Anda di halaman 1dari 17

PERDARAHAN DISFUNGSIONAL UTERUS

(HIPERMENOREA)

OLEH :

N.Nenok Ida Kurnia, SST


NIP. 19660411 198803 2 005

UPT PUSKESMAS SALAWU


KABUPATEN TASIKMALAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

MDGs bukan hanya merupakan pemenuhan komitmen internasional tetapi

merupakan penajaman upaya pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional

dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Salah satu tujuan MDGs adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta

meningkatkan kesehatan reproduksi bagi semua umur (Kemenkes, 2010).

Angka kematian maternal dan perinatal merupakan indikator keberhasilan

pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kebidanan dan perinatal. Kematian

ibu dan bayi di dunia menurut WHO tahun 2012 mencapai 800 jiwa setiap hari

(WHO, 2012). Sampai saat ini angka kematian maternal dan perinatal di

Indonesia masih cukup tinggi. Kesakitan dan kematian ibu serta kematian bayi

baru lahir, hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012

angka kematian ibu (AKI) mencapai 359/100.000 kelahiran hidup,

Salah satu upaya dalam menurunkan angka kematian ibu yaitu melalui

pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan

reproduksi yakni pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan

kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan,

serta berkesinambungan antar fase kehidupan tersebut.

1
Gangguan sistem reproduksi pada wanita usia subut yang dapat terjadi

adalah adanya Perdarahan uterus disfungsional yang diakibatkan oleh hipermenor

atau menstruasi yang banyak dan memanjang pada siklus yang biasa. Adapun

menurut Chalik (2008). Perdarahan uterus disfungsional merupakan sebab

tersering perdarahan abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita seperti

hipermenor. Dilaporkan gangguan hypermenorea ini terjadi pada 5-10% wanita.

Lebih dari 50% terjadi pada masa perimenopause, sekitar 20% pada masa remaja,

dan kira-kira 30% pada wanita usia reproduktif

Perdarahan hipermenorhoea merupakan salah satu kasus yang disebabkan

oleh DUB yang perlu mendapatkan perhatian khusus dan cukup sering terjadi

tetapi informasi tentang penyakit ini masih terbatas seperti komplikasi, data

kematian, dengan demikian peneliti tertarik untuk memaparkan kasus ibu dengan

hypermenorhoe.

B. Rumusan Masalah

Hypermenorhoe merupakan perdarahan yang terjadi saat menstruasi,

konsistensi perdarahan ini bergumpal, jumlah yang dikeluarkan cukup banyak

terlihat dari jumlah pembalut yang digunakan serta lebih lama dari 8 hari. .

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“bagaimana kasus wanita usia subur dengan hipermenorea?”

2
C. Tujuan Penulisan

1. Menggambarkan faktor hipoplasia uteri terhadap kejadian etiologi

hypermenorhoe .

2. Menggambarkan faktor mioma uteri terhadap kejadian etiologi

hypermenorhoe .

3. Menggambarkan faktor retrofleksio uteri terhadap kejadian etiologi

hypermenorhoe .

4. Menggambarkan faktor riwayat alat kontrasepsi AKDR terhadap kejadian

etiologi hypermenorhoe .

5. Menggambarkan penanganan pada ibu usia subur dengan hypermenorhoe .

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini dapat menjadi bahan pengembangan ilmu kebidanan khususnya

dalam masalah kesehatan reproduksi yang dikaitkan dengan masalah

hypermenorhoe. Memberikan gambaran karakteristik jumlah dan lama perdarahan

hypermenorhoe sehingga diharapkan dapat membantu dalam melaksanakan

diagnosis dan terapi dengan lebih tepat dan efektif.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hypermenorhoe

1. Pengertian

Hipermenorhoe adalah menstruasi yang berlarut-larut atau aliran darah

menstruasi yang hebae yang lebih jauh dapat dipersulit oleh gumpalan darah.

Hipermenor dapat disebabkan oleh leiomioma, komplikasi kehamilan,

hiperplasia endometrium, keganasan atau koagulopati (Friedman, 2007)

Hypermenorhoe adalah bentuk gangguan silus mentsruasi tetap teratur,

jumlah yang dikeluarkan cukup banyak dan terlihat dari jumlah pembalut

yang digunakan dan gumpalan darahnya (Manuaba, 2009).

Hypermenor adalah perdarahan haid yang lebih banyak atau lebih lama

dari normal (> 8 hari) sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus,

misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari

biasanya (Ambarwati, 2010).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, Hypermenorhoe adalah suatu

kondisi dimana ibu mengalami perdarahan banyak pada masa menstruasi yang

diakibatkan oleh kelainan uterus yang diukur dari jumlah darah yang keluar

setiap hari dalam pembalut.

4
2. Etiologi

Penyebab hypermenorhoe atau menorhagia diantaranya :

a. Hypoplasia uteri

Menurut Nurhanifah (2011) berdasarkan beratnya, hypoplasia dapat

mengakibatkan :

1) Amenorrhoe (uterus sangat kecil)

2) Hypomenorrhoe (uterus kecil jadi luka kecil)

3) Menorrhagia karena tonus otot rahim kurang

Terapi : uterotonika

b. Astheni

Menorrhagia terjadi karena tonus otot pada umumnya kurang.

Terapi  : uterotonika dan roborantia

c. Myoma uteri

Menurut Manuaba (2009) menorhagia pada myoma disebabkan oleh :

1) Kontraksi otot rahim kurang kuat

2) Cavum uteri luas

3) Bendungan pembuluh darah balik

Williams (2001) menambahkan faktor penyebab hypermenorhoe diantaranya

adalah :

a. Pemasangan AKDR dapat menyebabkan perdarahan yang lebih banyak

dari keadaan normal

b. Infeksi : endometritis, salpingitis, Infeksi menyebabkan hyperaemia

5
c. Retroflexio uteri, karena bendungan pembuluh darah balik

d. Penyakit darah : Werlhoff, haemofili

3. Tanda dan Gejala

Tanda hypermenorhoe diantaranya perdarahan yang banyak dengan

gejala perubahan mood, pusing, lemah, letih, rasa lelah yang berlebihan.

4. Patofisiologi

Pasien dengan hypermenorea telah kehilangan siklus endometrialnya

yang disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya

pasien mendapatkan siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat

menstimulasi pertumbuhan endometrium, berproliferasi terus menerus

sehingga perdarahan yang periodik tidak terjadi (Quenan, 2004).

Gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi

karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan

pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasi endometrium

karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus.

5. Komplikasi

Hyhpermorhoe akan menimbulkan anemia dari perdarahan haid

berkepanjangan atau banyak yang pada akhir wanita mengalami syok

hipovolemik.

6
6. Penatalaksanaan

Pada hypermenorhoe juga terdapat beberapa cara pengobatannya.

Apabila dijumpai kelainan organik, tentu dengan sendirinya penyebabnya

dapat dihilangkan (Lisnawati, 2010 dan Suseno, 2011).

1. Membina hubungan baik dengan ibu dan keluarga

2. Menjelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga

3. Melakukan informed consent setiap tindakan

4. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk terapi dan tindakan

5. Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah dan

USG

6. Kombinasi progesteron dan esterogen dari hari 16-25 siklus haid.

7. Jika obat-obat tersebut tidak bisa dijangkau oleh pasien kita dapat

memberikan terapi pil KB dengan kadar progesteron yang tinggi.

8. Pada wanita yang ingin punya anak dapat diobati dengan pemberian obat

obat pemicu ovulasi dan jika memungkinkan bisa dilakukan pemeriksaan

hormon FSH, LH dan PRL.

9. Pada setiap wanita yang berusia 35 tahun harus dilakukan kuretase

diagnostik untuk menyingkirkan adanya keganasan. Memberikan anti

perdarahan seperti ergometrin tablet/injeksi, KIEM untuk pemeriksaan

selanjutnya, serta merujuk ke fasilitas yang lebih tinggi dan lengkap.

7
B. Kerangka Teori

DUB

Amenorea Menometroragia Menoragia Metroragia

Oligomenorea Polimenorea

Etiologi L Penatalaksanaan : Komplikasi :


1. Hypoplasia 1. Membina hubungan baik 1. anemia
uteri 2. Menjelaskan hasil 2. syok
2. Astheni pemeriksaan hipovolemik
3. Myoma uteri 3. informed consent
4. Pemasangan 4. Kolaborasi dengan
AKDR dokter dan petugas
5. Infeksi laboratorium
6. Retroflexio 5. Terapi
uteri
7. Penyakit darah

Sumber : Nurhanifah, 2011. Manuaba, 2009, dan Williams, 2001


Gambar 2.1 Kerangka Alur Pikir Studi Kasus
Ibu dengan Hypermenorhoe

DUB merupakan perdarahan kelainan uterus, berbagai macam kelainan

perdarahan ini diantaranya adalah amenorea, menometroragia, oligomenorea,

menoragia, metroragia dan polimenorea. Menoragia merupakan kasus terbanyak dari

perdarahan sebagai akibat DUB. Adapun pada penelitian ini adalah akan mengkaji

menoragia atrau hypermenorhoe yang meliputi etiologi, penatalaksanaannya serta

komplikasi

8
BAB III

ILUSTRASI KASUS DAN PEMBAHASAN

Ny. I berusia 49 tahun P2A0 mengeluh sakit dan pengeluaran darah saat haid

yang lebih banyak dari biasa kurang lebih 8 kali ganti pembalut. Menarche 16 tahun,

menikah 19 tahun dan tidak menggunakan KB. Ibu mengatakan usia melahirkan anak

yang pertama berusia 25 tahun, sedangkan usia waktu melahirkan anak yang kedua

yaitu 30 tahun sehingga jarak antara anak pertama dan kedua 5 tahun.

Ny. I mengatakan tidak pernah keguguran, seama ini ibu tidak menggunakan

kontrasepsi AKDR. Ibu mengatakan pernah mengalami sakit perut bagian bawah

yang disertai perdarahan, ibu juga mengeluh karena saat berkemih terasa nyeri

kemudian ibu melakukan pemeriksaan ke petugas kesehatan.

Mengenai riwat menstruasi ibu mengatakan jarak antara menstruasi yang

satu dengan mentruasi sebelumnya 28 hari, ibu mengalami menstruasi lebih dari 8

hari. Ibu juga mengatakan nyeri saat menstruasi merasa nyeri dengan darah

menstruasi bergumpal, banyaknya haid 8 pembalut ganti dalam setiap hari.

Berdasarkan hasil USG tidak ditemukan adanya hipoplasia, dengan demikian

kejadian hypermenorhoe bukan disebabkan oleh hipoplasia. Kejadian pertama ada

darah haid banyak selama 4 bulan, tanpa disertai nyeri. Ibu tidak memeriksakan ke

tenaga kesehatan dengan alasan tidak mengeluh sakit.

Apabila ibu mengalami hipoplasia uteri, maka cenderung akan menyebabkan

hipermenorhoe. Walaupun dalam penelitian ini kasus tersebut tidak bertentangan atau

9
tidak sesuai teori Friedman (2007) yang mengatakan bahwa penyebab

hypermenorhoe atau menorhagia diantaranya hypoplasia uteri.

Nurhanifah (2011) berpendapat berdasarkan beratnya, hypoplasia dapat

mengakibatkan Amenorrhoe (uterus sangat kecil), Hypomenorrhoe (uterus kecil jadi

luka kecil) dan Menorrhagia karena tonus otot rahim kurang.

Berdasarkan kasus diatas ibu merasa perut sakit bagian bawah. Hal ini

ditunjang dengan hasil diagnosa USG adanya terus membesar mencapai 6,5 mm.

Data tersebut menunjukkan ibu mengalami mioma uteri. Hal ini sesuai dengan

menurut Nurhanifah (2013) menorrhagia atau hipermenor pada pada mioma uteri

disebabkan oleh kontraksi otot yang kurang kuat, permukaan endometrium yang luas

dan bendungan vena uterus.

Adanya peningkatan ukuran mioma uteri dari diagnosis pertama disebabkan

oleh gaya hidup yang kurang baik. Menurut analisis penulis makanan yang berlemak

merangsang pertumbuhan sel khususnya dalam organ yang mengalami nekrosis.

Menurut Parmono (2013) menyebutkan bahwa pantangan bagi ibu penderita mioma

uteri adalah konsumsi makanan yang berlemak dan karbohidrat tinggi (daging

terutama daging unggas) karena mengandung estrogen yang dapat mempercepat

pertumbuhan mioma). Danjurkan makanan lemak jenuh seperti minyak yang

mengandung Omega3, dan hindari kacang-kacangan, tauge konsumsi sayuran dan

hindari minum alkohol dan soft drink.

Kasus diatas juga menemukan bahwa ibu tidak dianjurkan untuk

mengkonsumsi taoge oleh dokter, hal ini disebabkan karena toge berkhasiat untuk

10
meningkatkan kesuburan. Oleh karena itu bagi penderita mioma, mengkonsumsi

tauge dapat merangsang terhadap pertumbuhan sel baru pada uterus. Menurut

penelitian ilmiah yang dilakukan James Dukes, sayuran tauge jenis apa pun

mengandung banyak sekali senyawa fitokimiawi berkhasiat. Dengan demikian ada

pantangan bagi penderita kanker untuk mengurangi konsumsi tauge.

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri. Menurut

Marino (2004) diduga  mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan

dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai

abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah

estrogen, progesteron dan human growth hormone.

Hal ini sesuai dengan (Parker, 2007). wanita kebanyakan didiagnosa dengan

mioma uteri dalam usia 40-an, tetapi masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri

yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran

secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang

bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana dokter

merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani

histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan anak

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar

10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan

gejala klinis antara 35 – 45 tahun. Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27%

wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan

11
terjadi sebelum menarche dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih

bertumbuh (Prawirohardjo, 2007)

Kurniawati. (2011) dengan judul Asuhan Kebidanan Gangguan Sistem

Reproduksi Pada Ny.A P4A1 dengan Perdarahan Uterus Disfungsional di Bangsal

Mawar 1 RSUD DR Moewardi Surakarta. Dari hasil peneltiannya menemukan

setelah dilakukan asuhan kebidanan, perdarahan pada pasien dapat berkurang. Selama

2 hari perawatan, Ny. A mengalami peningkatan yang lebih baik, asuhan yang

diberikan diantaanya adalah kolaborasi dengan dokter dalam penatalaksanaan

pemberian obat. Obat antibiotik yaitu cefotaxime/12 Jam Skin tes, Injeksi,

mengobservasi Tanda-tanda Vital, cairan infuse RL : DS 5%, mengobservasi jumlah

perdarahan, menganjurkan pasien untuk istirahat dan menganjurkan ibu untuk

mengkonsumsi makanan yang bergizi. Setelah dilakukan asuhan selama 2 hari, pasien

dapat pulang dan dianjurkan untuk kontrol kembali 1 minggu kemudian.

Berdasarkan hasil analisis kasus tersebut pasien mengalami komplikasi

sebagai akibat perdarahan yang terus menerus. Dari hasil penelitian dan diagnosis,

mengalami anemia berat , hal ini disebabkan karena pada keadaan mioma ibu

mengalami perdarahan sehingga kadar hemoglobin ibu menurun. Hal ini sesuai

dengan Ambarwati (2010) yang mengatakan anemia merupakan akibat paling sering

dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya

cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang pada

beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia

dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang

12
menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi

pembentukan eritropoietin ginjal.

Penatalaksaan pada pasien yang mengalami mioma uteri dengan operasi.

Menurut Tucker, Susan Martin (2008) pada mioma kecil dan tidak menimbulkan

keluhan, tidak diberikan terapi, hanya perlu diamati tiap 3 – 6 bulan untuk menilai

pembesarannya. Pembedahan dan pengangkatan mioma dilakukan bila besarnya

mioma melebihi besar rahim seperti pada kehamilan 12 – 14 minggu. Sekitar 15 –

40% terjadi kekambuhan setelah dilakukan miomektomi atau pengangkatan mioma

dan 2/3-nya memerlukan pembedahan lagi.

Selain itu indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri

subserosum bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita

yang mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan

pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara

penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan

operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan histerektomi

total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total

Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO).

Beberapa teori menyebutkan bahwa kondisi retroflexio uteri dapat

mengakibatkan hipermenor karena bendungan pembuluh darah balik. Menurut

Nurhanifah (2013) menorrhagia biasanya berhubungan dengan fibroid pada uterus,

adenommiosis, infeksi pelvis, polips endometrial, dan adanya benda asing seperti

IUD.

13
Faktor riwayat alat kontrasepsi AKDR terhadap kejadian etiologi

hypermenorhoe. kejadian hipermenor disebabkan karena pemasangan AKDR.

Walaupun demikian, mengingat salah satu efeksamping dari pemasangan AKDR

adalah perdarahan yang lebih banyak pada saat menstruasi. Hal ini sesuai dengan

Williams (2001) menambahkan faktor penyebab hypermenorhoe diantaranya adalah

Pemasangan AKDR dapat menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dari keadaan

normal. Ibu usia subur yang menggunakan kontrasepsi AKDR dapat mengalami

perdarahan berat atau berkepanjangan, menoragia setelah masa awal penyesuaian

uterus terhadap AKDR harus dievaluasi untuk mengantisipasi AKDR terlepas

sebagian dan adanya keadaan patologis pada servik dan uterus.

Berdasarkan uraian tersebut, etiologi hypermenorhea diantaranya hormon tak

Seimbang, Dalam siklus menstruasi normal, keseimbangan hormon estrogen dan

progesteron menyesuaikan kondisi dinding uterus (endometrium), untuk mengatur

pancaran darah menstruasi. Jika timbul ketidakseimbangan hormon, endometrium

menghasilkan aliran darah hebat.

14
BAB IV

PENUTUP

Hipermenorhoe adalah menstruasi yang berlarut-larut atau aliran darah

menstruasi yang hebae yang lebih jauh dapat dipersulit oleh gumpalan darah.

Hipermenor dapat disebabkan oleh leiomioma, komplikasi kehamilan, hiperplasia

endometrium, keganasan atau koagulopati. Perdarahan hipermenorhoea merupakan

salah satu kasus yang disebabkan oleh DUB yang perlu mendapatkan perhatian

khusus dan cukup sering terjadi tetapi informasi tentang penyakit ini masih terbatas

seperti komplikasi.

Oleh karena itu sebaiknya ibu usia subur dapat melakukan pemeriksaan

kesehatannya secara rutin dan melakukan diet gizi yang baik. Selain itu juga

disarakan untuk melakukan deteksi dini untuk mencegah hipermenor akibat dari

mioma uteri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2010. Perdarahan Uterus Disfungsional . http://www.

Chalik, 2008. Perdarahan uterus disfungsional. http://www.medica.info.com

Friedman, 2007. Ginekologi. Edisi Kedua. Binarupa Aksara. Jakarta

Lisnawati, 2011. Buku Pintar Bidan. TIM. Jakarta

Manuaba, 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita, ARCAN, Jakarta.

Nurhanifah, 2011. Hipermenorhoe. http://www.kespro.org

Queenan, J. T., Elia, G. F. W., 2004. Dysfuntional Uterine Bleeding. Diakses dari 
Kemenkes, 2010. Millenium Developments Goals. http://www.depkes.go.id

WHO, 2012. Kematian Ibu di Dunia. http://www.who.int

William, 2001. Obstetri dan Ginekologi. EGC. Jakarta

Pramono (2013). Gizi Tepat Bagi Penderita Mioma.


http://obatmiomauterialami.blogspot.com/2013

16

Anda mungkin juga menyukai