Anda di halaman 1dari 26

GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PERSARAFAN DAN


INTEGUMEN
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu : Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 4

Heru Wahyudi P27901121067


Putri Zahra P27901121079
Salman Abdul Wahid P27901121083

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II yang berjudul “gangguan kebutuhan istirahat dan tidur akibat
patologis system persarafan dan integument”.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan dukungan dari
semua pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 17 juli 2023

Penyusun

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan....................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Kebutuhan Istirahat dan Tidur ......................................... 4
1. Pengertian Istirahat ................................................................. 4
2. Karakteristik Istirahat ............................................................. 4
3. Pengertian Tidur ..................................................................... 4
4. Fisiologi Tidur ........................................................................ 5
5. Jenis-jenis Tidur ..................................................................... 8
6. Masalah Kebutuhan Tidur ...................................................... 10
B. Penatalaksanaan Medis Pasien Kebutuhan Istirahat dan Tidur ... 12
1. Terapi nonfarmakologis ......................................................... 12
2. Terapi farmakologis ............................................................... 14
C. Penatalaksanaan diagnostik Pada Pasien Gangguan Kebutuhan
Istirahat dan Tidur Akibat Patologis Sistem Saraf dan
Integrumen .......................................................................................... 14
D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Kebutuhan Istirahat dan Tidur ........................................................ 15
1. Pengkajian .............................................................................. 15
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................... 16
3. Intervensi Keperawatan .......................................................... 18
4. Implementasi Keperawatan .................................................... 20
5. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan aktifitas istirahat dan tidur merupakan suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah tidur dan
istirahat yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktifitas akan
menurunkan serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry,2005). Tidur
dikarakteristikkan dengan aktifitas metabolisme tubuh menurun, tingkat
kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologi tubuh, dan penurunan
respon terhadap stimulus eksternal (Wahid, 2007). Tidur merupakan suatu
proses yang sangat diperlukan oleh manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh
yang rusak (natural healing mechanisme), memberi waktu organ-organ tubuh
untuk beristirahat dan menjaga keseimbangan metabolisme dan kimiawi tubuh.
Tidur suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang
terjadi selama periode tertentu.
Manusia menggunakan sepertiga waktu dalam hidup untuk tidur,
keadaan tidur yang normal dapat berubah, perubahan keadaan tidur ini
dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan non fisiologis. Faktor fisiologis yaitu
penyakit fisik sedangkan faktor non fisiologis yaitu obat-obatan dan substansi,
gaya hidup, pola tidur yang biasa dan mngantuk berlebihan pada siang hari,
stress emosional, lingkungan, latihan fisik dan kelelahan serta asupan makanan
dan kalori ( Potter &Perry, 2005).
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktifitas tidur ini
diatur oleh sistem pengaktifitas retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur.
Pusat pengaturan aktifitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon. Selain itu, reticuler activating system (RAS) dapat memberikan

1
rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya
pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak
tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR) sedangkan pada bangun
tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem
limbik. (Alimul,2006).
Pada kondisi pasin yang mengalami gangguan sistem integrumen dan
persyarafan yang diakibatkan oleh patologis, kualitas tidur menjadi berubah,
yaitu 6 jam perhari. Pada kondisi ini episode tidur REM cenderung memendek,
terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan NREM 4, dan
beberapa lansia tidak memiliki tahap NREM 4 yaitu tahap tidur terdalam (Potter
& Perry, 2005).
Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam hari seringkali terjadi
pada pasien yang mengalami patologis pada sistem persyarafan dan integrumen
dan kecenderungan untuk tidur siang kelihatan meningkat secara progresif.
Peningkatan waktu tidur disiang hari dapat terjadi karena seringnya terbangun
pada malam hari ( Evans & Rogers, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sehingga
dampak dari pola tidur dapat menyebabkan penyakit, salah satunya adalah
penyakit hipertensi.

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan tujuan penulisan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui anamnesa gangguan kebutuhan istirahat dan tidur
patologis sistem persyarafan dan integrumen.
2. Untuk mengetahui pemeriksaan pada pasien gangguan kebutuhan istirahat
dan tidur patologis sistem persyarafan dan integrumen.
3. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien gangguan
kebutuhan istirahat dan tidur akibat patologis sitem persyarafan dan
integrumen.

2
C. Manfaat penulisan
Berdasarkan tuuan penulisan diatas, maka manfaat dari penulisan makalah ini
ialah sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa keperawatan, sebagai salah satu sumber pembelaaran
dalam memberikan informasi terkait konsep teori gangguan istirahat dan
tidur akibat patologis sistem persyarafan dan integrumen.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Kebutuhan Istirahat dan Tidur

1. Pengertian Istirahat
Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional,
bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang
membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk
melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan
melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan
menjengkelkan.
2. Karakteristik Istirahat
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya Narrow
(1967) yang dikutip oleh Perry dan Potter (1993) mengemukakan 6
karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, antara lain:

a. Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi


b. Merasa diterima
c. Mengetahui apa yang sedang terjadi
d. Bebas dari gangguan ketidaknyamanan
e. Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang
mempunyai tujuan
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan

3. Pengertian Tidur
Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat
dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1986), atau
juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif,
bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih
merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktivitas
yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan
proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari
luar.

4
4. Fisiologi Tidur
Fisiologis tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan
dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas
tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem
yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk
pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kegiatan
kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons.
Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan rangsangan
visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi
dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin. Demikian juga saat tidur, kemungkinan disebabkan adanya
pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada dipons dan batang
otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun
tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem
limbic. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus
atau poerubahan dalam tidur adalah RAS dan SBR.
Kunci dari peralihan antara sadar ke tidur adalah salah satu molekul
terpenting pada tubuh, yakni Adenosine triphosphate (ATP). ‘Tombol
tidur’ ini merupakan senyawa yang menyimpan energi yang akan
digunakan dalam metabolisme. Menemukan bahwa penembakan neuron
terus menerus di otak saat kita terjaga menyebabkan mereka melepas ATP
ke ruang di antara sel. Saat molekul itu terakumulasi, ia mengikatkan diri
ke neuron di sekelilingnya dan mendukung sel. Ini memungkinkan sel
menyerap senyawa kimia lain, seperti tumor necrosis factor dan interleukin
1, yang kemungkinan besar membuat sel itu tertidur
Sel-sel ini kemudian aktif saat elemen lain di otak mulai
menurunkan aktivitasnya dan membuat manusia tertidur. Tidur bukanlah
fenomena yang terjadi di seluruh bagian otak. Tidur hanya terjadi pada

5
sejumlah sirkuit syaraf yang paling aktfi di siang hari dan melepaskan
sebagian besar ATP.
Ini berarti, sebagian lain dari otak tetap terjaga meskipun kita
tertidur pulas. Ini merupakan temuan yang sangat penting. Pakar pengamat
tidur di University if Minnesota yang tidak terlibat dalam penelitian itu.
“Temuan bahwa hanya sebagian dari otak saja yang tertidur sangat sesuai
dengan pemahaman kami seputar fenomena sleepwalking,” ucapnya.
Seperti diketahui, saat sleepwalking terjadi, orang tidur sambil
berjalan, sambil matanya terbuka dan dapat menghindari obyek yang ada
di hadapannya agar tidak menabrak. Meski demikian, orang itu tidak
memiliki kesadaran saat melakukan sleepwalking.
Peran ATP yang semakin jelas ini juga dapat berperan penting dalam
proses pembuatan obat-obatan baru untuk membantu mengatasi insomnia
ataupun masalah gangguan tidur lainnya
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan
dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktvitas
tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem
yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk
pengaturan kewaspadaan dan tidur.
Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak dalam
mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticular activating system
(RAS) dapat memberi Universitas Sumatera Utara rangsangan visual,
pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam
keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti
norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu
bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan bangun tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan system limbik.

6
Dengan demikian, system pada batang otak yang mengatur siklus atau
perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR.
Tidur merupalan bagian dari ritme biologi yang bekerja selama 24
jam dengan tujuan untuk mengembalikan stamina. Pengaturan tidur dan
terbangun diatur oleh batang otak (Reticular Achtivating System and
Bulbar Synchronizing Region), thalamus dan berbagai hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus.
Beberapa neurohormon dan neurotrasnmitter juga dihubungkan
dengan tidur. Produksi yang dihasilkan oleh 2 mekanisme serebral dalam
batang otak ini menghasilkan serotonin. Serotonin merupakan
neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap impuls-impuls syaraf ke
otak. Serotonin berperan sangat spesifik dalam menginduksi rasa kantuk,
juga sebagai modulator kapasitas kerja otak.
Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin. Melatonin
merupakan katekolamin yang diproduksi secara alami dalam tubuh tanpa
bantuan cahaya. Pada lansia hormon melatonin ini akan menruun seiring
dengan bertambahnya usia, tetapi kaitan dari penurunan ini belum diketahui
terhadap lansia yang sulit tidur.
Pada orang dalam keadaan stress atau cemas kadar hormon ini akan
meningkat dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik
sehingga seseorang akan terus terjaga.
Hal lain menyatakan bahwa pelepasan prostaglandin hipotalamus
menyebabkan peningkatan gelombang lambat tidur dan kesadaran.
Prostgalandin adalah mediator kmiawi yang berperan pada patogoenesis
nyeri, yang akan memicu pusat saraf nyeri pada daerah korteks parentalis
tepatnya girus posterior sentralis. Rangsang nyeri ini akan diteruskan pada
derajat tertentu dan berpengaruh pada pusat tidur yang terletak di substansia
retikularis sehingga akan mengacaukan proses sinkronisasi neuron-neuron
pada batang otak yang sebenarnya bentuk terjadinya tidur, kemudian
merangsang proses deskronisasi neuron-neuron substansi retikularis
tersebut sehingga proses tidur terganggu yang berlanjut munculnya sinyal

7
dalam benuk waspada dan pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai
insomnia.

5. Jenis-jenis Tidur
Tidur dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu:
Pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh menurunnya kegiatan
dalam sistem pengaktivasi reticularis, disebut dengan tidur gelombang
lambat, atau disebut juga tidur non rapid eye movement (NREM).

Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari


isyarat-isyarat dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan
secara berarti, disebut dengan tidur paradox, atau disebut juga dengan
tidur rapid eye movement (REM).

a. Tidur Gelombang Lambat (NREM)

Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam, istirahat


penuh, atau juga dikenal dengan tidur nyenyak. Pada tidur jenis
ini, gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga
menyebabkan tidur tanpa mimpi. Tidur gelombang lambat bisa
juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan ciri-ciri:
betul-betul istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi
napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi
berkurang, dan metabolisme turun.

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah


melalui elektroensefalograf dengan memperlihatkan gelombang
otak berada pada setiap tahap tidur, yaitu:

1) Kewaspadaan penuh dengan gelombang beta yang


berfrekuensi tinggi dan bervoltase rendah
2) Istirahat tenang yang diperlihatkan pada gelombang alfa
3) Tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alfa
ke jenis teta atau delta yang bervoltase rendah

8
4) Tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan
gelombang delta bervoltase tinggi dengan kecepatan 1-2
per detik.
b. Tahapan Tidur Jenis Gelombang Lambat (REM)
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan
tidur dengan ciri sebagai berikut: rileks, masih sadar dengan
lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari
samping ke samping, frekuensi nadi dan napas sedikit
menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung
selama 5 menit.
2) Tahap II
Tahap II merupakam tahap tidur ringan dan proses tubuh
terus menerus dengan ciri sebagai berikut: mata pada
umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi napas
menurun, temperatur tubuh menurun, metabolisme menurun,
berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.
3) Tahap III
Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi
dan frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat,
disebabkan oleh adanya dominasi sistem saraf
parasimpatisme dan sulit untuk bangun.

