Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah kelanjutan dari global


goals Melenium Development Goals (MDGs) yang berakhir tahun 2015. Menurut
kemenkes RI dalam program SDGs bahwa target sistem kesehatan nasional yaitu
pada goals ke 3 menerangkan bahwa pada 2030, mengurangi angka kematian ibu
hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup,mengakhiri kematian bayi dan
balita yang dapat dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka
Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka
Kematian Balita 25 per 1.000 kelahiran hidup, mengurangi sepertiga kematian
prematur akibat penyakit tidak menularmelalui pencegahan dan perawatan, serta
mendorong kesehatan dan kesejahteraan mental, Pada 2030 menjamin akses
semesta kepada pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk keluarga
berencana(KB), informasi dan edukasi, serta integrasi kesehatan reproduksi ke
dalam strategi dan program nasional (KemenkesRI,2015).

Keberhasilan upaya peningkatan kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat


dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI).AKI adalah jumlah kematian ibu selama
masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan,
dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh, dll di setiap 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini tidak hanya
mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat
kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas, SDKI tahun 2012
menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi 305
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk
Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Kemenkes RI,2016;h.104).
Kematian ibu merupakan kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa
kehamilan dan persalinan serta masa nifas. Angka kematian ibu bersama dengan
kematian bayi senantiasa menjadi indikator keberhasilan pembangunan kesehatan
juga menggambarkan status gizi dan kesehatan terutama untuk ibu hamil, bersalin
dan nifas. Di Provinsi bengkulu pada Tahun 2018 secara absolut jumlah kematian
ibu sebanyak 39 Orang, yang terdiri dari kematian ibu hamil sebanyak 4 Orang,
Kematian ibu bersalin sebanyak 10 Orang, dan kematian ibu nifas sebanyak 25
Orang, Empat tahun terakhir dari tahun 2014 s.d 2017. Dinas Kesehatan Provinsi
Bengkulu berhasil menurun kan angka kematian ibu dari kondisi awal 146 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014 menjadi sangat bermakna sebesar 79 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2017, dengan berbagai upaya dan inovasi
program yang telah dilakukan. Tahun 2018 terjadi peningkatan angka kematian ibu
111 per 100.000 kelahiran hidup, walaupun ada peningkatan tetapi sudah berada
dibawah target yaitu 115 per 100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian
ibu yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, gangguan metabolik, infeksi dan
lain-lain(Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2018)

Kematian bayi adalah kematian bayi pada usia 0-11 Bulan (termasuk
neonatal) tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan, bencana, cedera atau bunuh
diri. Di Provinsi Bengkulu Tahun 2018 dari 36.292 jumlah bayi, jumlah bayi lahir
hidup sebanyak 35. 131 bayi dan jumlah kematian bayi sebanyak 249 orang.
Angka kematian bayi per 1000 KH pada lima tahun terakhir di Provinsi Bengkulu
naik turun dimana pada Tahun 2014 sebesar 11 per 1000 KH dan tahun 2015, 2016
turun yaitu 10 per 1000 KH, dan pada Tahun 2017 kembali turun yaitu 9 per 1000
KH dan Tahun 2018 kembali turun menjadi 7 per 1000 KH. Jumlah kematian bayi
di kabupaten Kepahiang Tahun 2018 yaitu terdapat 32 orang atau sebanyak 14 per
1000 KH. (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2018)

Hipertensi dalam kehamilan sebagai akibat dari hipertensi menahun dibagi


menjadi 2 kategori, yaitu hipertensi kronik dan superimposed preeklamsia.
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang
didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 mingu pasca
persalinan.Pada hipertensi kronis dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer dan
sekunder.Pada hipertensi primer penyebabnya tidak diketahui secara pasti atau
idiopatik, sedangkan pada hipertensi sekunder penyebabnya diketahui secara
spesifik yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin dan penyakit
kardiovaskular (Manuaba, 2007).

Gangguan hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi medis yang paling


umum, mempengaruhi 5-10% kehamilan di seluruh dunia. Mereka tetap menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu, janin, dan bayi baru lahir. Risiko
ibu termasuk solusio plasenta, stroke, kegagalan organ multipel, dan koagulasi
intravaskular diseminata. Janin berisiko tinggi mengalami keterlambatan
pertumbuhan intrauterin (25% dari kasus pre-eklampsia), pra-kematangan (27%
dari kasus pre-eklampsia), dan kematian akibat kehamilan (4% dari kasus pre-
eklampsia). (European Heart Journal, 2018)

Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya


semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai proteinuri,
diagnosisnya adalah superimposed preeklamsia. Preeklamsia pada hipertensi kronik
biasanya muncul pada usia kehamilan lebih dini daripada preeklamsia murni, serta
cenderung cukup parah dan pada banyak kasus disertai dengan hambatan
pertumbuhan janin (Manuaba, 2007).

Anamnesis hipertensi dalam kehamilan dilakukan dengan anamnesa pada


pasien/keluarganya mengenai adanya gejala, penyakit terdahulu seperti hipertensi,
penyulit dalam pemakaian kontrasepsi hormonal dan penyakit ginjal, penyakit
keluarga dan gaya hidup sehari-hari meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok
dan minum alkohol (POGI, 2010).

B. RumusanMasalah
Adapun rumusan masalah yang di kemukakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Apa defenisi dari Hipertensi dalam kehamilan ?
2. Apa penyebab Hipertensi dalam kehamilan ?
3. Bagaimana Patofisiologi Hipertensi dalam kehamilan ?
4. Bagaimana Penatalaksanaan secara medis hipertensi dalam kehamilan ?
5. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi dalam kehamilan ?
6. Bagaimana gangguan hipertensi dan manajemen hipertensi persalinan, pasca
persalinan ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui apa itu penyakit hipertensi dalam kehamilan serta cara
penanganannya dalam kegawatdaruratan kebidanan
2. Tujuan Khusus
a) MengetahuiApa defenisi dari Hipertensi dalam kehamilan
b) Mengetahui penyebab Hipertensi dalam kehamilan
c) Mengetahui Patofisiologi Hipertensi dalam kehamilan
d) Mengetahui Penatalaksanaan secara medis hipertensi dalam kehamilan
e) Mengetahui Apa saja komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi dalam
kehamilan
f) Mengetahui gangguan hipertensi dan manajemen hipertensi persalinan,
pasca persalinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. HipertensidalamKehamilan
A. Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi ketika
hipertensi pertama kali terdeteksi pada ibu yang diketahui normotensif (memiliki
tekanandarah normal) setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria
yang signifikan atau ciri-ciri preeclampsia lainnya.Hipertensi ini di diagnosis
ketika, setelah beristirahat, tekanan darah ibu meningkat di atas 140/90 mmHg
pada setidaknya dua kejadian yang rentang waktunya tidak lebih dari satu
minggu.Hipertensi dalam kehamilan terjadi apabila tekanan darah mencapai
140/90 mmHg atau lebih saat kehamilan.

B. Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalahberdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy tahun 2001 memberikan suatu klasifikasi untuk
mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, yaitu:
1) Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan.
2) Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
3) Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang kejang atau
koma.
4) Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
5) Hipertensi gestasional (disebut juga transiet hypertension) adalah hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-
tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.

Dalam Journal of the American Heart Association tahun 2019 terdapat


Klasifikasi ACOG Hipertensi pada Kehamilan :

KONDISI DEFINISI
Hipertensi Gestasional Tekanan darah (> 140/90 mm Hg) setelah 20
minggu kehamilan tanpa disfungsi sistem organ
lainnya
Preeklampsia Tekanan darah meningkat setelah 20 minggu
kehamilan ditambah dengan proteinuria atau
disfungsi organ akhir lainnya
Peningkatan TD sebelum 20 minggu kehamilan
Hipertensi kronis atau bertahan melebihi 12 minggu postpartum
Hipertensi kronis dengan peningkatan TD dan proteinuria onset baru atau
preeklampsia superimposed disfungsi organ lain selain hipertensi yang sudah
ada sebelumnya

C. Pedoman Klinis Dalam Hipertensi


Dalam Jurnal Institute Of Obstetricians & Gynaecologists tahun 2019 dalam
Clinical Practice Guideline The Manangement Of Hypertension In Pregnancy
ada beberapa pedoman klinis dalam hipertensi pada kehamilan, yaitu :
1. Pengukuran tekanan darah
Dampak pengukuran tekanan darah yang akurat pada diagnosis dan
manajemen penyakit hipertensi pada kehamilan. Tekanan darah seharusnya
diukur dengan wanita itu beristirahat dan dalam posisi duduk dengan lengan
ditingkat hati. Manset dengan ukuran yang sesuai harus digunakan untuk
menghindari over ataumeremehkan. Jika lingkar lengan tengah lebih besar
dari 33cm, besarmanset harus digunakan. Rata-rata dua pembacaan tekanan
darah perludiambil untuk mendiagnosis hipertensi dengan benar.
Korotkoff fase V harus digunakan untuk mengukur tekanan darah
diastolik kehamilan seperti itu jauh lebih mudah direproduksi. Di mana
Korotkoff 5 tidak ada, Korotkoff4 (meredam) dapat diterima tetapi metode
yang digunakan harus konsisten dandidokumentasikan.
Tekanan darah harus diukur dengan perangkat aneroid yang
dikalibrasi ataumesin otomatis yang telah divalidasi untuk digunakan dalam
kehamilan. Otomatismetode perlu digunakan dengan hati-hati, karena
bahkan perangkat divalidasi pada kehamilanmungkin meremehkan
pembacaan tekanan darah pada pre-eklampsia. Oleh karena itu. Dianjurkan
untuk menggunakan perbandingan menggunakan perangkat aneroid yang
dikalibrasi.Semua perangkat, baik aneroid atau otomatis, perlu dikalibrasi
untuk akurasisecara teratur
2. Kuantifikasi proteinuria
Tes strip reagen urine sederhana, murah dan tes skrining yang sesuai
untuk proteinuria terutama ketika kecurigaan pre-eklampsia rendah.
Perkiraan kesetaraan adalah:
1+ = 0,3 g / l
2+ = 1 g / l
3+ = 3 g / l
Ada kesalahan pengamat yang cukup besar dengan penilaian strip reagen
visual. Akibatnya, pembaca reagen strip otomatis, yang secara signifikan
meningkatkan keduanya tingkat positif dan negatif palsu, harus digunakan.
Jika perangkat membaca reagen strip otomatis menghasilkan hasil 1+ atau
lebih, proteinuria harus diukur secara formal. Standar emas untuk
mendiagnosis proteinuria abnormal pada kehamilan adalah 24 jam protein
urin> 300 mg per hari, meskipun akurasinya dipengaruhi banyak faktor-
faktor seperti kecukupan dan akurasi pengumpulan, dan variasi protein
pengeluaran. Di mana pengumpulan urin 24 jam digunakan untuk mengukur
proteinuria, di sana harus menjadi metode yang diakui untuk mengevaluasi
kelengkapan sampel. Tingkat cut-off protein urin / kreatinin 30 mg / mmol
setara dengan 24 jam protein urin> 300 mg per hari dan ini menghilangkan
kesulitan bawaan melakukan pengumpulan urin 24 jam dan mempercepat
proses pengambilan keputusan
D. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan
Hipertensi pada kehamilan harus didefinisikan sebagai:
1. Tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg
2. Tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg
Pengukuran ini harus didasarkan pada rata-rata setidaknya dua pengukuran,
diambil dengan menggunakan lengan yang sama, terpisah beberapa jam.
Ketinggian baik tekanan darah sistolik dan diastolik telah dikaitkan dengan efek
samping hasil janin dan karena itu keduanya penting. Hipertensi dapat
didefinisikan lebih lanjut sebagai ringan, sedang atau berat. Hipertensi Ringan:
tekanan darah diastolik 90-99mmHg, darah sistolik tekanan 140–149mmHg.
Hipertensi Sedang: Tekanan darah diastolik 100-109mmHg, sistolik tekanan
darah 150–159mmHg. Hipertensi Berat: Tekanan darah diastolik 110mmHg
atau lebih, sistolik tekanan darah 160mmHg atau lebih besar. Untuk hipertensi
berat, pengukuran ulang harus dilakukan konfirmasi tidak lebih dari 15 menit
kemudian. (Institute Of Obstetricians & Gynaecologists, 2019)

E. Etiologi
1. Hipertensi Dalam Kehamilan
Etiologi hipertensi dalam kehamilan beragam, tergantung dari subtipe
hipertensi.Hipertensi kronis yang sekunder dapat disebabkan oleh beberapa
etiologi yakni penyakit parenkimal ginjal (mis. ginjal polikistik), penyakit
vaskular ginjal (mis.stenosi arteri ginjal, displasia fibromuskuler), gangguan
endokrin (mis.kelebihan adrenokortikosteroid atau mineralokortikoid,
feokromositoma, hipertiroidisme atau hipotiroidisme, kelebihan hormon
pertumbuhan, hiperparatiroidisme), koarktasio aorta, atau penggunaan
kontrasepsi oral. ( Khairani, 2019)
2. Preeklampsia
Etiologi pasti preeklampsia masih belum diketahui.Walaupun begitu,
beberapa peneliti menduga kuat adanya hubungan antara preeklamsia
dengan kelainan pada pembuluh darah plasenta.Diduga bahwa pembuluh
darah plasenta mengalami kelainan sehingga menjadi lebih sempit
dibandingkan normal. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam aliran
darah melalui pembuluh darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah dan gangguan pertumbuhan janin intrauterin. ( Khairani, 2019)
3. Eklampsia
Hingga saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum
diketahui dengan pasti.Namun, sejumlah dugaan menyebutkan bahwa
kondisi ini diakibatkan oleh kelainan pada pembuluh darah dan kelainan
pada plasenta. (Marianti, 2017)
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko preeklamsia dan
eklamsia pada ibu hamil adalah:
a. Hamil pada usia remaja atau diatas usia 40 tahun.
b. Memiliki riwayat preeklamsia atau eklamsia pada kehamilan
sebelumnya.
c. Obesitas.
d. Mengalami hipertensi sebelum menjalani kehamilan.
e. Menjalani kehamilan yang dilakukan melalui donor sel telur atau
inseminasi buatan.
f. Mengalami kehamilan berganda.
g. Mengalami anemia sel sabit.
h. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.

F. Tanda dan Gejala


1. Hipertensi dalam kehamilan
Adapun tanda dan gejalanya yaitu (Veratamala,2019) :
a) Ditemukannya kelebihan protein dalam urin (proteinuria) atau tanda-
tanda tambahan masalah ginjal.
b) Sakit kepala yang parah.
c) Perubahan penglihatan, penglihatan menjadi kabur atau sensitivitas
cahaya.
d) Nyeri pada perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk Anda di
sisi kanan.
e) Mual atau muntah.
f) Urin dari buang air kecil menurun.
g) Penurunan kadar trombosit dalam darah.
h) Gangguan pada fungsi hati.
i) Sesak napas, hal ini disebabkan oleh cairan di paru-paru.
j) Kenaikan tiba-tiba pada berat badan dan pembengkakan (edema),
khususnya di wajah dan tangan, sering menyertai preeklampsia. Tapi hal-
hal ini juga terjadi di banyak kehamilan normal, sehingga kadang tidak
dianggap sebagai tanda-tanda preeklampsia.
2. Preeklampsia
Preeklampsia ditandai dengan tekanan darah tinggi dan proteinuria (adanya
protein dalam urin). Selain itu, preeklampsia juga dapat ditandai dengan
(Veratamala,2019) :
a) Sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 90 mmHg
b) Proteinuria : ≥ 5 gr/jumlah urine 24 jam atau +4
c) Oliguria (< 400-500cc/24 jam)
d) Pembengkakan pada wajah atau tangan
e) Sakit kepala yang sulit hilang
f) Nyeri pada perut bagian atas atau bahu
g) Mual dan muntah
h) Kesulitan bernapas
i) Kenaikan berat badan tiba-tiba
j) Terganggunya penglihatan

3. Eklampsia
Secara umum tanda gejala Eklampsia hampir sama dengan Preeklamsia tetapi
terdapat satu perbedaan yang spesifik yaitu di sertai kejang, adapun tanda dan
gejala nya yaitu ( Setiawan, 2019 ):
a) Sakit Kepala lebih terasa di bagian depan yang berat dan menetap
b) Gangguan penglihatan
c) Nyeri ulu hati
d) Mual muntah
e) Sesak nafas
f) kejang
G. Patofisiologi
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah ( Prawirohardjo S, 2010) :
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium
menjadi arteri basalis dan memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga
jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis
mengalami distensi dan dilatasi.
Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan
aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhna janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri
spiralis” yang dapat dilihat pada gambar

Gambar 1. Remodeling pembuluh darah pada kehamilan normal dan hipertensi dalam
kehamilan (Powe CE, et al., 2014)
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun, dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis
hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.

2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


a) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan iskemia plasenta adalah radikal hidroksil yang sangat toksis,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Produksi oksidan
pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang
dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal bebas dalam darah,
maka hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,
selalu diimbangi dengan produksi antioksidan
b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak
sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh
tubuh melalui aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran
sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan
terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
c) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut
“disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
1. Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
2. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat
di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokontriktor kuat. Dalam
keadaan normal perbandingan kadar protasiklin/tromboksan lebih tinggi
kadar prostasiklin (vasodilator). Pada preeklampsi kadar tromboksan
lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, maka
terjadi kenaikan tekana darah.
3. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
4. Peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar
vasodilator menurun, sedangkan endotelin (vasokontriksi) meningkat.
6. Peningkatan faktor koagulasi.
3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan
dengan fakta sebagai berikut :
a) Primigravida mempunyai resiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
b) Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai resiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
yang sebelumnya.
c) Seks oral mempunyai resiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah
makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

4) Teori adaptasi kardiovaskular


Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya
refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi
oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.
Hal ini dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan vasopresor akan
hilang bila diberi prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang menghambat
produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter
terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi peka
terhadap bahan vasopresor.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang
akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada
kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan
H. Perawatan, Penyaringan & Pencegahan Prakonsepsi
Dalam Jurnal Institute Of Obstetricians & Gynaecologists tahun 2019
dalam Clinical Practice Guideline The Manangement Of Hypertension In
Pregnancy ada beberapa perawatan, penyaringan dan pencegahan prakonsepsi,
yaitu :
1. Perawatan
Konseling pra-konseptual untuk wanita dengan hipertensi yang sudah
ada sebelumnya adalah direkomendasikan. Karakteristik ibu yang
meningkatkan risiko ditumpangkan pre-eklampsia harus diidentifikasi
dan faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti obesitas dan
diabetes yang tidak terkontrol harus ditangani. Konseling harus
mencakup penjelasan tentang risiko pre-eklampsia dan pembatasan
pertumbuhan janin. Perempuan harus dididik tentang tanda-tanda dan
gejala pre-eklampsia. Perubahan agen antihipertensi untuk perawatan
dalam kehamilan harus dilakukan sementara wanita itu merencanakan
kehamilan jika wanita itu memiliki hipertensi yang sudah ada
sebelumnya tanpa komplikasi, atau, jika di hadapan kondisi
komorbiditas, dia kemungkinan mudah hamil (dalam 12 bulan). Obat
antihipertensi yang dapat digunakan untuk kehamilan dijelaskan pada
Tabel 1. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, penghambat
reseptor angiotensin(ARB) dan inhibitor renin harus dihentikan ketika
merencanakan kehamilan atau segera setelah kehamilan didiagnosis.
2. Penyaringan
Dalam beberapa dekade terakhir, ada upaya penelitian intensif
yang diarahkan mengembangkan tes skrining untuk pre-eklampsia
hipertensi. Plasma yang tersebar luas perubahan mendahului onset klinis
preeklampsia dan ada yang intens minat pada identifikasi biomarker
prediktif, dalam harapan bersama bahwa prediksi kehamilan awal
gangguan akan ditingkatkan dengan penambahan dari biomarker ke
algoritma berbasis klinis dan ultrasound.
Konsisten dengan asal plasenta penyakit, faktor pertumbuhan
angiogenik yang diturunkan secara plasenta dan reseptor terkait seperti
PlGF, tirosin kinase-1 fms yang dapat larut (vaskuler) reseptor faktor
pertumbuhan endotel 1), angiogenin dan endoglinsebelumnya terlibat dalam
pre-eklampsia oleh banyak peneliti. Beberapa tes yang tersedia secara
komersial, berdasarkan biomarker ini dan yang lainnya, sekarang tersedia.
Misalnya, Perkin Elmer dan Roche memiliki tes berbasis PlGF untuk
prediksi pre-eklampsia. Keduanya melaporkan utilitas klinis terbaik untuk
deteksipre-eklampsia dini tetapi penggunaannya terbatas untuk prediksi
termpenyakit. Mungkin ini tidak mengherankan karena secara luas
berpendapat bahwa preeklamsia onset dini adalah gangguan yang lebih
homogen, terkait dengan abnormalitas.plasentasi, yang dapat diprediksi,
sampai taraf tertentu, melalui level yang diubahprotein plasma spesifik yang
terlibat dalam angiogenesis. Alere telah mengembangkan poinuji perawatan
PlGF untuk prediksi hasil yang merugikan pada wanita yang datang
dengandiduga pre-eklampsia.
Namun yang terpenting, tidak satu pun dari tes ini yang divalidasi
dengan tepatuji coba terkontrol acak skala besar yang dirancang dan
didukung secara memadai untukmenilai sensitivitas, spesifisitas, dan
efektivitas biaya. Ada kekhawatiran lebih lanjut;kesadaran yang meningkat
akan risiko mungkin akan mengarah pada peningkatan intervensi.
ItuMengejar komplikasi morbiditas ibu yang lebih rendah dapat terjadi
dengan mengorbankan apeningkatan substansial dalam tarif pengiriman pra-
jangka dan rata-rata berkurang secara signifikanusia kehamilan dan
peningkatan neonatal dan morbiditas jangka panjang. Karena itu, tidaktes
skrining harus digunakan di luar uji coba terkontrol secara acak.
Selain itu, desain dari setiap uji coba masa depan dari tes skrining
yang diusulkan untuk preeklampsia harus mencakup hasil utama dari
perbedaan yang tidak inferior dalam
hasil neonatal komposit
3. Mengurangi risiko Gangguan Hipertensi
Strategi untuk mencegah pre-eklampsia adalah subjek yang sedang
berlangsung intensif upaya penelitian. Sampai saat ini, tidak ada perawatan
yang dapat secara efektif mencegah pre-eklampsiasemua kasus. Penggunaan
aspirin dosis rendah (LDA) setiap hari tampaknya mengurangi risiko pre-
eklampsia pada wanita dengan peningkatan risiko mengembangkan kondisi.
Sementara LDA tampaknya memiliki manfaat terbesar ketika
dimulai sebelum usia kehamilan 16 minggu, ada tidak ada bukti yang
menunjukkan ada risiko yang terkait dengan memulai LDA di kemudian
hari usia kehamilan. Selain itu, LDA tampaknya dapat ditoleransi dengan
baik dan aman tanpa efek samping utama atau bukti peningkatan perdarahan
atau solusio plasenta.
Oleh karena itu, wanita yang berisiko tinggi pre-eklampsia harus
mengonsumsi 75 mg aspirin setiap hari dari 12 minggu sampai kelahiran
bayi. Wanita berisiko tinggi adalah mereka dengan salah satu dari yang
berikut:
a) penyakit hipertensi selama kehamilan sebelumnya
b) penyakit ginjal kronis
c) Penyakit autoimun seperti lupus eritematosis sistemik atau sindrom
antifosfolipid
d) diabetes tipe 1 atau tipe 2
e) hipertensi kronis
Wanita dengan lebih dari satu faktor risiko moderat untuk pre-
eklampsia harus mengambil minum 75 mg aspirin setiap hari mulai 12
minggu sampai kelahiran bayi. Faktor-faktor yang menunjukkan risiko
sedang adalah:
a) kehamilan pertama
b) usia 40 tahun atau lebih
c) Interval kehamilan lebih dari 10 tahun
d) indeks massa tubuh (BMI) 35kg / m2 atau lebih pada kunjungan pertama
e) riwayat keluarga pre-eklampsia
f) kehamilan ganda
Suplementasi kalsium tampaknya mengurangi risiko hipertensi dan /
atau preeklamsia, meskipun efek ini tampaknya paling kuat pada wanita
yang dietnya.asupan kalsium rendah dan / atau yang berisiko lebih tinggi
mengalami pre-eklampsia. Perempuan dengan asupan kalsium <1000 mg /
hari dapat mempertimbangkan peningkatan kalsium harian mereka asupan
1000 - 2500 mg / hari dengan mengkonsumsi makanan tambahan yang
tinggi kalsium (misal, produk susu atau minuman kedelai yang diperkaya)
atau melalui suplemen. Nasihat tentang istirahat, olahraga, dan bekerja
untuk wanita yang berisiko mengalami gangguan hipertensi selama
kehamilan harus sama dengan untuk wanita hamil yang sehat.

I. Manajemen Penanganan Hipertensi


Dalam Jurnal Institute Of Obstetricians & Gynaecologists tahun 2019 dalam
Clinical Practice Guideline The Manangement Of Hypertension In Pregnancy
terdapat manajemen penanganannya yaitu :
a. Hipertensi kronik
Wanita dengan hipertensi kronis, baik esensial maupun sekunder, sedang
atau tinggi risiko komplikasi kehamilan dan karenanya harus sering diamati
selama kehamilan oleh dokter kandungan yang akrab dengan manajemen
hipertensi pada kehamilan. Frekuensi peninjauan akan ditentukan oleh hal
tersebut faktor-faktor seperti seberapa berhasil tekanan darah dikendalikan,
jumlah agen digunakan, gangguan terkait (misal, penyakit ginjal,
proteinuria) dan oleh kehamilan tetapi harus ditingkatkan pada paruh kedua
kehamilan ketika komplikasi terjadi lebih mungkin. Mungkin ada peran
untuk penggunaan pemantauan tekanan darah di rumah peralatan untuk
kelompok pasien ini. LDA harus dimulai secara ideal pada usia kehamilan
12 minggu dan dalam hal apa pun sebelum usia 16 tahun minggu kehamilan.
Pengawasan serial untuk pembatasan pertumbuhan janin harus dilakukan
karena risiko untuk pembatasan pertumbuhan janin lebih tinggi pada wanita
dengan kronis hipertensi. Dokter harus waspada untuk pre-eklampsia pada
wanita dengan superimposed hipertensi kronis. Untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis, pengobatan dengan antihipertensi harus dipertimbangkan
jika sudah minum obat sebelum hamil atau jika hipertensi sedang sampai
berat berkembang. Hipertensi ringan tidak diperlukan pengobatan.
Ada beberapa bukti bahwa dengan adanya kerusakan organ akhir kontrol
tekanan darah yang lebih ketat bermanfaat dan terapi harus digunakan untuk
menjaga tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik pada 80-90 mmHg.
b. Hipertensi dalam kehamilan
Wanita dengan hipertensi gestasional onset baru harus dirawat oleh
seorangdokter kandungan. Perawatan antenatal gabungan antara rumah sakit
dan dokter umum adalah dapat diterima.Wanita dengan hipertensi ringan
tidak perlu perawatan tetapi harus dilihat setiap minggu untuk penilaian
tekanan darah dan skrining untuk proteinuria. Tes darah harus dilakukan
pada saat diagnosis dan tidak diulang kecuali diindikasikan secara klinis.
Ultrasonografi untuk penilaian janin harus dilakukan saat diagnosis,
tetapi tidak perlu diulangi jika pengawasan normal dan klinis memuaskan.
Wanita dengan hipertensi sedang harus mulai menjalani pengobatan dan
ditinjau setidaknya dua kali seminggu untuk menilai tekanan darah. disetiap
kunjungan urin harus diperiksa untuk proteinuria. Tes darah seharusnya
dilakukan pada saat diagnosis tetapi tidak diulang kecuali diindikasikan
secara klinis. Ultrasonografiuntuk penilaian janin harus dilakukan saat
diagnosis, tetapi tidak perlu diulangi jika pengawasan normal dan klinis
memuaskan.Mereka yang menderita hipertensi berat harus mulai minum
obat dan dirawat di rumah sakit sampai tekanan darah stabil. Saat rawat
inaptekanan darah perlu dinilai secara teratur dan urin harus diperiksa
proteinuria setiap hari tetapi sekali distabilkan dan dibuang ke rumah ini
dapat dikurangi menjadiUlasan dan penilaian dua kali seminggu.
Tes darah harus dilakukan setiap hari saat rawat inap dan USG untuk
janinpenilaian harus dilakukan saat diagnosis. Surveilans ultrasonik
serialharus setiap dua minggu dengan CTG harian saat rawat inap.
Pertimbangan seharusnyadiberikan untuk penggunaan kortikosteroid untuk
pematangan paru janin jika kurang dari 36kehamilan selesai minggu.
Dalam hal pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR) diidentifikasi,
frekuensipengawasan perlu ditingkatkan.Dokter harus waspada untuk
perkembangan menjadi pre-eklampsia pada wanita denganhipertensi
gestasional dan penilaian ulang untuk pre-eklampsia perlu dilakukan
dipertimbangkan jika diindikasikan secara klinis.
J. Manajemen Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan
Dalam Jurnal Institute Of Obstetricians & Gynaecologists tahun 2019
dalam Clinical Practice Guideline The Manangement Of Hypertension In
Pregnancy ada beberapa manajemen gangguan hipertensi dalam kehamilan :
4. Hipertensi Kronis
Wanita dengan hipertensi kronis, baik esensial maupun sekunder,
berisiko tinggi mengalami komplikasi kehamilan dan karenanya harus
sering diamati selama kehamilan oleh dokter kandungan yang
mengetahui manajemen hipertensi pada kehamilan. Frekuensi peninjauan
akan ditentukan oleh faktor-faktor seperti seberapa berhasil tekanan
darah dikontrol, jumlah agen yang digunakan, gangguan terkait
(misalnya penyakit ginjal, proteinuria) dan oleh kehamilan tetapi harus
ditingkatkan pada paruh kedua kehamilan ketika komplikasi terjadi. lebih
mungkin. Mungkin ada peran untuk penggunaan peralatan pemantauan
tekanan darah di rumah untuk kelompok pasien ini.
LDA harus dimulai secara ideal pada usia kehamilan 12 minggu
dan dalam kasus apa pun sebelum usia kehamilan 16 minggu.
Pengawasan serial untuk pembatasan pertumbuhan janin harus dilakukan
karena risiko pembatasan pertumbuhan janin lebih tinggi pada wanita
dengan hipertensi kronis. Dokter harus waspada terhadap pre-eklampsia
pada wanita dengan hipertensi kronis. Untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis, pengobatan dengan antihipertensi harus
dipertimbangkan jika sudah menggunakan obat sebelum kehamilan atau
jika hipertensi sedang hingga berat berkembang.
Hipertensi ringan tidak memerlukan perawatan. Ada beberapa
bukti bahwa dengan adanya kerusakan organ akhir, kontrol tekanan
darah yang lebih ketat bermanfaat dan terapi harus digunakan untuk
menjaga tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik pada 80-90 mmHg.
5. Hipertensi Kehamilan
Wanita dengan hipertensi gestasional onset baru harus dirawat
oleh dokter kandungan. Perawatan antenatal gabungan antara rumah
sakit dan dokter umum dapat diterima.Wanita dengan hipertensi ringan
tidak memerlukan pengobatan tetapi harus dilihat setiap minggu untuk
penilaian tekanan darah dan skrining untuk proteinuria. Tes darah harus
dilakukan pada saat diagnosis dan tidak diulang kecuali diindikasikan
secara klinis. Ultrasonografi untuk penilaian janin harus dilakukan saat
diagnosis, tetapi tidak perlu diulangi jika pengawasan klinis dan normal
memuaskan.
Wanita dengan hipertensi sedang harus mulai menjalani
pengobatan dan ditinjau setidaknya dua kali seminggu untuk menilai
tekanan darah. Pada setiap kunjungan, urin harus diperiksa untuk
proteinuria. Tes darah harus dilakukan pada saat diagnosis tetapi tidak
diulang kecuali ditunjukkan secara klinis. Ultrasonografi untuk penilaian
janin harus dilakukan saat diagnosis, tetapi tidak perlu diulangi jika
pengawasan klinis dan normal memuaskan. Mereka yang menderita
hipertensi berat harus memulai pengobatan dan dirawat di rumah sakit
sampai tekanan darah stabil. Sementara tekanan darah rawat inap perlu
dinilai secara teratur dan urin harus diperiksa untuk proteinuria setiap
hari tetapi begitu stabil dan dibuang ke rumah, ini dapat dikurangi
menjadi dua kali seminggu peninjauan dan penilaian.
Tes darah harus dilakukan setiap hari sementara rawat inap dan
USG untuk penilaian janin harus dilakukan saat diagnosis. Surveilans
ultrasonik serial harus dilakukan setiap dua minggu sekali dengan CTG
harian saat rawat inap. Pertimbangan harus diberikan pada penggunaan
kortikosteroid untuk pematangan paru janin jika usia kehamilan kurang
dari 36 minggu.
Dalam hal pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR)
diidentifikasi, frekuensi pengawasan perlu ditingkatkan. Dokter harus
waspada untuk perkembangan menjadi pre-eklampsia pada wanita
dengan hipertensi gestasional dan penilaian ulang untuk pre-eklampsia
perlu dipertimbangkan jika diindikasikan secara klinis.
6. Pre-eklampsia
Wanita dengan pre-eklampsia harus dikelola sesuai dengan
Pedoman Praktik Klinis 'Diagnosis dan pengelolaan preeklampsia berat
dan eklampsia' yang diterbitkan oleh Institute of Obstetricians and
Gynecologists, Royal College of Physicians of Ireland dan Direktorat
Strategi dan Program Klinis Direktorat, Layanan Kesehatan Eksekutif .

K. Pengobatan Gangguan Kehamilan Hipertensi


Melembagakan terapi medis hipertensi ringan belum terbukti
meningkatkan hasil neonatal dan dapat menutupi diagnosis dan pengakuan
perkembangan menjadi penyakit parah. Oleh karena itu pengobatan harus
disediakan untuk hipertensi sedang hingga berat, dengan tujuan mengurangi
komplikasi ibu seperti kecelakaan serebrovaskular, dan perpanjangan
kehamilan. Hipertensi berat membutuhkan penilaian dan manajemen segera.
Semakin banyak bukti yang ada bahwa tekanan perfusi otak diubah pada wanita
hamil membuat mereka lebih rentan terhadap perdarahan otak, sindrom
ensefalopati reversibel posterior dan ensefalopati hipertensi. Secara universal
disepakati bahwa hipertensi berat harus segera diturunkan, meskipun hati-hati,
untuk mencegah komplikasi tersebut.
Untuk wanita tanpa masalah medis yang mendasarinya, terapi obat
antihipertensi harus digunakan untuk menjaga tekanan darah sistolik di bawah
150 mmHg dan tekanan darah diastolik pada 80-99 mmHg. Untuk wanita
dengan masalah medis yang mendasarinya, seperti diabetes atau penyakit ginjal,
ada beberapa bukti bahwa kontrol yang lebih ketat bermanfaat dan terapi harus
digunakan untuk menjaga tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik pada 80-90 mmHg. Kontrol yang lebih ketat tampaknya
tidak terkait dengan hasil janin atau neonatal yang merugikan dan dikaitkan
dengan frekuensi rendah hipertensi ibu yang parah.
Tidak ada bukti yang cukup untuk mengidentifikasi agen tunggal yang
dipilih untuk manajemen hipertensi non-akut, sedang-berat. Namun, ada
konsistensi di seluruh pedoman internasional mengenai penerimaan labetalol
oral, nifedipine, dan metildopa sebagai agen lini pertama untuk pengobatan
hipertensi non-akut pada kehamilan, berdasarkan bukti kualitas yang baik.
Labetalol oral harus dianggap sebagai pengobatan lini pertama, dengan
rekomendasi untuk mempertimbangkan methyldopa dan nifedipine alternatif
hanya setelah mempertimbangkan profil efek samping ibu, janin dan
neonatal.Agen lini kedua termasuk hydralazine dan prazocin. Angiotension
converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin receptor blockers (ARB) dan
renin inhibitor, telah dikaitkan dengan kelainan ginjal janin, dan
dikontraindikasikan pada kehamilan.
Bagi mereka dengan hipertensi sedang-berat, dengan terapi medis harus
ditinjau dua kali seminggu untuk menilai tingkat tekanan darah. Jika dosis awal
obat antihipertensi gagal mengontrol tekanan darah, dosis harus dinaikkan
secara bertahap sampai dosis maksimum tercapai. Jika kontrol tekanan darah
yang memadai masih belum tercapai, agen anti hipertensi kedua mungkin
diberikan. Obat ini harus diresepkan sebagai tambahan dan bukan sebagai
pengganti agen pertama. (Clinical Practice Guideline The Manangement Of
Hypertension In Pregnancy, 2019)
Tabel 1. Obat Antihipertensi yang Disarankan untuk Kehamilan
Obat Kisaran dosis Tindakan kontraindikasi dan
Komentar
Labetalol Dosis standar:
Beta blocker Dosis: 200600 mg
200600 mg oral per dengan efek oral per hari dalam
hari dalam 2-4 vasodilator alfa 2-4 dosis terbagi
dosis terbagi ringan Dosis maksimum:
Dosis maksimum: 2.400 mg per hari
2.400 mg per hari Beta blocker dengan
efek vasodilator alfa
ringan
Hindari pada wanita
dengan kelainan
konduksi jantung,
gagal jantung
sistolik atau asma.
SI: bradikardia,
bronkospasme,
mual, mual, sakit
kepala yang
biasanya sembuh
dalam 24 jam
Nifedipine (rilis Dosis standar: 30- Antagonis saluran Pastikan formulir
diperpanjang) 60 mg per oral per kalsium yang benar
yaitu Adalat LA hari Dosis ditentukan; tindakan
maksimum: 90 mg pendek tidak
per hari dianjurkan karena
risiko hipotensi
Tidak
direkomendasikan
sebelum usia
kehamilan 20
minggu Perhatian
tentang
kemungkinan
interaksi dengan
magnesium sulfat
intravena yang
mengarah ke
hipotensi berat
Hindari pada wanita
dengan stenosis
aorta SI: Sakit
kepala parah, muka
merah, takikardia,
sembelit
Methyldopa Dosis standar: Berakting terpusat onset lambat lebih
2501000 mg per dari 24 jam
oral per hari dalam SI: mulut kering,
2-3 dosis terbagi penglihatan kabur,
Dosis maksimum: depresi, dan sedasi
3000 mg per hari (tergantung dosis)
Terkait dengan
hepatitis, anemia
hemolitik
Efek penarikan:
rebound hipertensi
Hentikan +/-
gantikan dengan
agen lain dalam 2
hari setelah
pengiriman
Tabel 2. Diagram Alir untuk Hipertensi dalam Manajemen Kehamilan
HTN > 20/40 Tidak HTN ringan HTN moderat HTN parah
ada proteinuria 140 / 90-149 / 99 150 / 100-159 / 109 160/110 atau lebih
Tidak ada gejala tinggi
Masuk ke Rumah Tidak Memulai TX dan ya sampai bp stabil
Sakit: memantau BP ˂ 159/109
Home / mengakui
Pengobatan: Tidak Ya Ya
Pengukuran BP Seminggu sekali Dua kali seminggu Minimal 4 kali
kecuali situasi sehari sampai BP
berubah stabil
Skrining untuk Di setiap Pada setiap setiap hari saat
proteinuria: kunjungan kunjungan (dua kali rawat inap
(mingguan) seminggu)
Tesdarah Saat presentasi & Saat presentasi & di presentasi &
kemudian sesuai kemudian sesuai kemudian
perawatan perawatan antenatal setidaknya setiap
antenatal rutin rutin minggu
Penilaian Janin: US untuk US untuk AS untuk
pertumbuhan pertumbuhan janin pertumbuhan janin,
janin dan AFI jika dan AFI jika kurang AFI & Dopplers
kurang dari 34 dari 34 minggu. dan CTG
minggu. Tidak Tidak ada  
ada pengulangan pengulangan jika Jika US normal
jika normal. normal. ulangi tidak lebih
US tidak US tidak diperlukan dari setiap 2 minggu
diperlukan jika> jika> 34 minggu
34 minggu kecuali ada indikasi
kecuali ada secara klinis
indikasi secara
klinis

L. Komplikasi yang timbul


a. Hipertensi dalam kehamilan
Komplikasi jangka pendek yang paling signifikan pada hipertensi dalam
kehamilan adalah komplikasi serebrovaskuler (seperti perdarahan serebral),
komplikasi kardiovaskuler (seperti edema pulmoner), dan komplikasi
renal.Perempuan dengan kerusakan organ target akibat hipertensi kronik
memiliki risiko tinggi untuk mengalami edema pulmoner, ensefalopati
hipertensif, retinopati, perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut.( Khairani,
2019)
b. Preeklampsia
Pada wanita hamil, preeklamsia bisa menimbulkan komplikasi sebagai
berikut:

1. Kejang-kejang (eklampsia)

Eklampsia merupakan jenis kejang otot yang dapat dialami wanita hamil,


biasanya dari minggu 20 kehamilan atau beberapa waktu setelah
melahirkan.Selama kejang eklampsia, lengan, kaki, leher atau rahang Anda
tanpa sadar akan berkedut berulang kali. Bahkan dalam beberapa kasus,
Anda juga dapat kehilangan kesadaran dan mengompol. Kejang biasanya
berlangsung kurang dari satu menit.Meski kebanyakan wanita dapat pulih
setelah eklampsia, namun ada risiko kecil terjadinya cacat permanen atau
kerusakan otak jika mengalami kejang parah. Sekitar 1 dari 50 wanita yang
mengalami eklampsia meninggal dalam kondisi tersebut.
Tidak hanya itu, bayi yang belum lahir bisa mati lemas selama kejang
terjadi, dan diketahui 1 dari 14 bayi meninggal.Penelitian telah menemukan
bahwa obat yang disebut magnesium sulfat dapat mengurangi separuh risiko
eklampsia dan risiko ibu sekarat. Obat ini sekarang banyak digunakan untuk
pengobatan setelah terjadinya eklampsia, dan untuk mengobati wanita yang
mungkin berisiko.

2. Sindrom HELPP
Sindrom HELPP adalah gangguan hati dan pembekuan darah langka
yang dapat terjadi pada wanita hamil. Kemungkinan besar terjadi setelah
bayi dilahirkan, tetapi dapat muncul kapan saja setelah 20 minggu kehamilan
dan sebelum 20 minggu dalam kasus yang jarang terjadi. Sindrom HELPP
sendiri merupakan kepanjangan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzimes and
Low Platelet Count atau hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah
trombosit yang rendah.
Sindrom HELPP berbahaya seperti eklampsia, tetapi sedikit lebih
umum. Satu-satunya cara untuk mengatasi komplikasi preeklampsia ini
adalah dengan melahirkan bayi sesegera mungkin.
3. Stroke
Suplai darah ke otak dapat terganggu sebagai akibat dari tekanan darah
tinggi. Hal ini dikenal sebagai perdarahan otak atau stroke. Jika otak tidak
mendapatkan cukup oksigen dan nutrisi dari darah, sel-sel otak akan mati
sehingga menyebabkan kerusakan otak bahkan kematian.

4. Masalah organ
a) Edema paru. Kondisi di mana cairan menumpuk di dalam dan di sekitar
paru-paru, membuat paru-paru berhenti bekerja dengan baik yaitu
menghalangi paru-paru menyerap oksigen.
b) Gagal ginjal. Kodisi di mana ginjal sudah tidak dapat lagi menyaring
produk limbah dari darah. Hal ini menyebabkan racun dan cairan
tertumpuk di dalam tubuh.
c) Gagal hati. Hati memiliki banyak fungsi termasuk mencerna protein
dan lemak, memproduksi empedu dan mengeluarkan racun. Setiap
kerusakan yang mengganggu fungsi-fungsi ini bisa berakibat fatal.

5. Gangguan pembekuan darah


Preeklampsia yang tidak ditangani dengan tepat dapat membuat sistem
pembekuan darah Anda rusak, dikenal secara medis sebagai “disseminated
intravascular coagulation”. Hal ini bisa mengakibatkan perdarahan karena
tidak ada cukup protein dalam darah untuk membuat darah menggumpal.
Gumpalan darah ini dapat mengurangi atau memblokir aliran darah melalui
pembuluh darah dan kemungkinan merusak organ.

6. Masalah yang mempengaruhi bayi


Tidak hanya pada ibu, komplikasi preeklampsia juga bisa terjadi pada
bayi. Bayi dengan ibu penderita preeklampsia dapat tumbuh lebih lambat di
dalam rahim dari seharusnya. Ini terjadi karena preeklampsia dapat
mengurangi jumlah nutrisi dan oksigen dari ibu untuk bayi.
Bayi dari ibu yang mengalami preeklampsia seringkali lahir berukuran
lebih kecil dari umumnya, terutama jika preeklampsia terjadi sebelum 37
minggu. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi serius seperti kesulitan
bernapas karena paru-paru bayi tidak berkembang secara sempurna
(neonatal respiratory distress syndrome). Dalam kasus ini, bayi biasanya
perlu tinggal di unit perawatan intensif neonatal sehingga dapat dipantau
dan diobati.
Beberapa bayi dengan ibu yang mengalami preeklampsia bahkan bisa
mati dalam kandungan atau bayi lahir mati (still birth). Diperkirakan sekitar
1.000 bayi meninggal setiap tahun karena preeklampsia. Sebagian besar
bayi ini meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kelahiran
prematur.

c. Eklampsia
Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan kompikasi
serius, termasuk kematian ibu dan janin. Beberapa komplikasi yang masih dapat
terjadi pasca persalinan dan pengobatan eklamsia, antara lain adalah:
1) Kerusakan sistem saraf pusat dan pendarahan intrakranial akibat kejang
yang muncul berulang. Gejala lain dari kerusakan sistem saraf pusat adalah
kebutaan kortikal, akibat kerusakan pada korteks oksipital otak.
2) Gagal ginjal akut dan gangguan ginjal lainnya.
3) Gangguan kehamilan dan janin.
4) Gangguan dan kerusakan hati (sindrom HELLP)
5) Gangguan sistem peredaran darah, seperti koagulasi intravena terdiseminasi
(DIC).
6) Penyakit jantung koroner dan stroke.
7) Kemunculan kembali preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan berikutnya.

2. Gangguan Hipertensi dan Manajemen Hipertensi setelah persalinan dan nifas


Dalam Jurnal Institute Of Obstetricians & Gynaecologists tahun 2019 dalam
Clinical Practice Guideline The Manangement Of Hypertension In Pregnancy ada
beberapa manajemen gangguan hipertensi dalam kehamilan :
a. Persalinan 
Waktu persalinan tergantung pada keparahan kondisi ibu dan kehamilan
saat hipertensi muncul. Penilaian klinis harus mencakup gejala-gejala wanita itu,
tingkat keparahan hipertensi, kesejahteraan janin dan tingkat kesukaan serviks.
Bukti dari Uji Coba HYPITAT (Broekhuijsen K., 2015) menunjukkan bahwa
pada wanita dengan hipertensi gestasional, induksi persalinan setelah 37 minggu
kehamilan dikaitkan dengan penurunan yang signifikan dalam hasil ibu yang
merugikan termasuk perkembangan menjadi pre-eklampsia dan hasil neonatal
yang merugikan tanpa peningkatan tingkat operasi caesar.
Untuk wanita dengan hipertensi kronis tanpa komplikasi yang
dinyatakan baik dengan tekanan darah terkontrol pada ≥ 37 + 0 minggu
kehamilan, persalinan harus dipertimbangkan pada 38 + 0 hingga 39 + 6 minggu
kehamilan.
Untuk wanita dengan gangguan kehamilan hipertensi, persalinan
pervaginam harus dipertimbangkan kecuali persalinan Caesar diperlukan untuk
indikasi kebidanan yang biasa. Pengobatan antihipertensi harus dilanjutkan
selama persalinan dan pelahiran untuk mempertahankan tekanan darah sistolik
pada <160 mmHg dan tekanan darah diastolik pada <110 mmHg. Tahap ketiga
persalinan harus dikelola secara aktif dengan oksitosik, namun ergometrine
maleate tidak boleh diberikan kepada wanita dengan gangguan kehamilan
hipertensi.

b. Manajemen Pascanatal dan Perawatan dalam 6 Minggu Pascapersalinan


Tekanan darah biasanya stabil dalam dua bulan pertama setelah
kehamilan. Penilaian dan pengobatan harus didasarkan pada asumsi bahwa kadar
akan menurun. Pada banyak wanita dengan tekanan darah tinggi yang sudah ada
sebelumnya sering tidak stabil segera setelah melahirkan dan mungkin
memerlukan penyesuaian obat. Tekanan darah harus diukur selama waktu
puncak tekanan darah postpartum, pada hari ke 3 sampai 6 setelah melahirkan.
Wanita dengan hipertensi yang sudah ada sebelumnya yang tidak memerlukan
perawatan selama kehamilan sering membutuhkan perawatan postpartum.
Hipertensi postpartum berat harus diobati dengan terapi antihipertensi
untuk menjaga tekanan darah sistolik di bawah 150 mmHg dan tekanan darah
diastolik pada 80-99 mmHg. Untuk wanita dengan masalah medis yang
mendasarinya, seperti diabetes atau penyakit ginjal, ada beberapa bukti bahwa
kontrol yang lebih ketat bermanfaat dan terapi harus digunakan untuk menjaga
tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik pada 80-
90 mmHg.
Obat antiinflamasi non-steroid tidak boleh diberikan pascapersalinan jika
hipertensi sulit dikendalikan, jika ada bukti cedera ginjal (oliguria dan / atau
kreatinin> 90 μM), atau jika trombosit <50 hingga 109 / L. Tromboprofilaksis
pascapersalinan harus dipertimbangkan pada wanita dengan preeklamsia,
terutama dengan adanya faktor risiko lain. Agen antihipertensi yang secara
umum dapat diterima untuk digunakan dalam menyusui meliputi: labetalol,
nifedipine XL, metildopa, kaptopril, dan enalapril.

c. Perawatan lebih dari 6 Minggu Pascapersalinan


Diperlukan tindak lanjut setelah 6 minggu untuk memastikan resolusi
perubahan terkait kehamilan dan memastikan perlunya perawatan berkelanjutan.
Wanita dengan hipertensi kronis, durasi lama pengobatan antihipertensi pada
kehamilan, tekanan darah sistolik dan diastolik maksimum yang lebih tinggi,
indeks massa tubuh yang lebih tinggi, atau terjadinya pre-eklampsia preterm
lebih cenderung mengalami hipertensi postpartum berkelanjutan (melebihi 6
minggu).
Wanita dengan hipertensi persisten yang sebelumnya tidak dinilai harus
menjalani latihan rutin sesuai dengan rejimen standar. Saran mengenai gaya
hidup masa depan dan optimalisasi faktor risiko pada kehamilan berikutnya
mungkin diperlukan. Ini sangat relevan bagi wanita yang mengalami obesitas,
memiliki faktor risiko kardiovaskular, hipertensi sekunder, atau penyakit organ
akhir.
Tabel Diagram Alir Manajemen Hipertensi Pascanatal
HTN pascanatal HTN Ringan- HTN Sedang-Berat HTN kronis
<6/52 postpartum Sedang Dengan obat-
Tidak ada obat obatan
Pengobatan Mulai pengobatan Lanjutkan Lanjutkan
jika TD persisten> antihipertensi antihipertensi
149/99 antenatal antenatal
Kurangi Pertahankan BP
antihipertensi jika <140/90
BP <130/80 Tinjau
Hentikan / gantikan antihipertensi
methyldopa dalam jangka panjang
waktu 2 hari pada 2 minggu
persalinan Hentikan metildopa
dalam 2 hari setelah
melahirkan dan
gantilah dengan
antihipertensi
sebelum kehamilan
Pengkuran BP Setiap hari selama 2 Setiap hari selama 2 setiap hari selama 2
hari pertama setelah hari pertama setelah hari pertama setelah
melahirkan melahirkan melahirkan
Setidaknya satu kali    
antara Hari 3 dan 5 Setidaknya satu kali Setidaknya satu kali
Seperti yang antara Hari 3 dan 5 antara Hari 3 dan 5
ditunjukkan secara    
klinis atau jika Seperti yang Seperti yang
dimulai dengan ditunjukkan secara ditunjukkan secara
antihipertensi klinis atau jika klinis atau jika
terjadi perubahan terjadi perubahan
antihipertensi antihipertensi
Seberapa sering Rencana perawatan Rencana perawatan rencana perawatan
meninjau: untuk periode untuk periode untuk periode
postnatal untuk postnatal untuk postnatal untuk
memasukkan memasukkan memasukkan
frekuensi frekuensi frekuensi
pemeriksaan TD pemeriksaan TD pemeriksaan TD
dan kesadaran dan kesadaran dan kesadaran
gejala gejala gejala
Tawarkan tinjauan Menawarkan ulasan
medis dalam 2 medis dengan tim
minggu +/- 6 pra-kehamilan pada
minggu 68 minggu
Tawarkan ulasan Investigasi sesuai
spesialis jika masih diagnosis hipertensi
menggunakan sebelum 20 minggu
antihipertensi pada jika sebelumnya
6-8 minggu tidak dilakukan
Penilaian tekanan
darah dan
kardiovaskular
tahunan
peduli

