Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA SISTEM ENDOKRIN, IMUNOLOGI, PENCERNAAN,


PERKEMBANGAN DAN REPRODUKSI PRIA

ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Dosen Pengampu : Ns. Rahmat H. Djalil, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

4B Keperawatan

Kelompok 2

Yayu Anggriani Ishak : 2101040


Gustin Adrian : 2101036
Marsela Gumeleng : 2101034
Tesalonika I F Dommits : 2101049
Ar-Rizal Fahmi Mokoginta : 2101033

Program Studi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Manado

T.A 2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah KEPERAWATAN DEWASA
SISTEM ENDOKRIN, IMUNOLOGI, PENCERNAAN, PERKEMBANGAN DAN
REPRODUKSI PRIA yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk
menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu kami mengharapkan saran
atau masukan demi menyempurnakan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membacanya.

Manado, 21 Mei 2023

Penyusun

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................ 6
A. Definisi ....................................................................................................................................... 6
B. Klasifikasi .................................................................................................................................. 6
C. Etiologi ....................................................................................................................................... 7
D. Faktor Risiko ............................................................................................................................. 7
E. Manifestasi Klinik ..................................................................................................................... 9
F. Patofisiologi ............................................................................................................................. 10
G. Penatalaksanaan ...................................................................................................................... 10
H. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................................... 11
I. Komplikasi ............................................................................................................................... 12
J. Pencegahan .............................................................................................................................. 13
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................................................. 14
A. Pengkajian ............................................................................................................................... 14
Analisa Data ....................................................................................................................................... 19
B. Prioritas Masalah .................................................................................................................... 20
C. Intervensi Keperawatan .......................................................................................................... 20
D. Implementasi dan Evaluasi ..................................................................................................... 22
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................................... 26
BAB V PENUTUP .......................................................................................................................... 31
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 31
B. Saran ........................................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 32

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISK adalah infeksi yang paling umum dialami oleh manusia setelah infeksi
pernapasan dan infeksi gastrointestinal dan juga merupakan penyebab paling umum
kedua pada infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Untuk
manajemen yang lebih baik wajib untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi,
apakah infeksi termasuk infeksi dengan komplikasi atau tanpa komplikasi (Najar,
2009).
Menurut WHO dalam Safitri (2013), Infeksi saluran kemih (ISK) adalah
penyakit infeksi yang kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan
dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. Infeksi ini juga lebih sering
dijumpai pada wanita dari pada laki-laki. Indonesia merupakan negara berpenduduk
ke empat terbesar dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Separuh dari semua
wanita dapat mengalami 1 kali infeksi saluran kemih selama hidupnya (Foxman,
2002). Uretra wanita yang pendek mengakibatkan kandung kemih mudah dicapai oleh
kuman-kuman dari dubur (Tjay dan Rahardja, 2007). Bila ISK tidak segera diatasi
dengan tepat, bisa semakin parah dan terjadi kerusakan ginjal yang tidak pulih (Chang
dan Shortliffe, 2006).
Infeksi saluran kemih di masyarakat makin meningkat seiring meningkatnya
usia. Berdasarkan survey dirumah sakit Amerika Serikat kematian yang timbul dari
Infeksi Saluran Kemih diperkirakan lebih dari 13000 (2,3 % angka. kematian). Pada
usia muda kurang dari 40 tahun mempunyai prevalensi 3,2% sedangkan diatas 65
tahun angka infeksi saluran kemih sebesar 20% (Sochilin, 2013). Sementara itu
Penduduk Indonesia yang menderita Infeksi Saluran Kemih diperkirakan sebanyak
222 juta jiwa. Infeksi saluran kemih di Indonesia prevalensinya masih cukup tinggi.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita ISK
di Indonesia adalah 90-100 kasus per 100.000 penduduk pertahun nya atau sekitar
180.000 kasus baru pertahun (Depkes RI, 2014).
Bakteri yang menyebabkan ISK biasanya berasal dari flora usus. Penyebab
paling umum dari ISK tanpa komplikasi adalah Escherichia coli, yang mewakili 85%
dari infeksi yang didapat dimasyarakat. Mikroorganisme penyebab infeksi lain

3
termasuk Staphylococcus saprophyticus 5-15%, Klebsiella pneumoniae, Proteus sp,
Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus sp 5-10% (Coyle & Prince, 2008).
Dalam beberapa tahun terakhir, resistensi bakteri telah menjadi masalah yang
besar pada ISK. Di antara 533 anak yang diidentifikasi dengan ISK, mayoritas adalah
92% perempuan, 60% laki-laki. Dari kultur urin ditemukan isolasi organisme gram
negatif yang 80% nya adalah E coli. Tingkat ketahanan E coli terhadap pemberian
antibiotika berbeda-beda, seperti 46% untuk ampisilin, 15% untuk trimetoprim-
sulfametoksazol, 17% untuk amoksisilin-klavulanat, 7% untuk sefalosporin generasi
pertama, dan 1% untuk sefalosporin generasi ketiga (Paschke el al, 2010).
Infeksi saluran kemih disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra
ke dalam kandung kemih. Invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal dipermudah
dengan refluks vesikoureter. Pada wanita, mula-mula kuman dari anal berkoloni di
vulva kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan
atau mekanik akibat hubungan seksual dan perubahan pH dan flora vulva dalam siklus
menstruasi (Liza, 2006).
Proses berkemih merupakan proses pembersihan bakteri dari kandung kemih,
sehingga kebiasaan menahan kencing atau berkemih yang tidak sempurna akan
meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi. Refluks vesikoureter (RVU) dan
kelainan anatomi adalah gangguan pada vesika urinaria yang paling sering
menyebabkan sulitnya pengeluaran urin dari kantung kemih (Lumbanbatu, 2003).
Ketika urin sulit keluar dari kantung kemih, terjadi kolonisasi mikroorganisme dan
memasuki saluran kemih bagian atas secara ascending dan merusak epitel saluran
kemih sebagai host. Hal ini disebabkan karena pertahanan tubuh dari host yang
menurun dan virulensi agen meningkat (Purnomo, 2003).
Data statistik menyebutkan 20-30% perempuan akan mengalami infeksi
saluran kemih berulang pada suatu waktu dalam hidup mereka, sedangkan pada laki-
laki hal tersebut sering terjadi terjadi setelah usia 50 tahun keatas (Kayser, 2005).
Pada masa neonatus, infeksi saluran kemih lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki
(2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi dari pada bayi perempuan (0,7%), sedangkan
pada masa anakanak hal tersebut terbalik dengan ditemukannya angka kejadian
sebesar 3% pada anak perempuan dan 1% pada anak laki-laki. Insiden infeksi saluran
kemih ini pada usia remaja anak perempuan meningkat 3,3% sampai 5,8% (Purnomo,
2009). Berdasarkan data tersebut menunjukkan tingginya angka kejadian ISK pada
remaja, maka tujuan dilakukan pendidikan kesehatan ini adalah untuk mengevaluasi

4
tingkat pengetahuan remaja tentang Infeksi Saluran Kemih di SMK Dr. Soetomo
Surabaya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ISK
2. Bagaimana klasifikasi ISK
3. Apa saja etiologic ISK
4. Apa faktor resiko ISK
5. Bagaimana manifestasi klinis ISK
6. Bagaimana patofisiologi ISK
7. Apa saja penatalaksanaan ISK
8. Apa saja pemeriksaan penunjang ISK
9. Apa komplikasi ISK
10. Bagaimana pencegahan ISK
11. Asuhan Keperawatan Pada Pasien ISK

C. Tujuan Penulisan
Agar para mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami penyakit infeksi saluran
kemih.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. ISK merupakan suatu infeksi
yang melibatkan ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra. Infeksi saluran kemih dapat
terjadi pada laki-laki maupun perempuan dari semua umur. Angka kejadiannya lebih
tinggi pada perempuan dibandingan laki-laki (Sudoyo Aru, dkk. 2009).
ISK merupakan faktor risiko yang penting pada terjadinya insufisiensi ginjal
atau stadium terminal sakit ginjal. Infeksi saluran kemih terjadi secara asending oleh
sistitis karena kuman berasal dari flora fekal yang menimbulkan koloni perineum lalu
kuman masuk melalui uretra (Widagdo, 2012).
ISK adalah istilah umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan bakteri di
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung
kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar
pancar tengah (midstream urine) pagi hari, digunakan sebagai batasan diagnosa ISK
(IDI, 2011).

B. Klasifikasi
Infeksi saluran kemih terdiri atas :
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan
Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis
sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis
abakterialis. Sedangkan ISK bawah pada lakilaki dapat berupa sistitis, prostatitis,
epididimitis, dan uretritis.
2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas meliputi Pielonefritis Akut dan Pielonefritis
Kronis. Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronis sering diikuti

6
pembentukkan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronis
yang spesifik.

ISK diklasifikasikan menjadi dua macam (Purnomo, 2012) :

1. Infeksi saluran kemih non komplikata adalah ISK yang terjadi pada orang dewasa,
termasuk episode sporadik, episode sporadik yang didapat dari komunitas, dalam
hal ini sistitis akut dan pielonefritis akut pada individu yang sehat. Fakor risiko
yang mendasari ISK jenis ini adalah faktor risiko yang tidak diketahui, infeksi
berulang dan faktor risiko diluar traktus urogenitalis. ISK ini banyak diderita oleh
wanita tanpa adanya kelainan struktural dan fungsional di dalam saluran kemih,
maupun penyakit ginjal atau faktor lain yang dapat memperberat penyakit. Pada
pria ISK non komplikata hanya terdapat pada sedikit kasus
2. Infeksi saluran kemih komplikata adalah sebuah infeksi yang diasosiasikan
dengan suatu kondisi, misalnya abnormalitas struktural atau fungsional saluran
genitourinari atau adanya penyakit dasar yang mengganggu dengan mekanisme
pertahanan diri individu, yang meningkatkan risiko untuk mendapatkan infeksi
atau kegagalan terapi.

C. Etiologi
Mikroorganisme yang sering menyebabkan ISK antara lain Escherichia coli
(merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi
simtomatik maupun asimtomatik), Proteus sp, Klebsiella sp, Enterobacter sp,
Citrobacter sp. Infeksi yang disebabkan Pseudomonas sp dan mikroorganisme
lainnya seperti Staphylococcus jarang dijumpai kecuali pasca kateterisasi.
Mikroorganisme lain yang kadang-kadang dijumpai sebagai penyebab ISK adalah
Chlamydia dan Mycoplasma.

D. Faktor Risiko
Faktor – faktor yang mempengaruhi infeksi saluran kemih (Kasper, 2005) :
1. Jenis kelamin dan aktivitas seksual
Secara anatomi, uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan terletak
di dekat anus. Hal ini menjadikannya lebih rentan untuk terkena kolonisasi bakteri
basil gram negatif. Karenanya, perempuan lebih rentan terkena ISK. Berbeda
dengan laki-laki yang struktur uretranya lebih panjang dan memiliki kelenjar
prostat yang sekretnya mampu melawan bakteri, ISK pun lebih jarang ditemukan.

7
Pada wanita yang aktif seksual, risiko infeksi juga meningkat. Ketika terjadi
koitus, sejumlah besar bakteri dapat terdorong masuk ke vesika urinaria dan
berhubungan dengan onset sistitis. Semakin tinggi frekuensi berhubungan, makin
tinggi risiko sistitis. Oleh karena itu, dikenal istilah honeymoon cystitis (Sobel,
2005).
Penggunaan spermisida atau kontrasepsi lain seperti diafragma dan kondom
yang diberi spermisida juga dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
karena mengganggu keberadaan flora normal introital dan berhubungan dengan
peningkatan kolonisasi E.coli di vagina. Pada lakilaki, faktor predisposisi
bakteriuria adalah obstruksi uretra akibat hipertrofi prostat. Hal ini menyebabkan
terganggunya pengosongan vesika urinaria yang berhubungan dengan peningkatan
risiko infeksi. Selain itu, laki-laki yang memiliki riwayat seks anal berisiko lebih
tinggi untuk terkena sistitis, karena sama dengan pada wanita saat melakukan
koitus atau hubungan seksual dapat terjadi introduksi bakteri-bakteri atau agen
infeksi ke dalam vesika urinaria. Tidak dilakukannya sirkumsisi juga menjadi
salah satu faktor risiko infeksi saluran kemih pada laki-laki.
2. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria
meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun. Pada
usia tua, seseorang akam mengalami penurunan sistem imun, hal ini akan
memudahkan timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami
perubahan lapisan vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah
timbulnya ISK.
3. Obstruksi
Penyebab obstruksi dapat beraneka ragam diantaranya yaitu tumor, striktur,
batu, dan hipertrofi prostat. Hambatan pada aliran urin dapat menyebabkan
hidronefrosis, pengosongan vesika urinaria yang tidak sempurna, sehingga
meningkatkan risiko ISK.
4. Disfungsi neurogenic vesika urinaria
Gangguan pada inervasi vesika urinaria dapat berhubungan dengan infeksi
saluran kemih. Infeksi dapat diawali akibat penggunaan kateter atau keberadaan
urin di dalam vesika urinaria yang terlalu lama.
5. Vesicoureteral reflux

8
Refluks urin dari vesika urinaria menuju ureter hingga pelvis renalis terjadi
saat terdapat peningkatan tekanan di dalam vesika urinaria. Tekanan yang
seharusnya menutup akses vesika dan ureter justru menyebabkan naiknya urin.
Adanya hubungan vesika urinaria dan ginjal melalui cairan ini meningkatkan
risiko terjadinya ISK.
6. Faktor virulensi bakteri
Faktor virulensi bakteri mempengaruhi kemungkinan strain tertentu, begitu
dimasukkan ke dalam kandung kemih, akan menyebabkan infeksi traktus
urinarius. Hampir semua strain E.coli yang menyebabkan pielonefritis pada pasien
dengan traktus urinarius normal secara anatomik mempunyai pilus tertentu yang
memperantarai perlekatan pada bagian digaktosida dan glikosfingolipid yang
adadi uroepitel. Strain yang menimbulkan pielonefritis juga biasanya merupakan
penghasil hemolisin, mempunyai aerobaktin dan resisten terhadap kerja
bakterisidal dari serum manusia.
7. Faktor genetik
Faktor genetik turut berperan dalam risiko terkena ISK. Jumlah dan tipe reseptor
pada sel uroepitel tempat menempelnya bakteri ditentukan secara genetik.

E. Manifestasi Klinik
1. ISK Non Komplikata
a. Sistitis Nonkomplikata
Sistitis adalah infeksi kandung kemih dengan sindroma klinis yang
terdiri dari disuria, frekuensi, urgensi dan kadang adanya nyeri pada
suprapubik. Tanda dan gejala : Gejala iritatif berupa disuria, frekuensi,
urgensi, berkemih dengan jumlah urin yang sedikit, dan kadang disertai nyeri
supra pubis. Sistitis ditandai dengan adanya leukosituria, bakteriuria, nitrit,
atau leukosit esterase positif pada urinalisis. Bila dilakukan pemeriksaan
kultur urin positif.
b. Pielonefritis Nonkomplikata
Pielonefritis akut adalah infeksi akut pada parenkim dan pelvis ginjal dengan
sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri pinggang yang
berhubungan dengan bakteriuria. Tanda dan gejala: Pielonefritis akut ditandai
oleh menggigil, demam (>38oC), nyeri pada daerah pinggang yang diikuti

9
dengan bakteriuria dan piuria yang merupakan kombinasi dari infeksi bakteri
akut pada ginjal.
2. ISK Komplikata
Suatu ISK komplikata diikuti dengan gejala klinis seperti dysuria, urgensi,
frekuensi, nyeri kolik, nyeri sudut kostoverteba, nyeri suprapubik dan demam.
Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) dapat disebabkan oleh ISK tapi juga
oleh gangguan urologi lainnya, seperti misalnya benign prostatic hyperplasia
(BPH) atau transurethral resection of the prostate (TURP). Kondisi medis seperti
diabetes mellitus (10%) dan gagal ginjal seringkali ditemukan dalam sebuah ISK
komplikata.

F. Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya urin laki-laki maupun perempuan selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kemihnya. Utero distal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious gram-positive dan gram
negative. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra
ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat
mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter (Sudoyo, 2009).
Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Staphylococcus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Staphylococcus aureus) dikenal
Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai
akibat lanjut invasi hematogen (Sukandar, 2006).

G. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan mengenai infeksi salurankemih (ISK) (Ikatan Dokter
Indonesia, 2011) :
1. Medikamentosa
Penyebab tersering ISK adalah Eschericia colli. Sebelum ada hasil biakan urin dan
uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empiric selama 7-10 hari untuk indikasi
infeksi akut.
2. Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan.
3. Suportif

10
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK mendapat asupan cairan yang cukup,
perawatan hygiene daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan konstipasi.
4. Pemantauan terapi
Pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya menghilang, diperkirakan
untuk mengganti antibiotik yang lain. Pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin
ulang dilakukan 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila
memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotic
sesuai hasil uji kepekaan.
5. Pendidikan Kesehatan
Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan perineum setelah defekasi dan
berkemih.

H. Pemeriksaan Penunjang
Jenis-jenis pemeriksaan diagnostik pada infeksi saluran kemih (Wong, 2008) :
1. Biopsi ginjal
Pengambilan jaringan ginjal dengan teknik terbuka atau perkutan untuk
pemeriksaan dengan menggunakan pemeriksaan mikroskop cahaya, elektron, atau
immunofluresen.
2. Pemeriksaan USG ginjal atau kandung kemih
Transmisi gelombang ultrasonic melalui parenkim ginjal, di sepanjang saluran
ureter dan di daerah kandung kemih.
3. Computed tomography (CT)
Pemeriksaan dengan sinar-X pancaran sempit dan analisis computer akan
menghasilkan rekontruksi area yang tepat.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK
yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat
jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan.
5. Pemeriksaan dipstick
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit
dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan
bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul
primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi

11
dengan nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate
reductase pada bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil negatif palsu
karena tidak semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau
kadar nitrat dalam urin menurun akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini
memiliki angka sensitivitas 60-80% dan spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan nilai
positive predictive value kurang dari 80 % dan negative predictive value mencapai
95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin. Pemeriksaan dipstik digunakan
pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil negatif,
maka urin tidak perlu dilakukan kultur.
6. Pemeriksaan mikroskopik urin
Meski konsep ini memperkenalkan mikrobiologi kuantitatif ke dalam diagnosa
penyakit infeksi masih cukup penting, baru-baru ini tampak jelas bahwa tidak ada
hitungan bakteri yang pasti dalam mengindikasikan adanya bakteriuria yang bisa
diterapkan pada semua jenis ISK dan dalam semua situasi. Berikut interpretasi
urin yang secara klinis termasuk relevan :
a. ≥103 cfu/mL uropatogen dalam sebuah urin sampel tengahdalam acute
unkomplikata cystitis pada Wanita
b. ≥104 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU dalam acute unkomplikata
pyelonephritis pada Wanita
c. ≥105 cfu/mL uropathogen dalam sebuah MSU pada wanita, atau ≥104 cfu/mL
uropatogen dalam sebuah MSU pada pria, atau pada straight catheter urine
pada wanita, dalam sebuah komplikata ISK.
d. Spesimen pungsi aspirasi suprapubic, hitungan bakteri berapapun dikatakan
bermakna. Bakteriuria asimptomatik didiagnosis jika dua kultur dari strain
bakteri yang sama, diambil dalam rentang waktu ≥ 24 jam, menunjukkan
bakteriuria ≥105 cfu/mL uropatogen.

I. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan yaitu : gagal ginjal akut, urosepsis, nekrosis papila
ginjal, terbentuknya batu saluran kemih, supurasi atau pembentukan abses, dan
granuloma (Purnomo, 2011).

12
J. Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia.
Untuk melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang
telah terkena infeksi kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut.
Kuman mempunyai banyak cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena
infeksi untuk pindah dan masuk ke dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat
memotong atau membendung jalan ini, kita dapat mencegah penyakit menular.
Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar tubuh kita. Kadang kita
dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain. Pada dasarnya ada tiga
tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu pencegahan tingkat pertama
(primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga
tingkatan pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam
pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih (Noor, 2006).
Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali,
yaitu :
1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air kecil merupakan sebab
terbesar dari infeksi saluran kemih.
2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air kecil bersihkanlah
dari depan ke belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke
saluran urin dari rektum.
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti bakteri akan
berkembang biak secara cepat dalam pakaian dalam.
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat
memperlancar sirkulasi udara.
5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat
mendorong perkembangbiakan bakteri.
6. Minum air yang banyak.
7. Gunakan air yang mengalir untuk membersihkan diri selesai berkemih.
8. Buang air kecil sesudah berhubungan, hal ini membantu menghindari saluran urin
dari bakteri.

13
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Klien adalah seorang anak laki-laki bernama “S” usia 5 tahun, beragama islam,
Bahasa yang sering digunakan adalah Bahasa Indonesia klien adalah anak kedua
dari Tn A usia 44 tahun dan Ny R usia 44 tahun, orangtua klien beragama islam
dan pekerjaan ayah wiraswasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Klien MRS
tanggal 29 april 2021 jam 09.00 WIB.
2. Keluhan utama
Pasien datang ke puskesmas keluhan sering BAK 5-7x sehari dan pipisnya keluar
2x tetes darah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tgl 1-4-2021 pasien melakukan post circumsisi , Tgl 25-04-2021 setelah pasien
khitan lalu awal puasa pasien mengalami sering kecing sedikit-sedikit dan sudah
sembuh, Tgl 27-04-2021 pasien mengalami sering berkemih sampai 5-7x sehari,
nyeri bagian perut bawah (area kandung kemih) saat BAK keluar darah sekitar 2
tetes, ibu pasien mengatasi pasien dengan minum air putih yang banyak, pasien
sudah tidak mengalami frekuensi berkemih. Tgl 29-04-2021 pasien kembali sering
berkemih lagi dan saat pasien BAK mngeluarkan tetesan darah lagi, setelah ibu
mengetahui pasien mengalami hal yang sama ibu dengan pasien langsung
berencana datang ke poliumum Puskesmas Sidosermo saat Tgl 29-04- 2021.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Prenatal care
Ibu klien mengatakan bahwa selama hamil rutin control ke dokter kandungan
untuk memeriksakan kehamilannya kurang lebih 8 kali dan mendapat
imunisasi TT 2kali, dan selama hamil Ny. R mengalami kenaikan berat badan
9 kg.Ny. R tidak ada keluhan selama hamil.
b. Natal care
Ny. R mengatakan melahirkan di Bidan dengan usia kehamilan 9 bulan
dengan lama persalinan kurang lebih 2jam secara normal, dengan bantuan
penolong persalinan bidan.
c. Post Natal Care

14
Kondisi klien lahir BB 3,200 gram, dengan panjang bayi (PB) 55 cm.
5. Riwayat Penyakit Masa Lalu
a. Penyakit waktu kecil : pasien tidak perna mengalami penyakit hal serius,
pasien waktu kecil hanya mengalami penyakit seperti anak umum lainya
(demam,batuk,pilek).
b. Pernah di rawat di rumah sakit : tidak pernah
c. Penggunaan obat-obatan : sanmol, drysyrup
6. Pola pengkajian
a. Pola nutrisi
Sebelum sakit pasien makan 3x sehari kesukaan makanan pasien mie goreng
dan nasi soto, ibu pasien mengatakan dari kecil pasien tidak suka makan sayur
dan buah buahan. Saat sakit pasien tetap makan 3x sehari dengan porsi yang
sama.
b. Pola tidur
Sebelum sakit ibu mengatakan pasien anak S tidur sehari 2x, biasanya sebelum
tidur anak menonton tv terlebih dahulu saat siang hari dan malam hari tidur 8-
10 jam. Saat sakit ibu mengatakan pasien anak S jarang tidur siang hari dan
waktu malam hari anak S tetap tidur 8-10jam.
c. Pola aktivitas
Sebelum sakit ibu mengatakan anak S aktif bermain didepan rumah dengan
teman temannya. Saat sakit penulis melakukan pengkajian melihat anak S
yang lagi didepan rumah bermain lego berdua dengan temannya.
d. Pola eliminasi
Sebelum sakit ibu mengatakan anak S biasanya BAK 3-4x sehari. Selama sakit
ibu mengatakan anak S frekuensi berkemih lebih sering 5-7x sehari dan saat
anak S BAK keluar 2x tetes darah pasien mengatakan nyeri bagian perut
bawah. Pasien mengatakan terasa kandung kemih penuh dan terasa anyang
anyangan.
e. Pola kognitif-perseptual
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami gangguan kognitif. Selama
sakit pasien BAK keluar 2x tetes darah pasien mengatakan terasa nyeri saat
berkemih.
P : nyeri timbul saat BAK, keluar tetesan darah
Q : terasa cenut-cenut

15
R : nyeri dibagian perut bawah
S :4
T : kurang lebih 30 detik setelah BAK
f. Pola koping
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan anak S selalu mengatakan atau
berpamitan sebelum mengambil tindakan. Saat sakit ibu pasien mengatakan
mengambil keputusan secara berbicara terlebih dahulu kepada pasien tidak ada
unsur paksaan, ibu pasien lebih menyakinkan kepada anak agar bersabar
dalam merawat sakit hingga bisa sembuh dan beraktivitas Kembali seperti
biasanya.
7. Keadaan Umum
a. Cara masuk
Ibu dan anak datang ke PKM sidosermo pada Tgl 29-04-2021 sekitar jam
09.00WIB, ibu dan anak berpakaian rapi, ibu dan pasien masuk dipoli umum
dengan keluhan anaknya sering berkemih dan saat BAK keluar tetesan darah.
b. Keadaan umum
Compos mentis
8. Tanda – tanda vital
Tensi : -
Suhu : 36,6 C
Nadi : 72 x/menit
RR : 18 x/menit
TB/BB : 130cm / 28kg
9. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan kepala dan rambut
Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada lesi. Penyebaran rambut
merata berwarna hitam, rambut model kriting , tidak bercabang, dan tidak ada
kelainan.
b. Mata
Mata lengkap, simetris kanan dan kiri., kornea mata jernih kanan dan kiri.
Konjuntiva anemis dan sklera tidak ikterik Kelopak mata/palepebra tidak ada
pembengkakan. Adanya reflek cahaya pada pupil dan bentuk isokor kanan dan
kiri, iris kanan kiri berwarna hitam, tidak ada kelainan.
c. Hidung

16
Tidak ada pernafasan cuping hidung, posisi septum nasal ditengah, lubang
hidung bersih, tidak ada secret, tulang hidung dan septum nasi tidak ada
pembengkakan dan tidak ada polip.
d. Telinga
Bentuk telinga, simetris kanan dan kiri. Lubang telinga bersih, tidak ada
serumen berlebih, pendengaran berfungsi dengan baik.
e. Mulut dan tenggorokan
Keadaan mukosa bibir kering dan pucat. Tidak ada pembengkakan kelenjar
thyroid.
f. Tengkuk dan leher
Kelenjar getah bening teraba, tiroid teraba, posisi trakea letak ditengah tidak
ada kelainan.
g. Pemeriksaan thorax/dada
1) Bentuk dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas normal, tidak ada
pernafasan cuping hidung, otot bantu pernafasan, vocal permitus dan
ekspansi paru anterior dan posterior dada normal, perkusi sonor, auskultasi
suara nafas vesikuler.
2) Jantung Pada pemeriksaan inspeksi CRT < 2 detik tidak ada sianosis. Pada
pemeriksaan palpasi iktus kordis teraba hangat. Perkusi batas jantung :
Basic jantung berada di ICS II dari lateral ke media linea , para sterna
sinistra, tidak melebar, Pinggang jantung berada di ICS III dari linea para
sterna kiri, tidak melebar, Apeks jantung berada di ICS V dari linea
midclavikula sinistra, tidak melebar.
h. Punggung
Tidak ada lesi
i. Pemeriksaan abdomen
Benjolan/masa tidak ada pada perut, nyeri tekan extremitas bawah dengan
sekalah 4, tidak ada luka operasi . Auskultasi dan bising usus normal, tidak
ada asietas.
j. Pemeriksaan genetalia
Area genetalia sedikit kotor karna sering pipis siramnya terburu-buru dan
tidak pernah dilap untuk area anus bersih
k. Pemeriksaan musculoskeletal
Tidak ada

17
l. Pemeriksaan neurologi
Pasien dapat menceritakan kejadian 2hari yang lalu (Memory Panjang), ,
bahasa baik, kongnisi baik, orientasi dengan orang dengan baik, Tingkat
kesadaran compos mentis.
m. Pemeriksaan integument
Area integumen tampak kering dan normal
10. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pasien tidak mengecek urine lengkap
b. Rontgen
Tidak ada
c. Terapy obat
Saat di puskesmas Sidosermo pada Tgl 29-04-2021
1) Amoxicillin 500 gr 3x1
2) Paracetamol 300gram ½ (ibu pasien mengatakan disarakan dengan dokter
pkm mengatakan anak S telah melakukan khitan tetap mengomsumsi
paracetamol sebagai anti inflamasi atau peradangan)
3) Asammenafac 500 gram 3x1

18
Analisa Data

ANALISA DATA PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH

NAMA KLIEN : An . S Ruangan / kamar : poli umum PKM


UMUR : 7 tahun No. Register xxxxx

No Data Penyebab Masalah


1. Ds. : Anak mengeluh nyeri Agen Pencedera Nyeri akut
saat BAK mengeluarkan 2x Fisiologis (SDKI HAL
tetes darah 172)
P : nyeri timbul saat buang
air kencing
Q : cenut-cenut
R : nyeri di bagian perut
bawah
S : 4 (sedang)
T : kurang lebih 30 detik

Do.
1. Pasien tampak
meringis
2. Pasien bersikap
proktektif saat
berkemih

Ds :
2. 1. Pasien mengatakan Iritasi kandung Gangguan
terasa desakan saat kemih Eliminasi Urine
berkemih (SDKI HAL 96)
2. Pasien mengatakan
terasa anyang-
anyangan
(mengompol)
3. Pasien mengatakan
sering buang air kecil

Do :

19
1. Anak mengalami
distensi kandung
kemih
2. Anak buang air kecil
tidak tuntas
3. Volume residu urin
meningkat (bak lebih
5-7x sehari)

B. Prioritas Masalah
NAMA KLIEN : An. S Ruangan / kamar : PKM sidosermo
UMUR : 7thn No. Register xxxxx

TANGGAL Nama
No Diagnosa keperawatan
ditemukan Teratasi perawat
1. Nyeri Akut berhubungan 29-04-2021 30-04-2021 Fena
dengan Agen pencedera
fisiologis
(SDKI HAL 172)

2. Gangguan Eliminasi 29-04-2021 30-04-2021 Fena


Urine berhubungan
dengan iritasi kandung
kemih
(SDKI HAL 96)

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Rencana Intervensi Rasional
keperawatan

20
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. untuk mengetahui
Agen pencedera asuhan keperawatan karakteristik karakteristik nyeri
fisiologis selama 1x7 jam maka nyeri 2. untuk mengetahui
(SDKI HAL 172) tingkat nyeri menurun, 2. Identifikasi skala tingkat nyeri
dengan kriteria hasil : nyeri 3. untuk mengontrol
1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi keadaan karakteristik
menurun respons non pasien
2. Meringis verbal 4. untuk memberikan
menurun 4. Identifikasi wawasan kepada
3. Sikap protektif pengetahuan dan keluarga tentang
menurun keyakinan nyeri
4. Gelisah tentang nyeri 5. untuk memberikan
menurun 5. Berikan teknik terapi mandiri
5. Kesulitan tidur nonfarmalogis kepada keluarga
menurun 6. Fasilitasi istirahat pasien
6. Fungsi dan tidur 6. menganjurkan pasien
berkemih 7. Ajarkan teknik untuk mengatur
membaik nonfarmalogis waktu istirahatnya
(SLKI HAL 145) untuk lebih banyak
mengurangi rasa 7. mengajarkan kepada
nyeri keluarga klien teknik
8. Kolaborasi relaksasi
pemberian dosis memberikan individu
dan jenis kontrol diri ketika
analgesik merasakan nyeri
(SIKI HAL 201) 8. untuk mengetahui
pemberian dosis dan
jenis analgesik

21
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. identifikasi tanda 1. untuk mengetahui
Eliminasi urine b.d asuhan keperawatan dan gejala retensi tanda dan gejala
iritasi kandung selama 1x7 jam maka atau retensi atau
kemih Elimunasi Urine inkontenensia inkontenensia urine
(SDKI HAL 96) membaik, dengan urine 2. untuk memantau
Kriteria Hasil : 2. monitor eliminasi eliminasi urine
1. Sensasi urine 3. untuk mengetahui
berkemih 3. catat waktu dan waktu dan haluran
meningkat haluaran berkemih
2. Desakan berkemih 4. untuk bisa
berkemih 4. jelaskan kepada mengetaui tanda dan
menurun orangtuanya gejala infeksi
3. Distensi ajarkan tanda dan saluran kemih
kandung kemih gejala infeksi 5. untuk mengetahui
menurun saluran kemih asupan cairan dan
4. Berkemih tidak 5. ajarkan mengukur haluran urine
tuntas menurun asupan cairan dan 6. untuk mengenali
5. Volume residu haluran urine tanda berkemih dan
urine menurun 6. ajarkan waktu yang tepat
6. Frekuensi BAK mengenali tanda untuk berkemih
membaik berkemih dan
(SLKI HAL 24) waktu yang tepat
untuk berkemih
(SIKI HAL 175)

D. Implementasi dan Evaluasi


No Tgl Tindakan TT Tgl Catatan Perkembangan TT
Dx Jam Perawat Jam Perawat

22
Dx 29/04/ 1. Mengidentifikasi 29/04/ S : Ibu pasien
1 12.30 secara komprehensif 14.30 mengatakan saat
WIB nyeri termasuk lokasi, anaknya BAK nyeri
karakteristik, durasi, hilang timbul
frekuensi, kualitas, P : Nyeri saat berkemih
dan factor presipitasi. Q : cenut-cenut
(P : Nyeri timbul saat R : Nyeri pada bagian
kencing keluar darah perut bawah berkurang
Q : cenut-cenut S : Skala 2 (ringan)
R : Nyeri pada bagian T : ± 30 detik sampai 1
perut bawah (kandung menit
kemih)
S : Skala 4 (sedang) O
T : ± 30 detik sampai TTV:
1 menit) TD : -
13.00 2. Mengajarkan teknik Suhu : 36,6 O C
WIB relaksasi (nafas Nadi : 72 x/i RR: 18 x/i
dalam) agar Pasien mengatakan
mengontrol diri nyeri berkurang dengan
13.30 3. Mengkolaborasi skala 2
WIB pemberian analgesik
dan antibotik : A : nyeri akut b.d agen
(paracetamol dan pencedera fisiologis
asammenafac )
13.45 4. Menciptakan P : lanjutkan intervensi
WIB lingkungan yang aman
dan nyaman (batasi
aktivitas yang
berlebihan dan waktu
bermain).

23
Dx 29/04 1. Mengidentifikasi 29/04 S : Ibu mengatakan
2 12.30 tanda dan gejala 14.30 setelah anak minum
Wib retensi atau wib +4gelas BAK anak
inkontenensia urine lancar
(pasien sudah tidak
menahan BAK) O : Frekuensi BAK
12.45 2. Mengidentifikasi pasien 4x sehari
WIB eliminasi urine TTV
(pasien BAK 5-7x TD : 110/70 mmhg
sehari) Suhu : 36,6 O C
13.00 Nadi : 72 x/i
3. Mengajarkan pasien
WIB mengetahui waktu RR : 18 x/ i
dan haluran untuk
berkemih (agar A : gangguan eliminasi
pasien mengetahui urine
waktu yang tepat
saat berkemih) P : lanjutkan intervensi
13.30
4. Mengajurkan pasien
WIB
untuk minum air
yang cukup (pasien
minum air putih
4gelas)

Dx 30/04 1. Mengidentifikasi 30/04 S. : Pasien mengatakan


1 12.30 karakteristik , 2021 tidak mengalami nyeri
Wib frekuensi nyeri 14.30 saat berkemih
(pasien tidak WIB
mengalami disuria). O. : Pasien sudah tidak
13.00 2. Mengkolaborasi mengalami disuria dan
WIB pemberian analgesik Pasien beristirahat
dan antibiotik dengan cukup
(paracetamol dan
asammenafac) A. : nyeri akut
13.15 3. Menganjurkan
WIB pasien untuk P. : masalah teratasi
mengatur waktu
(pasien beristirahat
yang cukup)
13.30 4. Menciptakan
WIB lingkungan yang
aman dan nyaman
(fasilitasi ruang

24
lingkup pasien dan
batasi aktivitas yang
berlebihan)
Dx 30/04 1. Mengidentifikasi 30/04 S. : Ibu pasien
2 12.30 tanda gejala retensi 14.30 mengtakan frekuensi
Wib (pasien sudah tidak wib berkemih anak sudah
menahan berkemih) berkurang 4x sehari dan
13.00 2. Mengidentifkasi Anak mengatakan
WIB frekuensi eliminasi sudah tidak menahan
urin (pasien sudah BAK
BAK 4x sehari)
13.15 3. Mengajarkan tanda O. : Pasien sudah
WIB gejala infeksi mampu mengenali
saluran kemih tanda berkemih dan
(pasien sudah Pasien sudah berkemih
mengenal tanda tepat waktu
anyang-anyangan)
13.30 4. Mengajarkan A. : gangguan eliminasi
WIB mengenali tanda urine
waktu yang tepat
saat berkemih P. : masalah teratasi
(pasien sudah mulai
mengenal waktu
yang tepat saat
berkemih)

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan mengraikan tentang kesenjangan yang terjadi
antara tinjauan Pustaka dan tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa Infeksi Saluran Kemih (ISK) di ruang Puskesmas Sisosermo Surabaya yang
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
A. Pengkajian
Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami kesulitan karena penulis
mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu untuk melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit Infeksi Saluran Kemih sehingga
klien dan keluarga terbuka dan mengerti serta koperatif, pada dasarnya pengkajian
antara tinjauan pustaka dan tinjauan khasus tidak banyak kesenjangan. Pada
pengkajian di tinjauan pustaka (Tusino & Widyaningsih, 2018) Infeksi saluran kemih
merupakan penyakit yang sering ditemui pada anak-anak dan ditandai dengan jumlah
bakteri yang bermakna dalam urin. Menurut (Tusino & Widyaningsih, 2018) infeksi
saluran kemih ini prevalensi ISK bervariasi bergantung pada usia dan jenis kelamin.
Berkisar 3-10% pada anak perempuan dan 1-3% pada anak laki-laki biasanya timbul
gejala demam, dysuria nyeri bagian perut/punggung dan frekuensi berkemih
meningkat. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah peradangan pada saluran kemih akibat
pertumbuhan dan perkembangbiakan satu jenis kuman pathogen dalam jumlah yang
bermakna.Bakteriuria bermakna adalah pertumbuhan bakteri dalam urin dalam dari
jumlah bermakan sesuai dengan tehnik pengumpulan urin menurut (Fadhilah, 2020).
Pada tinjauan khasus di Puskesmas Sidosermo Surabaya tidak ada banyak
kesenjangan didapatkan klien dengan diagnosa Infeksi Saluran Kemih dengan pasien
An.S berjenis kelamin laki-laki dengan keluhan, anak sering berkemih 5-7xsehari
(dysuria), terasa anyang-anyangan, pasien saat BAK terdapat 2x tetes darah dan
merasakan nyeri bagian perut bawah. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka Menurut
(Tusino & Widyaningsih, 2018) infeksi saluran kemih ini prevalensi ISK bervariasi
bergantung pada usia dan jenis kelamin. Berkisar 3-10% pada anak perempuan dan 1-
3% pada anak laki-laki biasanya timbul gejala demam, dysuria nyeri bagian
perut/punggung dan frekuensi berkemih meningkat.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah tahap menganalisa data subyektif dan obyektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan pada
26
klien di Puskesmas Sidosermo Surabaya. Pada tinjauan putaka APLIKASI Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & SDKI , SIKI dan SLKI adapun masalah
keperawatan yang muncul pada Infeksi Saluran Kemih yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (sdki hal.172)
2. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit (sdki hal 284)
3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan iritasi kandung kemih (sdki hal
96)
4. Hypovolemia berhubungan dengan kekurangan cairan intake (sdki hal 64)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan (sdki hal 304)
Pada tinjauan kasus ini tidak semua diagnosa keperawatan pada tinjauan Pustaka
muncul pada kasus yang nyata, karena pada tinjauan pustaka merupakan diagnosa
keperawatan Infeksi Saluran Kemih secara teori dan umum. Diagnosa keperawatan
yang muncul pada tinjauan kasus yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis. Gangguan eliminasi
urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih. Resiko infeksi berhubungan
dengan peningkatan paparan organisme pantogen lingkungan. Nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis diagnosa keperawatan ini dialami
oleh klien saat berkemih keluarnya 2x tetesan darah klien merasa nyeri bagian
perut bawah.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih diagnosa
keperawatan ini dialami oleh klien yang sering berkemih 5-7x terasa anyang-
anyangan. klien saat ini karena klien post sirkumisisi pada tgl 1-4-2021 saat klien
menjalani puasa ramadhan mulai terasa anyang- anyangan yang hilang timbul ibu
klien mengatakan setelah klien membatalkan puasanya klien berkemih dengan
lancar kemungkinan klien dehidrasi.
C. Perencanaan
Penulis menguraikan perencanaan yang dilakukan pada pasien An. S yang
terdiagnosa Infeksi Saluran kemih. Perencanaan keperawatan yang harus dilakukan
oleh pasien An. S dengan keluhan nyeri bagian perut bawah saat BAK mengeluarkan
tetesan 2x darah sesuai dengan tinjauan pustaka yaitu pasien harus melakukan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, namun pada tinjauan khasus pasien
ditindak lanjuti dengan dokter puskesmas mendapatkan pemeriksaan fisik dan
mendapatkan pemberian kolaborasi terapi obat analgesic amoxcilin , amoxsan dan
paracetamol untuk anti inflamasi karena pasien anak telah melakukan circumsisi.
27
Pada tinjauan pustaka percenaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu pada
pencapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauan kasus perencanaan menggunakan sasaran
klien, dalam intervensinya dengan alasan penulis ingin berupaya memandirikan klien
dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan melalui peningkatan
pengetahuan (koognitif), ketrampilan mengenai masalah (afektif) dan perubahan
tingkah laku klien (psikomotor).
Tujuan tinjauan khasus dicantumkan kriteria waktu karena pada khasus yang nyata
realisasi keadaan pasien secara langsung. Intervensi diagnosa keperawatan yang
ditampilkan antara tinjauan pustaka dan tinjauan khasus terdapat kesamaan namun
masing-masing intervensi tetap mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang
ditetapkan.
1. Masalah keperawatan (SIKI 2018) Diagnosa keperawatan Nyeri Akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis pada tinjauan pustaka dan khasus
tidak ada banyak kesenjangan setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama
2x7jam diharapkan keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap protektif
menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, fungsi berkemih membaik,
intervensi kaji identifikasi intensitas, lokasi, karateristik, durasi, frekuensi dan
kualitas nyeri faktor yang memperberat atau meringankan nyeri, berikan teknik
nonfarmalogis (relaksaksi) dan, berikan fasilitas waktu istirahat yang cukup dan
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi, pemberian obat terapi paracetamol dan
amoxcilin. Jadi tidak terdapat kesenjangan antara teori dan khasus perencanaan
yang sudah diberikan kepada klien.
2. Masalah keperawatan (SIKI 2018) pada diagnosa keperawatan gangguan eliminasi
urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih pada tinjauan khasus klien
mengeluh seperti anyang-anyangan, sering buang air kecil dan rasa seperti
mengompol pada keluhan berkemih ini, sehingga pada tinjauan khasus dilakukan
tindakan keperawtaan 2x7jam diharapkan merasakan sesansi berkemih, tidak ada
desakan berkemih, eliminasi berkemih tidak terganggu, monitor eliminasi
berkemih : volume berkemih, frekuensi berkemih, dan warna, dengan intervensi
ajarkan klien mengetahui tanda dan gejala yaitu saat anak tampak sakit berkemih,
mengukur asupan cairan, mencatat haluran dan waktu berkemih, mengenali waktu
berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih. Jadi tidak terdapat kesenjangan
antra teori dan perencanaan yang sudah diberikan kepada klien.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi (fakta) dari perencanaan yang telah
28
disusun. Pelaksanaan pada khasus ada sedikit perbedaan pada beberapa diagnosa hal
ini disesuaikan dengan keadaan lapangan (klien). Sedangkan pada khasus saya nyata
pelaksanaan telah disusun dan direalisasikan pada klien dan ada dokumentasi dan
intervensi keperawatan.
Pelaksanaan recana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi
untuk pelaksanaan diagnosa pada kasus tidak semua sama pada tinjauan pustaka, hal
itu karena disesuaikan dengan keadaan klien yang sebenarnya. Hal-hal yang
menunjang dalam asuhan keperawatan ini yaitu antara lain: adanya kerjasama yang
baik dari perawat maupun dokter ruangan dan timkes lainnya, tersedia sarana dan
prasana diruangan yang menunjang dalan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan yang sesuai dengan tinjauan pustaka yaitu pasien An.S
dengan diagnosa infeksi saluran kemih, dengan Riwayat pasien post circumcici yaitu
pasien telah melaksanakan pemeriksaan fisik dan kombinasi pemberian terapi obat
analgesic amoxcilin, amoxsan, dan paracetamol untuk obat anti inflamasinya.
Menurut (tusino&widiyahningsih2018) yaitu pasien infeksi saluran kemih yang
ditandai dengan anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih ringan,
mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih dapat berupa disuria,sering ngompol,
sedangkan keluhan sakit perut,sakit daerah pinggang, biasanya anak mendapatkan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan kolaborasi terapi obat analgesic
sesuai dosis yang ditentukan dengan dokter.
Pelaksanaan keperawatan yang sesuai dengan tinjauan khasus yang dilakukan pada
pasien An. S saat dilakukan kunjungan rumah dengan melakukan edukasi
mengajarkan Teknik non-farmakologis yang dapat dilakukan untuk meredahkan nyeri
seperti menciptakan lingkungan aman dan nyaman, membatasi aktivitas yang
berlebihan, serta memberikan edukasi tentang waktu yang tepat saat melakukan
BAK, mengonsumsi cairan yang cukup dan membersihkan tangan sesudah dan
sebelum melakukan BAK.
Pada pelaksanaan diagnosa 1 Nyeri akut berhubungan dengan proses menyakit
dilakukan perawatan identifikasi karakteristik nyeri, skala nyeri, lokasi nyeri,
frekuensi nyeri, durasi dan kualitas nyeri, respons non verbal, berikan Teknik
nonfarmalogis (relaksasi atau mengejak mengobrol saat berkemih), fasilitasi istirahat
dan tidur yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi, pemberian obat
terapi paracetamol dan amoxcilin , pemberian kolaborasi obat terapi paracetamol dan
amoxilin. Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan khasus.
Pada pelaksanaan diagnosa 2 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi
29
kandung kemih setelah dilakukan perawatan identifikasi tanda gejala retensi
(menahan pipis) atau inkontensia urin (jumlah dan frekuensi urin), monitor eliminasi
urine (volume urine), ajarkan kepada klien atau keluarga klien tanda gejala infeksi
saluran kemih, dan ajarkan klien atau keluarga mengenali tanda dan waktu yang tepat
untuk berkemih. Tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan pustaka dan khasus.
Pada pelaksanaan tindakan keperawatan tidak didapatkan hambatan pada karena klien
dan keluarga klien sangat kooperatif dengan perawat, sehingga rencana tindakan
keperawatan dapat dilakukan oleh penulis.
E. Evaluasi
Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat dilaksanakan karena merupakan khasus
semu, sedangkan pada tinjauan khasus evaluasi keperawatan dapat dilakukan karena
dapat diketahui keadaan klien yang sebenarnya (realisasi) dan masalahnya secara
langsung.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisiologis dilakukan tindakan satu hari (2x7jam) ibu pasien mengatakan
An. S BAK nyeri sudah berkurang, nyeri timbul saat kencing keluar darah, terasa
cenut-cenut, lokasi nyeri bagian perut bawah sudah berkurang, dengan skala 2
(ringan), waktu ±30 detik, sehingga akhir evaluasi masalah teratasi intervensi
diberhentikan.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan
iritasi kandung kemih dilakukan tindakan satu hari (2x7jam) pasien telah paham
mengenal waktu berkemih lebih tepat, pasien telah mengenal tanda-tanda mau
berkemih, dan setelah klien minum +4gelas BAK Kembali normal berkemih dengan
lancar, tugor kulit klien tampak lembab, sehingga akhir evaluasi masalah teratasi dan
intervensi dihentikan.
Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat dicapai karena adanya kerja sama yang baik
dengan klien, keluarga klien, dan tim kesehatan lainnya. Hasil evaluasi An S sudah
sesuai harapan masalah teratasi sebagian.

30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal urine tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Pendidikan kesehatan tentang
Infeksi Saluran Kemih bertujuan untuk mengubah perilaku individu/masyarakat
dibidang kesehatan, selain itu menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai
dimasyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau kelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat dan mendorong
pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada.

B. Saran
Makalah ini menjelaskan pendidikan kesehatan tentang Infeksi Saluran
Kemih, namun penulis menyadari banyaknya kekurangan dari makalah ini. Bagi
penulis selanjutnya yang mungkin menjadikan makalah ini sebagai acuan dalam
pembuatan makalah ISK, disarankan untuk mencari referensi yang lebih banyak,
sehingga materi yang disampaikan lebih akurat dan bervariasi.

31
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba
Medika.

Sudoyo., Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Sukandar, Enday. 2006. Infeksi Saluran Kemih Dalam : Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p: 564-568

World Health Organization (WHO). 2013. Kesehatan Reproduksi Wanita Infeksi Saluran
kemih (ISK). Jakarta: Salemba Medika.

32

Anda mungkin juga menyukai