Anda di halaman 1dari 35

REFERAT HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dalam


Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Dalam

Disusun oleh :
Adi
20360004

Pembimbing :
dr. Anita Rosari, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR (KKS) SMF ILMU PENYAKIT


DALAM
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATERA UTARA
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam

derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang

meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan selama masa

kehamilan sehingga hal ini menjadi masalah yang besar di Indonesia menurut

Survey Data Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 disebutkan

bahwa angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 dari jumlah

kelahiran hidup mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 228 per 100.000

kelahiran hidup. Hal ini masih jauh dari target MDGs tahun 2015 yaitu angka

kematian ibu 102 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan target SDGs sampai

tahun 2030 adalah mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per

100.000 kelahiran hidup.

Banyak faktor yang mempengaruhi kematian ibu, baik penyebab langsung

maupun tidak langsung. Penyebab langsung kematian ibu sebesar 90% terjadi

pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab langsung kematian

ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak

langsung kematian antara lain KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada

kehamilan (40%) (Kemenkes RI, 2015).

1
Salah satu faktor penyebab tingginya kematian adalah hipertensi dalam

kehamilan. Frekuensi preeklampsia berkisar antara 3-10% yang terjadi di negara

yang berbeda-beda. Sedangkan di Indonesia menurut Soeriatnata (2017) dari RS

Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, hipertensi, penyakit jantung,

dan diabetes sangat erat kaitannya satu dengan lainnya. Di negara ini, ada

kecenderungan peningkatan jumlah penderita hipertensi pada ibu hamil. Kasus

hipertensi pada kehamilan tahun 2013, ditemukan sebanyak 5.1% kasus dengan

jumlah 22.716 orang ibu hamil.

Kejadian hipertensi dalam kehamilan bervariasi mulai dari berbagai daerah

keadaan masyarakat khususnya diet dan kesehatan umumnya. Kejadian hipertensi

dalam kehamilan dapat diperkirakan sebagai berikut : primigravida sebesar 5-

10%, kehamilan multigravida 50%. Sedangkan di Indonesia perkiraan kejadian

hipertensi dalam kehamilan sekitar 6-12% serta sangat bervariasi dari masing-

masing daerahnya (Saifuddin, 2013).

Berbagai faktor penyebab pre-eklampsia sampai sekarang belum diketahui,

telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut,

akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang

dapat diterima harus dapat menerangkan sebab bertambahnya frekuensi pada

primigraviditas, kehamilan ganda dan mola hydatidosa (Saifuddin, 2013).

Upaya untuk dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas maternal,

diagnosa dini harus dapat ditegakkan. Kesadaran ibu-ibu hamil untuk

memeriksakan kehamilannya secara teratur ke tempat pelayanan kesehatan

sangatlah membantu demi menekan angka kematian maternal.Pemeriksaan

2
kehamilan dilakukan minimal 4 (empat) kali selama kehamilan yaitu 1 kali pada

kunjungan trimester pertama, 1 kali pada kunjungan trimester ke 2 dan 2 kali pada

trimeste ke 3 (Ambarwati, 2016). Dalam upaya Safe Motherhood dinyatakan

sebagai empat pilar diantaranya yaitu pelayanan antenatal guna mencegah adanya

komplikasi obstetrik dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin

serta ditangani secara memadai dan persalinan yang aman guna memastikan

bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan

alat untuk memberikan pertolongan yang bersih dan aman serta memberikan

pelayanan nifas kepada ibu dan bayi (Saifudin,2013).

Walaupun timbulnya preeklampsiatidak dapat dicegah, deteksi dini dapat

ditemukan dengan meningkatkan  kualitas dan kuantitas asuhan kebidanan agar

mendapat penatalaksanaan yang lebih baik atau dapat mempertahankan keadaan

preeklampsia ringan, sehingga tidak menjadi preeklampsi berat atau eklampsia.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu komplikasi setelah

kehamilan 20 minggu yang ditandai dengan timbulnya hipertensi, disertai

salah satu dari : edema, proteinuria atau kedua-duanya (Hasan, 2014).

Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan

tekanan darah di dalam arteri (Hembing, 2014). Sedangkan menurut

Murbawani (2012) yang dimaksud hipertensi adalah suatu masalah

kesehatan dimana kadar darah diastolik mencapai 115 mmHg untuk

hipertensi berat, 105-114 untuk hipertensi sedang, dan 90-104 untuk

hipertensi ringan.

Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,

dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan

didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung

berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat

jantung berelaksasi (diastolik).

4
Hipertensi adalah kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmhg atau

lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg

atau lebih. Selain itu terjadi juga kenaikan tekanan diastolik sebesar 15

mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Penentuan tekanan

darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan

istirahat (Prawirohardjo, 2013). Tekanan darah sistolik dapat mencapai

180 mmHg dan tekanan darah diastolik mencapai 110 mmHg. Namun

demikian tekanan sistolik jarang yang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan

darah sistolik melebihi 200 mmHg, maka sebabnya biasanya hipertensi

esensialis

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, hipertensi dalam

kehamilan adalah suatu kondisi dimana ibu hamil memiliki tekanan yang

abnormal tinggi biasanya 115 mmHg untuk hipertensi berat, 105-114

untuk hipertensi sedang, dan 90-104 untuk hipertensi ringan.

2. Tanda dan gejala hipertensi dalam kehamilan

Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala

pada hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa

gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran

seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit

kepala, mimisan, pusing atau migren sering ditemukan sebagai gejala

klinis hipertensi esensial. Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat

gejala-gejala yaitu pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan

5
(jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan

mata berkunang-kunang

Gejala dari hipertensi pada kehamilan adalah bengkak pada muka,

tangan dan kaki, nyeri dan pusing pada dahi. Seringkali gejala pertama

yang mencurigakan adanya hipertensi dalam kehamilan ialah terjadi

kenaikan berat badan yang melonjak tinggi dan dalam waktu singkat.

Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap minggu dianggap masih dalam batas

wajar, tetapi bila kenaikan berat badan mencapai 1 kg perminggu atau 3 kg

perbulan maka harus diwaspadai kemungkinan timbulnya hipertensi dalam

kehamilan. Ciri khas kenaikan berat badan penderita hipertensi ialah

kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat, bukan kenaikan berat

badan yang merata sepanjang kehamilan, karena berat badan yang

berlebihan tersebut merupakan refleksi dari pada edema.

3. Klasifikasi dalam kehamilan

a. Menurut Penyebabnya

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi dua yaitu :

6
1) Hipertensi Primer / hipertensi essensial : hipertensi yang belum

diketahui penyebabnya dengan jelas. seperti bertambahnya umur,

stres psikologis, dan hereditas (keturunan)

2) Hipertensi Sekunder : penyebabnya telah pasti, misalnya ginjal

yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan

terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor

pengatur tekanan darah.

b. Menurut Ukuran Tekanan Darah

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut Ukuran tekanan Darah


Kategori Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi maligna)
(Sumber : Murbawani, 2016)

Menurut Hasan (2014) hipertensi dalam kehamilan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a. Hipertensi kronik. Yakni kondisi yang muncul sebelum hamil atau ada

di saat umur kehamilan belum masuk ke dalam minggu ke-20.

b. Hipertensi Gestasional. Merupakan jenis hipertensi yang muncul

setelah umur kehamilan mencapai usia minggu ke 20 atau juga pada

7
awal masa nifas namun tidak disertai dengan preeklamsia. Kondisi

tersebut tak lain adalah hipertensi kronis yang tak terlihat dan

berpotensi muncul lagi pada kehamilan wanita yang berikutnya.

c. Jenis hipertensi yang terakhir adalah pre-eklampsi superimpose yakni

gejala yang diderita ibu hamil dengan hipertensi kronik namun disertai

dengan penyakit ginjal

d. Hipertensi sesaat, yaitu hipertensi yang tidak terdiagnosis yang muncul

saat persalinan atau segera setelah melahirkan.

4. Patofisiologi

Menurut Saifuddin (2013) teori – teorinya hipertensi sampai

sekarang belum pasti, teori yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan

aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang

menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan

bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.

Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri

spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga

terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan

dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan

peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah

ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga

menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan

8
remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan

remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras

sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,

sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia

dan iskemia plasenta.

b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel

1) Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat

plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan

radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai

toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak

mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.

Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel

2) Disfungsi Endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya

fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel

keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan

terjadinya:

a) Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya

produksiprostasiklin(PGE2)yangmerupakan suatu vasodilator

kuat.

b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang

mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi

tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam

Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada

9
tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan

lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan

peningkatan tekanan darah.

c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus

(glomerular endotheliosis) .

d) Peningkatan permeabilitas kapiler.

e) Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu

endotelin. Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.

f) Peningkatan faktor koagulasi

c. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin

Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya

hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human

Leukocyte Antigen Protein G(HLA-G) yang dapat melindungi

trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga

akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu.

Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi

penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi

trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinanterjadi Immune-

Maladaptation pada pre eklamsia.

d. Teori Adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap

bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka

terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor

yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter

10
ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada

pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan

vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap

bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami

vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

e. Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen

tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin.

Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya

8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

f. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi

gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian

terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi

resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak

tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,

menghambat aktivas trombosit dan mencegah vasokonstriksi

pembuluh darah.

g. Teori Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam

sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya

11
proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia,

dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga

produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.

Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon

inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit

yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan

gejala – gejala preeklamsia pada ibu seperti pembengkakan jaringan

(edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang

timbul karena kehamilan.

12
Tekanan Darah

Normal

Meningkat
(TD ≥ 140/90) Gejala/ tanda lain

Gejala/ tanda lain - Kejang - demam - trismus - Nyeri kepala


- Riwayat kejang (+) - nyeri kepala - spasme otot - Gangguan
- Demam (-) - kaku duduk (+) muka penglihatan
- Kaku kuduk (-) - Disorientasi | - Muntah
- nyeri kepala, dan/atau | | tetanus - Riwayat gejala
- gangguan epilepsi maralia serebal serupa
penglihatan.dan atau meningitis |
- hiperefleksia dan atau ensefalitis migrain
- proteinuria, dan atau
- koma

Hamil < 20 minggu Hamil > 20 minggu

Hipertensi Superimposed Kejang (-) Kejang (+)


kronik Pre eclampsia

Hipertensi pre eklampsia pre eklampsia eklampsia


ringan berat
(Wiknjosastro, 2013)

Gambar 2.1 Jalur alur penilaian klinik

5. Hipertensi Dalam Kehamilan

Secara umum, menurut Soenarta (2017) hipertensi disebabkan oleh :

a. Faktor Keturunan

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat

hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan

pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.

13
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot

(satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini

menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam

terjadinya hipertensi (sumber).

b. Umur

Menurut Soenarta (2017:4) Peningkatan umur berpengaruh

dalam peningkatan darah karena menurunnya fungsi organ tubuh,

terutama jantung dan pembuluh darah sehingga meningkatkan

kemungkinan terkena hipertensi.

Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil) , maksudnya adalah

hamil diatas usia 35 tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai

organ dan sistem tubuh diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan

reproduksi mulai menurun. Pada usia lebih dari 35 tahun terjadi

penurunan curah jantung yang disebabkan kontraksi miokardium.

Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit lain yang

melemahkan kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi darah

kejanin yang berisiko meningkatkan komplikasi medis pada

kehamilan, antara lain : keguguran, eklamsia, dan perdarahan

c. Faktor gaya Hidup

Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang

mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan

(dietary fiber), membawa konsekuensi terhadap berkembangnya

penyakit hipertensi. kelebihan berat badan, kurang aktivitas fisik,

14
merokok, terlalu banyak mengonsumsi garam, kurang asupan kalium,

kurang olah raga, minum alkohol berlebihan, dan stres. Dikatakan

perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok > 31 batang

/hari. Perokok berat sekitar 21-30 batang sehari. Perokok sedang

menghabiskan 11 – 21 batang. Perokok ringan menghabiskan rokok

sekitar 10 batang /hari (Mu'tadin, 2012).

Jenis garam yang dihindari untuk penderita darah tinggi adalah

yang mengandung natriumn tinggi. Sedangkan kandungan garam salt

low sodium (garam rendah natrium) merupakan garam dengan

kandungan nacl yang lebih rendah daripada garam konsumsi biasa.

garam ini memunyai komposisi terdiri dari campuran nacl, mgcl2, dan

kcl dengan perbandingan tertentu. penggunaan garam rendah natrium

terutama ditujukan untuk penderita tekanan darah tinggi yang tidak

diperbolehkan mengonsumsi garam dapur biasa (Budiasti, 2013).

Faktor nutrisi ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini

berhubungan dengan beberapa keadaan kekurangan kalsium, protein,

kelebihan garam natrium atau kekurangan asam lemak tak jenuh “Poly

Unsaturated Fatty Acid” (PUFA) dalam makanannya dan Faktor

endotel, teori jejas endotel akhir-akhir ini dikemukakan sehubungan

dengan peranannya dalam mengatur keseimbangan antara kadar zat

vasokonstriktor (tromboksan, endotelin, angiostensin, dan lain-lain)

serta pengaruhnya pada sistem pembekuan darah.

15
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari

populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan

yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun

belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi

esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung

dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih

tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan

normal.

d. Faktor Lingkungan

Pengaruh lingkungan disebut juga teratogen dimana ibu hamil

yang tinggal di lingkungan yang memiliki karbon monoksida tinggi

atau tingkat kebisingan tinggi akan menimbulkan stressor yang tinggi

pula. Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui

aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas,

saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak

beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan

tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan

darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi

angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan

dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress

yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.

16
Secara khusus, hipertensi dalam kehamilan penyebabnya sampai

saat ini belum pasti, tapi diperkirakan pemicunya akibat pengeluaran

hormon prostaglandin yang memunculkan efek perlawanan pada tubuh.

Pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil

sehingga tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat

asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat

pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan vital.

6. Gambaran Klinis Hipertensi Dalam Kehamilan

Pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. angka yang

lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang

lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Diagnosa

hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan data anamnesis (konsultasi

dokter), pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun

pemeriksaan penunjang. Pada saat konsultasi dengan dokter, pasien perlu

memberitahu riwayat hipertensi orang tuanya, mengingat 70-80% kasus

hipertensi esensial diturunkan dari kedua orang tuanya. Pasien juga perlu

memberitahu dokter tentang pengobatan yang sedang dijalaninya pada saat

itu. Ada beberapa obat-obatan dapat menimbulkan hipertensi seperti

golongan obat kortikosteroid. Pada wanita, keterangan mengenai

hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsia (keracunan kehamilan),

riwayat persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi diperlukan pada saat

konsultasi. Selain itu, data mengenai penyakit yand diderita seperti

diabetes melitus (kencing manis), penyakit ginjal, serta faktor resiko

17
terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stress, data berat badan juga

perlu diberitahukan ke dokter.

Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya tanda

klinis hipertensi esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah

secara akurat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya tekanan

darah adalah : faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran. Agar

didapat pengukuran yang akurat, sebaiknya pengukuran dilakukan setelah

pasien beristirahat dengan cukup, minimal setelah 5 menit berbaring dan

dilakukan pada posisi berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 3-4 kali

pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit. Tempat pemeriksaan

dapat pula mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran di tempat

praktek, biasanya mendapatkan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan

dengan pengukuran di rumah. Hasil pengukuran lebih tinggi di tempat

praktek disebut office hypertension. Mengingat hal tersebut di atas, untuk

keperluan follow up pengobatan sebaiknya dipakai pegangan hasil

pengukuran tekanan darah di rumah. Pengukuran yang pertama kali belum

dapat memastikan adanya hipertensi, akan tetapi dapat merupakan

petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut.

Gambaran klinik yang khas pada hipertensi dalam kehamilan

(HDK) yaitu ditemukannya kenaikan tekanan darah yang tinggi.

Perbedaan kenaikan tekanan darah mempunyai arti klinis yang lebih

penting dibandingkan dengan nilai absolut tekanan darah yang tinggi.

Demikian pula kenaikan tekanan diastolik mempunyai arti prognostik

18
yang lebih bermakna dari pada perubahan sistolik. Pengukuran tekanan

darah sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, dengan penderita

posisi duduk. Pengukuran dilakukan setelah penderita beristirahat

sedikitnya 10 menit dan diulang sedikitnya 2 kali pemeriksaan.

