A. Hasil Penelitian Relevan Hasil penelitian yang relevan disajikan secara khusus didasarkan atas fungsinya sebagai dukungan kerangka pemikiran dan acuan ilmiah yang relevan dengan masalah yang dibuat, serta berbagai landasan perbandingan dalam pambahasan hasil penelitian. 1. Anang Dwitono (2007), alumni PPs UPN Veteran Jakarta dengan tesisnya yang berjudul Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Pendidikan dan Pelatihan, serta Kompetensi terhadap Pengembangan Karier Pegawai Biro Kepegawaian Setjen Dephan. Penelitian ini bertujuan menganalisis sejauh mana kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, serta kompetensi terhadap pengembangan karier Pegawai Biro Kepegawaian Setjen Dephan. Analisis penelitian dengan menggunakan regresi linier berganda. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan yang berjumlah 63 orang, dan hasil penelitian menunjukkan besarnya R determinasi (Adjusted R square) = 0,704 artinya variabel kepemimpinan, diklat, dan kompetensi mampu menerangkan variasi variabel pengembangan karier sebesar 70,4% dan sisanya 29,6% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian. 2. Eko Sutrisno (2007), Sekjen DPN KORPRI, Sekretaris Utama BKN, dalam artikelnya yang berjudul Kepastian Karier Memberikan Suasana Kondusif Bagi Pengembangan Profesi Pegawai Negeri Sipil. Dalam artikel tersebut ia menegaskan perlu adanya kepastian tentang jenjang karir dan mekanisme penentuan pejabat yang mengacu kepada peraturan perundangan yang pasti, yang dapat memberikan suasana kondusif bagi pengembangan kemampuan profesional PNS. Karena hal tersebut sebagai salah satu bentuk kesejahteraan non-materiil yang memungkinkan aparatur Negara bekerja secara profesional. 3. Menurut Banowati Talim, Dosen FISIP Universitas Padjajaran, dalam makalah yang berjudul solusi pro aktif permasalahan SDM di Indonesia disampaikan; hasil penelitian menunjukkan bahwa problem terbanyak yang dihadapi perusahaan/organisasi adalah pada persoalan produktivitas, kurangnya keahlian karyawan untuk pekerjaan yang ditangani, pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang tidak terarah, pengetahuan SDM yang kurang, dan tidak dapat memberikan arah karier yang jelas. Sementara itu untuk konsep competency based human resource management (CBHRM), sebagian besar responden (52,5 %) tidak mengetahui dan sisanya mengetahui mengenai konsep ini. Apabila ditelusuri lebih lanjut mengenai kebutuhan konsultasi, ternyata kebutuhan terbesar ada pada pelatihan dan pengembangan (11,8%), perencanaan SDM (10%), dan CBHRM (9,5%), sisanya audit SDM dan change management. B. Teori Yang Mendukung 1. Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan komponen yang perlu ditingkatkan dalam mencapai tujuan yang diharapkan, untuk itu diperlukan manajemen yang baik. Menurut Hasibuan (2005, 10) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah : suatu ilmu dan seni untuk mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar lebih efektif dan efisien yang membantu terwujudnya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat, sehingga sumber daya manusia harus dapat digunakan secara efisien dan efektif. Sedangkan menurut Panggabean (2002, 15) Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fungsi fungsi manajemen dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini : Sumber : Panggabean (2002, 15) Gambar 1. Fungsi Fungsi Manajemen Saydam (2005, 2) mengatakan bahwa suatu organisasi atau perusahaan akan lumpuh dan tidak dapat berbuat apa apa bila tidak ditunjang oleh SDM yang berkemampuan melakukan tugasnya. Gouzali juga mengatakan bahwa posisi MSDM dalam suatu organisasi merupakan penunjang bagi terlaksananya pencapaian tujuan organisasi. MSDM tidak melakukan tugas tugas operasional, namun ia harus dapat mendukung kelancaran tugas tugas pokok yang dilaksanakan organisasi dalam proses pencapaian tujuan akhirnya. Pengembangan sumber daya manusia adalah upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui investasi yang ditanamkan pada sumber Merencanakan Mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi, dan menyusun bagian bagian rencana untuk mengkoordinaskan sejumlah kegiatan Mengorganisasi Menentukan apa yang perlu dilakukan, bagaimana cara melakukan, dan siapa yang harus melakukan Memimpin Mengarahkan dan memotivasi seluruh pihak yang terlibat dan menyelesaikan konflik Mengendalikan Memantau kegiatan guna meyakinkan bahwa kegiatan tersebut diselesaikan seperti yang direncanakan Menghasilkan Pencapaian tujuan yang telah dinyatakan oleh organisasi daya manusia, yang merupakan usaha yang dilakukan secara terencana dan terus menerus untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai dalam organisasi. Pegawai yang mempunyai kompetensi adalah mereka yang mempunyai kecakapan dan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya, serta dapat memelihara dan meningkatkan kecakapan dan kemampuannya itu secara teratur dan pasti. Menurut Cahayati (2005, 7) secara umum MSDM bertujuan untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Selain tujuan umum, MSDM mempunyai tujuan khusus, yaitu : a. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi tinggi. b. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh karyawan. c. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang ketat, sistem kompensasi dan insentif yang disesuaikan dengan kinerja, pengembangan manajemen, serta aktivitas pelatihan yang terkait dengan kebutuhan bisnis. d. Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa karyawan adalah stakeholder internal yang berharga serta membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama. e. Menciptakan iklim yang produktif dan harmonis melalui asosiasi antara manajemen dan karyawan. f. Mengembangkan lingkungan yang membuat kerja sama tim dan fleksibilitas dapat berkembang. g. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan kebutuhan stakeholder. h. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan prestasi kerja. i. Mengelola tenaga kerja yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja, dan aspirasi. j. Memastikan bahwa ada kesamaan kesempatan. k. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang didasarkan pada perhatian, keadilan, dan transparansi. l. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental karyawan. Cahayati (2005, 17 18) menyebutkan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam SDM adalah tingkat keterampilan dan kemampuan staf, serta kapabilitas manajemen. Ketiga hal tersebut terkait langsung dalam pembuatan strategi SDM. Dengan mengetahui tingkat keterampilan dan kompetensi staf, maka organisasi dapat menentukan arah strategi SDM, apakah akan memperbanyak pendidikan dan pelatihan, akan menaikkan gaji atau imbalan, akan meningkatkan teknologi atau strategi strategi lain. Dengan mengetahui tingkat kapabilitas manajemen, maka strategi SDM yang ditetapkan pun bisa menjadi efektif. Jadi jelaslah bahwa definisi manajemen sumber daya manusia tersebut menekankan terutama pada mengelola manusia, bukan sumber sumber daya yang lain. Keberhasilan pengelolaan organisasi dapat ditentukan dari kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Tanpa mengurangi pentingnya perhatian yang tetap harus diberikan pada manajemen sumbersumber organisasional lainnya, tidak bisa disangkal bahwa perhatian utama tidak bisa tidak, harus diberikan pada manajemen sumber daya manusia. Untuk mewujudkan situasi yang demikian, diperlukan peningkatan kesadaran tentang maksud dari semua kegiatan manajemen sumber daya manusia. Oleh karena itu, manusia (pegawai) perlu dikembangkan baik dari segi keterampilan dan kemampuannya dengan pendidikan dan pelatihan yang tepat. 