d. Konsekuensi jangka panjang


Wanita yang telah didiagnosis dengan pre-eklampsia atau hipertensi
gestasional berada pada peningkatan risiko hipertensi dan penyakit
kardiovaskular berikutnya. Kami merekomendasikan konseling wanita yang
memiliki gangguan hipertensi pada kehamilan bahwa mereka akan mendapat
manfaat dari menghindari merokok, menjaga berat badan yang sehat,
berolahraga secara teratur dan makan makanan yang sehat. Disarankan bahwa
semua wanita dengan gangguan hipertensi sebelumnya dalam kehamilan
melakukan pemeriksaan tekanan darah tahunan dan penilaian rutin terhadap
faktor risiko kardiovaskular lainnya termasuk lipid serum dan glukosa darah.
3. Contoh Kasus
CONTOH KASUS

Tanggal 4 September 2019, Ny. A umur 26 tahun hamil anak pertama tidak
pernah keguguran,datang ke praktek bidan , ibu mengaku menstruasi terakhir bulan
Januari , mengeluh nyeri kepala yang menetap, bengkak pada kaki, mual muntah dan
sering BAK. Bidan menyarankan dirujuk ke Rumah Sakit untuk penanganan lebih
lanjut.

SOAP :

S : ibu mengatakan hamil anak pertama tidak pernah keguguran , mengeluh nyeri
kepala
menetap, bengkak pada kaki, mual muntah dan sering BAK

O : K/ U : baik
Kes : CM
TD : 160/ 110 mmhg
N : 84 x/m
RR : 24 x/m
DJJ : 148x/m
Oedema ekstremitas (+)

A : Ny. A 26 tahun G1P0A0 hamil 36 minggu JTH dengan Pre-eklamsia

P :
o Lapor dokter SpOg
o Pasang kateter menetap
o Ambil urine dan darah
Pemeriksaan darah = mengetahui kinerja organ hati dan ginjal, serta
jumlah
trombosit dalam darah.
Analisis urine = memeriksa kandungan protein ( perbandingan kadar
protein dan
kreatinin)
o Pasang infus beri terapi :
pemberian MgSO4 Dosis 4-5 g (diencerkan dalam 250 mL IV/ dalam
kombinasi dengan baik
(a) sampai dengan 10 g (10 mL larutan murni 50%) terbagi dan
diberikan IM ke setiap pantat atau
(b) setelah dosis IV awal, 1-3 g/jam IV
o alpha-methyldopa ( dopamet ) oral,250 mg (2-3 tablet / hari) atau
nifedipine oral, 30-60 mg
o USG = memeriksa berat janin dan jumlah air ketuban
o Observasi kehamilan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi dalam kehamilan adalah hipertensi yang terjadi ketika hipertensi
pertama kali terdeteksi pada ibu yang diketahui normotensif (memiliki tekanan
darah normal) setelah 20 minggu kehamilan tanpa adanya proteinuria yang
signifikan atau ciri-ciri preeclampsia lainnya.
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalahberdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Working Group on High Blood Pressure
in Pregnancy tahun 2001 memberikan suatu klasifikasi untuk mendiagnosa jenis
hipertensi dalam kehamilan, yaitu , Hipertensi kronik, Preeklampsia, Eklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed , Hipertensi gestasional. Penyebab
terjadinya yaitu terdiri dari Faktor maternal dan faktor kehamilan.
Adapun komplikasi yang kemungkina terjadi yaitu, kejang – kejang,
Sindrom Helpp, Stroke, Masalah organ dan gangguan pembekuan darah pada ibu
serta terjadinya kelahiran prematur.

B. Saran
1. Saran Untuk Tenaga Kesehatan :
  

Penyusun berharap hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan lebih


memahami tentang macam-macam penyakit yang terjadi pada ibu hamil
terutama Hipertensi pada kehamilan. Serta bagaimana tindakan kita untuk
mengatasinya.
2.  Saran Untuk Institusi :
Penyusun berharap agar makalah tentang Hipertensi pada Kehamilan ini
dapat dijadikan referensi buku di perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas, Priskila. https://www.scribd.com/doc/90131213/Hipertensi-Dalam-


Kehamilan diakses pada november 2011

ESC Guidelines for the management of cardiovascular diseases during pregnancy


European Heart Journal (2018) 39, 3165–3241

Institute Of Obstetricians & Gynaecologists. Clinical Practice Guideline The


Manangement Of Hypertension In Pregnancy, Guidline No;37, Mei 2019

John J. E. Wantania Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT


Manadohttp://repo.unsrat.ac.id/1590/1/18._Hipertensi_Dalam_Kehamilan.pdfdia
ksespada 07 Maret 2015

Kemenkes.Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI; 2015.

Kementerian Kesehatan RI. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable Development Goals


(SDG'S). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.

Khairani, Yesi. Penatalaksanaan Hipertensi Dalam


Kehamilanhttps://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/
hipertensi-dalam-kehamilan/penatalaksanaan diakses april 2019

Manuaba C, Manuaba F, Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC

Marianti.https://www.alodokter.com/eklamsia di akses agustus 2017

Muflihan FA, Sudiat M, Basuki R. 2012. Analisis faktor-faktor terjadinya preeklamsia


berat di RSUD Tugurejo tahun 2011 [skripsi]. Semarang : Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Peres, Goncalo Miguel, Melissa Mariana, Elisa. Pre-Eclampsia and Eclampsia: An
Update on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal (Journal of
Cardiovascular Development and Disease ) www.mdpi.com/journal/jccd.
diakses 17 Januari 2018
Powe CE, Levine RJ, Karumanchi A. 2014. Preeclampsia, a disease of the maternal
endothelium : the role of antiangiogenic factors and implications for later
cardiovascular disease. American Heart Association Journals;123(24) :hlm.
2856-69.
Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. 2010

Profil Dinas kesehatan Provinsi Bengkulu Tahun 2015

Riski Wendy Ying, MD; Janet M. Catov, PhD, MS; Pamela Ouyang, MBBS
Hypertensive Disorders of Pregnancy and Future Maternal Cardiovascular
(Journal of the American Heart Association) Downloaded from
http://ahajournals.org diakses pada 29 Agustus 2019
Setiawan, Vina.http://www.google.com/amp/s/www.honestdocs.id//eklampsia.amp/
amp/sdiakses pada Mei 2019
Swari, Riski chandra. https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hipertensi-tekanan-darah-
tinggi/berbagai-komplikasi-preeklampsia/ di akses pada 14 Maret 2018
Veratamala .https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hipertensi-tekanan-darah-tinggi/
hipertensi-preeklampsia-eklampsia-hamil/Arinda diakses pada juni 2019

Yusuf, Amri. 2016. Perbedaan nilai rerata trombosit dan hematokrit antara penderita
hipertensi gestasional dan preeklampsi berat di rumah sakit umum daerah dr.
H. Abdul moeleok bandar lampung .http://digilib.unila.ac.id/21049/18/BAB
%20II.pdf diakses pada 17 Feb 2016

Anda mungkin juga menyukai