Disusun oleh:
Rasa syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat dan
rahmat-nyasaya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai cepat waktu. Makalah
ini saya berijudul “SALPINGITIS”
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari dosen
pengampu.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberi wawasan bagi kami penulis
dan bagi
para pembaca.
Terakhir saya menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna.
Maka dari itu saya terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan saya,
agar padatugas berikutnya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah
inibermanfaat bagi saya dan para pembaca
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
B. Tujuan..................................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................
A.Definisi.....................................................................................................................................
B.Angka Kejaidan........................................................................................................................
D.Patofisiologi.............................................................................................................................
E.Komplikasi..............................................................................................................................
F. Penanganan..........................................................................................................................
BAB III..........................................................................................................................................
PENUTUP.....................................................................................................................................
A. Kesimpulan........................................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pembuatan makalah ini, mahasiswa mampu memahami asuhan
keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan salpingitis
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui definisi dan angka kejadian, tanda dan gejal patofisiologi salpingitis,
komplikasi
b) Mengetahui penanganan salpingitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Salpingitis adalah terjadinya inflamasi pada tuba fallopi. Tuba fallopi perpanjangan
dari uterus, salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertilitas pada
wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan
menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi secara permanen sehingga sel telur yang
dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan sperma. Tanpa penanganan yang
cepat infeksi bisa terjadi secara permanen merusak tuba fallopi sehingga sel telur yang
dikeluarkan pada proses menstruasi tidak bisa bertemu dengan sperma (Prawirohardjo,
2007).
Ada dua jenis dari salpingitis :
1. Salpingitis akut : pada salpingitis akut, tuba fallopi menjadi merah dan bengkak,
dan keluar cairan berlebih sehingga bagian dalam dinding tuba sering menempel
secara menyeluruh. Tuba bisa juga menempel pada bagian intestinal yang
terdekat.Kadang-kadang tuba fallopi penuh dengan pus. Hal yang jarang terjadi,
tuba rupture dan menyebabkan infeksi yang sangat berbahaya pada kavum
abdominal (Peritonitis).
2. Salpingitis Kronis : Biasa nyamengikuti gejala akut. Infeksi terjadi ringan, dalam
waktu yang panjang dan tidak menunjukan banyak tanda dan gejala.
(Prawirohardjo, 2007).
Salpingitis atau radang tuba fallopi merupakan bagian dari penyakit radang panggul
atau pelviksitis. Sejarah salpingitis (radang tuba fallopi) adalah yang tertinggi terkait
dengan relatif risiko ketidaksuburan. Kira-kira satu sampai tiga perempuan menunjukkan
hasil evaluasi ketidaksuburan yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala bahwa
masalah itu disebabkan berkenaan dgn kandungan atau tuba fallopi yang abnormal. Tuba
fallopi yang mengalami penyumbatan atau menjadi rusak dapat mengurangi kesuburan
dengan mencegah sperma mencapai telur atau mencegah telur mencapai rahim.
Ketidaksuburan pada tuba fallopi juga dapat timbul setelah terjadinya infeksi
keguguran, infeksi pada saat melahirkan anak, radang selaput perut atau operasi.
Kemandulan yang disebabkan oleh beberapa faktor-faktor ini sebagian dapat dicegah.
Ketidaksuburan pada tuba fallopi kadang-kadang dapat ditindak dengan melakukan
operasi, tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, atau jika operasi ini gagal, IVF (In Vitro
Fertilisation) atau program bayi tabung mungkin merupakan sebuah solusi. Operasi tuba
fallopi merupakan prosedur yang melibatkan anestesi secara umum dan seringkali
berlangsung selama beberapa jam. Operasi biasanya dilakukan dengan bantuan
mikroskop. Keberhasilan dari operasi sekitar 45% kalau masalahnya ada pada akhir
saluran tuba, tetapi hanya 20-25% bila masalahnya pada penyumbatan fimbrial di ujung
saluran tuba fallopi, dekat dengan ovaries.
Salpingitis akut dapat segera didiagnosis jika semua tanda dan gejala objektif terdapat
dan sesuai. Tetapi, sejumlah keadaan lain dapat menyerupai keseluruhan atau sebagian
spektrum manifestasi yang biasa ditemui. Adalah kesalahan serius mendiagnosis
selpingitis pada wanita yang sebenarnya tidak menderitanya. Hal ini tidak hanya
menempatkan wanita pada regimen terapi antibiotik yang lama dengan resiko dan
biayanya, terapi memperlambat penemuan diagnosis yang sebenarnya dan
penatalaksanaanya. Selain itu, dokter cenderung menganggap tiap gangguan pelvis di
masa mendatang disebabkan karena infeksi ini. Carilah riwayat pemaparan penyakit
menular seksual yang terjadi sekarang atau di masa lampau terutama infeksi gonokokus
atau klamidia, penyakit peradangan pelvis yang tercatat baik, penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim atau infeksi pasca abortus atau pasca persalinan.
B. Angka Kejaidan
Lebih dari satu juta kasus salpingitis akut dilaporkan setiap tahun di AS, namun
jumlah insiden ini mungkin lebih besar, karena metode pelaporan tidak lengkap dan
terlalu dini dan bahwa banyak kasus dilaporkan pertama ketika penyakit itu telah pergi
begitu jauh bahwa mereka telah mengembangkan kronis komplikasi. Bagi wanita berusia
16-25, salpingitis adalah infeksi serius yang paling umum.Ini mempengaruhi sekitar 11%
dari wanita usia reproduktif. Salpingitis memiliki insiden yang lebih tinggi di antara
anggota kelas-kelas sosial ekonomi rendah. Namun, hal ini dianggap sebagai akibat dari
debut seks sebelumnya, beberapa mitra dan kemampuan rendah untuk menerima
perawatan kesehatan yang layak bukan karena faktor resiko independen untuk
salpingitis. Sebagai akibat dari peningkatan risiko karena beberapa mitra, prevalensi
salpingitis tertinggi untuk orang yang berusia 15-24 tahun. Penurunan kesadaran gejala
dan kurang kemauan untuk menggunakan alat kontrasepsi juga umum dalam kelompok
ini, meningkatkan terjadinya salpingitis.
Organisasi Kesehatan Dunia telah menerbitkan data tentang jumlah kasus tentang
gonore dan klamidia di seluruh dunia tahun 1995. Pada tahun itu, sekitar 31 juta kasus
infeksi gonore dan 22,5 juta kasus infeksi clamydia, merupakan organism penyebab
utama salpingitis dan terjadi pada wanita di seluruh dunia. Secara geografis sebagian
besar kasus ini berada di Negara berkembang. Prevalensi tertinggi berada di sub-Sahara
Afrika dan Asia Tenggara, dengan terendah di Asia Timur dan Pasifik. Selain itu,
komplikasi penyakit menular seksual, termasuk salpingitis lebih umum di Negara-negara
dengan sumber daya yang lebih miskin.
D. Patofisiologi
Infeksi biasanya berawal pada bagian vagina, dan menyebar ke bagian tuba fallopi.
Infeksi dapat menyebar melalui pembuluh getah bening, infeksi pada salah satu tuba
fallopi biasanya menyebabkan infeksi yang lain. Pada beberapa kasus, salpingitis
disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Mycoplasma, Staphylococcus, dan Streptococcus.
Selain itu salpingitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual seperti gonore dan
kalmidia (Prawirohardjo, 2007).
E. Komplikasi
Di antara sebab-sebab yang paling banyak terdapat ialah infeksi gonorea dan infeksi
puerperal dan post abortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh teberkulosis. Selanjutnya
bias timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (kerokan, laparatomi, pemasangan IUD,
dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti appendiks.
Penanganan yang tidak serius, salpingitis bisa menyebabkan beberapa komplikasi meliputi :
1. Kehamilan ektopik.
2. Infeksi yang terjadi didaerah terdekat dengan tuba fallopi, seperti ovarium atau uterus.
3. Infertilitas.
4. Menginfeksi orang yang diajak berhubungan seksual.
i.
F. Penanganan
Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian antibiotic (sesering
mungkin sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih sesuai dengan mikroorganismenya
yang menginfeksi. Pasangan yang diajak hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining
dan bila perlu dirawat, untuk mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan
hubungan seksual selama masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi
kembali. Perawatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat keberhasilan 85% dari kasus.
2. Perawatan di rumah sakit memberikan obat antibiotic melalui intravena (infuse).
3. Pembedahan dilakukan jika pengobatan dengan antibiotic menyebabkan terjadinya resistan
pada bakteri (Prawirohardjo, 2007).
4. Berobat jalan
Jika keadaan umum baik, tidak demam. Berikan antibiotic : Cefotaksitim 2 gr IM atau
amoksisilin 3 gr peroral atau ampisilin 3,5 per os atau prokain ampisilin G dalam aqua 4,8
juta unit IM pada 2 tempat. Masing-masing disertai dengan pemberian probenesid 1gr per os,
diikuti dengan dekoksisiklin 100 mg per os dua kali sehari selama 10-14 hari serta tetrasiklin
500 mg per os 4 kali sehari (dekoksisilin dan tetrasiklin tidak digunakan untuk ibu hamil).
5. Tirah baring
Kunjungan ulang 2-3 hari atau jika keadaan memburuk.
6. Rawat inap : Jika terdapat keadaan-keadaan yang mengancam jiwa ibu.
Untuk menekan kerusakan permanen pada anatomi dan fungsi tuba, pasien dengan
salpingitis akut harus diterapi secepat mungkin dan agresif dengan regimen antibiotika yang
sesuai. Lakukan kultur terlebih dahulu, tetapi ketahuilah terdapat korelasi yang buruk antara
organisme yang ditemukan dari kultur serviks dan yang terdapat serta aktif di dalam tuba.
Salpingitis seringkali ditemukan berkaitan dengan organisme polimikroba aerobik dan
anaerobik, kemungkinan sebagai patogen sekunder. Pemilihan antibiotik harus melihat hal
tersebut. Diskusikan kemungkinan masalah yang terjadi di masa mendatang seperti
infertilitas, kehamilan ektopik, nyeri pelvis kronis, rekurensi, dan pembentukan abses dengan
tujuan memberitahukan pasien bahwa ia sangat berperan mengenai keadaannya dan
prognosisnya. Dengan cara ini, pasien dapat melakukan tindakan untuk menghindarkan
infeksi ulang dan mengetahui serta sadar tentang kemungkinan komplikasi.
Pasien yang menderita salpingitis periodik akhirnya akan timbul kerusakan juga yang
tidak dapat diperbaiki lagi dengan penutupan bagian distal dan proksimalnya, sehingga
menyebabkan hidrosalping, piosalping, atau abses tubo-ovarium. Pasien perlu diberitahu
mengenai keuntungan abstinensia seksual sebagai cara untuk membantu mengoptimalkan
penyembuhan atau penggunaan kontrasepsi barier untuk menekan resiko infeksi ulang. Nyeri
pelvis yang kronis terutama jika disertai dengan piosalping rekuren, memerlukan intervensi
bedah untuk mengangkat organ yang rusak. Waktu yang terbaik untuk pembedahan adalah
saat proses inflamasi menghilang secara maksimal di antara rekurensi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salphingitis adalah inflamasi pada uterus, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah
ke perlukaan dengan perlengketan pada jaringan dan organ sekitar. Yang disebabkan oleh
wanita dengan IUD asimptomatik, nyeri abdominal kuadran bawah, dispareunia, perdarahan
vagina abnormal, dan vaginal discharge.
Langkah pertama yang dilakukan ialah sediakan analgesic, bila pasien menggunaan
IUD maka harus dihentikan. Dengan catata pasien dapat mencegah kehamilan meski tanpa
alat kontrasepsi minimal 7 hari, dan segera rujuk ke bagian genitourinaria, untuk pasien
dengan riwayat STD agar menjalani skrining dan terapi untuk pasangan seksual pasien.
B. Saran
Kejadian salpingitis sangat menbahayakan bagi wanita karena dapat menyebabkan
kehamilan ektopik. Untuk itu diharapkan pada wanita untuk menjga kesehatan terutama
organ reproduksinya yang rentan terhadap kejadian infeksi dan melakukan pemeriksaan
secara dini kepada tenaga kesehatan agar apabila terjadi infeksi terutama salpingitis dapat
segera diatasi.
Benjamin CL, Beaver DC. Pathogenesis of salpingitis isthmica nodosa. Am J Clin Pathol
1951;21:212- 22.
Chawla, Nitin. et all. 2009. Salpingitis isthmica nodosa. Indian Journal of Pathology and
Microbiology – 52(3).
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Gilstrap III, L.C., Hauth, J.C & Wanstrom, K.D. (2004).
Obstetriwilliams (edisi ke-21). Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E and Marry Franches Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal atau
Bayi Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Jakarta: EGC.
Green LK, Kott ML. 1989. Histopathologic findings in ectopic tubal pregnancy. Int J Gynecol
Pathol;8:255-62.
Hanifa, Winkosastro. 2002. Ilmu Kebidanan YBP-SP Edisi ketiga cetakan ke enam. Jakarta : FKUI
Majumdar B,Henderson PH, Semple E. Salpingitis isthmica nodosa: A high risk for tubal pregnancy.
Obstet Gynecol Surv;62:73-8.
McComb PF, Rowe TC. Salpingitis isthmica nodosa: Evidence it is a progressive disease. Fertil
Steril 1989;51:542-5.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo