela agama : orang yang mati karena terserang wabah tha’un
(kolera), orang yang mati karena tenggelam, orang yang mati karena
sakit pinggang, orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati
terbakar, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan wanita yang
mati karena kehamilan dan persalinan” (HR. Abu Dawud).

Asuhan keperawatan pasca persalinan sangat diperlukan

untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak sehingga tidak

terjadi resiko yang bisa membahayakan ibu dan anak. Periode masa

nifas ini lama sekitar 42 hari atau 6 minggu. Dalam hal ini apabila

persalinan telah selesai bukan berarti tidak akan terjadi komplikasi

apalagi dalam proses persalinan melalui Sectio Caesarea.

Dampak masalah post operasi seksio sesarea atas indikasi letak

lintang terhadap kebutuhan dasar manusia diantaranya gangguan rasa

nyaman nyeri berhubungan dengan luka post op sc, ASI susah keluar

berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan defisit perawatan

diri berhubungan dengan cemas pada luka post op sc. Dalam hal ini

perawat berperan dalam menangani masalah tersebut, yaitu dengan

cara memberikan asuhan keperawatan post operasi sesuai dengan

kewenangan dan tanggung jawab profesi keperawatan.


8

Berdasarkan data di atas maka penulis merasa tertarik untuk

melakukan asuhan keperawatan pada persalinan. Dengan mengambil

judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Post op Seksio

Sesarea atas Indikasi Letak Lintang Pada Hari ke-3 di Ruang

Delima RSUD Ciamis Tahun 2016”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan adalah :

a. Penulis mampu memperoleh pengalaman secara nyata dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan post

operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3.

b. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara

langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-

spiritual pada klien dengan post operasi seksio sesarea atas

indikasi letak lintang hari ke-3 dengan pendekatan persepsi

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan adalah :

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien dengan post

operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3.

b. Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien

dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang

hari ke-3.
9

c. Penulis mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada

klien dengan post operasi seksio sesarea atas indikasi Letak

lintang hari ke-3.

d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai

dengan yang telah ditentukan pada ibu dengan post operasi

seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3.

e. Penulis mampu melaksanakan evaluasi pada ibu dengan post

operasi seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3.

f. Penulis mampu mendokumentasikan pelaksanaan asuhan

keperawatan pada klien dengan post operasi seksio sesarea

atas indikasi letak lintang hari ke-3.

C. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penulisan dan teknik pengumpulan data yang penulis lakukan

adalah sebagai berikut :

1. Metode Penulisan

Metode penulisan karya tulis yang dipergunakan oleh penulis

adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu dengan

cara :

a. Wawancara

Yaitu melakukan wawancara dengan klien, keluarga dan tim

kesehatan lainnya sehingga data yang diperoleh lebih akurat.


10

b. Observasi Langsung

Yaitu pengamatan langsung pada klien, dengan menggunakan

teknik inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.

c. Studi Dokumentasi

Yaitu sebagian data diperoleh penulis dari dokumentasi klien

diruangan, seperti catatan medis dan hasil laboratorium.

d. Studi Kepustakaan

Yaitu mencari bahan-bahan berupa teori yang diperlukan untuk

menunjang materi penulisan.

e. Partisipasi Aktif

Yaitu kegiatan penulis dalam melakukan tindakan secara

langsung terhadap klien.

D. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam penyusunan karya

tulis ini, maka penulis menguraikan sistematika sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan

penulisan, metode dan teknik penulisan dan sistematika

penulisan.

BAB II : Tinjauan Teoritis


11

Bab ini membahas tentang konsep dasar dan proses

keperawatan serta teori pada klien dengan post operasi

seksio sesarea atas indikasi letak lintang hari ke-3.

BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang tinjauan kasus yang memuat

pelaksanaan asuhan keperawatan dengan pendekatan

proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa

masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab ini membahas tentang pembahasan yang memuat

kesenjangan-kesenjangan yang ditemukan dari

perbandingan antara pendekatan teoritis dan pelayanan

langsung pada kasus.

BAB IV : Simpulan dan Saran

Bab ini memuat tentang simpulan setelah melaksanakan

kegiatan asuhan keperawatan dan saran untuk perbaikan.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Seksio Sesarea

a Definisi

Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna

melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus

persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan

dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan

keadaan utuh dan sehat (Harnawatiaj, 2008).

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan dimana

janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan

dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta

berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2011).