7. Pencegahan Hipertensi Dalam Kehamilan

Menurut Saifuddin (2013) pencegahan hipertensi secara umum

dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Pengobatan non obat (non farmakologis)

Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat

mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi

tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada

keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non

farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan

efek pengobatan yang lebih baik.

b. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :

1) Mengatasi obesitas / menurunkan kelebihan berat badan

2) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.

Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan

makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan

sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai

sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai

pelengkap pada pengobatan farmakologis.

19
3) Ciptakan keadaan rileks.

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat

mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan

darah.

4) Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama

30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.

5) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

c. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)

Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut :

1) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan

penyebab hipertensi

2) Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan

mengurangi timbulnya komplikasi

3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan

obat anti hipertensi

4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan

kemungkinan seumur hidup

8. Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Kehamilan

Tekanan darah yang optimal selama kehamilan masih belum

diketahui dan tetap kontroversial. Menurut Laporan Ketujuh Bersama

Komite Nasional Pencegahan, Deteksi, Evaluasi, dan Pengobatan Tekanan

Darah Tinggi (JNC 7) melaporkan, ada linier peningkatan morbiditas

20
kardiovaskular dari tingkat tekanan darah rendah yaitu 115 mm Hg untuk

sistolik dan diastolik 75 mm Hg ke atas. Ini telah dimasukan oleh 7 JNC

dalam klasifikasi baru prehipertensi untuk tekanan darah dalam kisaran

120-139/80-89 mmHg.

Tujuan mengobati hipertensi adalah untuk mengurangi morbiditas

kardiovaskular, namun efek yang paling diamati pada pengobatan yaitu

mencapai pengurangan berkelanjutan dalam tekanan darah lebih dari 10

tahun. Wanita hamil dengan hipertensi ringan berbeda, bahwa manfaat

pengobatan antihipertensi jangka pendek tidak mendefinisikan dengan

baik sebagai hasil potensial yang merugikan terhadap janin.

Tidak ada bukti yang meyakinkan pengobatan medis untuk

hipertensi ringanmeningkatkan hasil ibu pada kehamilan. Selain itu,

penggunaan obat-obatanpada hipertensi ringan selama kehamilan dapat

menyebabkan penurunanyaitu adanya tekanan arteri dengan peningkatan

risiko janin yang membatasipertumbuhan, terlepas dari jenis antihipertensi

yang digunakan.

Dengan demikian, rekomendasi saat ini adalah bahwa obat

antihipertensidimulai sebelum kehamilan harus disesuaikan dengan darah

yang memadai untuk mengontrol tekanan darah dan untuk menghindari

risiko teratogenik. Wanita hamildenganhipertensi ringan (159/99 mm Hg)

dan bukan padaobat-obatan harustetap diamati, obat tidak

bolehdimulaikecualitekanan darah159/99mm Hgberlanjut, atau ada

kejadian kerusakan organ. Pemantauan tekanan darahyang intensif

21
danpengobatan anti hipertensidalam kasus iniadalah untuk mengurangi

risiko kecelakaan kepembuluh darah di otak.

9. Komplikasi Hipertensi (Pre Eklampsia dan Eklampsia) dalam

Kehamilan

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai protenuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan (Mansjoer dkk, 1999). Menurut WHO (2001),

preeklampsia adalah suatu kondisi yang spesifik pada kehamilan, terjadi

setelah minggu ke 20 gestasi, ditandai dengan hipertensi dan proteinuria,

edema juga dapat terjadi. Sementara itu pendapat lain mengungkapkan

bahwa preeklampsia baru ditegakkan bila ditemukannya hipertensi,

protenuria dan pada wanita hamil yang biasanya timbul mulai akhir

trimester kedua atau ada yang timbul pada awal pasca partus (Anonim,

2014).