2. Pola Pembinaan Pegawai a. Pengertian Pembinaan Pengertian pembinaan (coaching) dikemukakan oleh Minor (2003, 3) adalah upaya berharga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak. Membina adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan tentang realitas di tempat kerja dan membantunya mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi optimum. Erat kaitannya dengan kata membina, menurut Minor adalah kata membimbing (counseling), yaitu proses pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan organisasi yang berdampak pada prestasi kerja. Berkaitan dengan pembinaan di atas, Minor mengatakan bahwa tidak ada orang yang datang ke tempat kerja menginginkan kinerja buruk. Apabila diberi pilihan, orang ingin menjadi sukses di tempat kerja. Ia mengatakan bahwa untuk menyusun keberhasilan anggota tim adalah dengan pembinaan. Setelah membuat dan memfinalkan rencana kinerja yang tepat, pembinaan sehari-hari menjadi faktor dalam menajemen kinerja. Namun harus dijelaskan di sini, bahwa untuk melakukan pembinaan kinerja, pembina tidak berkewajiban untuk membetulkan individu. Pembina hanya memonitor dan memperbaiki perilaku individu di tempat kerja. Dijelaskan bahwa sebagai pembina tim, pimpinan organisasi bertanggung jawab terhadap kualitas kerja bawahan. Jangan beranggapan bahwa setelah seorang bawahan mempelajari keterampilan tertentu, mereka tidak memerlukan pembinaan lagi. Penjelasan di atas kemudian diperjelas oleh adanya fakta empiris, bahwa tips, trik, dan terobosan yang membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dilakukan tidak diambil dari pelatihan, melainkan diperoleh di tempat kerja secara informal. Sejalan dengan terjadinya berbagai perubahan dalam organisasi, pembelajaran berkelanjutan menjadi kebutuhan atau jalan hidup saat ini. Pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan yang berkelanjutan. Ini berarti pembinaan merupakan proses berkelanjutan dan harus terus menerus memberi berbagai arahan dan dukungan. Ditambahkan pula oleh Minor bahwa sebagai pembina, seorang pimpinan adalah motivator orang dan tim. Mereka memberi inspirasi orang lain untuk bekerja keras dan terus menerus melakukan peningkatan. Dengan demikian, tugas dari Pembina adalah untuk membantu orang lain agar bekerja lebih baik. Oleh karena itu, keberhasilan memfasilitasi, seperti banyak keterampilan manajemen yang lain, tergantung pada seberapa baik seorang pimpinan menangani situasi tertentu, keterampilan yang terkait dengan tugas, motivasi, dan keyakinan diri anggota tim. Untuk memfasilitasi kerja orang lain, seorang Pembina harus: (1) memastikan pelatihan yang tepat dari anggota tim; (2) memberi sumber daya yang dibutuhkan; (3) mencari cara untuk membantu; (4) mengetahui preferensi pribadi semua anggota tim; (5) menyampaikan informasi; (6) memberi umpan balik yang konstruktif; (7) memfasilitasi pemecahan masalah; dan (8) memberi arahan dan/atau dukungan yang tepat. Suatu organisasi yang menetapkan pembinaan sebagai bagian dari pengembangan pegawai sehari-hari, dapat memetik beberapa manfaat, yaitu : lebih banyak pegawai yang berprestasi menonjol; mengurangi turnover, dan meningkat-kan hubungan antarpribadi. Sedangkan pembinaan pegawai menurut Saydam (2005, 205) diartikan sebagai suatu kebijaksanaan agar organisasi memiliki pegawai yang andal dan siap menghadapi tantangan. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan keterampilan dan kecakapan melaksanakan tugas organisasi. Oleh karena itu, rencana pembinaan harus berkait dengan sistem penghargaan agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia kepada organisasi. Suatu pembinaan menurut Saydam (2005,206) biasanya diarahkan agar: (1) pegawai dapat melaksanakan tugas-tugas secara berdaya guna dan berhasilguna; (2) mutu keterampilan pegawai meningkat sehingga dapat menjamin semakin berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas-tugas; (3) diperolehnya para pegawai yang setia dan taat kepada kepentingan perusahaan (organisasi), negara dan pemerintah; dan (4) terciptanya iklim kerja yang harmonis, serasi dan mampu mengha-silkan produk yang bermutu dan optimal. Dalam buku Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan Analitik, Tayibnapis (2005,13) mengatakan bahwa dalam manajemen personalia, istilah pembinaan diberikan batasan yang sempit, yaitu upaya untuk meningkatkan kecakapan dan keterampilan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan istilah pembinaan dalam administrasi kepegawaian diberikan pengertian yang luas, meliputi berbagai unsur kegiatan seperti pengembangan karier, perpindahan, pendidikan dan latihan, sampai dengan kesejahteraan di luar gaji. Dalam konteks pembahasan administrasi kepegawaian, pembinaan pegawai diartikan sebagai proses pembentukan sosok pegawai yang diinginkan organisasi. Kegiatannya menurut Tayibnapis (2005, 136), meliputi pembentukan sikap dan mental yang loyal dan setia pada pemerintah dan negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta peningkatan keterampilan dan kecapakan melaksanakan tugas organisasi. Diakui oleh Tayibnapis (2005, 412) bahwa langkah tersulit dalam pembinaan adalah mengubah sikap mental dan meningkatkan kemampuan mereka yang berkedudukan sebagai pegawai negeri. Sebagai landasan normatif kepegawaian, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tidak secara tegas membedakan pengertian manajemen dan pembinaan PNS. Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian (pasal 1 ayat 8). Manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna (pasal 12 ayat 1). Kendatipun dalam undang-undang tersebut tidak secara tegas dijelaskan pengertian pembinan PNS, namun secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa pembinaan PNS merupakan bagian dari manajemen kepegawaian. Dalam perspektif yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa pembinaan pada dasarnya merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia, yang intinya adalah bagaimana memberikan treatment terhadap SDM yang ada agar sesuai dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi. b. Prinsip Dasar dan Jenis Pembinaan Pegawai Thoha (2003, 4) mengatakan, bahwa pegawai negeri harus dibedakan dengan pegawai nonnegeri (private employees) dan juga harus dibedakan dengan militer. Meminjam pendapat di atas, maka pegawai negeri seharusnya bukan terdiri atas PNS, TNI (Polri) (Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999). Pegawai negeri adalah pegawai pemerintah (government employeement) sebagaimana disebut di Amerika, dan dapat pula disebut the civil service sebagaimana dikenal di Inggris. TNI adalah pegawai pemerintah di bidang militer, yang mempunyai karakteristik tersendiri. Walaupun, keduanya memang mengabdi untuk kepentingan pemerintah dan digaji oleh pemerintah, tetapi keduanya harus dibedakan baik sifat, hak dan kewajiban. Dijelaskan oleh Thoha (2003, 4) bahwa pegawai pemerintah bukanlah aparatur negara sebagaimana dipahami selama ini (UU Nomor 43 Tahun 1999), melainkan aparatur pemerintah. Oleh karena itu, implikasi kebijakan dan prinsip dasar pembinaan juga berbeda antara keduanya. Dengan mengutip pendapat Pigors, Thoha (2003, 5) mengatakan bahwa pembinaan pegawai pemerintah bisa dilakukan dengan memperhatikan tiga prinsip dasar kepegawaian, yaitu: penggunaan kepegawaian secara efektif, dijamin pengembangan karier semaksimal mungkin, dan diperoleh jaminan kesejahteraan hidup yang layak/sesuai. Pembinaan pegawai secara efektif memerlukan perencanaan kebutuhan pegawai yang matang. Formasi pegawai harus ditetapkan secara matang, terencana dan sesuai dengan kebutuhan riel di lapangan. Setiap tahun harus dilakukan evaluasi baik melalui penelitian maupun pengawasan terhadap kebutuhan dan efektivitas pelaksanaan kerja pegawai pemerintah. Jaminan pengembangan karier pegawai harus direncanakan secara baik. Yang terjadi hingga saat ini adalah seorang pegawai mengetahui masuknya dan kapan pensiunnya, tetapi tidak mengetahui secara pasti nasib pengembangannya setelah masuk menjadi pegawai pemerintah. Demikian pula dengan kesejahteraan pegawai harus betul-betul dijaga, jangan sampai gaji dan tunjangan yang diterima tidak menentu apalagi tidak pantas untuk hidup layak. Dari beberapa referensi diketahui, bahwa pembinaan pegawai bermacam-macam jenis atau bentuknya. Sastrohadiwiryo (2003, 281) dalam