Seksio sesarea adalah persalinan lama sampai

persalinan terlambat, ruptura uteri iminen, gawat janin, janin

besar melebihi 4000 gram, dan perdarahan antepartum

(Manuaba, 2010).

b Etiologi

1) Etiologi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para

tua disertai kelainan letak ada, sejarah persalinan dan

kehamilan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,

plasenta previa terutama pada primigravida.

12
13

2) Etiologi yang berasal dari janin

Fetal disstres atau gawat janin, mal presentasi dan mal

posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan

pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps

ekstraksi.

c Patofisiologi
SEKSIO SESAREA (SC)
Indikasi SC (1960) Well Born
Baby
Iindikasi klinis
 SC letak sungsang
 SC perdarahan anterpartum
Indikasi Klasik  Kehamilan prematuritas
 Prolong/neglected labour
 Kehamilan resiko tinggi
 Gawat janin
 Berat badan bayi 4000 g
 Kehamilan ganda
 Pre-eklamsia/eklamsia
 Kegagalan induksi
 Seksio berulang
 Lain-lain permintaan SC
Faktor Pendukung Seksio sesarea
 Kemampuan teknik operasi
 Anestesia
 Antibiotik bervariasi
 Keseimbangan elektrolit
 Transfusi darah
 Perawatan pasca operasi lebih tinggi
Ternyata SC dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.

Upaya Menurunkan Tindakan Seksio


Sesarea
Liberalisasi Seksio Sesarea  Memberikan kesempatan pasien SC
 Tindakan SC di atas 20% perlu sebelumnya mengalami persalinan per
dilakukan evaluasi vagina
 Beberapa klinik SC dapat melebihi  Evaluasi periodik indikasi
30%  Mempertajam indikasi seksio untuk
meningkatkan tanggung jawab moral
profesional
 Meningkatkan honor persalinan per
vagina

Well Born Baby dan Well Health Mother


 Mempertinggi kemampuan profesional (pertajam indikasi seksio sesarea, persalinan bayi dalam
waktu 2 menit dan hindari hipoglikemia).
 Menempatkan seksio sesarea tindakan paling konservatif dalam obstetri.

Gambar 2.1 Pathway Seksio Sesarea


(Manuaba, 2010)
14

d Tipe-tipe seksio sesarea

1) Seksio sesarea segmen bawah (SCSB)

Insisi melintang yang dilakukan pada segmen bawah uterus

karena segmen bawah uterus tidak begitu banyak

mengandung pembuluh darah dibandingkan segmen atas

sehingga resiko perdarahan lebih kecil.

2) Seksio sesarea klasik

Insisi klasik hanya kadang-kadang dilakukan. Cara ini

dikerjakan kalau segmen bawah tidak terjangkau karena

adanya pelekatan atau rintangan plasenta.

(Manuaba, 2010)

e Indikasi

1) Plasenta previa

2) Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi

3) Riwayat obstetrik yang jelek

4) Cephalopelpic Disproportion (CPD)

5) Infeksi herpesvirus tipe II (genital)

6) Riwayat seksio sesarea klasik

7) Diabetes (kadang-kadang)

8) Presentasi bokong (kadang-kadang)

9) Penyakit atau kelainan yang berat pada janin

(Manuaba, 2010)

Seksio sesarea emergensi dilakukan untuk :

1) Induksi persalinan yang gagal

2) Kegagalan dalam kemajuan persalinan

3) Penyakit fetal atau maternal


15

4) Diabetes atau preeklamsia yang berat

5) Persalinan macet

6) Perdarahan hebat dalam persalinan

7) Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan

(Manuaba, 2010)

f Komplikasi

1) Infeksi peurperal

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama

beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti

peritonitis, sepsis.

2) Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.

3) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing,

embolisme paru-paru dan sebagainya sangat jarang terjadi.

4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kuatnya

perut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.

2. Letak Lintang

a Definisi

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin

melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu

sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong

berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan

bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat


16

berada di depan (dorsoanterior), di belakang( dorsoposterior), di

atas (dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior) (Prawiroharjdo,

2010).

Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin

melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu,

sedangkan bokong berada pada sisi yang lain (Marisah dkk,

2010).

Jadi pengertian letak lintang adalah suatu keadaan

dimana janin melintang didalam uterus dengan sumbu panjang

anak tegak lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu panjang

ibu.

b Klasifikasi

Klasifikasi letak lintang menurut (Mochtar, 2012) dapat

dibagi menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan :

1) Letak kepala

a) Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu.

b) Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu.

2) Letak Punggung

a) Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut

dorso-anterior.

b) Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut

dorso-posterior.
17

c) Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut

dorso- superior.

d) Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut

dorso-inferior.

c Etiologi

Menurut Sukrisno (2010) penyebab terjadinya letak

lintang adalah :

1) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek

2) Fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD

3) Hidrosefalus

4) Pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati

5) Kehamilan premature

6) Kehamilan kembar

7) Panggul sempit

8) Tumor di daerah panggul

9) Kelainan bentuk rahim (uterus arkuatus atau uterus

subseptus)

10) Kandung kemih serta rektum yang penuh

11) Plasenta Previa

d Manifestasi Klinis

1) Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping

dan fundus uteri membentang sedikit diatas umbilikus.


18

2) Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai

dengan umur kehamilan.

3) Pada palpasi :

a) Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus

uteri.

b) Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu

fosa iliaka dan bokong pada fosa iliaka yang lain.

c) Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative

4) Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada

punggung anterior suatu dataran keras terletak melintang

dibagian depan perut ibu. Pada punggung posterior bagian

kecil dapat ditemukan pada tempat yang sama.

5) Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilicus

(Harry Oxorn William R. Forte. 2010).

e Patofisiologi

Relaksasi dinding abdomen pada perut yang

menggantung menyebabkan uterus beralih ke depan, sehingga

menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi sumbu

jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang.

Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula

dengan berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa

iliaka Diagnosis letak lintang (Harry Oxorn William R. Forte.

2010).
19

Gambar 2.2 Pathway Letak Lintang


Sumber : Manuaba, 2010
20

f Penatalaksanaan Letak Lintang

Menurut Manuaba (2010), penanganan yang dapat

dilakukan pada ibu dengan letak lintang antara lain :

1) Sewaktu Hamil

Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala

dengan versi luar. Sebelum melakukan versi luar harus

dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit,

tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat

membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin

mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin

memutar kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan

korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk

menilai letak janin

2) Sewaktu Partus

Pada permulaan persalinan masih diusahakan

mengubah letak lintang janin menjadi presentasi kepala

asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan ketuban

belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38

minggu, bagian terendah belum masuk atau masih dapat

dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat lahir pervagina. Pada

seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,

sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :


21

bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan

baik, sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi

lama dan pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak

ada bagian janin yang menahan tekanan intra – uteri pada

waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum

pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan

terjadinya prolapsus funikuli, dan pada primigravida versi

ekstraksi sukar dilakukan.

Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara

bergantung kepada beberapa faktor. Apabila riwayat

obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan

kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat

ditunggu dan di awasi sampai pembukaan serviks lengkap

untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama

menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh

dan melarang wanita tersebut bangun dan meneran.

Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan

terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio

sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus

funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu

sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi

ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio

sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk


22

beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan

berlangsung dengan lancer atau tidak. Versi ekstraksi dapat

dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi

pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak

lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan

mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila janin masih

hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera,

sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per

vaginam dengan dekapitasi atau embriotomi.

3. Dampak masalah post partum seksio sesarea terhadap

kebutuhan dasar manusia.

Klien pada ibu post partum seksio sesarea akan mengalami

dampak terhadap kebutuhan dasar manusia sebagai mahluk

holistik diantaranya :

a. Gangguan rasa nyaman nyeri

Karena adanya luka insisi akibat pembedahan yang

menyebabkan jaringan rusak pada syaraf bebas didalam

jaringan yang terus berjalan ke modula spinalis dan keotak

sehingga dipersepsikan sebagai rasa byeri dan rasa nyaman

klien terganggu (Sujiyantini, 2010)

b. Gangguan Pola Istirahat Tidur

Serabut nyeri merasakan system aktivitas retikulas yang

mempunyai efek yang sangat kuat dan menggiatkan seluruh

system syaraf untuk membangunkan seseorang dari tidur, oleh


23

karena itu istirahat dan tidur klien mengalami gangguan.

(Sujiyantini, 2010)

c. Gangguan Aktivitas Sehari-hari

Klien dengan operasi seksio sesarea akan menimbulkan rasa

nyeri pada daerah operasi, maka ada keterbatasan klien untuk

bergerak, sehingga menimbulkan imobilisasi, keluhan atau yang

mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi atau menyelesaikan

aktivitas sehari-hari yang diinginkan (Sujiyantini, 2010).

d. Gangguan Rasa nyaman Cemas

Rasa aman cemas dapatterjadi pada klien dimana diharapkan

pada suatu yang belum diketahui sebelumnya (dianggap masih

asing oleh klien) seperti pada klien post operasi seksio sesarea

nyerinya akan menimbulkan keluhan-keluhan dan pertanyaan-

pertanyaan sehingga timbul gangguan rasa aman cemas

(Sujiyantini, 2010).

e. Potensial Terjadi Infeksi

Pada pasien post operasi seksio sesarea yang dirawat dengan

teknik septic akan memudahkan kuman mikroorganisme masuk

kedalam tubuh melalui luka sehingga beresiko untuk terjadinya

infeksi (Sujiyantini, 2010)

f. Gangguan Eliminasi

Pada pasien post operasi seksio sesarea terjadi retention urine,

karena terjadi retensi kandung kemih sangat distensi. Suplai

darah menurun, bakteri berkembang biak dan infeksi dapat

terjadi pada bedah ginekologi (Sujiyantini, 2010)


24

g. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

Nyeri yang terus menerus dapat menimbulkan ransangan RAS,

kemudian dialirkan ke hipothalamus yang merupakan pusat

lapar sehingga asam lambung meningkat mengakibatkan nafsu

makan menurun (Sujiyantini, 2010).

B. Pendekatan Proses Keperawatan

Proses keperawatan yaitu merupakan rangkaian tindak asuh

keperawatan yang harus dilakukan perawat secara sistematis,

sinambung, terencana dan profesional. Mulai dari mengidentifikasi

masalah kesehatan, merencanakan tindakan, mengurangi dan

mencegah terjadinya masalah baru, melaksanakan tindakan

keperawatan hingga mengevaluasi hasil dari tindakan tersebut. Proses

keperawatan terdiri dari 5 tahap yang “Sequensial” dan berhubungan :

pengkajian diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

(Rohmah, 2009).

1. Pengkajian

Merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data

dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Mitayani, 2009).


25

Pengkajian terdiri dari :

a. Biodata

1) Identitas Klien

Terdiri dari identitas klien yang terdiri dari nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status

marital, tanggal masuk RS, tanggal operasi, nomor CM,

ruang / kamar, diagnosa medis, tanggal pengkajian, alamat.

2) Identitas Penanggung Jawab

Identitas penanggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis

kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan

klien, alamat.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan yang paling menonjol dan yang paling dirasakan

oleh klien dengan post partum seksio sesarea. Pada saat

dilakukan pengkajian pada umumnya klien mengeluh nyeri

luka operasi di daerah abdomen.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Didalamnya terdapat keluhan dan keadaan pasien dari

rumah hingga dirawat di rumah sakit, sehingga diberikan

tindakan berdasarkan Paliatif (P) yaitu faktor utama keluhan,

Q (kualitatif) yaitu kualitas, Region (R) atau daerah

penyebaran nyeri, Safety (S) yaitu kenyamanan klien, Time

(T) yaitu waktu terjadinya keluhan.


26

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengenai penyakit dahulu yang dirasakan dan dialami oleh

klien yang dapat mempengaruhi keadaan sekarang.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah terdapat anggota keluarga yang mengidap penyakit

menular dan diturunkan, seperti penyakit diabetes melitus,

hipertensi, dan lain - lain.

5) Riwayat Obstetri dan Ginekologi

a) Riwayat Obstetri

Riwayat kehamilan : GPA

Tabel 2.1
Riwayat Obstetri

Berat Keadaan
Waktu Umur Jenis Tempat / Jenis
No Bayi Anak
Partus Kehamilan Partus Penolong Kelamin
Lahir Sekarang

b) Riwayat Ginekologi

Mengkaji tentang kelainan atau keluhan pada waktu

hamil yang dapat mempengaruhi keadaan sekarang.

6) Riwayat Menstruasi

Umur pertama mengalami haid, lama haid, banyaknya

perdarahan, siklus, HPHT, taksiran persalinan, dan usia

kehamilan.
27

7) Riwayat Perkawinan

Umur klien dan suami pada waktu nikah, lama menikah,

berapa kali menikah.

8) Riwayat Kontrasepsi

Mengenai jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil,

waktu dan lamanya penggunaan, masalah yang dihadapi

dengan menggunakan kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang

direncanakan setelah persalinan sekarang.

9) Riwayat Kehamilan Sekarang

Riwayat yang berisi tentang keadaan klien selama kehamilan

sekarang yaitu: keluhan saat kehamilan, pergerakan janin,

keadaan janin, kebiasaan memeriksakan kehamilan, tempat

pemeriksaan, immunisasi.

10) Riwayat Persalinan Sekarang.

Riwayat klien dari mulai merasakan tanda – tanda persalinan

kemudian diperiksa oleh dokter atau bidan dan diketahui

hasil pemeriksaannya yang apabila keadaan gawat,

langsung dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan

selanjutnya.

11) Riwayat Nifas Sekarang

Di kaji ada tidaknya perdarahan, bau, dan keluhan pada

daerah luka post operasi pada saat bergerak.


28

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Mengkaji tentang kesadaran klien, tanda-tanda vital

(temperatur, nadi, respirasi dan tekanan darah), BB, TB.

2) Sistem Integumen

Suhu tubuh, lesi dan dekubitus, keadaan luka operasi, skala

nyeri, turgor, striae gravidarum, warna rambut, penyebaran

rambut, kebersihan kulit kepala dan rambut, keadaan dan

warna kuku klien.

3) Sistem Sensori

a) Mata

Keadaan konjungtiva, sklera, pupil, reflek terhadap

cahaya, alat bantu penglihatan, dan keluhan.

b) Telinga

Bentuk, fungsi pendengaran, kebersihan, alat bantu yang

di gunakan dan keluhan.

c) Hidung

Bentuk, fungsi penciuman, kebersihan, alat yang

terpasang dan keluhan.

d) Mulut

Mukosa bibir, kondisi gigi, fungsi pengecapan dan

menelan, kondisi lidah dan keluhan.


29

e) Leher

Peninggian jugularis vena pressure, pembesaran kelenjar

getah bening, kelenjar thyroid dan keluhan.

4) Sistem Pernapasan

Bentuk dada, rasio pernafasan inspirasi dan ekspirasi, pola

nafas, frekuensi pernafasan, bunyi pernafasan, kebersihan

dan keluhan.

5) Sistem Kardiovaskuler

Tekanan darah, nadi, capillary refilling time, denyut nadi,

bunyi jantung.

6) Sistem Gastrointestinal

Bising usus frekuensi 4-8 kali/menit

7) Sistem Perkemihan

Alat yang terpasang, warna urine, volume urine.

8) Sistem Muskuloskeletal

Ekstremitas atas : bentuk dan ukuran, alat yang terpasang.

Ekstremitas bawah : oedema, bentuk dan ukuran, disertai

keluhan.

9) Sistem Persyarafan

Glasgow Coma Scale, fungsi saraf cranialis dari I sampai XII.


30

10) Sistem Endokrin

Apakah klien mempunyai riwayat Diabetes Melitus,

pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dan

gangguan hormonal lain.

11) Sistem Reproduksi

a) Mamae

Bentuk, keadaan puting susu, keluhan.

b) Genetalia

Bentuk, loche dan warna, bau dan kebersihan.

c) Uterus

Tinggi Fundus Uteri.

d. Aktivitas sehari - hari

1) Nutrisi dan cairan

a) Nutrisi

Kaji tentang jenis, frekuensi, pantangan, keluhan yang

dirasakan.

b) Cairan

Kaji tentang jenis, frekuensi, jumlah per hari, keluhan.

2) Eliminasi

a) Buang Air Besar

Kaji tentang frekuensi, konsistensi, warna, dan keluhan.


31

b) Buang Air Kecil

Kaji tentang frekuensi, warna, alat yang terpasang dan

keluhan.

3) Istirahat Tidur

Dikaji tentang lamanya tidur, dan keluhan.

4) Personal Hygiene

Dikaji tentang mandi, mencuci rambut, gunting kuku, gosok

gigi, ganti pakaian dan keluhan.

5) Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari – hari, dan keluhan.

e. Aspek Psikososial

Mengkaji tentang status emosi klien, konsep diri (body image,

identitas klien, peran, ideal diri, dan harga diri).

f. Aspek Sosial

Kaji tentang komunikasi klien dengan keluarga dan petugas

kesehatan.

g. Aspek Spiritual

Mengkaji apa agama klien, keadaan ibadah klien sebelum sakit

dan sesudah nifas.

h. Pengetahuan Klien dan Keluarga Mengenai:

1) Immunisasi

2) Perawatan payudara

3) Teknik pemberian ASI

4) KB
32

i. Data Penunjang

1) Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan yang meliputi Darah, Urine, Rontgen

2) Obat - obatan therapy

Obat - obatan yang diberikan oleh dokter kepada klien

sesuai dengan penyakitnya.

2. Analisa Data

Pengelompokan data adalah pengelompokan data - data klien

atau keadaan dimana klien mengalami permasalahan kesehatan

atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya setelah

data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah

keperawatan klien dan merumuskannya.

Dari data yang dikumpulkan, maka perawat dapat

mengidentifikasi daftar kebutuhan dan masalah klien dengan

menggambarkan adanya sebab akibat yang digambarkan sebagai

pohon masalah (Nursalam, 2008).

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko

perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan


33

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam,

2008).

Menurut Marilynn G. Doenges dan M.F. Moorhouse (2005)

dalam Hartini (2014) bahwa kemungkinan diagnosa keperawatan

yang muncul pada klien post operasi seksio sesarea karena letak

lintang adalah sebagai berikut :

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma

pembedahan.

b. Kecemasan berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.

c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan efek-efek

anestesi.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan

jaringan kulit.

e. Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi.

f. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek

anestesi.

g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan penurunan

kekuatan.

h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.

4. Perencanaan (Tujuan, Intervensi dan Rasionalisasi)

Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses

keperawatan dimana tujuan / hasil ditentukan dan intervensi dipilih.

Rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap dua dan

tiga proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah /

kebutuhan pasien, tujuan / hasil perawatan dan intervensi untuk


34

mecapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah /

kebutuhan pasien (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

Menurut Gordon (1976) mendefinisikan bahwa diagnosa

keperawatan adalah “Masalah kesehatan aktual dan potensial

dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu

dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan

keperawatan” (Nursalam, 2008).

Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku

spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus

dilakukan oleh perawat (Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

Adapun perencanaan dan rasionalisasi pada klien dengan

post operasi SC atas indikasi letak lintang yaitu :

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma

pembedahan.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi

Kriteria hasil : a) Nyeri tidak ada.

a) Tampak rileks.

b) Mampu tidur atau istirahat dengan tepat

Tabel 2.2
Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
Intervensi Rasionalisasi
1. Tentukan karakteristik dan 1. Membedakan karakteristik
lokasi ketidaknyamanan khusus dari nyeri membantu
nyeri. membedakan nyeri pasca operasi
dan terjadinya komplikasi.
2. Obsertasi TD dan nadi 2. Nyeri dapat menyebabkan
gelisah serta tekanan dari nadi
meningkat.
3. Ubah posisi klien 3. Merilekskan otot dan
mengalihkan perhatian dari
sensasi nyeri.
35

4. Lakukan latihan nafas 4. Meningkatkan upaya pernafasan,


dalam. menurunkan regangan dan
ketegangan area insisi,
mengurangi dari
ketidaknyamanan.
5. Inspeksi jaringan payudara 5. Pada 24 jam pasca partum,
dan puting payudara harus lunak dan tak
nyeri, nyeri dan pembesaran
payudara dapat terjadi 2 – 3 hari
pasca partum
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

b. Kecemasan berhubungan dengan ancaman pada konsep diri.

Tujuan : kecemasan tidak ada

Kriteria hasil : a) Kecemasan hilang

b) Klien dapat istirahat

c) Klien kelihatan rileks

Tabel 2.3
Kecemasan
Intervensi Rasionalisasi
1. Beri support mental. 1. Memberikan dukungan
emosional, dapat mendorong
pengungkapan masalah.
2. Berikan informasi yang akurat 2. Khayalan yang disebabkan oleh
tentang keadaanya. kurangnya informasi atau
kesalahanpahaman dapat
meningkatkan tingkat ansietas.
3. Tentukan tingkat ansietas klien 3. Kelahiran sesaria mungkin
dipandang sebagai suatu
kegagalan dalam hidup oleh
klien / pasangan dan hal
tersebut dapat memiliki dampak
negatif dalam proses ikatan /
menjadi orang tua.
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).
36

c. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan efek-efek

anestesi.

Tujuan : Tidak terjadi cidera

Kriteria hasil : a) Klien bebas dari komplikasi

b) Klien dapat melindungi dirinya

Tabel 2.4
Resiko Tinggi Terhadap Cidera

Intervensi Rasionalisasi
1. Anjurkan ambulasi dini dan 1. Meningkatkan sirkulasi dan aliran
latihan. balik vena dari eksemitas bawah,
menurunkan resiko pembentukan
trombus.
2. Bantu klien pada ambulansi 2. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
awal. pada perubahan dari posisi
terlentang ke berdiri.
3. Peregangan berlebihan pada
3. Inspeksi insisi secara teratur. insisi atau pelambatan
penyembuhan dapat
menyebabkan klien cenderung
terhadap pemisahan jaringan dan
kemungkinan nemoragi.
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan

jaringan kulit.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : a) Luka menunjukan awal penyembuhan.

b) klien bebas dari infeksi, tidak demam.

Tabel 2.5
Resiko Tinggi Terhadap Infeksi
Intervensi Rasionalisasi
1. Anjurkan dan gunakan teknik 1. Membantu mencegah atau
mencuci tangan. membatasi penyebaran infeksi.
2. Tinjau ulang HB / HT pranatal, 2. Anemia, diabetes dan persalinan
perhatikan adanya kondisi yang yang lama sebelum kelahiran
37

mempredisposisikan klien pada sesaria meningkatkan resiko


infeksi pasca operasi. infeksi dan pelambatan
3. Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan.
penyembuhan, perhatikan 3. Tanda-tanda ini menandakan
kemerahan, edema, nyeri, infeksi luka, biasanya
eksudat, atau gangguan disebabkan oleh streptokokus,
penyatuan. stafolokokus atau spesies
4. Bersihkan luka dan ganti balutan pseudomonas.
bila basah. 4. Lingkungan lembab merupakan
media paling baik untuk
pertumbuhan bakteri, bakteri
dapat berpindah melalui aliran
kapiler melalui balutan basah ke
luka.
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

e. Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi.

Tujuan : Eliminasi teratur

Kriteria hasil : a) BAB lancar

b) Bising usus terdengar aktif

c) Keluarnya flatus

Tabel 2.6
Konstipasi
Intervensi Rasionalisasi
1. Auskultasi terhadap adanya 1. Menentukan kesiapan terhadap
bising usus pada keempat pemberian makan peroral dan
kuadran setiap 4 jam setelah kemungkinan terjadinya
kelahiran sesaria. komplikasi.
2. Palpasi abdomen, perhatikan 2. Menandakan pembentukan gas
distensi atau ketidaknyamanan. dan akumulasi atau
kemungkinan ileus paralitik.
3. Anjurkan latihan kaki dan 3. Latihan kaki mengencangkan
pengencanganabdominal, otot-otot abdomen dan
tingkatkan ambulasi dini. memperbaiki mobilitas
4. Identifikasi aktifitas-aktifitas abdomen.
dimana klien dapat 4. Membantu dalam menciptakan
menggunakannya dirumah untuk kembali pola evakuasi normal
merangsang kerja usus. dan meningkatkan kemandirian.
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).
38

f. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek-efek

anestesi.

Tujuan : Pola eliminasi teratur

Kriteria hasil : a) klien dapat berkemih optimal.

b) Urine keluar teratur.

Tabel 2.7
Perubahan Eliminasi Urine
Intervensi Rasionalisasi
1. Perhatikan dan catat jumlah, 1. Oliguri (keluaran urine kurang
warna, dan konsentrasi drainase dari 30 ml/jam) mungkin
urine. disebabkan oleh efek-efek anti
diuretik dan infus oksitosin.
2. Tinggi fundus mengakibatkan
2. Palpasi kandung kemih, pantau peningkatan pengisian kandung
tinggi fundus, dan lokasi dan kemih. Menyebabkan
jumlah aliran lochea. peningkatan relaksasi uterus
dan aliran lochea.
3. Berikan cairan peroral 6 – 8 3. Cairan meningkatkan hidrasi dan
gelas per hari. fungsi ginjal, dan membantu
mecegah statis kandung kemih.
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan penurunan

kekuatan.

Tujuan : Perawatan diri terpenuhi.

Kriteria hasil : a) klien dapat melakukan perawatan diri

b) klien tampak segar

Tabel 2.8
Kurang Perawatan Diri

Intervensi Rasionalisasi
1. pastikan berat / durasi 1. nyeri berat mempangaruhi
ketidaknyamanan respon emosi dan prilaku,
sehingga klien mungkin tidak
mampu terfokus pada aktivitas
2. ubah posisi klien setiap 1 – 2 jam perawatan diri.
2. Membantu mencegah komplikasi
39

3. berikan bantuan sesuai bedah.


kebutuhan dengan hygiene 3. Memperbaiki harga diri
(misalnya perawatan mulut, meningkatkan perasaan
mandi, gosok punggung, dan kesejahteraan.
pesineal)
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

h. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri.

Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi

Kriteria hasil : a) Klien tidur malam dan siang.

b) Tidur mencapai 8 jam perhari

c) Klien merasa segar setelah istirahat.

Tabel 2.9
Gangguan Pola Istirahat dan Tidur
Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji pesepsi klien tentang 1. Mengidentifikasi persepsi klien
kelelahan, kebutujhan tidur, dan tentang masalah tidur.
kekurangan tidur. 2. Bantu klien dengan
2. Kaji lingkungan rumah, ukuran merencanakan periode tidur /
dan situasi keluarga, rutinitas istirahat selama siang hari,
dan ketersediaan bantuan. secara realitas, dalam jadwal
anggota keluarga.
3. Berikan informasi yang 3. Tidur dan ketidak aktifan
berhubungan dengan aspek- menurunkan laju metabolik basal
aspek positif tentang tidur dan dan memungkinkan oksigen dan
istirahat. nutrien digunakan untuk
pemulihan.
4. Anjurkan pembatasan jumlah 4. Kelelahan berlebihan dapat
dan lamanya waktu kunjungan. diakibatkan dari penggunaan
waktu kunjungan yang sering.
(Doengoes, 2005 dalam Hartini, 2014).

5. Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanan

juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi


40

respon klien selama dan sesudah pelaksanana tindakan dan

menilai data yang baru (Rohmah, 2009).

Implementasi merupakan tahap keempat dalam proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan

yang telah direncanakan.dalam tahap ini perawat harus

mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya fisik dan

perlindungan terhadap pasien,tekhnik komunikas, kemampuan

dalam prosedur tindakan dan pemahaman tentang hak-hak

pasien.Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu

tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Potter, 2009).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan

perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan

kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah,

2009).

Ada 2 jenis mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan

yaitu :

a. Evaluasi Formatif

Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan,

berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus

sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.


41

b. Evaluasi Sumatif

Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan

keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah

keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan

dan rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai

dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

(Rohmah, 2009)

Adapun evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan

format SOAPIER adalah :

S : Subjektif adalah informasi yang didapat dari pasien

O : Objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau

observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang

dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

A : Assesment (pengkajian) adalah suatu masalah atau

diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat

dituliskan masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi

datanya dalam data subjektif dan objektif.

P : Planning adalah rencana tindakan yang diambil.

I : Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan

sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam

komponen P (Perencanaan).
42

E : Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan

keperawatan.

R : Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan

terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi,

apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimotifikasi,

atau dihentikan.

(Rohmah, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Al – Quran Surat Al-Ahqaf ayat (15) dan HR. Abu Dhawud.


Dinkes Ciamis (2015). Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten
Ciamis.
Harnawatiaj, (2008). Askep post seksio sesarea. Tersedia dalam
https://harnawatiaj.wordpress.com). [Diakses 20 Juni 2016].
Hartini, (2014). Asuhan Keperawatan paDa ny. D dengan Post Seksio
Sesarea atas Indikasi Cephalopelvic Disproportion (CPD) Hari ke
1-4 di Ruang Delima RSUD Ciamis. tahun 2014. KTI STIKes
Muhamadiyah Ciamis.
Kemenkes, (2013). Upaya Penekanan Angka kematian Ibu di Indonesia.
Tersedia dalam http://www.depkes.go.id. [Diakses 20 Juni 2016].
________, (2014), Lindungi Ibu Dan Bayi Dengan Imunisasi. Tersedia
Dalam http://www.depkes.go.id/ [Diakses 20 Juni 2016].
Manuaba dkk. (2010). Ilmu Kandungan, penyakit kandungan, dan KB.
Jakarta: EGC.
Marisah dkk. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta :
Salemba Medika.
Mochtar. (2012). Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri :
Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
Nursalam. (2008). Proses & Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan
Praktik. Jakarta : Salemba Medika.
Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2010). Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika.
Potter. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, konsep, proses dan
praktik. Jakarta : Almatsier.
Prawirohardjo, (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
___________, (2011) Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC.
Rohmah, Nikmatur at, al. (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi
(Edisi 1). Jakarta : Ar. Ruzzmedia.
Sujiyatini, DKK. (2010). Asuhan Ibu Nifas ASKEB II, Cetakan I,
Yogyakarta.
Sukrisno. (2010). Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta:
Trans Info Media.
Wiknjosatro. (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai