Anda di halaman 1dari 24

KEGAWATDARURATAN DALAM KEBIDANAN

“HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN”

DISUSUN OLEH

NURLISMI SUBBE
1910104097

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan suatu negara diukur dengan


menurunnya angka kesakitan, angka kematian ibu dan bayi, serta meningkatnya Umur
Harapan Hidup (UHH). Proporsi penduduk Indonesia umur 60 tahun ke atas pada tahun
2000 sebesar 9,37% dari jumlah penduduk, pada tahun 2010 meningkat mencapai 18,1 juta
jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk dan diproyeksikan pada tahun 2025 akan menjadi
dua kali lipat. Peningkatan UHH ini berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah populasi
lanjut usia yang berdampak pada pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi ke
penyakit degeneratif. Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti Hipertensi cenderung mengalami
peningkatan.1,2,3

Hipertensi merupakan the silent killer sehingga pengobatannya seringkali terlambat.


Berdasarkan laporan WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui 25% diantaranya
mendapat pengobatan, tetapi hanya 12,5% diantaranya diobati dengan baik. Jumlah
penderita Hipertensi di Indonesia sebanyak 70 juta orang (28%), tetapi hanya 24%
diantaranya merupakan Hipertensi terkontrol

hipertensi merupakan masalah kesehatan yang potensial. Bila dibiarkan tidak diobati, keadaan
ini akan menimbulkan berbagai macam komplikasi berupa kerusakan organ-organ target dan
pada kasus yang fatal dapat mengakibatkan penyakit jantung, gagal ginjal maupun stroke yang
tidak jarang berujung pada kematian. Pengetahuan akan faktor-faktor yang paling berperan
dalam terjadinya hipertensi akan sangat membantu dalam upaya deteksi dini pasien dengan
risiko tinggi serta penanganan segera pasien dengan hipertensi yang nantinya dapat mencegah
komplikasi dan masalah yang timbul karena terlambatnya penegakan diagnosis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hipertensi Dalam Kehamilan


1.1 Hipertensi

dalam pada kehamilan adalah hipertensi yang terjadi saat

kehamilan berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan

atau lebih setelah 20 minggu usia kehamilan pada wanita yang

sebelumnya normotensif, tekanan darah mencapai nilai 140/90 mmHg,

atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15

mmHg di atas nilai normal (Junaidi, 2010).

1.2 epidemiologi

Hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan

mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi

komplikasi sekitar 7-10% seluruh kehamilan. Dari seluruh ibu yang

mengalami hipertensi selama hamil, setengah sampai dua pertiganya

didiagnosis mengalami preeklampsi atau eklampsi (Bobak, 2005).

1.3 KLASIFIKASI

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The National

High Blood Pressure Education Program Working Group on High

Blood Pressure in Pregnancy (NHBPEP) memberikan suatu klasifikasi

untuk mendiagnosa jenis hipertensi dalam kehamilan, (NHBPEP,


2000) yaitu :

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis

setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai

12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu

kehamilan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai


dengan kejang-kejang dan/atau koma.

3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed

upon chronic hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda-

tanda preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada

kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang

setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda

preeklampsi tetapi tanpa proteinuria (Prawirohardjo, 2013).

1.4 Faktor Resiko

Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.

Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah (Katsiki

N et al., 2010) :

1. Faktor maternal

a. Usia maternal

Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia


20-30 tahun. Komplikasi maternal pada wanita hamil dan

melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih

tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29

tahun. Dampak dari usia yang kurang, dapat menimbulkan

komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja primigravida

mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi

dalam kehamilan dan meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun

(Manuaba C, 2007)

b. Primigravida

Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada

kehamilan pertama. Jika ditinjau dari kejadian hipertensi dalam

kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan kedua

sampai ketiga (Katsiki N et al., 2010)

c. Riwayat keluarga

Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal

tersebut dapat terjadi karena terdapat riwayat keluarga dengan

hipertensi dalam kehamilan (Muflihan FA, 2012).

d. Riwayat hipertensi

Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan

dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dalam

kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan


superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis dalam

kehamilan (Manuaba, 2007).

e. Tingginya indeks massa tubuh

Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena

kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi

faktor risiko terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif,

seperti diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, penyakit

jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan

(kanker) dan gangguan kesehatan lain. Hal tersebut

berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh

(Muflihan FA, 2012).

f. Gangguan ginjal

Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu

hamil dapat menyebabkan hipertensi dalam kehamilan

tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang

menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh

darah (Muflihan FA, 2012).

2. Faktor kehamilan

Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan

kehamilan ganda berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan.


Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih sering

terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua,

didapatkan 28,6% kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian

ibu karena eklampsi (Manuaba, 2007).

.1.7 DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya

gejala, penyakit terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup

sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala, gangguan visus, rasa

panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang.

Penyakit terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit

pada pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit ginjal.

Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok

dan minum alkohol (POGI, 2010).

2. Pemeriksaan Fisik

Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien

dalam posisi duduk di kursi dengan punggung bersandar pada

sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan darahnya,

diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga.

Lengan atas harus dibebaskan dari baju yang terlalu ketat

melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak memungkinkan


duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit

sebelumnya tidak boleh minum kopi dan obat dan tidak minum

obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat sedikitnya 5 menit

sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah (POGI, 2010).

Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan darah adalah

sphygmomanometer. Letakkan manset atau bladder cuff di tengah

arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah manset kurang lebih

2,5 cm diatas fosa antecubital. Manset harus melingkari sekurang-

kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi 2/3 lengan

atas. Menentukan tekanan sistolik palpasi dengan cara palpasi pada

arteri radialis dekat pergelangan tangan dengan dua jari sambil

pompa cuff sampai denyut nadi arteri radialis menghilang. Baca

berapa nilai tekanan ini pada manometer, kemudian buka kunci

pompa. Selanjutnya untuk mengukur tekanan darah, cuff dipompa

secara cepat sampai melampaui 20-30 mmHg diatas tekanan

sistolik palpasi. Pompa dibuka untuk menurunkan mercury dengan

kecepatan 2-3 mmHg/detik. Tentukan tekanan darah sistolik

dengan terdengarnya suara pertama (Korotkoff I) dan tekanan

darah diastolik pada waktu hilangnya denyut arteri brakhialis

(POGI, 2010).

Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk sangat praktis,


untuk skrining. Namun pengukuran tekanan darah dengan posisi

berbaring, lebih memberikan hasil yang bermakna, khususnya

untuk melihat hasil terapi. Pengukuran tekanan darah tersebut

dilakukan dalam dua kali atau lebih (POGI, 2010).

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai

komplikasi kehamilan adalah proteinuria, untuk diagnosis dini

preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.

Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu

secara Esbach dan Dipstick. Pengukuran secara Esbach, dikatakan

proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari 24 jam jumlah

urin. Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1

dipstick) dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-

tanda infeksi saluran kencing

R, 2006)

PENATALAKSANAAN

Penanganan umum, meliputi :

1. Perawatan selama kehamilan

Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat

antihipertensi sampai tekanan darah diastolik diantara 90-100

mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang


diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan

darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan

nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika

respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga

dapat diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah

10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi

labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar

(16 gauge atau lebih). Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai

overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru.

Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian

cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume

dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan

dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru.

Observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan

setiap jam (Prawirohardjo S, 2006).

Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat

diberikan Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat

pilihan untuk mencegah dan menangani kejang pada preeklampsi

dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada preeklampsi dan

eklampsi adalah (Prawihardjo S, 2006) :

a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5

menit. Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml

lignokain 2% (dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa

agak panas saat pemberian MgSO4

b. Dosis pemeliharaan

MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam.

Pemberian tersebut dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau

kejang terakhir. Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi

nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif dan urin

minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian MgSO4

dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella

negatif dan urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan

ventilator jika terjadi henti nafas. Dosis glukonat adalah 2 gr

(20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan sampai

pernafasan membaik

2. Perawatan persalinan

Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam,

sedang pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul.

Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12

jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea (Mustafa R et al.,

2012). .1.9 Pencegahan


Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan

meliputi upaya nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya

nonfarmakologi meliputi edukasi, deteksi prenatal dini dan manipulasi

diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup pemberian aspirin dosis

rendah dan antioksidan (Cunningham G, 2013).

1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya

Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus

dievaluasi pada masa postpartum dini dan diberi penyuluhan

mengenai kehamilan mendatang serta risiko kardiovaskular mereka

pada masa yang akan datang. Wanita yang mengalami

preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi

pada kehamilan berikutnya (James R dan Catherine N, 2004).

Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang memperberat

kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita

berisiko tinggi dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi

dalam kehamilan (Cunningham G, 2013).


2. Deteksi pranatal dini

Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali

saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada

trimester ketiga. Kunjungan dapat ditambah tergantung pada

kondisi maternal. Dengan adanya pemeriksaan secara rutin selama

kehamilan dapat dilakukan deteksi dini hipertensi dalam

kehamilan. Wanita dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg)

sering dirawat inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk dievaluasi

keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Meskipun

pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan

tergantung pada sifat keluhan utama dan biasanya merupakan

bagian rencana diagnostik, pemeriksaan sel darah lengkap dengan

asupan darah, urinalisis serta golongan darah dan rhesus menjadi

tiga tes dasar yang memberikan data objektif untuk evaluasi

sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri ginekologi. Hal

tersebut berlaku pada hipertensi dalam kehamilan, urinalisis

menjadi pemeriksaan utama yang dapat menegakkan diagnosis dini

pada preeklampsi (Cunningham G, 2013).


3. Manipulasi diet

Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi

sebagai penyulit kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet

tinggi kalsium dan pemberian kapsul dengan kandungan minyak

ikan dapat menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta

mencegah hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G, 2013)

4. Aspirin dosis rendah

Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin

60 mg atau placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan

kejadian preeklampsi. Hal tersebut disebabkan karena supresi

selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak

terganggunya produksi prostasiklin (Cunningham G, 2013).

5. Antioksidan

Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel

endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat

dalam pencegahan hipertensi kehamilan, terutama preeklampsi.

Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C dan E (Cunningham

G, 2013).

3. Perawatan pospartum

Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang


terakhir. Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah

diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012)

PENCEGAHAN

Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan

meliputi upaya nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya

nonfarmakologi meliputi edukasi, deteksi prenatal dini dan manipulasi

diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup pemberian aspirin dosis

rendah dan antioksidan (Cunningham G, 2013).

1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya

Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus

dievaluasi pada masa postpartum dini dan diberi penyuluhan

mengenai kehamilan mendatang serta risiko kardiovaskular mereka

pada masa yang akan datang. Wanita yang mengalami

preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit hipertensi

pada kehamilan berikutnya (James R dan Catherine N, 2004).

Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang memperberat

kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita

berisiko tinggi dapat menurunkan angka morbiditas hipertensi

dalam kehamilan (Cunningham G, 2013).

2. Deteksi pranatal dini

Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali


saat trimester pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada

trimester ketiga. Kunjungan dapat ditambah tergantung pada

kondisi maternal. Dengan adanya pemeriksaan secara rutin selama

kehamilan dapat dilakukan deteksi dini hipertensi dalam

kehamilan. Wanita dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg)

sering dirawat inapkan selama 2 sampai 3 hari untuk dievaluasi

keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Meskipun

pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan

tergantung pada sifat keluhan utama dan biasanya merupakan

bagian rencana diagnostik, pemeriksaan sel darah lengkap dengan

asupan darah, urinalisis serta golongan darah dan rhesus menjadi

tiga tes dasar yang memberikan data objektif untuk evaluasi

sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri ginekologi. Hal

tersebut berlaku pada hipertensi dalam kehamilan, urinalisis

menjadi pemeriksaan utama yang dapat menegakkan diagnosis dini

pada preeklampsi (Cunningham G, 2013).

3. Manipulasi diet

Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi

sebagai penyulit kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet

tinggi kalsium dan pemberian kapsul dengan kandungan minyak

ikan dapat menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta


mencegah hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G, 2013).

4. Aspirin dosis rendah

Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin

60 mg atau placebo pada wanita primigravida mampu menurunkan

kejadian preeklampsi. Hal tersebut disebabkan karena supresi

selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak

terganggunya produksi prostasiklin (Cunningham G, 2013).

5. Antioksidan

Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel

endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi semacam ini bermanfaat

dalam pencegahan hipertensi kehamilan, terutama preeklampsi.

Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C dan E (Cunningham

G, 2013).

BAB III

ANALISIS JURNAL

Jurnal yang di ambil penulis yaitu membahas tentang factor-faktor yang berhubungan
dengan hipertensi dalam kehamilan trimester III. Hipertensi pada kehamilan merupakan
salah satu kondisi medis yang sering kali muncul selama kehamilan dan dapat
menimbulkan komplikasi 2-3% pada kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan dapat
menyebabkan morbiditas pada ibu dan morbiditas pada janin. Preeklamsia adalah sindrom
yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di trimester kedua
kehamilan yang selalu pulih di periode postnatal.Asupan kalsium yang rendah
menyebabkan peningkatan tekanan darah tinggi dengan merangsang pelepasan hormone
paratiroid dan atau renin yang mengarah terjadinya peningkatan konsentrasi kalsium intra
seluler dalam vaskuler sel otot polos dan mengakibatkan vasokonstriksi. Peranan suplemen
kalsium dalam menurunkan gangguan hipertensi dalam kehamilan adalah dengan
menurunkan pelepasan kalsium paratiroid dan konsentrasi kalsium intraseluler, akhirnya
terjadi penurunan kontraksi otot polos dan peningkatan vasodilatasi.

Hipertensi akibat kehamilan atau hipertensi gestasional adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan awitan hipertensi yang baru terjadi di trimester kedua kehamilan
yang pulih di periode postnatal (sama dengan proteinuria gestasional). Gambaran klinis
mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau tangan, peningkatan tekanan
darah, dan terakhir terjadi proteinuria. Pada preeklamsia ringan, gejala subjektif belum
dijumpai, tetapi pada preeklamsia berat diikuti keluhan subjektif berupa sakit kepala
terutama daerah frontalis, rasa nyeri di daerah epigastrum, gangguan mata, penglihatan
menjadi kabur, terdapat mual sampai muntah, gangguan pernapasan sampai sianosis, dan
terjadi gangguan kesadaran. Dengan pengeluaran proteinuria, keadaan penyakit semakin
berat, karena terjadi gangguan fungsi ginjal.

Kejadian preeklamsia dan eklamsia sulit dicegah, tetapi diagnosis dini sangat
menentukan prognosa janin. Pengawasan hamil sangat penting karena preeklamsia berat
dan dan eklamsia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi, terutama di Negara
berkembang. Diagnosis ditetapkan dengan dua dari trias preeklamsia yaitu kenaikan berat
badan-edema, kenaikan tekanan darah, dan terdapat proteinuria. Wanita yang menderita
preeklamsia jarang mengalami proteinuria sebelum ada kenaikan dalam tekanan darahnya.
Jika proteinuria terjadi, sedangkan tekanan darahnya normal, ini berarti kemungkinan
terjadi infeksi saluran kemih, penyakit ginjal, atau kontaminasi pada spesimen. Edema
biasa terjadi pada kehamilan normal, sehingga edema bukanlah tanda preeklamsia yang
dapat dipercaya kecuali jika edema juga mulai terjadi pada tangan dan / atau wajah.
Kadang-kadang edema tidak terlihat jelas pada pemeriksaan, tetapi termanifestasi sendiri
dalam bentuk kenaikan berat badan mendadak (ini disebut occult oedema atau edema
samar).

Sementara factor-faktor yang mepengaruhi preeklamsia yaitu usia, dimana Hipertensi


dalam kehamilan paling sering mengenai wanita yang lebih tua, yaitu bertambahnya usia
menunjukkan peningkatan insiden hipertensi kronis menghadapi risiko yang lebih besar
untuk menderita hipertensi karena kehamilan. Wanita hamil dengan usia kurang dari 20
tahun insiden preeklamsia-eklamsia lebih dari 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih
dari 35 tahun dapat terjadi hipertensi laten oleh karena itu semakin lanjut usia maka
kualitas sel telur sudah berkurang hingga berakibat juga menurunkan keturunan yang
dihasilkan, kemudian ibu primigravida memiliki resiko lebih besar dari ibu multigravida
karena primigravida yang menderita Preeklamsia dan melahirkan bayi dengan BBLR
sebanyak 51,9 %, dan yang tidak melahirkan bayi dengan BBLR sebanyak 40,9%. Uji Chi
Square menunjukan adanya hubungan antara Preeklamsia pada primigravida dengan
kejadian BBLR (p< 0,05), paritas, penyakit keturunan, diabetes, juga merupakan factor
yang dapat mempengaruhi hipertensi dalam kehamilan.

Untuk pencegahan preeklamsi sendiri yaitu Preeklamsia dan eklamsia merupakan


komplikasi kehamilan yang berkelanjutan dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu,
pencegahan atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka
kesakitan dan kematian. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini diperlukan pengawasan
hamil yang teratur dengan memerhatikan kenaikan berat badan, kenaikan tekanan darah,
dan pemeriksaan urine untuk menentukan proteinuria. Dapat diberikan KIE tentang diet
makanan, istirahat yang cukup, rajin control kehamilan. Sedangkan penanganannya yaitu
dengan Jika kehamilan < 37 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan: Lakukan
pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu.Jika tekanan darah
meningkat, kelola sebagai preeclampsia. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi
pertumbuhan janin yang terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan.
Berikan anti konsulvan Magnesium sulfat ,obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif Diazepam, risiko terjadinya depresi
neonatal. Dosis awal (Alternatif I ) : MgSO4 4 g IV sebagai larutan 20% selama 10 menit.
Dosis Pemeliharaan : MgSO4 1 g / jam melalui infus NaCl/ Ringer Asetat/ Ringer Laktat
yang diberikan sampai 24 jam postpartum.
BAB IV

REKOMENDASI

Dari pembahasan di atas , penulis menyarankan beberapa hal yang harus bidan lakukan
dalam pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan yaitu:

1) Memeriksa tekanan darah secara tepat pada setiap pemeriksaan kehamilan, termasuk
pengukuran tekanan darah dengan teknik yang benar.
2) Melakukan pemeriksaan pada setiap pagi hari.
3) Ukur tekanan darah pada lengan kiri. Posisi ibu hamil duduk atau berbaring dengan
posisi yang sama pada tiap kali pengukuran ( Letakkan tensimeter di tempat yang datar
setinggi jantung ibu hamil dan gunakan ukuran manset yang sesuai)
4) Catat tekanan darah
5) Jika tekanan darah diatas 140/90 mmhg atau peningkatan diastole 15 mmhg atau lebih
(sebelum 20 minggu),ulangi pengukuran tekanan darah dalam 1 jam.Bila tetap maka
berarti ada kenaikan tekanan darah.Periksa adanya edema terutama pada wajah atau
pada tungkai baeah /tulang kering atau daerah sacral.
6) Bila ditemukan hipertensi pada kehamilan, lakukan pemeriksaan urin terhadap albumin
pada setiap kali kunjungan.
7) Segera rujuk ibu hamil ke rumah sakit jika : Tekanan darah sangat tinggi, kenaikan
tekanan darah naik secara tiba- tiba,berkurangnya air seni( sedikit dan berwarna
gelap),edema berat yang timbul mendadak,khususnya pada wajah/daerah sacral
8) Jika tekanan darah naik namun tidak ada edema sedangkan doker tidak mudah dicapai
maka pantaulah tekanan darah, periksa protein urin terhadap protinuria dan denyut
jantung janin dengan seksama pada keesokan harinya atau sesudah 6 jam istirahat.
9) Jika tekanan darah tetep naik ,rujuk untuk pemeriksaan lanjutan walaupun tidak edema
atau proteinuria.
10) Jika tekanan darah kembali normal atau kenaikannya kurang dari 15 mmhg:
 Beri informasi atau penjelasan pada ibu hamil ,suami atau keluarga tentang tanda-tanda
eklamsia yang mengancam ,khususnya sakit kepala ,pandangan kabur, nyeri ulu hati
dan pembengkakan pada kaki/punggung/wajah.
 Jika tanda-tanda diatas ditemukan segera rujuk ke rumah sakit
11) Bicarakan seluruh temuan dengan ibu hamil dan suami/keluarga.
12) Catat semua temuan pada KMS ibu hamil / buku KIA.
BAB V

ASUHAN KEBIDANAN

Pada kasus Ny.X G1P0A0 Umur 26Thun, hamil 16 minggu, janin tunggal hidup intra
uterine dengan hipertensi dalam kehamilan dengan masalah yaitu ibu merasa cemas dengan
kehamilannya sehubungan dengan rasa pusing dan pandangan mata kabur yang di rasakan
sekarang. Kebutuhan yang diberikan berupa beri diet tinggi protein, rendah garam dan banyak
istirahat serta beri konseling tentang hipertensi dalam kehamilan dan pengaruh terhadap
kehamilan.

Pada pemeriksaan Ny.X didapatkan keadaan umum baik, TD 140/90, Suhu 36°C, Nadi
84 x/m, dan pernafasan 24x/m. Pemeriksaan palpasi , leopol I konsistensi uterus keras, leopol
II Puki, Leopol III kepala, Leopol IV belum masuk PAP. Pemeriksaan laboratorium protein
urin (-), Hb 9,9 gr, Hct 29, albimin 3,4, Golongan darah O.

Pada kasus ibu hamil Ny. X dengan hipertensi ini perencanaan yang diberikan yaitu
pemantauan KU dan vitalsign, beri informasi yang jelas tentang keadaan pasien dan
kehamilannya, anjurkan untuk banyak istirahat, anjurkan diet makanan tinggi protein, tinggi
karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak, beri obat SF 2x1, vitamin C 2x1, Amoxsilin
500Mg 3x1, beri terapi drip infus d 5% dan MgSO4 12 gram, observasi tekanan darah, pasang
DC, periksa urin lengkap.

Implementasi yang dilakukan pada Ny. D memantau KU ibu dan vital sign yang
meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan. Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat.
Menganjurkan ibu untuk mengonsumsi makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup
vitamin dan rendah lemak seperti Tempe, tahu, telur, buahan dan sayuran hijau. Memberi obat
SF 2x1, vitamin C 2x1, dan amoxylin 500 mg 3x1. Memberi terapi drip infus d 5% dan
MgSO4 12 gram tetesan 12x/menit. Mengobservasi tekanan darah, memasang DC dan
memeriksa urine lengkap.

Evaluasi yang di lakukan keadaan umum baik, kesadaran composmentis, TD 140/90


mmHg, Suhu 36°C, Nadi 88x/m, Pernafasan 24x/m. Ibu bersedia untuk banyak istirahat, ibu
mengerti tentang diet untuk ibu hipertensi dan bersedia untuk mengonsumsi makanan sesuai
petunjuk bidan. Bersedia meminum obat yang telah diberikan bidan. Ibu sudah di beri obat SF
2x1, vitamin C 2x1, dan amoxylin 500 mg 3x1. Memberi terapi drip infus d 5% dan MgSO4
12 gram tetesan 12x/menit. Tekanan darah ibu 140/80 mmHg. DC sudah terpasang.Hasil
Urine lengkap. protein urin (-), Hb 9,9 gr, Hct 29, albimin 3,4.
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah.2010. Asuhan kebidanan 4 Patologi. Jakarta: Tim Kapita Selekta.


Kegawatdaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Benson, Ralph C. 2008. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Bothamley, Judy. 2011. Patofisologis Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika

Sibai, MD. Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks gestation,
SMFM in American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014 5.

Magdalena Grundmann, Alexander Woywodt, Torsten Kirsch et al. Circulating endothelial


cells: a marker of vascular damage in patients with preeclampsia. AJOG. 2008. Volume 198,
Issue 3, Pages 317. e1-317. e5

Anda mungkin juga menyukai