4) Tahap IV
Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri
kecepatan jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak dan
sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung
menurun, dan tonus otot menurun.

Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang


terjadi selama 5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode
pertana terjadi selama 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi

9
orang sangat lelah, maka awal tidur sangat cepat bahkan jenis
tidur ini tidak ada.

Ciri tidur paradoks adalah sebagai berikut:

1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif


2) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak
gelombang lambat
3) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan,
menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem
pengaktivasi retikularis
4) Frekuensi jantung dan pernapasan menjadin tidak teratur
5) Pada oto perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak
teratur
6) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular,
tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster
meningkat, dan metabolisme meningkat
7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga
berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi

6. Masalah kebutuhan Tidur


a. Insomnia
Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan
mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas,
dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur. Insomnia
terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: initial insomnia, merupakan
ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur; intermiten
insomnia, merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu
terbangun pada malam hari; dan terminal insomnia, merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun pada malam hari.
Proses gangguan tidur ini kemungkinan basar disebabkan oleh adanya
rasa khawatir, tekana jiwa, ataupun stress.

b. Hipersomia
Hipersomia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur
berlebihan, pada umumnya lebih dari Sembilan jam pada malam hari,

10
disebabkan oleh kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi,
kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, ginjal, hati, dan gangguan
metabolisme.

c. Parasomnia
Parasomnia merupakan kumpulan beberapa penyakit yang
dapat mengganggu pola tidur, seperti somnambulisme (berjalan-jalan
dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-anak, yaitu pada tahap III
dan IV dari tidur NREM. Somnambulisme ini dapat menyebabkan
cidera.

d. Enuresa
Enuresa merupakan buang air kecil yang tidak disengaja pada
waktu tidur, atau biasa disebut dengan istilah mengompol. Enuresa
dibagi menjadi dua jenis, yaitu: enuresa nokturnal, merupakan
mengompol di waktu tidur; dan enuresa diural, mengompol saat
bangun tidur. Enuresa nokturnal umumnya merupakan gangguan pada
tidur NREM.

e. Apnea Tidur dan Mendengkur


Mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan
tidur, tetapi mendengkur yang disertai dengan keadaan apneadapat
menjadi masalah. Mendengkur sendiri disebabkan oleh adanya
rintangan dalam pengaliran udara di hidung dan mulut pada waktu
tidur, biasanya disebabkan oleh adanya adenoid, amandel, dan
mengendurnya otot dibelakang mulut. Terjadinya apnea dapat
mengacaukan jalannya pernapasan sehingga dapat menyebabkan henti
napas. Bila kondisi ini berlangsung lama, maka dapat menyebabkan
kadar oksigen dalam darah menurun dan denyut nadi menjadi tidak
teratur.

f. Narcolepsi
Narcolepsi merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri
untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan berdiri, mengemudi
kendaraan, atau di saat sedang membicarak sesuatu. Hal ini merupakan
suatu gangguan neurologis.

11
g. Mengigau
Mengigau dikategoorikan dalam ganguan tifur bila terlalu
nsering dan di luar kebiasaan. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa
hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM.

h. Gangguan Pola Tidur secara Umum


Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di
mana individu mengalami atau mempunyai risiko perubahan dalam
jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan
atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Carpenito, LJ, 1995).
Gangguan ini terlihat pada pasien dengan kondisi yang
memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan geisha, lesu dan
apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtifa
merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala, dan sering
menguap atau mengantuk. Penyebab dari gangguan pola tidur ini antara
lain kerusakan transport oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan
eliminasi, pengaruh obat, immobilitas, nyeri pada kaki, takut operasi,
faktor lingkungan yang menganggu dan lain-lain.

B. Penatalaksanaan Medis Pada Pasien Gangguan Kebutuhan Istirahat dan


Tidur Akibat Patologis Sistem saraf dan Integumen
1. Terapi Non Farmakologi
Menurut Remelda, (2008) Merupakan pilihan utama sebelum
menggunakan obatobatan karena penggunaan obat-obatan dapat
memberikan efek ketergantungan. Ada pun cara yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Terapi relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau stress yang
dapat mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan tidak membawa
pekerjaan kantor ke rumah, teknik pengaturan pernapasan,
aromaterapi, peningkatan spiritual dan pengendalian emosi.
b. Terapi tidur yang bersih

12
Terapi ini ditujukan untuk menciptakan suasana tidur bersih dan
nyaman. Dimulai dari kebersihan penderita diikuti kebersihan tempat
tidur dan suasana kamar yang dibuat nyaman untuk tidur.
c. Terapi pengaturan tidur
Terapi ini ditujukan untuk mengatur waktu tidur perderita mengikuti
irama sirkardian tidur normal penderita. Jadi penderita harus disiplin
menjalankan waktu-waktu tidurnya.
d. Terapi psikologi/psikiatri
Terapi ini ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress berat
yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi ini dilakukan oleh
tenaga ahli atau dokter psikiatri.
e. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita
dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk
meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa
berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
f. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur
si penderita gangguan tidur.
g. Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu
bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu
tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari
meski hanya sesaat.
h. Cognitive Therapy Cognitiv
Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si
penderita yang salah mengenai tidur.
i. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si
penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang
menyenangkan.

13
j. Mengubah gaya hidup
Bisa dilakukan dengan berolah raga secara teratur, menghindari rokok
dan alkohol, mengontrol berat badan dan meluangkan waktu untuk
berekreasi ke tempat-tempat terbuka seperti pantai dan gunung.
2. Terapi Farmakologi
Menurut Remelda, (2008) Mengingat banyaknya efek samping yang
ditimbulkan dari obat-obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini
hanya boleh dilakukan oleh dokter yang kompeten di bidangnya. Obat-
obatan untuk penanganan gangguan tidur antara lain :
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin
d. Golongan obat antihistamin
Untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur yaitu dengan cara
pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya: Benzodiazepin
(Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek samping
dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik, gangguan fungsi
mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berpikir, mulut kering, dan
sebagainya (Remelda, 2008).

C. Pemeriksaan Diagnostik Pada Pasien Gangguan Kebutuhan Istirahat


dan Tidur Akibat Patologis Sistem Saraf dan Integumen.

1. Elektroecepalogram (EEG)
Electroencephalogram adalah tes yang digunakan untuk memeriksa aktivitas
listrik pada otak. Pemeriksaan electroencephalogram menggunakan elektroda atau
alat cakram logam kecil yang dipasangkan pada kulit kepala pasien. Elektroda
tersebut kemudian bekerja dengan mengukur fluktuasi tegangan yang timbul dari
arus listrik dalam otak. Karena itulah, hasil
pemeriksaan electroencephalogram dapat menunjukkan aktivitas listrik tidak
normal yang bisa jadi sebagai indikasi adanya gangguan pada otak dan saraf pasien.
Hasil electroencephalogram tersebut akan berbentuk seperti grafik garis
bergelombang yang dapat terlihat pada layar monitor. Sebagian besar orang mungkin
lebih sering mendengar CT-Scan daripada electroencephalogram sebagai prosedur
pemeriksaan kondisi otak. Walaupun sama-sama menjadi tindakan medis untuk
mendeteksi kelainan otak, ada perbedaan antara CT scan dan EEG yang penting

14
untuk diketahui. Jadi, CT scan merupakan pemeriksaan kesehatan yang dapat
menampilkan kondisi kepala secara keseluruhan, mulai dari tulang kepala hingga
otak (anatomis). Sedangkan, electroencephalogram adalah pemeriksaan kondisi
otak yang lebih spesifik kepada aktivitas listrik dalam otak (fungsional).

Fungsi Electroencephalogram (EEG) adalah pemeriksaan yang


berfungsi untuk mendeteksi berbagai macam penyakit serta kelainan pada
otak dan saraf.
2. Elektromipogram (EMG)
EMG atau electromyography merupakan pemeriksaan untuk merekam
aktivitas listrik pada otot, yang biasanya dilakukan untuk mendeteksi kelainan
otot yang secara klinis dinilai normal tetapi pasien merasakan neuropati.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan pada penderita poliomielitis
dan myasthenia gravis

3. Elektrookulografi (EOG)
Elektrookulografi (EOG) adalah teknik untuk mengukur potensi berdiri
kornea retina yang ada antara bagian depan dan belakang mata manusia.
Sinyal yang dihasilkan disebut elektrookulogram. Untuk mengukur
pergerakan mata, pasang elektroda biasanya ditempatkan di atas dan di bawah
mata atau di kiri dan kanan mata. Jika mata bergerak dari posisi tengah
menuju salah satu dari dua elektroda, elektroda ini "melihat" sisi positif retina
dan elektroda yang berlawanan "melihat" sisi negatif retina. Akibatnya,
perbedaan potensial terjadi antara elektroda.

D. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Kebutuhan Istirahat dan


Tidur Akibat Patologis Sistem Saraf dan Integrumen.

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan istirahat dan tidur ini,


antara lain: riwayat tidur, gejala klinis dan penyimpangan dari tidur.

a. Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur antara lain: kuantitas (lama tidur) dan
kualitas tidur di siang maupun malam hari, aktivitas dan rekreasi yang
dilakukan sebelumnya, kebiasaan sebelum ataupun pada saat tidur,
lingkungan tidur, dengan siapa pasien tidur, obat yang dikonsumsi

15
sebelum tidur, asupan dan stimulan, perasaan pasien mengenai
tidurnya, apakah ada kesulitan tidur, dan apakah ada perubahan pola
tidur.

b. Gejala klinis
Gejala klinis ditandai dengan perasaan lelah, gelisah, emosi,
adanya kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak,
konjungtiva merah dan mata perih, perhatian tidak fokus, serta sakit
kepala.

c. Penyimpangan tidur
Penyimpangan tidur meliputi perubahan tingkah laku dan
auditorik, meningkatnya kegelisahan, gangguan persepsi, halusinasi
visual dan auditorik, bingung dan disorientasi tempat dan waktu,
gangguan koordinasi, serta bicara rancu, tidak sesuai, dan intonasinya
tidak teratur.

2. Diagnosia Keperawatan
Menurut diagnosa keperawatan SDKI, diagnosa keperawatan yang dapat di
ambil dari masalah ini adalah :
1. Gangguan Pola Tidur (D.0055)
a. Definisi
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksernal.
b. Penyebab
1) Hambatan lingkungan
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Ketiadaan teman tidur
5) Tidak familiar dengan peralatan tidur
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif

16
- Mengeluh sulit tidur
- Mengeluh sering terjaga
- Mengeluh istirahat tidak cukup
2) Objektif
- Tidak tersedia
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
- Mengeluh kemampuan aktivitas menurun
2) Objektif
- Tidak tersedia
e. Kondisi klinis
1) Nyeri/kolik
2) Hipertiroidisme
3) Kecemasan
2. Kesiapan Peningkatan Tidur (D.0058)
a. Definisi
Pola penurunan kesadaran alamiah dan periodik yang memungkinkan
istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup yang diinginkan yang
dan dapat ditingkatkan.
b. Gejala tanda mayor
1) Subjektif
- Mengekspresikan keinginan untuk meningkatkan tidur
- Mengekspresikan perasaan cukup istirahat setelah tidur
2) Objektif
- Jumlah waktu tidur sesuai dengan pertumbuhan perkembangan

c. Gejala tanda minor


1) Subjektif
- Tidak menggunakan obat tidur
2) Objektif
- Menerapkan rutinitas tidur yang meningkatkan kebiasaan tidur

17
d. Kondisi klinis
1) Pemulihan pasca operasi
2) Nyeri kronis
3) Kehamilan (periode prenatal/postnatal)
4) Sleep apnea

A. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.09265)
Pola Tidur tindakan Observasi :
(D.0055) keperawatan - Identifikasi pola aktivitas dan
diharapkan pola tidur
tidur membaik - Identifikasi faktor pengganggu
dengan tidur (fisik dan/atau psikologis)
Kriteria hasil : - Identifikasi makanan dan
1. Keluhan sulit minuman yang mengganggu
tidur menurun tidur (mis. kopi, teh, alkohol,
2. Keluhan sering makanan mendekati waktu tidur,
terjaga tidak ada minum banyak air sebelum tidur)
3. Keluhan tidak - Identifikasi obat tidur yang
puas tidur tidak dikonsumsi
ada Terapeutik :
- Modifikasi lingkungan (mis.
pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
- Batasi waktu tidur siang, jika
perlu
- Fasilitasi menghilangkan stres
sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin

18
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis. pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
- Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
- Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara nonfarmakologi
lainnya
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat
Kesiapan Setelah dilakukan Edukasi Aktivitas/Istirahat
Peningkatan tindakan (I.12362)
Tidur keperawatan Observasi :
(D.0058) diharapkan pola - Identifikasi kesiapan dan
tidur membaik kemampuan menerima informasi
dengan Terapeutik :
Kriteria hasil :

19
1. Keluhan pola - Sediakan materi dan media
tidur berubah pengaturan aktivitas dan istirahat
2. Istirahat cukup - Jadwalkan pemberian
3. Kemampuan pendidikan kesehatan sesuai
beraktivitas kesepakatan
meningkat - Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga untuk
bertanya
Edukasi :
- Jelaskan pentingnya melakukan
aktivitas fisik / olahraga secara
rutin
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas
kelompok, aktivitas bermain
atau aktivitas lainnya
- Anjurkan menyusun jadwal
aktivitas dan istirahat
- Ajarkan cara mengidentifikasi
kebutuhan istirahat (misalnya
kelelahan, sesak napas saat
aktivitas)
- Ajarkan cara mengidentifikasi
target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan

B. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan suatu
komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku
keperawatan yaitu tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Perry
dan Potter, 2005).

20
C. Evaluasi Keperawatan
Mengevaluasi adalah menilai atau menghargai. Evaluasi keperawatan
merupakan tahapan terakhir dari proses keperawatan untuk mengukur
respons
klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian
tujuan (Perry dan Potter, 2005).

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan tidur yang sering dijadikan penelitian masih banyak yang
didominasi pada range usia lansia. Karena penurunan fungsi-fungsi
metabolisme secara fisiologis maupun patologis. Semua jurnal yang penulis
dapatkan mengambil range usia tersebut.
Intervensi nonfarmakologik banyak diambil karena keutamaannya
dibanding intervensi farmakologik pada gangguan tidur. Intervensi
nonfarmakologik yang banyak diambil menjadi intervensi yaitu relaksasi
progresif otot. Yang memerlukan kolaborasi dari pemberi terapi dan klien.
Pendekatan secara spiritual juga dapat diambil oleh perawat sebagai
intervensi nonfarmakologik, mendekatkan lansia dengan hakikat penciptaan
dan hal yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana telah diriwayatkan di dalam hadits dan perjalanan hidupnya,
terbukti stamina dan kondisi tubuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallamyang sangat jarang sakit dan masih sanggup berperang ketika lansia.

22
DAFTAR PUSTAKA
Syahrizal, Rofi. (2018). Laporan pendahuluan istirahat tidur. Diakses pada
https://www.academia.edu/resource/work/37842562. Pada tanggal 19 Juli
2023.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar diagnosa keperawatan indonesia
(SDKI), Dewan pengurus pusat persatuan perawat indonesia: Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar luaran keperawatan indonesia (SLKI),
Dewan pengurus pusat persatuan perawat indonesia: Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar intervensi keperawatan indonesia
(SIKI), Dewan pengurus pusat persatuan perawat indonesia: Jakarta.
Diakses pada http://eprints.ums.ac.id/36768/6/BAB%20I.pdf. Pada tanggal 19 Juli
2023.

23

Anda mungkin juga menyukai