Kesimpulan dari ketiga pengertian di atas bahwa pre ekslamsia adalah:

a. Terjadi pada kehamilan maupun segera setelah persalinan.

b. Mulai timbul akhir trimester kedua atau setelah usia kehamilan 20

minggu

c. Ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan edema

Proteinuria adalah konsentrasi protein dalam air kencing yang

melebihi 0,3 gr/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan +1 atau +2 ataupun 1 gr/liter atau lebih dalam air kencing

yang dikeluarkan dengan kateter atau air kencing midstream yang diambil

22
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul

lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu

harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (Prawinohardjo,

2012:282). Proteinuria sering diketemukan pada preeklampsia yang terjadi

karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal..

Penanganan pre-eklampsia menurut Prawirohardjo (2000) sebagai

berikut :

a. Preeklampsia Ringan

Kehamilan Kurang dari 37 Minggu, Jika belum ada

perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan

1) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan

kondisi janin.

2) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya

preeklampsia dan eklampsia.

3) Lebih banyak istirahat.

4) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).

5) Tidak perlu diberi obat-obatan.

6) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:

a) Diet biasa.

b) Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk

proteinuria) sekali sehari

c) Tidak perlu diberi obat-obatan.

d) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,

dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.

23
e) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat

dipulangkan :

(1) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda

preeklampsia berat;

(2) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah,

urin, keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda

preeklampsia berat;

(3) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.

f) Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan

penanganan clan observasi kesehatan janin;

g) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,

pertimbangkan terminasi kahamilan. Jika tidak, rawat sampai

aterm.

h) jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia

berat

Kehamilan lebih dari 37 minggu

1) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan

dengan oksitosin atau prostaglandin .

2) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan dengan

prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea

b. Preeklampsia Berat Dan Eklampsia

Penanganan preeklamsi berat menurut Pudiastuti (2012 : 165-

170), yaitu ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala

preeklamsi berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:

24
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau determinasi

ditambah pengobatan medisinal. Sedapat mungkin sebelum perawatan

aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment

NST(Non Stress Test) dan USG (Ultrasonografi).

Indikasi:

a. Ibu

(1) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

(2) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsi, kegagalan

terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi

terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan

medisinal, ada gejala-gejala atau status quo (tidak ada

perbaikan).

b. Janin

(1) Hasil fetal assessment jelek NST (Non Stress Test) dan USG

(Ultrasonografi).

(2) Adanya tanda IUGR (Intrauterine Growth Retardation).

(3) Laboratorium

Adanya “HELLP syndrome” (Hemolysis, Elevated Liver

Enzyme, Low Platelets).

Pengobatan medisinal

Pengobatan medisinal pasien preeklamsi berat yaitu:

25
a) Segera masuk rumah sakit

b) Tirah baring miring ke satu sisi

c) Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, reflek patella setiap jam

d) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infuse

RL 500 cc.

e) Dipasang foley chateter untuk mengukur pengeluaran urin

f) Antasida

g) Diet cukup protein, rendah karbohidarat, lemak dan garam

h) Pemberian obat anti kejang: magnesium sulfat

Pemberian magneisum sulfat:

(1) Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (Intravena) (20%

dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc

larutan MgSO4 (dalam 1-5 menit). Diikuti segera 4 gr di

bokong kiri IM (Intram uskular) dan 4 gr di bokong kanan

IM (Intram uskular) (40% dalam 10 cc).

(2) Dosis ulangan: diberikan 4 gr IM (Intram uskular)40%

setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan

diberikan 4 gr IM (Intram uskular) setiap 6 jam dimana

pemberian MgSO4 tidak melebihi2-3 hari.

(3) Infus intravena kontinu

(a) Berikan dosis bolus 4-6 g 20% MgSO4 yang

diencerkan dalam 100 ml cairan IV (Intravena)dan

diberikan dalam 15-20 menit.

26
(b) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100

ml cairan IV (Intravena).

(c) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelahnya dan

sesuaikan kecepatan infus antara 4 dan 7 mEq/l (4,8-

8,4 mg/dl).d. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam

setelah bayi lahir (Cunningham, 2013: 660).

(4) Syarat-syarat pemberian MgSO4

(a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium glukonas

10%, 1 gr (10% dalam 10 cc).

(b) Reflek patella positif (ekstremitas bawah kanan/kiri)

(c) Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit

(d) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya

(0,5 cc/kgBb/jam).

i) Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema

paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan

furosemid injeksi 40 mg/jam.

j) Antihipertensi diberikan bila, tekanan darah sistolik lebih 180

mmHg dan diastolik lebih 110 mmHg atau MAP (Mean

Arterial Pressure) lebih 125 mmHg.

2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal

27
a. Indikasi perawatan konservatif ialah: bila kehamilan preterm ≤ 37

minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsia dengan

keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal: sama dengan perawatan medicinal pada

pengelolaan aktif. Hanya loading doseMgSO4 tidak diberikan IV

(Intravena), cukup IM(Intram uskular) saja dimana 4 gr bokong

kiri dan 4 gr bokong kanan.

c. Pengobatan obstetri:

a) Selama perawatan konservatif: observasi dan evaluasi sama

seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.

b) Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah menacapai tanda-

tanda preeklamsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24

jam.

c) Bila dalam 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap

sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus

diterminasi.

Sasaran penatalaksanaan semua keadaan hipertensi yang

merupakan komplikasi kehamilan adalah untuk mencegah atau

mengendalikan kejang, memastikan kelangsungan hidup ibu tanpa atau

dengan kesakitan yang minimal serta melahirkan bayi yang mampu hidup

tanpa sekuele serius.

Tatalaksana Umum

a. Diet biasa tanpa pembatasan garam.

28
b. Asupan cairan tidak dibatasi (tetapi asupan dan pengeluaran cairan

dicatat).

c. Posisi miring ke samping meningkatkan aliran darah ginjal yang akan

mengurangi sebagian besar edema.

d. Sediakan perawatan dan penanganan untuk komplikasi obstetris risiko

tinggi.

e. Kunci penatalaksanaan adalah tirah baring dan pelahiran.

Preeklampsia sangat ringan (biasanya hanya hipertensi sesaat)

dapat di terapi dengan protokol berikut sebagai pasien rawat jalan

dengan pengawasan ketat.

1) Tirah baring

2) Penilaian tekanan darah setiap 4 jam (jika pasien bangun)

3) Penilaian proteinuria setiap hari dengan dipstik urin

4) Kunjungan dokter paling sedikit 2 kali seminggu

5) Melakukan uji tanpa beban (nonstress test) setiap minggu (atau

pemeriksaan kesejahteraan janin lainnya)

6) Penghitungan gerakan janin oleh ibu

7) Mengajarkan pasien dengan cermat tentang berbagai tanda klinis

yang memerlukan rawat inap segera: proteiunuria, peningkatan

tekanan darah, sakit kepala hebat dan nyeri epigastrik.

Rawat inap ibu akan membantu mencegah persalinan prematur

dan karena itu akan lebih murah (dibandingkan dengan perawatan

neonatus prematur).

29
1) Tirah baring

2) Menimbang berat badan setiap hari

3) Mengukur tekanan darah setiap 4 jam

4) Penilaian proteinuria setiap hari dengan dipstik urin

5) Pemeriksaan urin 24 jam setiap dua kali seminggu untuk

a) Klirens kreatinin

b) Protein total

30
BAB III

PEMBAHASAN

Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada

hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala dan baru

timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,

otak dan jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing atau migren

sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial. Pada survei hipertensi di

Indonesia tercatat gejala-gejala yaitu pusing, mudah marah, telinga berdengung,

mimisan (jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan

mata berkunang-kunang

Gejala dari hipertensi pada kehamilan adalah bengkak pada muka, tangan dan

kaki, nyeri dan pusing pada dahi. Seringkali gejala pertama yang mencurigakan

adanya hipertensi dalam kehamilan ialah terjadi kenaikan berat badan yang melonjak

tinggi dan dalam waktu singkat. Kenaikan berat badan 0,5 kg setiap minggu

dianggap masih dalam batas wajar, tetapi bila kenaikan berat badan mencapai 1 kg

perminggu atau 3 kg perbulan maka harus diwaspadai kemungkinan timbulnya

hipertensi dalam kehamilan. Ciri khas kenaikan berat badan penderita hipertensi ialah

kenaikan yang berlebihan dalam waktu singkat, bukan kenaikan berat badan yang

merata sepanjang kehamilan, karena berat badan yang berlebihan tersebut merupakan

refleksi dari pada edema.