salah satu bukunya menguraikan dua jenis pembinaan, yaitu pembinaan moral kerja dan pembinaan disiplin kerja. Sedangkan Saydam (2005, 205), menjelaskan bahwa bentuk pembinaan yang harus dilakukan terhadap pegawai, antara lain: (1) pembinaan mental dan spiritual; (2) pembinaan loyalitas; (3) pembinaan hubungan kerja; (4) pembinaan moril dan semangat kerja; (5) pembinaan disiplin kerja; (6) pembinaan kesejahteraan; dan (7) pembinaan karier untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi di masa datang. Implementasi character building sebagai bagian dari falsafah pembinaan dan pengembangan pribadi secara utuh menggunakan tiga landasan operasional sebagai berikut: (1) pembinaan ketabahan dan keuletan (ketahanan) secara buttom up; (2) pembinaan pemikiran, sikap dan perilaku secara utuh; dan (3) pembinaan keberhasilan kinerja secara berimbang. Dalam perspektif landasan normatif kepegawaian, pembinaan difokuskan pada beberapa hal, yaitu : pembinaan prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja (pasal 12 ayat 2), pembinaan jiwa korps, pembinaan kode etik, dan pembinaan disiplin pegawai (pasal 30 ayat 1-2). Dengan demikian, pembinaan PNS dalam konteks kepegawaian di atas paling tidak meliputi tiga aspek ruang lingkup, yaitu: aspek pembinaan sikap, pembinaan mental, dan perilaku pegawai. Sebagai contoh, pembinaan jiwa korps antara lain ditujukan agar PNS memiliki rasa kebanggaan terhadap profesinya, pembinaan kode etik antara lain bertujuan untuk menanamkan identitas dan perilaku profesional sebagai pelayan masyarakat, sedangkan pembinaan disiplin menekankan agar PNS mempunyai disiplin kerja yang tinggi. Dalam memaknai salah satu sisi substansi undang-undang kepegawaian tersebut, Hardijanto (2003, 2) mengatakan bahwa kebijakan pokok pembinaan PNS meliputi: (1) lingkup pembinaan PNS adalah nasional; (2) pembinaan dan pengembangan PNS berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, dengan titik berat sistem prestasi kerja; (3) standar kompetensi jabatan PNS berlaku nasional dan berorientasi global; dan (4) pembentukan perilaku dan etos kerja yang peka terhadap pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, pembinaan PNS ke depan diarahkan pada PNS yang netral, profesional, sejahtera, dan akuntabel. Dengan kata lain, pembinaan pegawai pemerintah diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme, bersikap dan berperilaku jujur, bersih dan disiplin, bermoral tinggi, dan netral dari pengaruh partai politik (Thoha : 2003, 7). Untuk mendukung kebijakan pokok dan arah pembinaan PNS sebagaimana dimaksud di atas, tentu harus ditopang oleh sistem kebijakan kepegawaian yang handal sesuai dengan fakta realitas otonomi daerah. Salah satu substansi sistem kepegawaian dalam rangka otonomi daerah adalah sistem PNS satu atau unified civil servant, yang berarti seluruh pegawai negeri sipil adalah Pegawai Republik Indonesia (Affandi : 2002, 47). Untuk itu, lingkup pembinaan PNS juga harus jelas dan terarah. Dapat disimpulkan bahwa lingkup pembinaan PNS mencakup setidak-tidaknya mencakup kedudukan, profesionalisme, netralitas, jiwa korsa, kode etik, dan disiplin pegawai. Oleh karena itu, tujuan akhir dari sistem pembinaan PNS ke depan adalah: 1) PNS yang mampu sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa; 2) PNS yang profesional dengan kompetensi bertaraf nasional dan berorientasi global; dan 3) PNS yang mampu sebagai pelayan dan pemberdaya masyarakat. 3. Pengembangan Karier a. Pengertian Pengembangan Karir Pembahasan tentang karier dalam rangka manajemen sumber daya manusia bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya hingga seseorang memasuki usia pensiun. Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam kehidupan organisasi seseorang mengajukan berbagai pernyataan yang menyangkut karier dan prospek perkembangannya di masa depan. Beberapa pernyataan tersebut berkisar pada : kemampuan, pengetahuan dan keterampilan apa yang dituntut organisasi agar meraih kemajuan dalam kariernya; sistem promosi apa yang berlaku dalam organisasi; jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah organisasi menyelenggarakan pelatihan tersebut ataukah pegawai sendiri yang mencari kesempatan untuk itu; sampai sejauh mana faktor keberuntungan berperan dalam promosi seseorang dalam organisasi; dan mana yang lebih penting kemampuan kerja atau kesediaan beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan promosi seseorang (Siagian : 2006, 205). Jika seseorang berbicara mengenai karier (career) dalam kehidupan organisasional bisanya diartikan sebagai keseluruhan pekerjaan yang dilakukan dan jabatan yang dipangku oleh seseorang selama dia berkarya (Siagian : 2006, 206). Ada juga yang mengartikan karier sebagai urutan posisi yang terkait dengan pekerjaan yang diduduki seseorang sepanjang hidupnya (Mathis dan Jackson : 2002 ,62). Dalam istilah kepegawaian, karier sering diartikan dengan kemajuan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang pegawai dalam menekuni pekerjaannya selama masa aktif dalam hidupnya. Karier sering juga diterjemahkan dengan mobilitas pegawai dalam suatu organisasi mulai penerimaan, pengangkatan menjadi pegawai sampai pensiun dalam suatu rangkaian jenjang kepangkatan dan dalam jabatan-jabatan yang dilaluinya (Saydam : 2005, 34). Pendek kata, sebagian orang menganggap karier sebagai promosi di dalam organisasi. Seolah merangkum dari beberapa pendapat di atas, Simamora (2004, 504) menjelaskan bahwa kata karier dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda. Dari satu perspektif, karier adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya. Meskipun begitu, dari perspektif lainnya, karier terdiri atas perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Ini merupakan karier yang subjektif. Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjektif, terfokus pada individu. Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karier mereka. Perspektif tersebut lebih jauh menganggap bahwa aktivitas-aktivitas sumber daya manusia haruslah mengenali tahap karier (career stage), dan membantu pegawai dengan tugas-tugas pengembangan yang mereka hadapi pada setiap tahap karier. Perencanaan karier penting, karena konsekuensi keberhasilan atau kegagalan karier terkait erat dengan konsep diri, identitas, dan kepuasan setiap individu terhadap karier dan kehidupannya. Memang sukar menemukan suatu pola universal mengenai karier semua orang karena yang terjadi sangat beragam. Ada orang yang mencapai kemajuan dalam karier berdasarkan suatu rencana karier tertentu. Tetapi tanpa direncanakan pun, ada orang yang meraih kemajuan dalam kariernya, sehingga kemajuan itu dihubung- hubungkan dengan nasib baik. Terlepas dari tepat-tidaknya soal nasib dikaitkan dengan karier seseorang, yang jelas adalah bahwa prestasi kerja, pengalaman, pelatihan dan pengembangan, ternyata berperan penting dalam menempuh berbagai jalur karier seseorang (Siagian: 2006, 206). Dengan kata lain, agar mengetahui pola karier yang terbuka, seorang pegawai perlu memahami tiga hal. Pertama, adalah sasaran karier yang ingin dicapai dalam arti tingkat kedudukan atau jabatan tertinggi apa yang mungkin dicapai apabila seseorang mampu bekerja secara produktif, loyal pada organisasi, menunjukkan perilaku yang fungsional serta mampu bertumbuh dan berkembang. Kedua, adalah perencanaan karier dalam arti keterlibatan seseorang dalam pemilihan jalur dan sasaran kariernya. Ketiga, adalah kesediaan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pengembangan karier sambil berkarya. Selanjutnya dijelaskan oleh Siagian (2006, 207), agar dapat menentukan jalur karier, tujuan karier dan pengembangan karier, para pegawai perlu mempertimbangkan lima faktor sebagai berikut : Pertama, perlakuan yang adil dalam berkarier. Perlakuan yang adil hanya bisa terwujud apabila kriteria promosi didasarkan pada pertimbangan yang objektif, rasional dan diketahui secara luas di kalangan pegawai. Kedua, kepedulian atasan langsung. Para pegawai pada umumnya mendambakan keterlibatan atasan langsung mereka dalam perencanaan karier masing-masing. Salah satu bentuk kepedulian itu adalah memberikan umpan balik pada para pegawai tentang pelaksanaan tugas masing-masing sehingga para pegawai mengetahui potensi yang perlu dikembangkan dan kelemahan yang perlu diatasi. Ketiga, informasi tentang berbagai peluang promosi. Para pegawai umumnya mengharapkan bahwa mereka memiliki akses pada informasi tentang berbagai peluang untuk dipromosikan. Keempat, minat untuk dipromosikan. Pendekatan yang tepat digunakan dalam menumbuhkan minat para pegawai untuk pengembangan karier adalah pendekatan yang fleksibel dan proaktif. Artinya, minat untuk mengembangkan karier sangat individualistik sifatnya. Seorang pegawai memperhitungkan berbagai faktor, seperti : usia, jenis kelamin, jenis dan sifat pekerjaan, pendidikan dan pelatihan yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan dan berbagai variabel lainnya. Berbagai faktor tersebut dapat berakibat pada besarnya minat seseorang mengembangkan kariernya. Sebaliknya, berbagai faktor tersebut tidak mustahil membatasi keinginan mencapai jenjang karier yang lebih tinggi. Kelima, tingkat kepuasan. Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang ingin meraih kemajuan, termasuk dalam meniti karier, ukuran keberhasilan yang digunakan memang berbeda- beda. Perbedaan tersebut merupakan akibat tingkat kepuasan seseorang berlainan pula. Menarik untuk mencatat bahwa kepuasan dalam konteks karier tidak selalu berarti keberhasilan mencapai posisi tinggi dalam organisasi, melainkan dapat pula berarti bersedia menerima kenyataan bahwa, karena berbagai faktor pembatas yang dihadapi oleh seseorang, seorang pegawai puas apabila dapat mencapai tingkat tertentu dalam kariernya, meskipun tidak banyak anak tangga karier yang berhasil dinaikinya. Tegasnya, seseorang bisa puas karena mengetahui bahwa apa yang dicapainya sudah merupakan hasil yang maksimal dan berusaha mencapai anak tangga yang lebih tinggi akan merupakan usaha yang sia-sia karena mustahil untuk dicapai. Menurut Sedarmayanti (2003, 186), ada beberapa hal yang diinginkan oleh seorang pegawai berkaitan dengan kariernya, yaitu: 1) Persamaan kesempatan karier. Karyawan menginginkan persamaan dalam sistem kenaikan pangkat/promosi dalam hal kesempatan untuk kemajuan kariernya. 2) Perhatian untuk pengawasan. Karyawan menginginkan para supervisornya untuk memainkan peran aktif dalam pengembangan karier dan memberikan umpan balik tentang kinerja mereka secara tepat waktu. 3) Kesadaran akan kesempatan. Karyawan mengingingkan pengetahuan tentang kesempatan untuk kemajuan kariernya. 4) Minat kerja. Karyawan memerlukan jumlah informasi yang berbeda dan juga memiliki tingkat keinginan yang berbeda dalam kemajuan kariernya. 5) Kepuasan karier. Karyawan memiliki tingkat kepuasan karier yang berbeda-beda bergantung pada usia dan jenis pekerjaan. Ditambahkan pula oleh Sedarmayanti bahwa rencana karier seorang pegawai harus ditunjang oleh tiga hal, yaitu : pendidikan karier, informasi karier dan bimbingan karier. Pemahaman berbagai faktor di atas akan memungkinkan bagian kepegawaian berperan aktif dalam perencanaan karier para anggota organisasi. Dalam hal ini, salah satunya dapat dilakukan melalui suatu sistem pembinaan yang perlu dilakukan oleh pimpinan atau atasan para pegawai guna membantu menggali potensi dan pengembangan karirnya. b. Kenaikan Pangkat PNS (PP 12 Tahun 2002) Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara. Jenis kenaikan pangkat : 1). Kenaikan pangkat reguler 2). Kenaikan pangkat pilihan 3). Kenaikan pangkat anumerta 4). Kenaikan pangkat pengabdian Masa Kenaikan pangkat PNS ditetapkan : 1 April dan 1 Oktober setiap tahun. Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama dihitung sejak pengangkatan Calon PNS/PNS. c. Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural ( PP 13 Tahun 2002) Setiap PNS yang telah memenuhi syarat pangkat, pendidikan, penilaian pelaksanaan pekerjaan/prestasi kerja, kompetensi jabatan dan sehat jasmani dan rohani dapat diangkat dalam jabatan struktural. Jabatan Struktural adalah jabatan yang secara nyata tertera dalam struktur organisasi suatu satuan organisasi Negara. Untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural seseorang harus berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi PNS. Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural, wajib dilantik dan mengucapkan sumpah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak penetapan pengangkatannya di hadapan pejabat yang berwenang. 1). Persyaratan untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, adalah : a) berstatus Pegawai Negeri Sipil; b) serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan; c) memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan; d) semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; e) memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan; dan f) sehat jasmani dan rohani. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah perlu memperhatikan faktor senioritas dalam kepangkatan, usia, pendidikan dan pelatihan jabatan, serta pengalaman yang dimiliki. PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural harus memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan dengan tujuan untuk effisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi/unit organisasi, serta untuk menciptakan optimalisasi kinerja organisasi/unit organisasi. Berdasarkan Keputusan Kepala BKN Nomor : 43/KEP/2001 tanggal 20 Juli 2001 tentang Standar Kompetensi Jabatan Struktural PNS, yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Standar kompetensi terdiri dari kompetensi umum dan kompetensi khusus, untuk kompetensi umum setiap jenjang jabatan struktural berbeda. Kompetensi umum dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun diklat kepemimpinan. Sedangkan untuk Standar Kompetensi Khusus ditetapkan oleh Pembina Kepegawaian di Instansi masing- masing sesuai dengan uraian tugas/jabatan di unit organisasinya. Kompetensi Khusus dapat diperoleh melalui diklat teknis. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural belum mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai dengan tingkat jabatan struktural wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sesuai jenjangnya selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak yang bersangkutan dilantik. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural maupun dengan jabatan fungsional. Untuk kepentingan dinas dan dalam rangka memperluas pengalaman, kemampuan, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, di selenggarakan perpindahan tugas dan/atau perpindahan wilayah kerja. Secara normal perpindahan tugas dan/atau perpindahan wilayah kerja, dapat dilakukan dalam waktu antara 2 (dua) sampai dengan 5 (lima) tahun sejak seseorang diangkat dalam jabatan struktural. Biaya pindah dan penyediaan perumahan sebagai akibat perpindahan wilayah kerja, dibebankan kepada negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena : a) mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya; b) mencapai batas usia pensiun; c) diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil; d) diangkat dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional; e) cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan; f) tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan; g) adanya perampingan organisasi pemerintah; h) tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani; i) hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. 3) Penilaian dan pertimbangan pengangkatan dalam jabatan Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural Eselon I pada instansi Pusat ditetapkan oleh Presiden atas usul pimpinan instansi dan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. Untuk menjamin kualitas dan objektifitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural Eselon II kebawah disetiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan selanjutnya disebut Baperjakat. Baperjakat terdiri dari : a) Baperjakat Instansi Pusat b) Baperjakat Instansi Daerah Propinsi c) Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten Kota. Dari berbagai pendapat pakar di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa pengembangan karir adalah suatu usaha yang dilakukan organisasi atas individu untuk meningkatkan statusnya melalui peluang-peluang yang terbuka yang keberhasilannya dipengaruhi oleh prestasi kerja, pendidikan, pengalaman, peran pimpinan, lowongan jabatan dan faktor lainnya melalui tahapan tertentu guna menunjang keberhasilan tugas saat ini maupun tugas yang akan datang. Pengembangan karir mempunyai indikator peran pimpinan, peluang, kemampuan analisis, kemampuan emosi, kemampuan antar pribadi dan kemampuan teknis. 4. Pendidikan dan Pelatihan a. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang hampir sama maksud pelaksanaannya, namun ruang lingkupnya yang membedakan karakteristik kedua kegiatan tersebut. Pendidikan merupakan tugas untuk meningkatkan pengetahuan, pengertian atau sikap para pegawai sehingga para pegawai dapat lebih menyesuaikan dengan organisasi yang bersangkutan. Pendidikan berhubungan dengan menambah pengetahuan umum dan pengertian tentang seluruh organisasi. Pendidikan berhubungan dengan menjawab how (bagaimana) dan why (mengapa) serta pendidikan lebih banyak berhubungan dengan teori tentang pekerjaan. Sekaligus bahwa pendidikan juga merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir dari seorang pegawai. Sedangkan pelatihan merupakan pendidikan dalam arti yang agak sempit terutama dengan instruksi tugas khusus dan disiplin. Pelatihan merupakan suatu proses aplikasi, terutama terhadap peningkatan kecakapan. Ada beberapa pengertian yang dapat dikemukakan dari beberapa sumber yaitu sebagai berikut : Notoatmodjo (2003, 28) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003, 200) pendidikan adalah segala sesuatu untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia, jasmaniah dan rohaniah yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah, untuk pembangunan persatuan masyarakat adil dan makmur dan selalu dalam keseimbangan. Sedangkan pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Sementara Andrew E.Sikula (2001, 78), mendefinisikan pendidikan sebagai Development is a longterm educational process utilizing a sistematice and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoritical knowledge for general purpose Veithzal Rivai (2005, 12) menyatakan bahwa pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (Simamora : 2004,10) : Pelatihan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. b. Jenis-Jenis Pendidikan dan Pelatihan Henry Simamora (2004, 437) membagi empat jenis pendidikan sebagai berikut : 1). Pendidikan umum adalah pendidikan yang dilaksanakan di dalam dan di luar sekolah, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dengan tujuan mempersiapkan dan mengusahakan para peserta pendidikan memperoleh pengetahuan umum. 2.) Pendidikan kejuruan adalah pendidikan umum yang direncakan untuk mempersiapkan para peserta pendidik maupun melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang kejuruannya. 3). Pelatihan keahlian adalah bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang disyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk di dalamnya pelatihan ketatalaksanaan. 4). Pelatihan kejuruan adalah bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan yang disyaratkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang pada umumnya bertaraf lebih rendah dari pada pelatihan keahlian. c. Pentingnya Pendidikan dan Pelatihan bagi Sumber Daya Manusia Swasta (2003, 168) menguraikan pentingnya atas pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia dalam organisasi, sebagai berikut : 1). Sumber daya manusia atau pegawai yang menduduki suatu jabatam tertentu dalam organisasi, belum tentu mempunyai suatu jabatan tertentu dalam organisasi, belum tentu mempunyai kemampuan yang sesuai dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan tersebut. Hal ini terjadi karena sering seseorang menduduki jabatan tertentu bukan karena kemampuannya, melainkan karena tersedianya formasi. Oleh sebab itu pegawai atau staf baru ini perlu penambahan kemampuan yang mereka perlukan. 2). Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, jelas akan mempengaruhi suatu organisasi/instansi, oleh sebab itu jabatan- jabatan yang dulu belum diperlukan sekarang diperlukan. Kemampuan orang yang akan menempati jabatan tersebut kadang-kadang tidak ada, dengan demikian maka diperlukan penambahan atau peningkatan kemampuan yang diperlukan oleh jabatan tersebut. 3). Promosi dalam suatu organisasi/instansi adalah suatu keharusan, apabila organisasi itu mau berkembang. Pentingnya promosi bagi seseorang adalah sebagai salah satu reward dan incentive (ganjaran dan perangsang). Adanya ganjaran dan perangsang yang berupa promosi dapat meningkatkan produktivitas kerja bagi seorang pegawai. Kadang-kadang kemampuan seorang pegawai yang akan dipromosikan untuk menduduki jabatan tertentu ini masih belum cukup. Untuk itulah maka diperlukan pendidikan dan pelatihan tambahan. 4). Di dalam masa pembangunan ini organisasi-organisasi atau instansi-instansi, baik pemerintah maupun swasta merasa terpanggil untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi pegawainya agar diperoleh efektifitas dan efisiensi kerja sesuai dengan masa pembangunan. d. Peran Pendidikan dan Pelatihan Henry Simamora (2004, 438) menyatakan bahwa peranan pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan sumber daya manusia adalah sebagai berikut : 1). Menjembatani kesenjangan antara dunia kerja serta melengkapi kualitas kerja seseorang untuk memenuhi persyaratan jabatan. 2). Suatu investasi dalam peningkatan kualitas kerja. Melalui pelatihan dapat ditingkatkan kemampuan profesionalisme seseorang dalam melakukan pekerjaan, selain itu melalui pelatihan, apresiasi seseorang terhadap nilai dan makna pekerjaan, sikap dan etos kerja dapat ditingkatkan. 3). Menyesuaikan keahlian kerja dengan perkembangan teknologi dan perubahan tata kerja. 4). Program kepegawaian dan pengembangan karir pegawai seperti mutasi dan promosi. 5). Penyegaran kembali kemampuan seseorang, menghindari kejenuhan dan meningkatkan kembali semangat dan gairah kerja. e. Prinsip dan Metode Pelatihan Dale Yorder seperti yang dikutip oleh Hasibuan (2005, 45), mengemukakan sembilan prinsip pelatihan yaitu : 1) Individual differences 2). Relation to job analysis 3). Motivation 4). Active participation 5). Selection of trainees 6). Selection of trainer 7). Trainer training 8). Training methods 9). Principles of learning Berdasarkan sumbernya, metode pelatihan dapat dibagi atas dua kategori sebagai beikut : 1). In-house (on-side) training In-house training (IHT) berupa on the job training, seminar atau lokakarya, instruksi lewat media (vidio, tape, dan satelit) dan intruksi yang berbasis komputer. 2). External (out-side) training External training terdiri dari kursus, seminar dan lokakarya yang diselenggarakan oleh asosiasi profesional dan lembaga pendidikan. Henry Simamora (2004, 443) membagi metode pelatihan kedalam : 1). Training Methods atau Classroom Methods, yaitu metode diklat di dalam kelas yang juga dapat digunakan sebagai metode pendidikan termasuk di dalam metode ini adalah rapat, studi kasus, ceramah dan bermain peran. 2). Under Study, yaitu teknik pengembangan yang dilakukan dengan praktek langsung. Biasanya metode ini digunakan bagi seseorang yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan bila atasannya berhenti. Metode under study biasa disamakan dengan on the job training untuk jabatan kepemimpinan. 3). Job Rotation and Planed Progression, adalah teknik pengembangan yang dilakukan dengan cara memindahkan peserta dari satu jabatan ke jabatan lain secara periodik. Hal ini dimaksudkan menambah keahlian dan kecakapan pada setiap jabatan tersebut. Sedangkan planed progression hampir mirip dengan job relation. Perbedaaan adalah dalam pemindahan itu tidak diikuti dengan kenaikan pangkat dan gaji, sementara tugas dan tanggung jawab semakin besar. 4). Coaching and counseling. Coaching merupakan metode pelatihan dimana atasan mengajarkan keahlian dan ketrampilan kerja kepada bawahannya. Dalam hal ini diperlukan supervisor kepada peserta mengenai tugas yang akan dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakan. Sedangkan counseling adalah cara pelatihan dengan melakukan diskusi antar pekerja dengan manajer mengenai hal-hal yang sifatnya pribadi. 5). A junior board of executive multiple management, yaitu suatu komite penasehat tetap yang terdiri dari calon-calon manager yang ikut memikirkan atau memecahkan masalah-masalah perusahaan untuk kemudian direkomendasikan kepada top management. Komite ini hanya berperan sebagai staf. 6). Committee Assigment. Yaitu komite yang dibentuk untuk menyelidiki, mempertimbangkan, menganalisis dan melaporkan suatu masalah kepada pimpinan. 7). Business Game, adalah semacam permainan bisnis yang disusun dengan aturan-aturan tertentu berdasarkan teori-teori ekonomi atau studi operasi-operasi bisnis. 8). Sensitivity training, yaitu metode untuk membantu pegawai agar lebih mengerti tentang dirinya sendiri. Menciptakan pengertian lebih mendalam diantaranya para pegawai dan mengembangkan keahlian tiap pegawai/pegawai yang spesifik. 9). Other Development Method, digunakan untuk tujuan pelatihan terhadap manajer. b. Pendidikan dan Pelatihan PNS (PP Nomor 101 Tahun 2000) Pendidikan dan Pelatihan PNS, yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS. Lembaga Administrasi Negara adalah unit yang secara fungsional bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi dan penyelenggaraan Diklat. Diklat PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000. Diklat bertujuan : 1) Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi. 2) Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. 3) Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pemberdayaan masyarakat 4) Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik. Sasaran Diklat : Sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Jenis Diklat terdiri dari : 1) Diklat Prajabatan merupakan syarat pengangkatan CPNS menjadi PNS, terdiri dari : a) Diklat Prajabatan Golongan I untuk menjadi PNS golongan I. b) Diklat Prajabatan Golongan II untuk menjadi PNS golongan II. c) Diklat Prajabatan Golongan III untuk menjadi PNS golongan III. Diklat Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sitem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas dan budaya organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat. 2) Diklat dalam Jabatan Dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan sebaik-baiknya. Diklat dalam jabatan terdiri dari : a) Diklat Kepemimpinan; b) Diklat Fungsional; c) Diklat Teknis. 3) Diklat Kepemimpinan yang selanjutnya disebut Diklatpim dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural. Diklat kepemimpinan terdiri dari : a) Diklatpim Tingkat IV adalah Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon IV; b) Diklatpim Tingkat III adalah Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon III; c) Diklatpim Tingkat II adalah Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon II; d) Diklatpim Tingkat I adalah Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon I. Peserta Diklatpim adalah PNS yang akan atau telah menduduki jabatan Struktural. PNS yang akan mengikuti Diklatpim tingkat tertentu tidak dipersyaratkan mengikuti Diklatpim tingkat dibawahnya. 4) Diklat Fungsional Dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan Fungsional masing- masing. Jenis dan jenjang Diklat Fungsional untuk masing- masing Jabatan Fungsional ditetapkan oleh instansi pembina Jabatan Fungsional yang bersangkutan. Peserta Diklat Fungsional adalah PNS yang akan atau telah menduduki jabatan fungsional tertentu. 5) Diklat Teknis Dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS. Diklat Teknis dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang Diklat Teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan. Peserta Diklat Teknis adalah PNS yang membutuhkan peningkatan kompetensi teknis dalam pelaksanaan tugasnya. Dari berbagai pendapat pakar diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan umum dan wawasan berfikir, mengembangkan kemampuan intelektual, membina kepribadian yang dilaksanakan melalui metode tertentu yang bermanfaat untuk memacu diri pegawai dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berdasarkan teori di atas, maka didapat indikator dari pendidikan dan pelatihan adalah : peningkatan pengetahuan, peningkatan kepribadian, manfaat pendidikan dan pelatihan, dan memacu diri dalam bekerja. 4. Motivasi a. Pengertian Motivasi Produktivitas pegawai menjadi pusat perhatian dalam upayanya untuk meningkatkan prestasi kerja yang mempengaruhi efesiensi dan efektivitas organisasi. Analisis yang lebih mengkonsentrasikan pada prestasi kerja akan lebih memberikan penekanan pada dua faktor utama yaitu: motivasi dari pegawai, dan kemampuan dari pegawai untuk bekerja. Untuk menghindari kerancuan pengertian, maka terlebih dahulu diberikan beberapa pengertian yang berkaitan dengan motivasi. Menurut Manullang (2006, 146) yaitu : 1). Motif Istilah motif sama artinya dengan kata motive, motip, dorongan, alasan dan driving force. Motif adalah tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Menurut Winardi (2001,104) motif atau dorongan batin yaitu suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan sesuatu atau bekerja. 2) Motivasi Motivasi atau motivation berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat juga diartikan sebagai faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Oleh Winardi (2001,105) motivating atau pendorong kegiatan diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini pegawainya untuk mengambil tindakan - tindakan. 3) Motivasi kerja Berawal dari pengertian motivasi, maka yang dimaksud motivasi kerja yaitu sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Faktor faktor yang mempengaruhi motivasi kerja antara lain: atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa, uang dan non uang, jenis pekerjaan, tantangan, situasi dan gaya kepemimpinan. 4) Insentif Istilah insentif (incentive) dapat diganti dengan kata alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbulan motif atau sarana yang menimbulkan dorongan. b. Teori - Teori Motivasi Pendapat dan teori tentang motivasi cukup banyak, namun yang menonjol adalah teori motivasi yang dikemukakan pakar, antara lain: 1) Teori Abraham H. Maslow Maslow berpendapat bahwa tindakan atau tingkah laku suatu organisme pada suatu saat tertentu biasanya dipengaruhi oleh kebutuhannya yang paling mendesak. Setiap pemimpin perlu memiliki pemahaman mendalam tentang kebutuhan yang sangat penting bagi anak buahnya. Maslow menyatakan bahwa ada suatu hierarki kebutuhan pada setiap manusia. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai kebutuhan tersebut terpenuhi. Jika kebutuhan pertama telah terpenuhi maka kebutuhan kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia yang di maksud oleh Maslow adalah sebagai berikut: a) Kebutuhan badaniyah (physiological needs) yang meliputi: (1) kebutuhan sandang (2) kebutuhan pangan (3) pemuasan biologis b) Kebutuhan keamanan (safety needs) yang meliputi: (1) kemananan jiwa (2) keamanan harta c) Kebutuhan sosial (social needs) yang meliputi: (1) kebutuhan perasaan diterima oleh orang lain (2) kebutuhan pada perasaan dihormati (3) kebutuhan pada perasaan maju atau berprestasi (c) kebutuhan perasaan partisipasi d) Kebutuhan penghargaan (esteem needs) yang meliputi: (1) kebutuhan harga diri (2) kebutuhan pandangan baik orang lain terhadap dirinya e) Kebutuhan kepuasan diri (self actualization needs) yang berupa kebutuhan untuk mewujudkan diri dalam arti kebutuhan mengenai nilai dan kepuasaan yang didapat dari pekerjaan. 2) Teori Douglas Mc Gregor Mc Gregor menyatakan ada dua pendekatan atau filsafat mana manajemen yang mungkin diterapkan dalam perusahaan. Tiap tiap pendekatan mendasarkan diri pada serangkaian asumsi atau anggapan mengenai sifat manusia yang diberi nama teori X dan teori Y. a) Asumsi Teori X (1) Pada umumya manusia tidak senang (malas) bekerja. (2) Pada umumnya manusia tidak berambisi, tidak senang tanggug jawab dan lebih suka diarahkan. (3) Pada umumnya manusia harus di awasi dengan ketat dan dipaksa untuk memperoleh tujuan - tujuan organisasi. (4) Motivasi hanya berlaku sampai tingkat lower order needs yaitu kebutuhan badaniah dan kebutuhan keamanan. b) Asumsi Teori Y (1) Bekerja merupakan kodrat manusia, jika kondisinya menyenangkan. (2) Pengawasan diri sendiri tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan organisasi. (3) Manusia dapat mengawasi diri sendiri dan memberi prestasi pada pekerjaan yang diberi motivasi dengan baik. (4) Motivasi tidak saja mengenai lower needs tapi sampai high order needs. Agar tujuan motivasi dapat tercapai, maka para manajer selayaknya menerapkan teori Y dalam perusahannya. Jika teori Y terlaksana dengan baik, maka orang - orang di dalam organisasi akan di dorong untuk berkembang dan orang - orang dapat menggunakan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan imajinasi mereka untuk membantu mencapai tujuan organisasi. 3) Teori Frederich Herzberg Teori ini berhubungan dengan kepuasan kerja. Berdasarkan penelitiannya ada dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya. Rangkaian kondisi pertama disebut faktor motivator dan rangkaian kedua disebut faktor hygieni. Disebut juga dengan konsep faktor motivator hygieni dari Herzberg, dan ada juga yang menyebutnya teori dua faktor dari kepuasan kerja. Faktor - faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai dalam faktor pertama yaitu faktor yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja dengan baik, yang terdiri atas: a) keberhasilan pelaksanaan (achievement). b) pengakuan (recognition). c) pekerjaan itu sendiri (the work it self). d) tanggung jawab (responsibilities). e) pengembangan (advancement). Rangkaian faktor motivator melukiskan hubungan seorang dengan apa yang dikerjakannya yaitu kandungan kerjanya, prestasi pada tugasnya, penghargaan atas prestasi yang dicapainya dan peningkatan dalam tugasnya. Faktor kedua yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai (demotivasi) ini terdiri atas: a) kebijaksanaan dan administrasi organisasi atau perusahaan (company policy and administration). b) supervisi (technical supervisor). c) hubungan antar pribadi (interpersonal supervision). d) kondisi kerja (working condition) e) gaji (wages). 4) Teori David Mc Clelland Mc Clelland mempelajari persoalan yang menyangkut keberhasilan dan berhasil memformulasikan konsep kebutuhan untuk keberhasilan, maka teorinya disebut dengan Achievement Motivation Theory. Menurut Mc Clelland, orang yang mempunyai kebutuhan untuk keberhasilan yaitu orang yang mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai sesuatu, dengan ciri ciri sebagai berikut : a) tujuan yang mereka tentukan tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, tapi tujuan itu merupakan tantangan untuk dikerjakan dengan baik. b) Mereka menentukan tujuan seperti itu, karena mereka yakin bahwa hasilnya dapat dikuasai bila dikerjakan sendiri. c) Mereka senang pada pekerjaannya dan sangat berkepentingan dengan keberhasilannya. d) Mereka lebih suka bekerja di dalam pekerjaan yang dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan pekerjaannya. Dari berbagai pendapat pakar di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan atau daya penggerak setiap individu (pegawai) untuk bekerja keras dan antusias dalam mencapai prestasi kerja yang tinggi baik untuk mencapai tujuan pribadi maupun perusahaan/organisasi yang diharapkan. Motivasi ditujukan untuk menggerakan daya dan potensi sumber daya manusia agar dapat bekerja sama secara produktif dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Berdasarkan berbagai teori di atas, indikator dari motivasi adalah pengembangan dan potensi diri, penghargaan, lingkungan kerja, kerjasama, dan supervisi. 5. Prestasi Kerja a. Pengertian Prestasi Kerja Manajemen prestasi kerja SDM banyak mendapat perhatian dari organisasi, istilah yang digunakan dalam penilaian prestasi kerja seperti manajemen prestasi kerja, penilaian prestasi kerja dan penilaian prestasi pekerjaan. Menurut Cooper yang dikutip oleh Sadili Samsuddin (2006 , 159) mendefinisikan prestasi kerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh seseorang, unit organisasi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan. Menurut Hasibuan (2005, 97) prestasi kerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja, semakin tinggi ketiga faktor diatas maka semakin besar pula prestasi kerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel yang dikutip oleh Ruky (2002,105) mendefinisikan prestasi kerja sebagai catatan tentang hasil- hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Penilaian prestasi kerja amat penting bagi suatu organisasi, dengan penilaian prestasi tersebut suatu organisasi dapat dilihat sampai sejauh mana faktor manusia dapat menunjang tujuan suatu organisasi. Penilaian prestasi dapat memotivasi karyawan agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan penilaian prestasi yang tepat dan konsisten. Sadili Samsuddin (2006, 159) mendefinisikan penilaian prestasi kerja adalah proses oleh organisasi untuk mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Penilaian prestasi kerja yang dilaksanakan dengan baik dan tertib maka akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas organisasional yang bersangkutan. Lebih jauh Sadili Samsuddin (2006, 160) mengungkapkan bahwa penilain prestasi kerja karyawan adalah penilaian yang sistematik terhadap penampilan kerja mereka sendiri dan potensi karyawan dalam upaya mengembangkan diri untuk kepentingan organisasi. Dalam penilaian prestasi kerja, sasaran yang menjadi obyek penilaian antara lain kecakapan dan kemampuan dalam melaksanakan tugas yang diberikan, penampilan dalam melaksanakan tugas, cara membuat laporan atas pelaksanaan tugas, kesegaran jasmani maupun rohaninya selama bekerja. Masih menurut Samsuddin sembilan kriteria faktor penilaian prestasi kerja pegawai yaitu : 1) Reliable yaitu harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif. 2) Content valid yaitu secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja. 3) Defined spesific yaitu meliputi perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasi. 4) Independent yaitu perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria yang komprehensif. 5) Non-overlaping yaitu tidak adanya tumpang tindih antar kriteria. 6) Comprehensive yaitu perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan. 7) Accessible yaitu kriteri harus dijabarkan dan diberi nama komprehensif. 8) Compatible yaitu kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi. 9) Up to date yaitu sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang memilih kemungkinan adanya perubahan organisasi. Menurut Handoko (2001, 154) bahwa faktor penilaian terhadap prestasi kerja dapat dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal yaitu : 1) Kemampuan dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi. 2) Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk berprestasi. 3) Kesempatan untuk berprestasi. Menurut Hasibuan (2005, 98) faktor penilaian prestasi kerja sebagai hasil kerja yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan. Menurut Hasibuan (2005, 98) penilaian prestasi kerja dapat dilakukan berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik yaitu : 1) Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2) Quantity of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3) Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilan. 4) Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5) Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain. 6) Dependability yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan 7) Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya. 8) Personal qualities yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahan-tamahan dan integritas pribadi. b. Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Unsur-unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian Pegawai Negeri Sipil pelaksanaan pekerjaan adalah : 1) Kesetiaan; Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Unsur kesetiaan terdiri atas sub-sub unsur penilaian sebagai berikut: a) Tidak pernah menyangsikan kebenaran Pancasila baik dalam ucapan, sikap, tingkah laku, dan perbuatan; b) Menjunjung tinggi kehormatan Negara dan atau Pemerintah, serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, atau golongan; c) Berusaha memperdalam pengetahuan tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelaiari haluan Negara, politik Pemerintah, dan rencana-rencana Pemerintah dengan tujuan untuk melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna; d) Tidak menjadi simpatisan/anggota perkumpulan atau tidak pernah terlibat dalam gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang Pancasila Undang-Undang Dasar 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau Pemerintah; e) Tidak mengeluarkan ucapan, membuat tulisan, atau melakukan tindakan yang dapat dinilai bertujuan mengubah atau menentang Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. 2) Prestasi kerja; Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksana tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan Unsur prestasi kerja terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut: a) Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya; b) Mempunyai keterampilan dalam melaksanakan tugasnya; c) Mempunyai pengalaman di bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya; d) Bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugasnya; e) Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik; f) Melaksanakan tugas secara berdayaguna dan berhasilguna; g) Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata yang ditentukan, baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah. 3) Tanggungjawab; Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. Unsur tanggung jawab terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut: a) Selalu menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya dan tepat pada waktunya; b) Selalu berada di tempat tugasnya dalam segala keadaan; c) Selalu mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, orang lain, atau golongan; d) Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain; e) Berani memikul risiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukannya; f) Selalu menyimpan dan atau memelihara dengan sebaik- baiknya barang-barang milik Negara yang dipercayakan kepadanya. 4) Ketaatan; Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Unsur ketaatan terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut : a) Menaati peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang berlaku. b) Menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang dengan sebaik-baiknya; c) Memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya; d) Bersikap sopan santun 5) Kejujuran; Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Unsur kejujuran terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut: a) Melaksanakan tugas dengan ikhlas; b) Tidak menyalahgunakan wewenang; c) Melaporkan hasil kerjanya kepada atasannya menurut keadaan yang sebenarnya. 6) Kerjasama; Kerjasama adalah kemampuan seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Unsur kerjasama terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut: a) Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan bidang tugasnya; b) Menghargai pendapat orang lain; c) Dapat menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain, apabila yakin bahwa pendapat orang lain itu benar; d) Bersedia mempertimbangkan dan menerima usul yang baik dari orang lain; e) Selalu mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas yang ditentukan; f) Selalu bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun tidak sependapat. 7) Prakarsa; Prakarsa adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Unsur prakarsa terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut: a) Tanpa menunggu petunjuk atau perintah dari atasan, dalam melaksanakan tugasnya, tetapi tidak bertentangan dengan kebijaksanaan umum pimpinan b) Berusaha mencari tatacara yang baru dalam mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar besarnya; c) Berusaha memberikan saran yang dipandangnya baik dan berguna kepada atasan, baik diminta atau tidak diminta mengenai sesuatu yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas. 8) Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Unsur kepemimpinan terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut: a) Menguasai bidang tugasnya; b) Mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat; c) Mampu mengemukakan pendapat dengan jelas kepada orang lain; d) Mampu menentukan prioritas dengan tepat e) Bertindak tegas dan tidak memihak; f) Memberikan teladan baik; g) Berusaha memupuk dan mengembangkan kerjasama; h) Mengetahui kemampuan dan batas kemampuan bawahan; i) Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan dalam melaksanakan tugas; j) Memperhatikan dan mendorong kemajuan bawahan: k) Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan. Dari beberapa pendapat pakar di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa prestasi kerja adalah penampilan hasil kerja SDM dalam suatu organisasi, prestasi kerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja SDM. Penampilan hasil kerja tidak terbatas pada pegawai yang memangku jabatan fungsional mapun struktural, tetapi kepada seluruh jajaran SDM dalam suatu organisasi. Dari berbagai teori di atas, indikator dari prestasi kerja adalah kesetiaan, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan. C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal perlu didorong, karena pegawai merupakan aset utama organisasi, pembinaan pegawai yang baik merupakan salah satu sendi keberhasilan organisasi, karena dengan adanya sistem pembinaan yang baik dan konsisten akan dapat mendorong prestasi kerja pegawai. Prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal diasumsikan dipengaruhi oleh faktor-faktor pola pembinaan pengembangan karir, diklat dan motivasi. 1. Pengaruh pengembangan karir terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. Variabel pengembangan karir diduga berpengaruh terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2. Pengaruh diklat terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan diklat yang telah diikuti oleh pegawai, maka diharapkan mendorong prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. 3. Pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan motivasi yang tinggi dari para pegawai, diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. 4. Pengaruh pengembangan karir, diklat dan motivasi terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. Ketiga variabel (pengembangan karir, diklat dan motivasi) secara simultan diduga berpengaruh bagi prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam skema hubungan antar variabel sebagai berikut : Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran D. Rumusan Hipotesis Adapun rumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga terdapat pengaruh pengembangan karir terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2. Diduga terdapat pengaruh diklat terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. 3. Diduga terdapat pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. 4. Diduga terdapat pengaruh pengembangan karir, diklat dan motivasi terhadap prestasi kerja pegawai Badan Koordinasi Penanaman Modal. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN KARIR PRESTASI KERJA MOTIVASI 1 2 4 3
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional