Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS KUNJUNGAN RUMAH HIPERTENSI DI PUSAT

KESEHATAN MASYARAKAT

Oleh:

Renny Novalita - 112018140

Pembimbing :
dr. Melda Suryana, M.Epid

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


PERIODE 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA, NOVEMBER 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertensi adalah salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di


Indonesia, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan intervensi yang sangat
umum dilakukan diberbagai tingkat fasilitas kesehatan.1 Riset Kesehatan Dasar
RISKESDAS tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia
adalah sebesar 26 5%.1 Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk
saat ini.1

Riset kesehatan dasar (RISKESDAS 2013) menunjukkan bahwa penderita


hipertensi yang berusia di atas 18 tahun mencapai 25,8% dari jumlah keseluruhan
penduduk Indonesia . Dari angka tersebut penderita hipertensi perempuan lebih
banyak 6% daripada laki-laki . Sedangkan terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
hanya mencapai sekitar 9,4% . Artinya masih banyak penderita hipertensi yang
tidak terjangaku dan terdiagnosa oleh tenaga kesehatan dan tidak menjalani
pengobatan sesuai anjuran tenaga kesehatan.1

Berdasarkan American Heart Association terjadi peningkatan rata-rata


kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999.
Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar
46%. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor
tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi
penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.2 Komplikasi hipertensi dapat
mengenai berbagai organ target seperti jantung ( penyakit jantung iskemik
hipertrof ventrikel kiri, gagal jantung, otak (stroke) ginjal (gagal ginjal), mata
(retinopati) juga arteri perifer (klaudikasio inter miten . Kerusakan organ-organ
tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah pasien dan berapa lama
tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati2
2. Rumusan Masalah

1. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS 2013) menunjukkan bahwa penderita


hipertensi yang berusia di atas 18 tahun mencapai 25,8% dari jumlah keseluruhan
penduduk Indonesia

2. Hipertensi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan hanya mencapai sekitar 9,4% .
Masih banyak penderita hipertensi yang tidak terjangaku dan terdiagnosa oleh
tenaga kesehatan dan tidak menjalani pengobatan sesuai anjuran tenaga kesehatan

3. Berdasarkan American Heart Association terjadi peningkatan rata-rata kematian


akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999 kematian akibat
hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan
hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis,
jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia.

3. Tujuan.

Dengan melakukan kegiatan kunjungan rumah kepada pasien . Puskesmas


diharapkan dapat menambah motivasi untuk dapat memberitahukan dan
mempromosikan masyarakat untuk mengontrol tekanan darahnya secara berkala
agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sebelum terlambat datang ke
puskesmas.

4. Sasaran

Sasaran yang dituju adalah pasien yang menderita hipertensi terutama pasien
yang menderita hipertensi sekunder yang datang ke puskesmas .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang
berulang.3

Jenis Hipertensi pada umumnya ada dua yaitu :4

1. Hipertensi Primer
Hipertensi esensial atau hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,
disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem
saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan
Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti
obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya
timbul pada usia 30 – 50 tahun.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan
tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit
lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon
tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat
kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di
atas normal atau gemuk (gendut). Pregnancy-induced hypertension (PIH), ini
adalah sebutan dalam istilah kesehatan (medis) bagi wanita hamil yang
menderita hipertensi. Kondisi Hipertensi pada ibu hamil bisa sedang ataupun
tergolang parah/berbahaya, Seorang ibu hamil dengan tekanan darah tinggi
bisa mengalami Preeclampsia dimasa kehamilannya itu. Preeclampsia adalah
kondisi seorang wanita hamil yang mengalami hipertensi, sehingga merasakan
keluhan seperti pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri perut, muka
yang membengkak, kurang nafsu makan, mual bahkan muntah. Apabila terjadi
kejang sebagai dampak hipertensi maka disebut Eclampsia.
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.
Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain – lain. Klinis sulit untuk membedakan dua keadaan
tersebut, terutama pada penyakit ginjal menahun. Beratnya pengaruh
hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan
lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama
makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
Terdapat jenis hipertensi yang lain:

a) Hipertensi Pulmonal : Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan


tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan
sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar
penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal
jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan pada usia
muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada perempuan
dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1
juta penduduk, dengan mean survival / sampai timbulnya gejala penyakit
sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk
pada National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis
lebih dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25
mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak
didapatkan adanya kelainan katup pad a jantung kiri, penyakit
myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.
b) Hipertensi Pada Kehamilan : Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi
yang umumnya terdapat pada saat kehamilan, yaitu:

a. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi


yang diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan ( selain tekanan
darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air
kencingnya ). Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan
tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.

b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum


ibu mengandung janin.

c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan


preeklampsia dengan hipertensi kronik.

d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab


hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan
pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi
ada juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain
sebagainya.

2. Epidemiologi

Gambaran di tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu menunjukkan


bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika
saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa
yang menderita hipertensi. Suatu kondisi yang cukup mengejutkan. Terdapat 13 provinsi
yang persentasenya melebihi angka nasional, dengan tertinggi di Provinsi Bangka
Belitung (30,9%) atau secara absolut sebanyak 30,9% x 1.380.762jiwa = 426.655 jiwa.1
Prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin tahun 2007 maupun tahun 2013
prevalensi hipertensi perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.1

3. Faktor Resiko

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi


terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain : 5

1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan
riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga.5

2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health
USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk wanita,
dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang
memiliki IMT kurang dari 25 (status gizi normal menurut standar internasional)
perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan
dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia,
aktivasi saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal5

3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah
satunya adalah penyakit jantung koroner. 10 Wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit
hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses
ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.5
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan
meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa darah
lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat. 5
5. Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga
menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah
tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak
aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus
bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.5
6. Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat
mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam)
perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok
berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. 5
8. Kadar Kolesterol : Pada dasarnya kolesterol merupakan salah satu komponen
lemak yang dibutuhkan oleh tubuh terutama untuk membentuk dinding-dinding sel
tubuh dan sebagai bahan dasar pembentukan hormon steroid. Namun bila kadar
kolesterol yang dimiliki seseorang berlebihan, maka kemungkinan besar kolesterol
akan tertimbun pada dinding pembuluh darah yang nantinya dapat mengakibatkan
penyakit-penyakit seperti hipertensi, jantung, dan stroke. Tertimbunnya lemak pada
dinding pembuluh darah yang mengakibatkan penyempitan dinamakan aterosklerosis.
Aterosklerosis nantinya bila dibiarkan akan berisiko menjadi penyakit jantung
koroner dan juga stroke. Hal ini bisa terjadi karena penyempitan pembuluh darah
yang terjadi akan menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi yang selanjutnya dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak (stroke hemoragik).Kolesterol
sendiri terdiri dari beberapa macam yaitu kolesterol total, trigliserida, HDL (High
Density Lipoprotein), dan LDL (Low Density Lipoprotein). Sebuah studi cross
sectional di kota Padang yang menganalisis hubungan hipertensi dengan keempat
jenis kolesterol tersebut mendapatkan hasil bahwa kejadian hipertensi memiliki
hubungan yang bermakna dengan kadar kolesterol total dan kadar trigliserida,
sedangkan untuk hipertensi dengan kadar HDL dan LDL tidak ditemukan adanya
hubungan yang bermakna. Dari penelitian ini didapatkan pada orang dengan kadar
kolesterol total yang tidak normal, risiko terjadinya hipertensi 2,09 kali dibandingkan
dengan orang yang memiliki kolesterol normal. Dan untuk orang dengan kadar
trigliserida yang tidak normal, memiliki risiko terjadinya hipertensi 2,49 kali

dibandingkan dengan orang yang kadar trigliseridanya normal.5

9. Kadar Glukosa Darah : Bila pada seseorang kadar glukosa darahnya tinggi maka
disebut dengan diabetes. Diabetes dan hipertensi sering kali dihubungkan dan
dipertanyakan apakah hipertensi merupakan faktor risiko dari diabetes atau diabetes
merupakan faktor risiko dari hipertensi. Dari sebuah penelitian didapatkan bahwa
diabetes dan hipertensi sama-sama berpengaruh karena kedua penyakit ini saling
berhubungan patofisiologinya seperti peningkatan sistem saraf simpatis dan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron. Jalur patofisiologi diabetes dan hipertensi ini
akan saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain yang pada akhirnya bisa
membuat seperti lingkaran setan. Hipertensi dan diabetes sendiri merupakan hasil
akhir dari sindrom metabolik dimana sindrom metabolik ini dimulai dari obesitas

sentral.5

4. Patofisiologi
Hipertensi dapat disebabkan oleh banyak hal yang pada akhirnya akan menyangkut kepada
kendali natrium (Na) di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Terdapat 4 peran yang
mendominasi pada proses terjadinya hipertensi yaitu peran volume intravaskular, peran kendali
saraf autonom, peran renin angiotensin aldosteron (RAA), dan peran dinding vaskular pembuluh

darah.6,7

a) Peran Volume Intravaskular : Pengertian tekanan darah tinggi menurut Kaplan yaitu
hasil interaksi antara curah jantung (CJ) atau cardiac output (CO) dan tahanan total
perifer atau total peripheral resistance (TPR) yang masing-masing dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor genetik, asupan natrium berlebih dan sistem renin angiotensin
aldosteron akan mengakibatkan retensi natrium yang selanjutnya akan meningkatkan
volume intravaskular yang akhirnya meningkatkan preload sehingga curah jantung pun
akan meningkat. Hal ini disebabkan ketika upaya ginjal mengekskresi natrium melebihi
ambang kemampuan ginjal maka ginjal akan meretensi H2O sehingga terjadi

peningkatan volume intravaskular.6 Sistem renin angiotensin aldosteron dan sistem saraf

simpatis juga ikut berperan dalam mengakibatkan vasokonstriksi yang akhirnya akan
meningkatkan tahanan total perifer. Selain itu sistem saraf simpatis pun turut
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas yang mengakibatkan curah jantung
meningkat. Pada akhirnya curah jantung yang meningkat akan mengakibatkan terjadinya
ekspansi volume intravaskular sehingga tekanan darah menjadi meningkat. Lalu seiring
dengan berjalannya waktu, curah jantung akan menurun menjadi normal lagi akibat
adanya auto regulasi. Bila tahanan total perifer mengalami dilatasi, maka tekanan darah
akan menurun, begitu juga sebaliknya bila konstriksi maka tekanan darah akan

meningkat.7,8

b) Peran Kendali Saraf Autonom : Terdapat dua persarafan autonom yaitu sistem saraf
simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Sistem saraf simpatis merupakan persarafan yang
akan menstimulasi saraf viseral (termasuk ginjal) melalui beberapa neurotransmiter yaitu
katekolamin, epinefrin, dan dopamin. Sistem saraf parasimpatis merupakan saraf yang
menghambat stimulasi saraf simpatis. Perjalanan sistem saraf simpatis dan parasimpatis
berjalan independen tanpa dipengaruhi oleh kesadaran otak dan terjadi secara otomatis
mengikuti siklus sirkardian. Aktivasi saraf simpatis akan berupa kenaikan katekolamin,
nor epinefrin (NE), dan sebagainya terjadi ketika adanya pengaruh-pengaruh lingkungan
seperti genetik, stress kejiwaan, merokok, dan lainnya. Neurotransmiter yang aktif ini
akan meningkatkan denyut jantung lalu diikuti dengan peningkatan curah jantung.
Selanjutnya hal ini akan mengakibatkan tekanan darah meningkat yang akhirnya akan
mengalami agregrasi platelet. Aktivasi neurotransmiter NE juga memiliki efek buruk
terhadap jantung karena dengan adanya reseptor a1, b1, dan b2 akan memicu terjadinya
berbagai kerusakan seperti kerusakan miokard, hipertrofi dan aritmia dengan akibat
progresivitas dari hipertensi aterosklerosis. Aktivasi NE ini juga memiliki efek buruk
terhadap ginjal karena di ginjal terdapat reseptor b1 dan a1 yang dapat memicu terjadinya
retensi atrium, aktivasi sistem renin angiotensti aldosteron (RAA), vasokonstriksi
pembuluh darah yang berakibat hipertensi aterosklerosis menjadi semakin progresif juga.
7

c) Peran Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) : Pada saat tekanan darah menurun, tubuh
akan mengeluarkan refleks baroreseptor. Selanjutnya baroreseptor ini akan mengaktivasi
saraf simpatis yang akan menstimulasi b1 adregenik yang akhirnya akan memicu
peningkatan sekresi renin. Setelah itu dilanjutkan dengan terbentuknya angiotensin I,
angiotensin II, dan selanjutnya sampai tekanan darah menjadi meningkat kembali. Hal
inilah yang disebut dengan autoregulasi tekanan darah yang terjadi melalui aktivasi dari
sistem renin angiotensin aldosteron (RAA). Pembuatan renin sendiri sebenarnya diawali
dengan terbentuknya angiotensinogen di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan diubah
menjadi angiotensin I oleh renin yang dihasilkan oleh makula densa apparat juxta
glomerulus ginjal. Selanjutnya angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh enzim
ACE (angiotensin converting enzyme). Akhirnya angiotensin II ini akan mengakibatkan
vasokonstriksi sistemik, peningkatan aldosteron dan retensi Na/H2O yang akan

meningkatkan tekanan darah / volume intravaskular. Sistem RAA ini akan terjadi secara
berlebihan / tidak normal ketika faktor risiko tidak dikelola dengan baik. Tekanan darah
yang meningkat secara tak terkontrol yang menyebabkan hipertensi aterosklerosis

semakin progresif ternyata pemicu utamanya ialah angiotensin II6,7,8

d) Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah : Hipertensi merupakan penyakit yang sekali
didapat akan berlangsung terus menerus sepanjang umur. Sekarang ini paradigma
mengenai hipertensi dimulai dari disfungsi endotel, lalu diikuti dengan disfungsi
vaskular, vaskular biologi berubah, yang pada akhirnya akan menjadi TOD (target organ
damage). Bila faktor risiko hipertensi tidak dikelola dengan baik maka akan
mengakibatkan hemodinamika tekanan darah berubah-ubah, hipertensi semakin
meningkat disertai vaskular biologi berubah, dinding pembuluh darah yang makin
menebal, dan pada akhirnya pasti mengakibatkan kejadian kardiovaskular. Dari
penebalan dinding pembuluh darah tersebut akan mengakibatkan kerusakan berupa lesi
vaskular dan remodelling, inflamasi, vasokonstriksi, trombosis, dan ruptur atau erosi

plak.6

5. Klasifikasi Hipertensi
Ada beberapa panduan internasional terkait klasifikasi hipertensi seperti menurut International
Society of Hypertension (ISH) dan JNC8. Walaupun ada beberapa perbedaan klasifikasi
berdasarkan batasan nilai tekanan darah normal atau prehipertensi, namun dari kedua panduan
tersebut nilai minimal untuk hipertensi derajat 1 adalah TDS 140 mmHg dan TDD 90mmHg.
(lihat Gambar 1 dan Gambar 2).9,10 Di Indonesia menurut PERHI 2019 klasifikasi tekanan darah

digolongkan menjadi 7 kelompok.10(lihat tabel 1)

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut PERHI 201910


Gambar 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Tekanan Darah Menurut International

Society of Hypertension 20202



Gambar 2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Tekanan Darah Menurut JNC-8.9

6. Manifestasi Klinik

Hipertensi sering juga disebut sebagai the silent disease / the silent killer karena penyakit ini
seringkali tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Jadi penderita hipertensi banyak yang tidak
menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Adapun bila menunjukkan gejala, biasanya
gejalanya tidak spesifik dan mirip dengan gejala penyakit lain. Gejala yang dialami penderita
hipertensi bervariasi pada setiap penderita. Gejala-gejala yang biasa dialami oleh penderita
hipertensi yaitu sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah,
sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging (tinnitus) dan dunia terasa
berputar (vertigo).11

7. Tatalaksana

Non Farmakologis

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap
awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu
tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan
faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.4
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
• Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia. 4
• Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak
merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien
tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging
olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan
untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari4
• Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien
yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.4
• Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola
hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin
meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota
besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari
pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau
menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
• Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek
langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk
berhenti merokok.4
Farmakologis
Tujuan terapi medis atau obat adalah penggunaan obat secara tunggal atau secara
kombinasiuntuk mengembalikan tekanan darah arteri ke level normal dengan efek
samping sekecil mungkin. Sebagian besar pasien awalnyaa diobati dengan satu obat
saja. Jika digunakan secara kombinasi, maka obat dipilih untuk lokasi yang berbeda.
Untuk pasien dengan hipertensi berat memerlukan terapi intensif dengan sejumlah
agen bersamaan. 4,13
1. Diuretik Tiazid
Terapi diuretik meningkatkan antihipertensif sebagian besar obat
antihipertensi. Tiazid menghambat reabsorpsi sodium atau natrium dan penurunan
volume plasma yang disebabkan refleks peningkatan sekresi renin dan aldosteron.
Mekanisme munculnya efek ini karena agen-agen antihipertensi menstimulasi
reabsorpsi sodium oleh tubulus ginjal sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Diuretik dapat mengganggu reabsorpsi sodium, menurunkan volume
cairan ekstraseluler dan memperkuat efek obat anihipertensi. Pada saat yang sama
penurunan volume cairan ekstraseluler dapat mengaktifkan jalur neurohemoral,
khususnya sistem renin angiotensin, sehingga menyebabkan vasokontriksi dan
peningkatan resistansi vaskular sistemis sehingga daya pompa jantung menjadi
lebih ringan. 4,13
Efek samping obat ini antara lain : Peningkatan eksresi urin oleh diuretik
tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi,
reaksi alergi berupa ruam kulit, vaskulitis kelemahan otot. Obat-obatan golongan
diuretik tiazid adalah bendroflumetiazid, klorotiazin, klortalidon, HCT.

2. Penyekat α (α-blocker)
Obat golongan ini bekerja menghambat efek vasokontriktor epinefrin dan
norepinefrin. Efek antihipertensi dari α-blocker dapat menurunkan tekanan darah
10/10 mmHg dan meningkatkan kada HDL. Prazosin ada penderita asma memiliki
efek sebagai relaksan ringan pada otot polos bronkus.
Efek samping dari α -blocker antara lain hipotensi ortostatik pada dosis awal,
kehilangan kesadaran sesaat, pusing. Obat-obatan golongan α-blocker adalah
Doksanozin mesilat, Prazosin HCL, dan Tetrazosin HCL. 4,13

3. Penyekat β (β-blocker)
Golongan obat ini dapat menurunkan tekanan darah dan penurunan curah jantung
dan resistansi vaskular perifer. Bekerja pada reseptor beta di jantung. Obat ini
tidak dianjurkan untuk penderita asma bronkial. 4
Efek samping obat antara lain bronkospasme, gagal jantung, hipotensi, diabetes
mellitus, gangguan metabolisme lemak, dan sistem saraf pusat. Obat-obatan
golongan ini adalah Asebutolol, Atenolol, Labetolol, Metoprolol4

4. ACE Inhibitor
Angiotensin Coverting Enzim (ACE) memliki efek dalam penurunan tekanan
darah tanpa disertai dengan perubahan curah jantung, denyut jantung, maupun
laju filtrasi glomerulus. Penurunan tekanan darah melalui penghambatan sistem
renin angiotensin aldosteron (RAA). Obat ACE Inhibitor efektif sebagai
antihipertensi pada sekitar 70% penderita. Penurunan tekanan darah sekitar 10/5
sampai 15/12 mmHg.4
Efek samping obat ini antara lain batuk kering, gangguan pengecapan, oedema
angioneuritik, gagal ginjal akut, hiperkalemia. Obat-obatan golongan ini adalah
Captopril, Enalapril, Lisinopril, Ramipril, Fosinopril, Benazepril dan Quinapril.
Salah satu contohnya adalah lisinopril yang berperan dalam pengaturan tekanan
darah. Salah satu jenisnya adalah noverten. Noverten adalah penghambat
Angiotensin Coverting Enzim (ACE) yang diindikasikan untuk hipertensi tingkat
sedang dan berat. Dapat digunakan bersama obat hipertensi lain. Dosisi
pengobatan awal adalah 10 mg sekali sehari. Untuk dosis pemeliharaan oral 10-20
mg sekali sehari. Obat diminu pada pagi hari satu jam sebelum makan. Dosis
dapat digunakan sesuai repon klinisnya maksimum 40 mg per hari. 4

5. Angiotensin Reseptor Angiotensin II


Angiotensin Reseptor Angiotensin II atau A II RA merupakan satu obat yang
memengaruhi jalur sistem renin angiotensin (RAS) selain ACE Inhibitor. Obat ini
mampu memblok kerja Angiotensin II yang terbentuk dan juga menurunkan
tekanan darah, peningkatan RBF, penurunan retensi air dan sodium serta
penurunan aktivitas seluler yang merugikan.
Efek samping yang mungkin timbul adalah sakit kepala, pusing, lemas dan mual,
gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia. Golongan obat ini misalnya candesartan,
losartan.4

6. Antagonis Kalium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Obat ini bekerja dengan masuknya ion kalsium
ke dalam sel otot polos melalui penghambatan kanal ion kalsium yang bergantung
pada tegangan yang nantinya akan mendilatasi pembuluh darah yang diikuti
penurunan tekanan darah.
Efek samping yang mungkin timbul adalah penurunan tekanan darah yang terlalu
besar, angina pektoris pada PJK, efek vasodilatasi. Golongan obat ini misalnya
amlodipin, nifedipin.4
Sampai sekarang tiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi. Berbagai
penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam
menurunkan risiko kardiovaskular. Beta blocker kurang efektif mengurangi
kejadian kardiovaskular mayor, terutama stroke, dibanding antihipertensi lainnya.
Beta-blocker juga kurang efektif dibanding ACEi atau CCB dihidropiridin untuk
mengurangi resiko diabetes, terutama pada pasien yang mendapat terapi diuretik
tiazid. Jika pasien yang menggunakan beta-blockermemerlukan antihipertensi
lain, maka pilihan yang lebih dianjurkan diberikan adalah ACEi atau CCB,
daripada tiazid kalsium dan ACE Inhibitor, atau kombinasi tiga macam obat
dengan diuretik, ACE Inhibitor dan hidralazin mungkin efektif. 4
Penatalaksanaan Hipertensi berdasarkan JNC 8 sebagai berikut:

• Rekomendasi 1: Rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC8 ini terkait dengan
target tekanan darah padapopulasi umum usia ≥60 tahun. Terapi farmakologis dianjurkan
jika TDS ≥150 mmHg dan TDD ≥90 mmHg dengan target penurunan TDS<150mmHg dan

TDD<90mmHg. 4

• Rekomendasi 2: Rekomendasi kedua dari JNC8 adalah pada populasi umum usia <60 tahun,
terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan TDD ≥90 mmHg dengan target penurunan
TDD <90 mmHg untuk usia 30-59 tahun (rekomendasi A), sementara untuk usia 18-29 tahun
(rekomendasi E-opini expert).4
• Rekomendasi 3: Rekomendasi ketiga dari JNC8 adalah pada populasi umum <60 tahun,
terapi farmakologi dimulai untuk menurunkan TDS <140 mmHg (rekomendasi E-opini
expert).4

• Rekomendasi 4: Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah tinggi


dengan penyakit ginjal kronik. Populasi usia 18 tahun atau lebih dengan CKD perlu diinisiasi
terapi hipertensi untuk mendapatkan targetTDS <140 mmHg serta TDD <90 mmHg

(rekomendasi E-opini expert).9

• Rekomendasi 5 : Pada pasien usia ≥18 tahun dengan diabetes, inisiasi terapi dimulai untuk
menurunkan TDS <140 mmHg dan TDD <90 mmHg (rekomendasi E-opini expert). Target
tekanan darah ini lebih tinggi dari guideline sebelumnya, yaitu tekanan darah sistolik <130

mmHg serta diastolik <85 mmHg.4

• Rekomendasi 6: Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan
diabetes, terapi antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretik thiazid, CCB, ACEI
atau ARB (rekomendasi B)

• Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial
hipertensi sebaiknya menggunakan diuretik tipe thiazide atau CCB. Pada populasi ini, ARB
dan ACEI tidak direkomendasikan. Rekomendasi untuk populasi kulit hitam adalah

rekomendasi B sedangkan populasi kulit hitam dengan diabetes adalah rekomendasi C.4

• Rekomendasi 8: Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan CKD dan hipertensi, ACEI atau
ARB sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk meningkatkan
outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras maupun status

diabetes.4

• Rekomendasi 9: termasuk dalam rekomendasi E atau opini expert yang mengarahkan kita
untuk melakukan penyesuaian apabila terapi yang diberikan belum memberikan target tekanan
darah yang diharapkan. Jangka waktunya adalah satu bulan, Jika dalam satu bulan target
tekanan darah belum tercapai, kita dapat memilih antara meningkatkan dosis obat pertama atau
menambahkan obat lain sebagai terapi kombinasi. Obat yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi yaitu thiazide, ACEI, ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak
dikombinasikan. Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga
secara titrasi. Pada masing-masing tahap kita perlu terus memantai perkembangan tekanan
darahnya serta bagaimana terapi dijalankan termasuk kepatuhan pasien. Jika perlu lebih dari
tiga obat atau obat yang direkomendasikan tersebut tidak dapat diberikan, kita bisa

menggunakan antihipertensi golongan lain.4

8. Edukasi

Promosi kesehatan mengenai hipertensi sangat penting dilakukan untuk mengedukasi baik
masyarakat yang menderita hipertensi maupun yang tidak menderita hipertensi. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) mengeluarkan promosi kesehatan untuk menghidari
3
hipertensi dan penyakit tidak menular lainnya dengan ‘CERDIK’ yaitu:1

1. Cek kondisi kesehatan secara berkala

2. Enyahkan asap rokok

3. Rajin aktifitas fisik

4. Diet sehat dengan kalori seimbang

5. Istirahat yang cukup

6. Kendalikan stress

Kemenkes juga mengeluarkan program ‘PATUH’ bagi orang yang sudah menyandang hipertensi

atau penyakit tidak menular lainnya yaitu:13


1. Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter

2. Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur

3. Tetap diet sehat dengan gizi seimbang

4. Upayakan beraktifitas fisik dengan aman

5. Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya

Pasien dan keluarga hendaknya selalu dinasehati untuk:14

1. Jangan tambahkan garam di meja makan dan hindari makanan asin, makanan cepat saji, 

makanan kaleng dan bumbu penyedap makanan/vestin

2. Ukur kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur

3. Minumlah obat secara teratur, sesuai instruksi dokter

4. Tekanan darah yang diperiksa harus dicatat sehingga dapat dimonitor tekanan darahnya
dengan ketat

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan antara lain gangguan pada jaringan otak dan pembuluh darah
yang menyebabkan terjadinya beberapa penyakit seperti stroke, gagal ginjal, penyakit jantung
koroner, dan sampai menyebabkan kematian. Sebanyak 62% kasus stroke dan 49% kasus

serangan jantung yang terjadi tiap tahunnya merupakan komplikasi dari hipertensi.9

10. Prognosis

Prognosis pasien sebenarnya tergantung pada kepatuhan pasien untuk mengikuti pengobatan.
Pada dasarnya pengobatan hipertensi berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu komunikasi
dokter-pasien harus terjalin dengan baik sehingga pasien mau patuh pada pengobatan. Jika pasien
mematuhi rencana pengobatan, kemungkinan untuk terjadinya komplikasi bisa dicegah sehingga
dapat dikatakan prognosisnya baik.
BAB III
HASIL DAN DATA KUNJUNGAN

Anamnesis : Autoanamnesis
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 57 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : S3
Alamat : Jl.Pejompongan Raya No.23

Identitas Keluarga Pasien

Istri Pasien

Nama : Ny. M
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan :Karyawan Swasta
Pendidikan : S1
Alamat : Jl.Pejompongan Raya No.23
Anak Pasien
Nama : AP
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : SMA
Alamat :
Keluhan Utama
Kepala pusing berputar
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sering mengalami pusing yang berputar bila bangun di pagi hari ,
pusing yang dirasakan dialami sudah sejak 1 bulan yang lalu. Pusing akan berkurang jika
pasien teratur minum obat yang diberikan oleh puskesmas. Terkadang disertai rasa mual
tetapi tidak muntah. Bila pasien tidak minum obat selama sehari saja maka pasien bila
sedang pusing akan sulit untuk beraktivitas. Pasien aktif dalam melakukan kegiatan-
kegiatan daerah seperti jadi panitia pemilihan gubernur atau bupati dll. Pasien jarang
makan di rumah dan belum sempat memeriksakan diri lagi ke puskesmas.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya, pasien mengatakan tidak memiliki riwayat
Diabetes, memiliki riwayat Hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien ayah pasien memiliki riwayat hipertensi
Riwayat Pengobatan
Pasien sekarang mengkonsumsi Amlodipin 1x10mg
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pola makanan pasien tidak teratur. Pasien hanya makan apabila ada waktu. Makanan yang
dimakan cukup bervariasi dan pasien makan makanan yang sebagian besar memasak di rumah.
Namun pasien sering mengkonsumsi minuman kemasan serta kopi kemasan saat di rumah. Saat
bertemu dengan rekan kerja di luar rumah pasien juga mengkonsumsi kopi kembali. Pasien
mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok.

2. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Tinggi Badan : 164 cm
Berat Badan : 62 kg
Lingkar Kepala : 40 cm
Status Gizi : Baik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Frekuensi Nadi : 96 kali/menit
Tekanan Darah : 150/90mmHg
Frekuensi Napas : 24 kali/menit
Suhu : 36,6 0C
Pemeriksaan Lokalis
Kepala
Bentuk dan Ukuran : Normosefali, deformitas (-)
Rambut dan Kulit Kepala : Rambut berwarna hitam, distribusi normal.
Mata : CA -/-, SI -/-
Telinga : bentuk landai, liang telinga lapang, sekret -/-
Hidung : bentuk normal, sekret -/-
Bibir : Normal, sianosis (-)
Gigi-geligi : Lengkap
Mulut : Normal, stomatitis (-), sianosis (-)
Lidah : Normal, lidah kotor (-)
Tonsil : Hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)

Leher
Tidak ada kelainan, tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Toraks
Paru : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak kelainan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Anus dan Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan


Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

+ +
+ +

- -
- -

Anggota Gerak : Akral hangat , Edema (-)

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan darah secara rutin, kadar kolestrol dalam darah, elektokardiografi (ekg),
dan urinalisa.
4. Diagnosis : Hipertensi grade 1
5. Penatalaksanaan Awal dan Edukasi
a. Health promotion: Memberikan penyuluhan ke masyarakat mengenai penyakit hipertensi,
tentang perjalanan penyakitnya, faktor resiko serta cara pencegahan yaitu dengan
menjalankan pola hidup yang sehat dengan membatasi konsumsi asupan natrium atau
makanan yang asin,mengurangi makanan berlemak seperti jeroan, pola makan teratur,
tidak merokok dan rajin berolahraga.
b. Spesific protection: Seseorang yang memiliki faktor risiko hipertensi (seperti adanya
riwayat keluarga yang menderita hiperteni, obesitas, merokok, jarang berolahraga,
konsumsi makanan tinggi narium dan berlemak) perlu melakukan pola atau gaya hidup
yang sehat dengan mengkonsumsi makanan sehat sesuai kebutuhan gizi, makan teratur,
kurangi makanan tinggi natrium dan berlemak, tidak merokok, menjaga berat badan ideal
dan berolahraga.
c. Early diagnosis and prompt treatment: Seseorang yang memiliki faktor risiko terjadinya
hipertensi (seperti adanya riwayat keluarga yang menderita hiperteni, obesitas, merokok,
jarang berolahraga, konsumsi makanan tinggi narium dan berlemak) memerlukan
pengecekan tekanan darah secara rutin. Hal ini sebagai upaya early diagnosis sehingga
penyakit tersebut dapat diketahui dan diobati sedini mungkin. Deteksi yang dini tersebut
bertujuan agar penyakit – penyakit tersebut tidak menyebabkan komplikasi yang semakin
parah.Tindakan prompt treatment pada penderita hipertensi adalah dengan cara teratur
minum obat dan periksa ke puskesmas atau dokter secara rutin agar tekanan darah pasien
dapat terkontrol serta mengatur asupan makan atau jumlah kalori yang masuk ke dalam
tubuh. Obat yang diminum adalah amlodipine 10 mg setiap hari. Apabila dengan 1
macam obat hipertensi tidak dapat membuat tekanan darah turun, maka dapat
dipertimbangkan dengan penambahan pemberian obat hipertensi jenis lainnya.
d. Disability Limitation: Pengobatan dan perawatan yang sempurna dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi gangguan jantung (seperti penyakit jantung koroner
maupun gagal jantung), cerebrovaskular (seperti stroke), dan berbagai penyakit lainnya.
Apabila pasien dalam keadaan menderita hipertensi seperti dalam kasus ini, maka anjuran
untuk mencegah terjadinya beberapa komplikasi ini adalah dengan mengurangi asupan
makanan yang tinggi natrium (garam), mengurangi asupan makanan berlemak, mengubah
pola makan yang lebih sehat, lebih rajin berolahraga, dan berhenti merokok. Hal ini
berfungsi sebagai disability limitation sehingga penyakit tidak bertambah parah. Dalam
hal ini, dapat dilakukan juga dengan pemeriksaan penunjang lainnya seperti EKG dan
urinalisa untuk mengontrol dan melihat adakah kerusakan organ target atau Hypertension
Mediated Organ Damage (HMOD).
e. Rehabilitation: Pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan cara pengaturan diet
makanan sehari-hari yang rendah garam, rendah lemak serta sesuai dengan kebutuhan
kalorinya, melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin minimal sekali sebulan dan
penggunaan obat-obatan secara bijaksana sesuai dengan anjuran dokter. Selain itu juga
menganjurkan pasien untuk berolahraga secara rutin dan beristirahat yang cukup. Serta
mengingatkan kepada pasien bahwa meskipun penyakit hipertensi tidak dapat sembuh,
tetapi jika pasien mau mengubah pola hidup kearah yang lebih sehat dan mengkonsumsi
obat secara teratur maka penyakit ini dapat terkontrol dengan baik.

6. Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad bonam

Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Pendekatan Holistik
Profil Keluarga
Karakteristik Demografi Keluarga

- Identitas kepala keluarga : Tn. H

- Identitas pasangan : Ny. M

Alamat : Jl.Pejompongan Raya No.23

Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


N Nama Hubunga Umur Jenis Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Keadaa
o. n Kelamin Kesehatan n Gizi

1. Tn. H Suami 57 thn L S3 S3 Islam Baik Baik

2. Ny. M Istri 50 thn P S1 Karyawa Islam Baik Baik


n swasta
3. AP Anak 20 thn L Mahasisw Tidak Islam Baik Baik
a bekerja

Genogram

Dalam keluarga pasien hanya pasien yang menderita hipertensi

Keterangan :

: Wanita normal

: Laki-laki normal

:Wanita Hipertensi

: : Laki-laki Hipertensi
a. Bentuk Keluarga

Bentuk keluarga ini adalah Nuclear Family yaitu keluarga yang terdiri atas
ayah, ibu dan anak-anak. Pasien sehari-hari melakukan aktivitas diluar
rumah.
b. Hubungan Anggota Keluarga

Tn.H dan Ny. M merupakan pasangan suami istri dengan satu orang anak.
Hubungan antara anggota keluarga cukup baik, mereka sering berkumpul dan
berkomunikasi.
Keadaan Umum Keluarga

Tn.H : BB = 62kg; TB = 164 cm; IMT = 23,05 kg/ m2 (BB normal)

Ny. M : BB = 55 kg; TB = 158 cm; IMT = 22,03 kg/ m2 (BB normal)


An. AP (L) : BB = 167 kg; TB = 60 cm; IMT = 21,51 kg/ m2 (BB normal)

Pemeriksaan Fisik Keluarga

Tn. H : TD 150/90 mmHg, Nadi 96 kali/menit, Nafas 24 x/menit, Suhu 36,6oC

Ny.M : Nadi 80 kali/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 36,3oC


An. AP (L) : Nadi 78 kali/menit, Nafas 19x/menit, Suhu 36,5oC

Riwayat Biologis Keluarga


a) Keadaan Kesehatan Sekarang : Cukup Baik
b) Kebersihan Perorangan : Kurang
c) Penyakit yang Sering Diderita :Hipertensi
d) Penyakit Keturunan : Hipertensi
e) Penyakit Kronis/Menular : Hipertensi
f) Kecacatan Anggota Keluarga : Tidak ada
g) Pola Makan : Baik
h) Pola Istirahat : Tidak baik
i) Jumlah Anggota Keluarga : 3 orang

Psikologis Keluarga
a) Kebiasaan Buruk : Tidak ada
b) Pengambilan Keputusan : Bapak
c) Ketergantungan Obat : Tidak ada
d) Tempat Mencari Pelayanan Kesehatan : Rumah sakit
e) Pola Rekreasi : Baik

Spiritual Keluarga
a) Ketaatan Beribadah : Baik
b) Keyakinan Tentang Kesehatan : Baik

Keadaan Sosial Keluarga


a) Tingkat Pendidikan Terakhir : S3
b) Hubungan Antar Keluarga : Baik
c) Hubungan Dengan Orang Lain : Baik
d) Kegiatan Organisasi Sosial : Baik
e) Keadaan Ekonomi : Baik

Kultural Keluarga
a) Adat yang Berpengaruh : Sunda

Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup

Keadaan Rumah Pasien di Jl.Pejompongan Raya No.23


Status kepemilikan rumah: Milik Sendiri

Daerah perumahan : Tidak Padat


Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpula
n
Luas rumah : 10 m x 6m = 60 m2 Keluarga Tn.H tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 dengan kepemilikian rumah
orang pribadi. Tn.H tinggal dalam rumah

Lantai rumah dari : Keramik dengan lingkungan rumah yang

Dinding rumah dari : Beton semen tidak padat dengan ventilasi udara

Venitlasi udara : Cukup dan cahaya yang cukup dan dihuni

Jamban keluarga : ada oleh 3 orang. Air PAM sebagai

Tempat bermain : ada sarana air bersih keluarga.

Penerangan matahari : Cukup

Ketersediaan air bersih : air PAM


Sumber Air minum : Air Galon

Tempat pembuangan sampah : Ada

Kepemilikan Barang-Barang Berharga

Keluarga Tn.H memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara lain yaitu, tiga
buah AC pada tiga kamar tidur, satu buah televisi yang terletak di ruang tamu, 2 buah
televisi di 2 kamar tidur, satu ac di ruang tamu, satu buah rice cooker, kulkas dan satu buah
dispenser di dapur.

Penilaian Perilaku Kesehatan

- Jenis tempat berobat : Rumah sakit

- Asuransi / Jaminan Kesehatan : BPJS/Mandiri


Pola Konsumsi Keluarga

Menu makanan sehari-hari keluarga ini bervariasi. Menu makanan yang


biasa dihidangkan istri dari Tn.H terdiri dari nasi, sayur, dan lauk yang digoreng
yang biasanya dimasak sendiri. Sayur yang dikonsumsi cukup bervariasi dan sering
mengkonsumsi buah (2-3 kali per minggu). Lauk yang dihidangkan bervariasi
seperti ayam, ikan, telur, tahu maupun tempe. Pola makan keluarga ini tiga kali
sehari, terdiri dari sarapan pagi, makan siang dan makan malam, diantaranya
terkadang keluarga ini mengkonsumsi gorengan yang dibeli sebagai cemilan.
Terkadang keluarga ini juga membeli makanan diluar.

Hari Pertama

Menu Pagi : Roti 2 pcs+selai, Kopi, Air mineral

Menu Siang : Nasi, Daging Kari Ikan, Capcay Kuah , Tahu Goreng, Pisang, Air
Mineral

Menu Malam : Nasi, Tahu Goreng Tepung , Tumis Kangkung , Air Mineral

Hari Kedua

Menu Pagi : Nasi Putih,sayur kangkung, ikan, kopi, air mineral

Menu Siang : Nasi putih, Ayam teriyaki, sayur sawi, kopi, Air Mineral

Menu Malam : Nasi Putih, ayam goreng , Tempe Goreng , Air Mineral

Hari Ketiga

Menu Pagi : Nasi Putih ,ikan , Tumis Buncis + Wortel , Kerupuk, kopi, Air
Mineral

Menu Siang : Nasi Putih, udang goreng ,Tahu Sambalado, Air Mineral

Menu Malam : Nasi Putih ,Ikan Saus, capcay, Air Mineral

Hari Keempat
Menu Pagi : Nasi goreng, telur - Kerik Tempe , Kerupuk ,kopi, Air Mineral

Menu Siang : Nasi Putih, ayam po, Tahu IsiTeri Sambalado, apel, Kerupuk, Air
Mineral

Menu Malam : Nasi Putih, Ikan Tauco , Tempe Goreng Tepung, Tumis kol, Tahu
saos, Air Mineral

Hari Kelima

Menu Pagi : Roti gandum + selai, jus alpukat, air mineral

Menu Siang : Nasi Putih, Ikan goreng, Tempe Goreng Tepung , Sayur Bening, Air
Mineral

Menu Malam : Nasi Putih , Ayam Goreng ,Tahu Semur , Lalapan, Semangka, Air
Mineral

Hari Keenam

Menu Pagi : bubur ayam, Air Mineral

Menu Siang : Nasi Putih, Ayam Goreng, Tahu Balado, Sayur Lodeh , kopi, Air

Mineral

Menu Malam : Nasi Putih, Daging Kari, Sambal Goreng Tahu, Air Mineral

Hari Ketujuh

Menu Pagi : Nasi goreng, ayam rica, Tempe Goreng Tepung, Kerupuk, kopi, Air
Mineral

Menu Siang : Nasi Putih, Ayam Balado, sayur kangkung, Tahu Isi , Tempe g
oreng, Telur, Air Mineral

Menu Malam : Nasi Putih, ikan saus, Sayur sawi, Capcay, Telur, Semangka, Air
mineral
Perhitungan kebutuhan kalori total seseorang sesuai anjuran Kemenkes RI:

Disesuaikan dengan berat badan ideal (BBI) seseorang. Berikut rumus BBI: BBI = (TB-100) –
(10% dari hasil TB-100)

Keterangan: BBI = Berat Badan Ideal

TB = Tinggi badan dalam sentimeter

BB = Berat Badan dalam satuan kilogram



Setelah itu dilanjutkan dengan menghitung kebutuhan kalori basal (KKB). Berikut rumus KKB:

Laki-laki: KKB = 30 kkal x BBI

Perempuan: KKB = 25 kkal x BBI

Selanjutnya hitung kebutuhan kalori total (KKT). Berikut rumus KKT:

KKT = KKB + %KKB Aktifitas Fisik - % KKB Faktor Koreksi

Aktifitas fisik dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Aktivitas Ringan: membaca 10%, menyetir 10%, berjalan 20%

2. Aktivitas Sedang: menyapu 20%, jalan cepat 30%, bersepeda 30%

3. Aktivitas Berat: senam aerobik 40%, mendaki 40%, Jogging 40%

Faktor koreksi:
Berdasarkan perhitungan diatas maka kebutuhan kalori total yaitu sebesar

Tn. H : 2268 kkal



Ny. M : 1435,5 kkal

An. AP(L) : 1306,8 kkal

Pola Aktivitas dan Kebiasaan Keluarga

Sehari-hari Tn. H bekerja sebagai PNS. Pekerjaan Tn.H memiliki aktivitas yang ringan. Tn H
bekerja dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00. Istri Tn. H bekerja sebagai karyawan swasta yang
aktivitasnya sehari- hari juga tergolong ringan. Istri Tn. H bekerja mulai pukul 08.00 sampai
pukul 16.00. Anak- anak pasien sehari-harinya sekarang menjalani sekolah online mulai dari
pukul 07.30 sampai pukul 15.30.

Tn. H sehari-hari jarang berolahraga. Istri Tn. H juga juga jarang berolahraga. Anak Tn. H
berolahraga 2x dalam seminggu mengikuti jadwal futsal dikampus. Namun sejak masa pandemi
COVID-19, anak Tn. H sudah tidak pernah olahraga futsal lagi, tetapi masih berolahraga 1-2 kali
seminggu di dalam rumah.

Untuk kebersihan diri sendiri Tn H, istri dan anak-anaknya selalu mandi 2 kali sehari. Tn. H dan
istri mandi 1 kali sebelum pergi kerja di pagi hari, lalu kemudian mandi lagi di sore hari
langsung saat pulang kerja. Terutama sejak masa pandemi COVID-19, Tn. H dan istri saat
sampai di rumah setelah pulang kerja, langsung masuk ke kamar mandi tanpa menyentuh barang
apapun di rumah. Saat keluar rumah Tn. H dan istri juga selalu menggunakan masker kain yang
dilapis dengan tisu di bagian dalamnya ataupun masker medis. Setelah pulang masker kain yang
telah dipakai langsung direndam dan dicuci dengan air dan detergen. Selama masa pandemi ini,
Tn. H dan istri juga sangat membatasi untuk pergi keluar rumah, dimana mereka hanya pergi
keluar rumah untuk bekerja dan ke supermarket untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Anak Tn.
H selama pandemi ini jarang keluar dari rumahnya, hanya sesekali untuk menemani orangtua
berbelanja kebutuhan sehari-hari. Tn. H dan istrinya terkadang berjemur di pagi hari jika saat
work from home atau saat sebelum kekantor.

Tn. H, istri, dan anak-anaknya sebelumnya tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi vitamin
sehari-hari. Namun sejak masa pandemi COVID-29 ini, Tn. H, istri, dan anak-anaknya rutin
mengkonsumsi vitamin C 500 mg dalam bentuk tablet. Tn. H tidak memiliki kebiasaan konsumsi
minuman beralkohol dan merokok. Istri Tn. TS juga tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun
konsumsi minuman beralkohol.


Pola Dukungan Keluarga

a. Faktor Pendukung Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga pasien memiliki


anak dan istri yang mendukung pasien untuk mengubah pola hidup dan
melanjutkan pengobatan.
b. Faktor Penghambat Terselesaikaanya Masalah Dalam Keluarga.Di antara yang
merupakan faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga tersebut
adalah dari diri pasien sendiri karena awalnya pasien kurang mau berobat apabila
keluhan sudah berkurang

Fungsi Fisiologis (Skor APGAR)

Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga yang
dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton, dengan menilai 5 Fungsi pokok
keluarga, antara lain:
- Adaptasi : Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
dibutuhkan.
- Partnership : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
- Growth : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota
keluarga.
- Affection : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung.
- Resolve : Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga.

Penilaian:

Hampir Selalu = skor 2

Kadang-kadang = skor 1

Hampir tidak pernah = skor 0

Total Skor:
8-10 = Fungsi keluarga sehat

4-7 = Fungsi keluarga kurang sehat

0-3 = Fungsi keluarga sakit

Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita

Penilaian
Hamp Kadan Hampir
No. Pertanyaa ir
g- Tidak
Selalu
n Kadan Pernah (0)
(2)
g (1)
1. Adaptasi
Saya Puas bahwa saya dapat kembali
kepada keluarga saya, bila saya √
menghadapi masalah
2. Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan cara-cara keluarga

saya membahas serta membagi
masalah dengan saya
3. Growth (Pertumbuhan)
Saya puas bahwa keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan

saya melaksanakan kegiatan dan
ataupun arah hidup yang baru
4. Affection (Kasih Sayang)

Saya puas dengan cara-cara keluarga



saya menyatakan rasa kasih sayang
dan menaggapi emosi
5. Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan cara keluarga saya √
membagi waktu bersama

Total Skor 8

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 8 ini menunjukkan Fungsi keluarga
sehat.

Fungsi Patologis (SCREEM)

Aspek sumber daya patologi

- Sosial:

Pasien baik dalam bermasyarakat dengan tetangga.

- Cultural:

Pasien adalah orang Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi. Dan
pasien setiap makan selalu mengkonsumsi nasi sehingga kalori yang
dikonsumsi sangat tinggi.
- Religious:

Keluarga pasien beribadah tiap minggu.


- Economy:

Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi sekarang tercukupi.

Education:

Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu S3

- Medication:

Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan kesehatan dari


Rumah sakit dan memiliki asuransi kesehatan.
BAB IV

ANALISA KASUS

Faktor Perilaku
Pasien memiliki kebiasaan pola makan dengan porsi yang cukup banyak. Selain itu,
pasien juga sering mengkonsumsi makanan yang mengandung natrium tinggi dan berlemak, juga
sering mengkonsumsi kopi. Pola makan yang kurang baik tersebut yang dapat memicu terjadinya
Hipertensi. Saat ini pasien sudah mengurangi konsumsi makan makanan asin setelah terdiagnosis
Hipertensi, namun terkadang pasien masih mengonsumsi makananan asin dan berlemak. Jumlah
nasi putih yang dikonsumsi juga sudah mulai dikurangi. Pasien juga memiliki kebiasaan jarang
berolahraga. Aktivitas sehari – hari pasien juga tergolong aktivitas yang ringan yakni bertemu
klien lebih sering untuk duduk. Perilaku tersebut tentunya juga menjadi risiko terjadinya
Hipertensi pada pasien ini. Pasien juga memiliki riwayat keluarga yang menderita hipertensi
yang merupakan salah satu faktor resiko dari hipertensi. Pasien memiliki perilaku untuk rutin
minum obat sesuai anjuran dokter namun kadang tidak rutin untuk melakukan pemeriksaan
tekanan darah.

Faktor Lingkungan
Berdasarkan luasnya, tempat tinggal pasien termasuk baik dan layak huni. Hal ini dapat
dilihat dari luas rumah yang cukup dan tidak terlalu kecil untuk dihuni oleh 3 orang. Luas
bangunan rumah yang cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut
harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan
penghuninya akan menyebabkan rumah terlalu padat orang. Hal tersebut berdampak kurang baik
terhadap kesehatan penghuninya karena menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen serta apabila
terdapat salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Selain itu, rumah pasien juga memiliki ventilasi dan jendela yang
baik sehingga sirkulasi udara di tempat tinggalnya cukup. Ventilasi yang ada di tempat tinggal
bertujuan agar kelembapan ruangan tidak naik karena proses penguapan cairan dari kulit. Adanya
kelembapan akan menjadi media yang baik untuk bakteri – bakteri patogen. Ventilasi juga
bertujuan membebaskan udara ruangan dari bakteri – bakteri terutama bakteri patogen. Tempat
tinggal pasien juga tidak padat penduduk. Pencahayaan tempat tinggal pun dapat dikatakan baik,
karena setiap ruangan sudah terdapat lampu yang dapat menyala tetapi kurang cahaya matahari
dapat masuk dengan baik ke dalam rumah. Pengoptimalan sinar matahari yang masuk kedalam
ruangan diperlukan karena ruangan yang lembab bisa menjadi tempat bakteri berkembang biak.
Cahaya matahari yang masuk dapat membantu membunuh bakteri – bakteri patogen didalam
rumah seperti bakteri Mycobacterium tuberculosis. Jamban atau kamar mandi juga merupakan
jamban milik pribadi sethingga tentunya kebersihan lebih baik dan mengurangi risiko terjadinya
penularan penyakit yang disebabkan oleh fecal oral. Tempat tinggal pasien juga selama ini tidak
pernah mengalami banjir, tidak dekat pabrik. Untuk pembuangan sampah, setiap hari terdapat
tukang sampah yang mengambil sampah – sampah miliknya. Air minum yang digunakan juga
berasal dari air galon baru. Sedangkan air untuk kebutuhan sehari – hari sudah menggunakan air
PAM. Selain itu, kebersihan tempat tinggal pasien juga baik karena selalu dibersihkan setiap
hari. Kebersihan rumah juga harus terjaga karena tempat tinggal yang kotor tentu sangat tidak
nyaman untuk dihuni dan dapat menjadi tempat berkembang biak kuman bibit penyakit. Dari
beberapa hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan fisik tempat tinggal pasien dapat
dikatakan cukup dan memenuhi syarat rumah sehat. Hal ini karena lingkungan rumah pasien
sudah memenuhi syarat rumah yang sehat yakni telah memiliki ventilasi udara yang cukup pada
setiap ruangan, pengoptimalan sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, luas bangunan
rumah yang cukup untuk penghuni di dalamnya, pencahayaan rumah yang cukup, dan kebersihan
rumah terjaga. Keadaan lingkungan sosial pasien bisa terbilang baik. Hal ini dapat dilihat dari
hubungan antara pasien dengan tetangga maupun keluarganya yang sangat harmonis.

Faktor Pelayanan Kesehetan


Di dekat lingkungan tempat tinggal pasien dapat dijumpai dengan mudah pelayanan
kesehatan. Kemudahan akses s juga membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
tersebut. Pasien sendiri mengaku sering kontrol ke dokter umum di dekat rumahnya. Pengobatan
yang didapat oleh pasien sendiri berasal dari dokter umum yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Setiap obat yang digunakannya habis, beliau selalu datang ke dokter tersebut untuk mendapatkan
obat. Pasien memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakitnya sehingga tentunya dia paham
untuk mencari bantuan medis dalam menangani penyakitnya. Tingkat ekonomi pasien juga
dikatakan cukup mampu, sehingga tentunya cukup mudah dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan.

Faktor Genetik
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita Hipertensi merupakan faktor risiko
bagi keluarga pasien untuk menderita Hipertensi. Hal ini disebabkan faktor genetik dapat
meningkatkan risiko seseorang mengalami Hipertensi semakin tinggi. Lebih lagi apabila
ditunjang dengan perilaku atau pola hidup yang tidak sehat. Selain itu, anak pasien juga harus
lebih berhati – hati dan waspada karena ada kecenderungan menderita Hipertensi juga. Anak
pasien perlu diberikan upya promosi kesehatan, preventif, spesific protection, dan early
diagnosis. Oleh karena itu ketiga anak pasien beresiko untuk menderita Hipertensi juga.

Anjuran untuk Pasien dan Anggota Keluarga


Pasien tersebut yang menderita Hipertensi perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin
seperti pemeriksaan tekanan darah. Tekanan darah pasien juga harus terkontrol dengan baik.
Penyakit Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh namun hanya dapat terkontrol.
Oleh karena itu, pasien diharuskan untuk minum obat dengan rutin sesuai anjuran dokter serta
mengatur pola makan sesuai dengan kebutuhan kalori hariannya. Pasien perlu mengkontrol pola
makannya dan berolahraga secara rutin. Anak pasien juga berisiko menderita Hipertensi, oleh
karena itu sangat dianjurkan untuk berperilaku hidup sehat sedini mungkin secara teratur dan
hidup dengan pola makan yang sehat serta rutin berolahraga sehingga mendapatkan indeks massa
tubuh yang ideal, serta menghindari faktor-faktor terjadinya Hipertensi yang dapat dicegah.
BAB VI
PENUTUP

1. Kesimpulan
Penyakit Hipertensi sulit disembuhkan hanya bisa terkontrol dan butuh waktu
yang lama dan merubah pola hidup bila tekanan darah sudah turun. Diare juga
merupakan sebuah penyakit yang terjadi karena adanya infeksi karena menelan
bakteri dalam jumlah yang banyak. Di lingkungan sangat banyak terjadi infeksi
terutama pada bahan makanan bila tidak dapat mengolahnya dengan baik.
Pasien bisa datang ke puskesmas untuk mengobati darah tinggi dan diarenya
untuk diberikan pengobatan yang tepat.

2. Saran
a.Puskesmas
Meningkatkan motivasi masyarakat untuk sadar akan kesehatan, terutama
banyak penyakit darah tinggi yang tidak terdiagnosis karena orang tersebut
jarang memeriksakan dirinya ke sarana kesehatan dengan berbagai alasan,
sebagai petugas kesehatan kita harus bisa meyakinkan bahwa kesehatan harus
dijaga.
b.Pasien
o Meningkatkan motivasi Keluarga sehingga menjadi semangat dan tidak
putus asa.
o Mengubah pola hidup (rajin olah raga, kurangi makan-makanan yang
banyak mengandung garam, mengurangi kebiasaan merokok)
o Mengunjungi fasilitas kesehatan sehingga dapat diberikan pengobatan
agar dapat mengontrol sendiri tentang penyakitnya
o Membiasakan diri untuk memakan masakan istri tidak sering makan di
luar yang tidak terjamin kebersihannya.
LAMPIRAN

Dapur
1. Kurang Ventilasi udara : Potensi
menyebabkan Ispa, dan gangguan akibat
Ruang Makan asap dari kegiatan memasak
Terlihat tertata dan bersih 2. Kurang pecahayaan matahari : dapat
menyebabkan menyebabkan penyakit
ISPA
3. Bagian atas lemari piring: apabila
jarang dibersihkan potensi penumpukan
debu, dapat memicu Asma
4. Dapur tertata dengan rapi dan ada
tempat sampah

Toilet
1. Kurang Ventilasi udara dapat memudahkan
bakteri untuk berkembang, dapat berpotensi
menyebabkan penyakit ISPA
2. Bersih dan rapi
Daftar Pustaka

1. Hipertensi . Pusat Data dan lnformasi Kementerian Kesehatan Rl 2014


2. Unger T, Borgho C, Charchar F, khan NA. 2020 International Society of Hypertension
Global Hypertension Practice Guidelines. American Heart Association
Volume 75, Issue 6, June 2020;, Pages 1334-1357
3. Muhadi. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa.
CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016
4. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2015
5. Cortas K, et all. Hypertension. Medscape 2019
6. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu 

penyakit dalam jilid II. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 2261-85.

7. Kaplan NM. Primary hypertension: pathogenesis. Kaplan’s clinical hypertension. 10th 



edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2010. h. 44-108.

8. Runge MS, Greganti MA. Netter’s internal medicine. 2nd edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2009. h. 157-63.
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyakit paling banyak diidap
10.Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia(PERHI). Konsensus penatalaksanaan
hipertensi.2019
11.Situmorang PR. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada
penderita rawat inap di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan tahun 2014. Jurnal
Ilmiah Keperawatan. 2015; 1(1): 67-72.
12.A. Tjokronegoro dan H. Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. In: E. Susalit, E.J.
Kapojos, dan H.R. Lubis ed. Hipertensi Primer. Jakarta: Gaya Baru; 2001. p:453-456.
13.Kemenkes RI.Manajemen program pencegahan dan pengendalian hipertensi dan
perhitungan pencapaian spm hipertensi. (diakses 17 Oktober 2020). Available from
URL:http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkV
o b j R z U D N 3 U C s 4 e U J 0 d V B n d z 0 9 / 2 0 1 8 / 0 5 /
Manajemen_Program_Hipertensi_2018_Subdit_PJPD_Ditjen_P2PTM.pdf
14.Kemenkes RI. Pengendalian hipertensi. (diakses 17 Oktober 2020). Available from
URL: http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-dan-
pembuluh-darah/pengendalian-hipertensi-faq

Anda mungkin juga menyukai