Faktor penyebab hipertensi dalam kehamilan didapatkan riwayat hipertensi di

dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka

dugaan hipertensi esensial lebih besar. Saifuddin (2013) berpendapat ada faktor

keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan

terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan

genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak

menantu mengalami pre eklamsia

Hal ini sesuai dengan Roesma (2011) hipertensi juga banyak dijumpai pada

penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi.

Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya

hipertensi.Hipertensi atau tekanan darah tinggi memang diketahui merupakan suatu

kondisi yang diturunkan. Sebanyak 9 kasus dari 10 orang yang menderita hipertensi

telah terbukti karena faktor keturunan.

Peningkatan umur berpengaruh dalam peningkatan darah karena menurunnya

fungsi organ tubuh, terutama jantung dan pembuluh darah sehingga meningkatkan

kemungkinan terkena hipertensi. Menurut Siswosudarmo (2013) berpendapat bahwa

pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.

Preeklampsia - eklampsia lebih sering terjadi pada usia muda dan nulipara diduga

karena adanya suatu mekanisme imunologi di samping endokrin dan genetik; dan

pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta

belum sempurna, yang makin sempurna pada kehamilan berikutnya. Sedangkan


Sudarto (2013) mengatakan preeklampsia juga terjadi pada usia ≥ 35 tahun hal

tersebut diduga akibat hipertensi yang diperberat oleh kehamilan, karena insiden

hipertensi meningkat di atas usia 35 tahun.

Faktor lainnya adalah nutrisi ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini

berhubungan dengan beberapa keadaan kekurangan kalsium, protein, kelebihan

garam natrium atau kekurangan asam lemak tak jenuh “Poly Unsaturated Fatty Acid”

(PUFA) dalam makanannya dan Faktor endotel, teori jejas endotel akhir-akhir ini

dikemukakan sehubungan dengan peranannya dalam mengatur keseimbangan antara

kadar zat vasokonstriktor (tromboksan, endotelin, angiostensin, dan lain-lain) serta

pengaruhnya pada sistem pembekuan darah.

Artinya kejadian hipertensi dalam kehamilan diduga terkait erat dengan gaya

hidup, tingkat stres, pola makan terutama dalam hal konsumsi garam serta kurangnya

aktivitas fisik. Hal ini sesuai dengan Mu'tadin (2012) yang mengatakan bahwa

perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak,

protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), membawa

konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit hipertensi. kelebihan berat badan,

kurang aktivitas fisik, merokok, terlalu banyak mengonsumsi garam, kurang asupan

kalium, kurang olah raga, minum alkohol berlebihan, dan stres.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014 Faktor--Faktor Yang berhubungan Dengan KejadianHipertensi Pada


Pasien YangBerobat di poliklinik dewasaPuskesmas Bangkinang.
(Http://yayanakhyar.wordpress.comDiakses 20 Agutsus 2020.

Ambarwati. 2016. Asuhan Kebidanan Komunitas. Nuha Medika. Jogjakarta.

Hasan, (2014), Hipertensi dalam Kehamilan. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
Jakarta

Kemenkes, (2013). Angka Kematian Ibu di Indonesia. Available from URL:


http://www.depkes.go.id. Diakses 15 Agustus 2020.

Melati (2013) Jurnal : Asuhan Kebidanan Ibu Hamil G1P0A0 trimester III dengan
hipertensi dalam kehamilan di RSU Kabupaten Sukohardjo 2013.

Murbawani. (2012). Hipertensi pada lansia. Available from URL:


http://infomedica.com. Diakses 20 Agustus 2020.

Mu'tadin, Z. (2012). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi


Offset. Yogyakarta.

Prawirohardjo (2013). Ilmu Kebidanan . Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta

Saifuddin (2013). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo


Jakarta.

Saifuddin, (2013). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta.

Soenarta, (2017). Jurnal : Gambaran Karakteristik Ibu Hamil dengan Preeklampsia


Berat di RSU Tarakakan. Available from URL : http://www.usu.ac.id.
Diakses 20 Agustus 2020.

Wiknjosasatro, 2013. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai