Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Pelatihan dan Pengembangan SDM (Aparatur) Di Pemerintahaan


Pusat Maupun Daerah”
(Tugas individu Manajemen Sumber Daya Manusia)

Disusun oleh :
GITA KURNIA
111111003
Semester 4
Dosen pembimbing :
Sari Laelatul

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN/S1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2012
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas membuat makalah


Manajemen Sumber Daya Manusia yang berjudul “Pelatihan dan Pengembangan
SDM (Aparatur) Di Pemerintahaan Pusat Maupun Daerah”. Makalah ini dibuat untuk
melatih sejauh mana diri saya mampu menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang
ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan Pengembangan dan
Pelatihan sebagai salah satu mata kuliah terpenting di semester ini.

Terbatasnya pengetahuan dan sempitnya wawasan penulis, mungkin telah


menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga
pembaca.

Terimakasih.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain
seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Membicarakan sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses
manajemen lainnya seperti strategi perencanaan, pengembangan manajemen dan
pengembangan organisasi. Keterkaitan antara aspek-aspek manajemen itu sangat erat sekali
sehingga sulit bagi kita untuk menghindari dari pembicaraan secara terpisah satu dengan
lainnya.

Pengelolaan sumber daya manusia tidak hanya terpusat pada kegiatan seleksi, penempatan,
pengupahan, pelatihan, transfer, promosi serta berbagai tindakan lainnya, yang fokusnya
adalah pada kepentingan organisasi kerja. Tugas utama dari pengelolaan sumber daya
seringkali hanya mengusahakan agar personil dapat bekerja secara efektif. Dalam artian yang
luas pengembangan sumber daya manusia terutama meliputi pendidikan dan pelatihan,
peningkatan kesehatan manusiawi, yang menyegarkan dalam organisasi, dan pertemuan ilmiah
seperti seminar, simposium perlu untuk ditingkatkan.

Ciri yang konkrit dari program pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan mutu unjuk kerja
personil selalu berkembang, karena kebutuhan organisasi kerja dan masyarakat selalu
berubah. Kekuatan potensial yang dapat menimbulkan perubahan adalah yang saling berkaitan.
Pelatihan dan pengembangan SDM menjadi suatu keniscayaan bagi organisasi, karena
penempatan karyawan secara langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil.
Karyawan baru sering merasa tidak pasti tentang peranan dan tanggung jawab mereka.
Permintaan pekerjaan dan kapasitas karyawan haruslah seimbang melalui program orietasi dan
pelatihan. Keduanya sangat dibutuhkan. Sekali para karyawan telah dilatih dan telah
menguasai pekerjaannya, mereka membutuhkan pengembangan lebih jauh untuk menyiapkan
tanggung jawab mereka di masa depan. Ada kecenderungan yang terus terjadi, yaitu semakin
beragamnya karyawan dengan organisasi yang lebih datar, dan persaingan global yang
meningkat, upaya pelatihan dan pengembangan dapat menyebabkan karyawan mampu
mengembangankan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya yang lebih besar.

Di tengah-tengah berbagai sumber kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk program yang
mengandung potensi untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka hal penting yang
bersumber dari peraturan dan program pendidikan dan pelatihan yang mampu berperan
sebagai “pemicu” dalam perubahan organisasi atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Dari uraian diatas maka judul dalam pembahasan makalah ini adalah “PELATIHAN DAN
PENGEMBANGAN SDM (APARATUR) DI PEMERINTAHAN PUSAT MAUPUN DAERAH”

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalan diatas, maka perumusan permasalahan adalah :

a. Bagaiama kondisi SDM pada saat ini?


b. SDM Seperti apa yang diharapkan pada masa depan?
c. Bagaimana Strategi Pengembangan SDM yang akan dilakukan?

1.3. Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk penyerapan ilmu mata kuliah manajemen SDM
khususnya dalam hal peranan pelatihan dan pendidikan yang juga berperan pada
pengembangan SDM yang merupakan bagian dari Manajemen SDM itu sendiri. Tujuan khusus
dalam pembuatan malkalah ini adalah melengkapi tugas dalam mata kuliah Manajemen
Sumber Daya Manusia.

1.4. Kegunaan/Manfaat

a. Kegunaan

Kegunaan yang bersifat teoritis, dimana dalam makalah ini banyak hal yang sangat bermanfaat
tentunya dalam penulisan serta teori – teori yang dimasukkan dan menambah wawasan kami
dalam menyusun makalah ini. Kegunaan praktis yang merupakan sebagai hasil dari
kemampuan yang ada dalam mempelajari teori – teori yang kami dapatkan serta hasil studi dari
riset pustaka.

b. Manfaat

1. Secara akademis sebagai bahan masukan yang didapat dari kajian literatur ilmiah bagi
instansi terkait tentang pentingnya peranan Pendidikan dan Pelatihan terhadap Pengembangan
SDM.

2. Sebagai bahan masukan yang dapat dimanfaatkan oleh penulis selanjutnya untuk
dikembangkan dalam penulisan makalah ini.

3. Menambah wawasan penulis dalam mengembangkan sumber daya manusia.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan

Wexley dan Yukl (1976 : 282) mengemukakan : “training and development are terms reffering to
planned efforts designed facilitate the acquisiton of relevan skills, knowledge, and attitudes by
organizational members”. Dapat diartikan : Pelatihan dan Pengembangan adalah kondisi yang
tepat untuk berencana upaya mendisain memudahkan acquisiton dari keterampilan relevan,
pengetahuan, dan sikap oleh anggota organisasi.

Selanjutnya Wexley dan Yukl menjelaskan pula : “development focusses more on improving the
decision making and human relation skills of middle and upper level management, while training
involves lower level employees and the presentation of more factual and narrow subject matter”.
(pengembangan difokuskan untuk meningkatkan hubungan pembuatan keputusan dan
keterampilan manusia dari tingkat tengah dan bagian atas manajemen, sementara pelatihan
melibatkan tingkat karyawan yang lebih rendah dan perwakilan berdasarkan fakta dan
pembahasan objek yang kecil).

Pendapat Wexley dan Yukl tersebut lebih memperjelas penggunaan istilah pelatihan dan
pengembangan. Mereka berpendapat bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan istilah-
istilah yang berhubungan dengan usaha-usaha berencana, yang diselenggarakan untuk
mencapai penguasaan skill, pengetahuan, dan sikap-sikap pegawai atau anggota organisasi.
Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan
dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan
manajemen tingkat menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat
bawah (pelaksana).

Istilah pelatihan ditujukan pada pegawai pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan teknis, sedangkan pengembangan ditujukan pada pegawai tingkat manajerial
untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan, dan
memperluas human relation.

Mariot Tua Efendi H (2002) latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang
terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
pegawai.

Selanjutnya mariot Tua menambahkan pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep
yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi,
dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih
ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat
ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan
pekerjaan pada masa yang akan datang, yang dilakukan melalui pendekatan yang terintegrasi
dengan kegiatan lain untuk mengubah perilaku kerja.

Sjafri Mangkuprawira (2004) pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan
pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Sedangkan
pengembangan memiliki ruang lingkup lebih luas. Dapat berupa upaya meningkatkan
pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan.
Pengembangan sering dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen,
organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih pokok adalah pada
pengembangan manajemen. Dengan kata lain, fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan
mendatang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan organisasi jangka panjang.

Menurut Sondang P Siagian (2008), letak penting pengembangan sumber daya manusia adalah
pada kemampuan pegawai baru yang digabunug dengan program pengenalan dan pelatihan
tertentu belum sepenuhnya menjamin hilangnya kesenjangan antara kemampuan kerja dan
tuntutan tugas.

Pengembangan manajemen merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kinerj amterial


dengan menanamkan pengetahuan, merubah sikap atau meningkatkan keahlian (Dessler,
2000). Tujuan akhir pengembangan manajemen adalah meningkatkan kinerja organisasi itu
sendiri di masa yang akan datang.

2.2. Metode Pelatihan dan Pengembangan SDM

Sebelum penentuan metode maka ada beberapa langkah yang akan ditempuh dalam pelatihan
dan pengembangan SDM (Siagian, 2008), yaitu :

a. Penentuan Kebutuhan
b. Penentuan Sasaran;
c. Penetapan isi program;
d. Identisikasi prinsip – prinsip belajar;
e. Pelaksanaan program;
f. Identifikasi manfaat;
g. Dan penilaian pelaksanaan program.

Menurut Sondang P. Siagian (2008), tambahan karena investasi yang dibuat organisasi di
bidang sumber daya manusia tidak kecil dalam bentuk biaya, tenaga dan waktu, maka perlu
diupayakan benar – benar agar program pelatihan dan pengembangan disusun berdasarkan
analisis kebutuhan yang tepat, dengan sasaran yang jelas, isi program yang paling sesuai
dengan kebutuhan, penerapan prinsip – prinsip belajar yang paling relevan, pelaksanaan
program dengan menggunakan teknik – teknik belajar – mengajar yang paling cocok dan
penilaian berdasarkan criteria yang obyektif, tidak hanya melihat dari sudut teknikal, akan tetapi
juga pelatihan dan pengembangan yang telah diselenggarakan.
Berbagai metode dapat digunakan dalam program pengembangan. Metode pengembangan
yang paling terkenal dan banyak digunakan, antara lain :

a) Metode Understudy

Teknik pengembangan understudy serupa dengan metode on the job. Belajar dengan berbuat
ditekankan melalui kebiasaan. Pada tehnik understudy tidak melakukan tugas secara penuh,
tetapi diberikan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam understudy, peserta
diberikan latar belakang masalah dan pengalaman-pengalaman tentang suatu kejadian,
kemudian mereka harus menelitinya dan membuat rekomendasi secara tertulis tentang
masalah-masalah yang berhubungan dengan tugas-tugas unit kerja. Motivasi dan minat kerja
pada umumnya tinggi apabila digunakan tehnik understudy. Konsep understudy memungkinkan
perencanaan pegawai secara sistematis dan terkoordinasi serta dapat digunakan dengan jarak
waktu yang lama.

b) Metode Job Rotasi dan kemajuan berencana

Job rotasi yang melibatkan perpindahan peserta dari suatu pekerjaan pada pekerjaan lainnya.
Kadang-kadang dari suatu penempatan pada penempatan lainnya yang direncanakan atas
dasar tujuan belajar. Keuntungan job rotasi adalah antara lain : pegawai peserta mendapatkan
gambaran yang luas mengenai berbagai macam jenis pekerjaan, mengembangkan kerjasama
antarapegawai, menentukan jenis pekerjaan yang sanagt diminati oleh pegawai, mempermudah
penyesuaiaan diri dengan lingkungan tempat bekerja, sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan penempatan kerja yang sesuai dengan potensi pegawai.

c) Metode Coaching-Counseling

Coaching adalah suatu prosedur mengajarkan pengetahuan dan ketrampilan. ketrampilan


kepada pegawai bawahan. Counseling merupakan pemberian bantuan kepada pegawai agar
dapat menerima diri, memahami diri dan merealisasikan diri, sehingga potensinya dapat
berkembang secara optimal dan tujuan perusahaan dapat tercapai.

BAB III

PEMBAHASAN
3.1. Kondisi SDM Aparatur Saat ini

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari apa yang
diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan profesionalisme rendah,
banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan
kepada masyarakat yang berbelit-belit, kurang kreatif dan inovatif, serta mungkin masih banyak
potret negatif lainnya yang intinya menunjukkan bahwa aparatur di Indonesia masih lemah.

Gambaran tersebut memberikan dorongan bagi kita untuk melakukan perubahan pada SDM
aparatur Indonesia (kita sebut dengan istilah Reformasi Birokrasi). Reformasi telah melahirkan
berbagai perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya adalah
perubahan sistem pemerintahan daerah sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Perubahan mendasar pada undang-undang ini terletak pada paradigma
yang digunakan, yaitu dengan memberikan kekuasaan otonomi melalui kewenangan-
kewenangan untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga daerahnya, khususnya kepada
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dengan berpedoman kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam kerangka Negara Kesatuan RI.

Melalui undang-undang ini Bangsa Indonesia telah mengambil langkah untuk meninggalkan
paradigma pembangunan sebagai pijakan pemerintah untuk beralih kepada paradigma
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma ini tidak berarti bahwa
Pemerintah sudah tidak lagi memiliki komitmen untuk membangun, tetapi lebih pada
meletakkan pembangunan pada landasan nilai pelayanan dan pemberdayaan

Terjadinya perubahan sistem pemerintahan daerah tersebut berimplikasi pada perubahan UU


Nomor 8 Tahun 1974 menjadi UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Perubahannya yang paling mendasar adalah tentang manajemen kepegawaian yang lebih
berorientasi kepada profesionalisme SDM aparatur (PNS), yang bertugas memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas
negara, pemerintahan dan pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari pengaruh
semua golongan dan partai politik dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas pelayanan masyarakat dengan persyaratan yang demikian, SDM
aparatur dituntut memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu berperan
sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No. 43
Tahun 1999 sebagai penganti UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
tersebut membawa perubahan mendasar guna mewujudkan SDM aparatur yang profesional
yaitu dengan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan atas dasar perpaduan
antara sistem prestasi kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja yang pada
hakekatnya dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
Manajemen pelayanan pada sektor publik sebagai suatu keseluruhan kegiatan pengelolaan
pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah dituntut memiliki karakteristik, memiliki dasar hukum
yang jelas dalam penyelenggaraannya, memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk
kelompok sasaran yang ingin dilayani memiliki tujuan social serta akuntabel pada publik.
Sejalan dengan perkembangan manajemen penyelenggaraan negara, dan dalam upaya
mewujudkan pelayanan prima dan berkualitas, paradigma pelayanan publik berkembang
dengan fokus pengelolaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer-driven
government) yang dicirikan dengan lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan,
pemberdayaan masyarakat, serta menerapkan sistem kompetisi dan pencapaian target yang
didasarkan pada visi, misi, tujuan, dan sasaran. Pada prinsipnya, di dalam diri setiap aparatur
pemerintah melekat peran, tugas, dan tanggung jawab yang dilandasi oleh nilai, kode etik, dan
moral.

Pelayanan publik adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa
dalam rangka pemenuhan kebutuhan (kepuasan) masyarakat sesuai peraturan perundangan-
undangan yang berlaku. Seiring dengan berlakunya otonomi daerah, maka tingkat pelayanan di
tingkat lokal akan sangat benar-benar bisa dirasakan oleh masyarakat di dalam peningkatan
kualitas pelayanan publik. Ini berarti bahwa SDM aparatur merupakan sebagian dari
keseluruhan elemen system pelayanan publik yang begitu luas dan kompleks, karena tugas dan
fungsi SDM aparatur yang begitu penting dan strategis. Dewasa ini, fungsi SDM aparatur
menjadi lebih kompleks tidak sekedar fungsi pengaturan, pengelolaan, dan pengendalian saja,
akan tetapi lebih berorientasi pada fungsi pemberdayaan (empowering), kesempatan
(enabling), keterbukaan (democratic), dan kemitraan (partnership) dalam pengambilan
keputusan, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik.

Tugas pokok dan fungsi dari SDM aparatur pada intinya adalah menjadi pelayan masyarakat
yaitu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat; menjadi stabilisator yaitu sebagai
penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; menjadi motivator yaitu memberdayakan
masyarakat agar terlibat secara aktif dalam pembangunan; menjadi innovator dan creator yaitu
menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam pelayanan masyarakat agar menghasilkan pelayanan
yang baru, efektif dan efisien dan menjadi inisiator yaitu selalu bersemangat mengabdi dengan
berorientasi pada fungsi pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat yang
dilandasi dengan keikhlasan dan ketulusan. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
tersebut, tentu saja perlu diperhatikan hak dari aparatur itu sendiri, yaitu mendapatkan
kehidupan yang sejahtera baik dari aspek material maupun spiritual.

Secara garis besar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparatur di Indonesia adalah
memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat (excellent service for people). Agar
tugas pokok dan fungsi serta kewajiban tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka harus
didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Adanya peraturan yang jelas serta
didukung dengan sumber daya manusia yang profesional dan handal merupakan factor
pendukung yang tidak boleh ditinggalkan. Sarana dan prasarana yang memadai, lengkap dan
canggih akan mempercepat proses pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, peraturan
yang jelas dalam pemberian pelayanan masyarakat akan memberikan pedoman bagi aparatur
dalam memberikan pelayanan. Selain itu, masyarakat diberi akses untuk dapat mengontrol dan
mengawasi kualitas dan prosedur pelayanan yang diberikan. Di samping hal-hal tersebut,
adanya dukungan SDM aparatur dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta
kewajibannya mempunyai kemampuan atau kompetensi yang baik, pelayanan diberikan secara
transparan, fair, tidak membeda-bedakan dan dilaksanakan secara akuntabel serta penuh
keikhlasan dan ketulusan.

Untuk membentuk sosok SDM aparatur seperti tersebut memang memerlukan waktu dan
proses yang lama serta upaya yang tidak boleh berhenti. Perubahan yang segera dapat
dilakukan adalah peningkatan kemampuan atau kompetensi yang dilakukan melalui pendidikan
dan pelatihan (diklat) maupun non diklat. Perubahan melalui diklat dapat dilakukan dengan
melakukan berbagai kursus, pendidikan formal maupun non formal atau pendidikan lainnya
yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau kompetensi teknis maupun perubahan
pola pikir, moral, dan perilaku SDM aparatur. Meskipun merubah pola pikir, moral dan perilaku
SDM aparatur melalui diklat memang tidak mudah, akan tetapi tetap perlu dilakukan.
Sementara peningkatan kemampuan atau kompetensi melalui non diklat dapat dilakukan
dengan menciptakan situasi dan kondisi kerja yang kondusif untuk terjadinya peningkatan
kemampuan, melakukan mutasi secara berkala, menciptakan hubungan antar personal yang
harmonis dan lain sebagainya.

Eksistensi SDM aparatur perlu mendapat perhatian khusus, berkaitan dengan strategi
peningkatan kualitas dan kompetensinya. Peningkatan kompetensi SDM aparatur dalam
mengemban tugas atau jabatan birokrasi melalui diklat adalah berorientasi pada standar
kompetensi jabatan sesuai tantangan reformasi dan globalisasi yang tentu saja disesuaikan
dengan kebutuhan stakeholder-nya. Kualitas aparatur tidak mungkin meningkat tanpa adanya
usaha-usaha yang konkrit untuk meningkatkannya. Oleh karena itu diklat perlu terus
ditingkatkan agar SDM aparatur benar-benar memiliki kompetensi dalam melaksanakan
tugasnya secara profesional.

Kompetensi jabatan SDM aparatur (PNS), secara umum berarti kemampuan dan karakteristik
yang dimiliki seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku, yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Mustopadidjaja, 2002).

Disinilah kompetensi menjadi satu karakteristik yang mendasari individu atau seseorang
mencapai kinerja tinggi dalam pekerjaannya. Karakteristik itu muncul dalam bentuk
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku (attitude) untuk menciptakan
aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang tinggi dalam melayani masyarakat yang
selalu bertindak hemat, efisien, rasional, transparan, dan akuntabel. Jadi, pelayanan publik
merupakan pemberdayaan masyarakat yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda
perekonomian menuju Kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan strategi peningkatan kompetensi
SDM aparatur, melalui pelatihan dan pendidikan yang bertujuan untuk pengembangan SDM
yang memadai merupakan sesuatu yang sangat mutlak yang perlu dipahami dan dilaksanakan
oleh seluruh jajaran aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah.
3.2. Kualifikasi SDM yang diperlukan masa depan

Tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan datang ditandai dengan dominasi teknologi
komunikasi, sebagian besar pekerjaan terletak pada sektor jasa dan informasi. Informasi
merupakan kekuatan dan kekuasaan pada zaman pasca modern. Dunia sedang bergulat dalam
masa transisi menuju ekonomi jasa. Teknologi komunikasi menghilangkan batas ruang dan
waktu. Pertukaran informasi di antara penduduk dunia berlangsung dengan cepat dalam jumlah
yang banyak. Manusia harus bereaksi dengan cepat, padahal alternatif yang tersedia sangat
beragam. Karena luasnya perubahan yang terjadi seluruh aspek kehidupan kita terpengaruh
keluarga, pekerjaan, pendidikan, rekreasi, bahkan kehidupan beragam.

Manusia dikatakan sehat secara psikologis bila dapat memberikan reaksi yang tepat pada
lingkungannya, bila ia bias menyesuaikan diri dengan baik, memiliki kemampuan beradaptasi
memberikan kesan bahwa ia mampu memahami dan mengendalikan lingkungan. Ia memiliki
ketrampilan dan memperlihatkan unjuk kerja yang optimal. Mutu unjuk kerja yang diharapkan
adalah tercapainya tingkat kematangan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada
personil. Hersey dan Blanchard (1980:162) mengemukakan variasi kematangan seseorang
ditinjau dari tanggung jawab sebagai berikut:

(1) individuals who are neither willing nor able to take responsibility.

(2) individuals who are willing but not able to take responsebility

(3) individuals who are able but not willing to take responsibility, and

(4) individuals who are able to take responsibility.

Jadi tingkat kematangan seseorang yang memperlihatkan mutu unjuk kerja yang tinggi adalah
mereka yang memiliki keinginan bertanggung jawab dan dapat bertanggung jawab.

Kemudian ditegaskannya dua faktor kematangan yaitu, (1) “job maturity-ability and technical
knowledge to do the task, and (2) psychological maturityfeling of self confidence and self
respect about one self as and individual” (Hersey dan Blanchard, 1980:163).

Jadi orang yang matang atau memperhatikan mutu unjuk kerja yang tinggi tidak hanya memiliki
kemampuan dan pengetahuan untuk mengerjakan tugas, tapi juga memiliki rasa kepercayaan
pada diri sendiri dan merasa baik dari apa yang dilakukannya. Mampu mengadakan segala
perubahan karena salah satu ciri kehidupan adalah perubahan. Mereka yang tidak mengikuti
perubahan zaman akan tinggal menjadi manusia yang konservatif dan menghalangi kemajuan.
Personil yang memiliki mutu unjuk kerja tinggi akan lebih peka (sensitif) terhadap nilai-nilai yang
sifatnya rohani atau spiritual, pertumbuhan kepribadian tidak menyimpang dengan norma.

3.3. Strategi Pengembangan SDM melalui Pendidikan dan Pelatihan


Dari sudut pandang langsung organisasi, pengembangan seseorang di tempat kerja dapat
membantunya untuk secara lebih kompeten melakukan pekerjaannya. Ini akan makin
meningkatkan produktivitasnya sendiri dan produktivitas organisasi tersebut. Pengembangan
staf yang ada pun jauh lebih murah daripada merekrut dan mendidik karyawan-karyawan baru.
Berinvestasi dalam orang dan pengembangannya akan mengurangi biaya operasi organisasi
dan menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih besar.Jawaban yang paling sederhana dari
pertanyaan mengapa pelatihan dan pengembangan tenaga kerja harus dikembangkan adalah
jika perusahaan tidak mengembangkannya, maka perusahaan akan kehilangan karyawannya.

Organisasi yang tidak memberi harapan bagi orang-orang yang mempunyai keterampilan
kemungkinan hanya akan memiliki staf yang tidak terampilan dan tidak dapat diandalkan.
Dalam kata – kata yang lebih positif, manusia yang berkembang adalah sumber yang lebih
berharga.

Pengembangan sering diartikan pelatihan dan terlalu sering pelatihan itu berarti kursus. Namun,
sebenarnya pengembangan adalah suatu proses yang jauh lebih luas dan lebih kaya daripada
hanya mengikuti kursus pelatihan. Belajar seumur hidup yang sesungguhnya dapat terjadi
dalam bentuk berbagai cara, lingkungan social, hubungan dan pembicaraan.

Untuk pembinaan serta pengembangan sumber daya manusia diperlukan suatu strategi
tertentu, sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai. Henry Mintzberg yang menjelaskan
bahwa, A strategy is the pattern or plan that integrates an organization’s gloals, policies, and
action sequences into a cohesive whole. (Henry Mintzberg, 1982:5). Farky Gaffar menegaskan
bahwa strategi adalah mekanisme organisasi yang menjabarkan visi secara operasional dan
menterjemahkan kebijaksanaan dalam bentuk tindakan nyata. Strategi adalah cara yang tepat
untuk melaksanakan kebijakan (1994:7).

Strategi yang dapat ditempuh dalam pembinaan pengembangan SDM dalam manajemen
dimulai dari pengkajian kebutuhan (need assesment) untuk suatu program, persiapan dan
pelaksanaan pendidikan, evaluasi dan pembinaan untuk meningkatkan effisiensi dan efektivitas
implementasi pendidikan dan pelatihan. Mengembangkan kerja sama dengan pihak pemakai
untuk mendukung pelaksanaan pendidikan dan pelatihan merupakan strategi yang cukup
penting. Kegiatan tersebut akan dibahas satu persatu berikut ini.

1. Pengkajian Kebutuhan (Need Assesment)

Salah satu kegiatan dalam pengkajian ini adalah mengkaji mutu unjuk kerja personil. Agar
perencanaan pendidikan dan pelatihan mencapai sasaran, maka organisasi pemakai perlu
mengkaji mutu unjuk kerja personil di lingkungannya secara komprehensif. Daniel L.
Stufflebeam dkk (1985:6-7) mengemukakan beberapa definisi kebutuhan dalam mengkaji
kebutuhan adalah sebagai berikut:

Discrepancy view: A need is discrepancy between desired performance and observed or


predicted performance”. Democratic view: A need is a charge desired by a mayority of some
referance group. Analytic View: A need is direction in wich improvement can be predicted to
accur, given information about current status. Diagnostic view: A need is something who
absence or defiency proves harmfull.

Kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan bukan hanya dilakukan secara kuantitatif tapi perlu
dilakukan secara komprehensif yakni dengan mengkaji dan menginventarisasi mutu unjuk kerja
personil yang ada sekarang dengan yang seharusnya untuk mampu menyelesaikan pekerjaan.

2. Persiapan dan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan memerlukan persiapan. Di antara persiapan itu adalah
membuat kebijakan pertemuan dengan penatar, membuat jadwal, mempersiapkan fasilitas
proses belajar mengajar.

Untuk membuat persiapan pendidikan dan pelatihan Diklat perlu mengadakan pertemuan
dengan seluruh penatar. Kita tidak boleh berasumsi bahwa silabi sudah cukup memadai untuk
pegangan menyampaikan materi. Pertemuan dengan seluruh penatar pada dasarnya untuk
mencegah terlalu jauh menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Koordinasi di antara
adanya pertemuan bersama semua gerak langkah terkoordinasi dengan baik. Dalam hal seperti
ini perlu sikap hati-hati dalam membuat suatu asumsi seperti yang disarankan oleh Michael W.
Apple (1995:153), “We should cautions of technical solutions to political problems. We should
cautions about fine-sounding words that may not take account of daily lives of the people who
work in this institutions”.

Tantangan dalam pengembangan program dan pelaksanaan kurikulum adalah faktor penatar,
panitia, dan sistem organisasi. Dalam kondisi seperti ini dituntut tanggungjawab pimpinan
sebagai perancang program. “In dedigning profesional development programs for those
responsible for instructions, instructional leaders should address the technical skills needed to
develop and implement an outcome-based instructional system…” (Kathleen A. Fitzpatrick,
1995:127).

Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa kurikulum perlu diupayakan untuk dihubungkan
dengan tugas personil di lapangan yang menyangkut berbagai ketrampilan. Keterhubungan itu
memang perlu diperhatikan dalam merancang kurikulum. Substansi Kurikulum perlu menyentuh
seluruh kebutuhan organisasi dan pertumbuhan kepribadian peserta. Jika dilihat dari materi
kurikulum, agar peserta mengalami perubahan yang mendasar sebagai aparat pemerintah,
maka kurikulum seyogyanya secara substansi memuat tentang: tecnical skill, conceptual skill,
human skill, political skill, dan personal growth.

Ketrampilan teknis (technical skill) yaitu kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur
dan teknik dari suatu bidang kegiatan tertentu. Ketrampilan manusiawi (human skill) yaitu
kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami dan merancang serta mendorong
orang lain. Orang lain itu termasuk bawahan. Ketrampilan konseptual (conceptual skill) adalah
kemampuan mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan
organisasi sehingga organisasi dapat dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. Ketrampilan
politis (Political skill) dimaksudkan adalah ketrampilan yang mampu memperoleh kekuatan
untuk mencapai tujuan organisasi. Ketrampilan politis termasuk menentukan hubungan yang
benar dan mempengaruhi orang yang benar.

Ketrampilan politis termasuk memenangkan pengaruh dari orang lain, merebut kekuatan
ataupun mempertahankan kekuatan. Ketrampilan ini memungkinkan seorang untuk terus
mengembangkan kariernya. “Recently, Pfeffer (1989) suggested that a political focus may be an
important, yet overlook. persfective in understanding career success”. (Timothy A. Judge,
1994:44).

Pertumbuhan kepribadian (personal growth) diharapkan tumbuh sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugas pengabdiannya, dan kedewasaan bertindak. Pemahaman, penghayatan,
dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang pemimpin. Penampilan untuk
menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi stafnya. Peserta sebagai input
diasumsikan sudah memiliki (K) Knowledge: Pengetahuan, (S) Skill: Ketrampilan, dan (A)
Atitude: Sikap. Setelah selesai mengikuti pendidikan diharapkan lebih menekankan pada
perubahan Atitude (Sikap), setelah itu Skill (Ketrampilan), dan terakhir memiliki knowledge
(pengetahuan). Upaya untuk menguasai KSA menjadi ASK tidak hanya dalam semboyan tapi
diwujudkan dalam setiap penyampaian aspek kurikulum, dengan terintegratif dalam setiap
proses belajar mengajar. Aspek tersebut memang tidak terlihat secara eksplisit dalam
kurikulum, aspek tersebut seakan-akan tersembunyi di dalam setiap piranti, dan nyata hingga
tidak perlu penyampaian secara monolitik.

Performance instruktur mencakup aspek-aspek: a) Kemampuan profesional, b) Kemampuan


sosial, c) Kemampuan personal. Ketiga standar umum ini sering dijabarkan sebagai berikut:
(Johnson, 1980). Kemampuan profesional seorang pelatih atau instruktur meliputi:

(1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri dari bahan yang akan diajarkan, dan konsep dasar
keilmuan dari bahan yang diajarkan itu.

(2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan;

(3) Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. Kemampuan sosial
menyangkut kemampuan menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada
waktu membawakan tugasnya sebagai instruktur. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:

 Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai seorang pelatih
beserta unsurunsurnya;
 Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang
instruktur
 Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya panutan dan teladan bagi peserta latihan.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi instruktur perlu mendapat
pengakuan dan perlindungan hukum. Sehingga tidak semua orang mempunyai peluang untuk
tampil menyelenggarakan proses belajar mengajar.
Metode yang dipergunakan dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam persepsi
peserta seyogyanya dapat membangkitkan keakraban emosional dan memberikan
kepercayaan intelektual.

Evaluasi atau penilaian dilakukan pada dasarnya untuk mengetahui keberhasilan proses belajar
mengajar yang telah dilakukan, dalam upaya menyerap kurikulum yang telah ditetapkan.

Dengan evaluasi dapat diektahui bagian kurikulum yang dapat dikembangkan terutama yang
masih lemah. Evaluasi juga dapat mengetahui faktor penyebab kelemahan kurikulum dan
proses belajar mengajar. Dengan demikian dapat diupayakan cara pemecahannya.

3. Penempatan dan peningkatan Kinerja Pegawai.

Penempatan kembali personil setelah mengikuti pendidikan merupakan sebagai salah satu
tindakan manajemen. Penempatan ini menunjukkan berbagai variasi. Ada di antara mereka
yang dipromosikan atau ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari sebelum mengikuti
pelatihan. Ada yang menempati posisi semula yang sama, dan ada pula yang dialihtugaskan
pada posisi lain dengan eselon yang sama. Salah satu tugas Bagian Personalia adalah
mengatur penempatan pegawai dan terus mengatur personil selama berada dalam organisasi.
Prinsip yang dikembangan the right man on the right place , harus menjadi acuan bagaiaman
menempatkan kembali pegawai yan telah mengikuti diktlat tersebut .Tentu harapan pegawai
dapat ditempatkan sesuai dengan skill, ketrampilan dan kemampuan kerjanya.

Dalam pembinaan personil pimpinan perlu mengembangkan strategi self management bagi
personil yang telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan, supaya mereka mampu
menyelesaikan pekerjaan sendiri, melalui tanggung jawabnya bertindak melalui manipulasi
peristiwa internal dan eksternal. Mereka dapat mengubah dan mengembangkan perilakunya
sesuai dengan potensi yang telah dimilikinya. Bahkan diharapkan mereka dapat komitmen
dengan perilaku positif yang dicapainya. Nahoney & Arnkoff, menegaskan bahwa “The self
management literature treats individuals as if they were isolated system, who sole task are
those of observing their own behaviors, setting up cues and reimforcing and punishing
themselves” (tsui, Ashford, 1974:96).

Perubahan lingkungan terjadi karena adanya penyederhanaan dari hal-hal yang dipandang
sangat kritis dalam organisasi. Organisasi perlu menyesuaikan diri, termasuk perubahan di
lingkungan dan staf (Gutherie et-al, 1993:889). Pimpinan perlu memotivasi pegawai setelah
Pendidikan dan Pelatihan, termasuk memperhatikan faktor yang sangat penting dalam
peningkatan kualitas manusia adalah kesehatan personil dalam organisasi.

Menjaga kesehatan personil dalam artian yang luas termasuk kesehatan lingkungan, dan
mental merupakan upaya pembinaan sumber daya manusia. Personil yang matang tanpa
dukungan dan organisasi yang mapan juga tidak akan mendatangkan produtkivitas yang tinggi.
Agar produktivitas organisasi semakin meningkat, maka penggunaan (deployment) pegawai
setelah pelatihan perlu dilakukan secara tepat.
Proses pengembangan terdiri atas tindakan memutuskan kompetensi, ketrampilan atau
pengetahuan yang perlu dikembangkan, dan bagaimana mencapainya. Sebagaimana dengan
kebanyakan keputusan manajerial, seorang manajer harus mengambil keputusan ini
berdasarkan sumber daya dan kesempatan yang tersedia. Tidak ada gunanya merencanakan
program pengembangan besar-besaran jika sumber dayanya habis ditengah jalan. Tidak ada
gunanya mengirim seorang anggota tim untuk mengikuti kursus pelatihan berbiaya mahal jika ia
tidak diberi kesempatan untuk mempraktekkan ketrampilan yang ia peroleh tersebut setelah
kembali bekerja.

Setelah mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan pengembangan tersebut, seorang manajer


dapat menyusun suatu rencana pengembangan. Pastikan bahwa rencana tersebut mencakup
tindakan-tindakan SMART : spesifik (specific), dapat di ukur (measurable), dapat dicapai
(achievable), realistis (realistic), dan terutama tepat waktu (timely). Barangkali sulit
merencanakan pengembangan atau pelatihan untuk waktu yang paling sesuai, tetapi kegiatan-
kegiatan yang terlalu cepat atau terlalu lambat akan kehilangan banyak nilai.

Lain halnya dengan fungsi pelatihan, arti pentingnya pengembangan manajer baru disadari dan
diterima secara luas dewasa ini. Alasan mengapa pengembangan sangat penting adalah sama
dengan alas an mengapa pelatihan penting. Jika kita berpendapat bahwa training dan re-
training adalah suatu proses terus menerus yang tiada akhirnya, maka kita juga harus
menerima pendapat pengembangan manajer yang terus menerus; dimana setiap manajer
berkembang melalui serangkaian posisi atau jabatan operasional.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
a. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa SDM aparatur yang ada sangat jauh dari apa yang
diharapkan. Potret SDM aparatur saat ini yang menunjukkan profesionalisme rendah,
banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan
kepada masyarakat yang berbelit-belit, kurang kreatif dan inovatif, bekerja berdasarkan juklak
dan juknis.Hal ini dikarenakan dengan sering terjadi perubahan terhadap pelaksanaan
pemerintahan, sehingga terjadi perubahan terhadap aturan – aturan yang mendasari pelayanan
publik

b. Dengan keadaan sekarang dikhawatirkan akan tidak adanya terjadi perubahan, maka di
masa yang akan datang maka SDM aparatur harus ditingkatkan, bermacam cara untuk
meningkatkan aparatur SDM baik di tingkat pusat maupun daerah salah satu cara yang tepat
adalah melalui pendidikan dan pellatihan pada saat memulai kerja, atau sedang dalam masa
kerja tersebut baik terhadap pegawai yang baru bahkan sampai level pegawai yang paling
tinggi guna untuk meningkat kompetensi dan mendukung pengembangan SDM aparatur itu
sendiri

c. Pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia, mempunyai posisi yang sangat dibutuhkan
dalam upaya menjembatani perkembangan dunia yang semakin transparan dan global. Untuk
itu perlu ada strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, yang mengarah
pada pembangunan sumber daya manusia yang seutuhnya baik pembangunan dalam bidang
jasmani maupun rohani. Hal itu dilakukan melalui proses pendidikan,pelatihan dan pembinaan
serta menciptakan kondisi yang dibangun oleh setiap manajer dalam suatu organisasi baik
bisnis maupun organisasi publik secara terstruktur dan profesional.

4.2. Saran

a. Oleh karena profesionalisme aparatur SDM yang diharapkan sangat tinggi, maka hendaknya
pemerintah pusat maupun daerah hendaknya lebih bijak menghadapi permasalahan ini
karena masyarakat membutuhkan pelayanan yang terbaik, bukan hanya sekedar
pembangunan yang baik. Dengan cara meningkatkan pembinaan dan evaluasi baik terhadap
pegawai ditingkat paling rendah maupun pejabat yang memegang peranan penting.
b. Para aparatur harus siap dengan kemajuan, baik dengan cara personal maupun organisasi
harus mendukung kemanjuan tersebut serta menjembatani agar para pegawai tidak kaku,
canggung terhadap kemajuan teknologi guna pembangunan yang lebih baik serta pelayanan
masyarakkat yang terbaik. Agar para pegawai menjadi pegawai yang tepat diharapkan yang
mampu menyesuaiakan diri dalam keadaan apapun.
c. Cara yang paling tepat dengan mengadakan kegiatan pembelajaran personal atau dengan
pendidikan pelatihan yang mendukung kemajuan teknologi global. Pendidikan dan pelatihan
dimaksud agar dapat disusun sesuai dengan konsep dan teori yang ada juga disesuaikan
dengan kondisi dan keadaan yang sekarang berjalan. Sesuai dengan strategi
pengembangan yang tentunya melalui pendidikan dan pelatihan terhadap aparatur SDM
pemerintah pusat maupun daerah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku – buku / Makalah

Dessler, G., Human Resource management. 8thEdition. New jersey: Prentice-Hall.Inc, 2000
———–, Human resource management /gary dessler : alih bahasa, benyamin Molan ;
penyunting, Triyana Iskandarsyah. Ed7, Jakarta: PT. Prenhallindo, 1997

Siagian, Sondang P., Manajemen Sumber Daya Manusia Ed. 1, cet. 15. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2008

———-, Organisasi, kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: C.V. Haji


Masagung, 1986

Susilo, Heru, Mencari Starategi Pengembangan Sumberdaya manusia dalam


Organisasi,Malang ,FIA Unibraw dan IKIP Malang, 1995

Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2000), Manajemen
Pemerintahan Baru, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Jakarta, 2000

———-,Manajemen Sumber Daya A paratur Pemerintah Daerah (Pusat Kajian


Pemerintahan STPDN), Fokus Media kerjasama dengan Pusat kajian Pemerintahan STPDN,
Cetakan Pertama, Bandung, 2002

Usmara, A, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Amara books,
2002

Iswanto, Yun, Materi Pokok Manajemen Sumber Daya Manusia;1-9;EKMA4214/3sks, cet.6,


Universitas Terbuka, Jakarta, 2009

A. Aziz Sanapiah, Makalah “STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI SUMBER DAYA


MANUSIA APARATUR MELALUI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN”

Anda mungkin juga menyukai