Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN ASUHAN KEGAWATDARURATAN/KRITIS PADA

PASIEN DENGAN “SOL INTRAKRANIAL” DI RUANGAN


ICU RS.RK CHARITAS PALEMBANG.

Disusun Oleh:

Cicilia Cristin Septa Nanda


2135028

Dosen Pembimbing : Ns.Veroneka Yosefpa Windahandayani, M.Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya masih dilimpahkan kepada kita semua. Sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan praktik profesi stase Kegawat Daruratan dan Kritis laporan
ini yang berjudul “Laporan Praktikum Kegawat Daruratan dan Kritis pasien dengan
SOL Intrakranial” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang
pendidikan Profesi Ners di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Musi Charitas.
Dalam laporan ini penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari banyak
pihak, oleh karena itu dikesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih
khusus kepada :

1. Dr. Antonius Singgih Setiawan, S.E., M.Si selaku Rektor Universitas


Katolik Musi Charitas Palembang.
2. Maria Nuraeni, S.K.M., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
3. Ns. Bangun Dwi Hardika, S.Kep., M.K.M selaku Ketua Program Ilmu
Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Katolik
Musi Charitas Palembang
4. Ns. Veroneka Yosepfa Windahandayani, M.Kep selaku pembimbing
akademik yang memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian
praktikum keperawatan gawat darurat dan kritis.
5. Ns. Fransiskus Benni Sutanto, S.Kep selaku coordinator CI yang telah
memberikan bimbingan dan arah dalam penyusunan Asuhan Keperawatan
dan laporan praktikum keperawatan gawat darurat dan kritis.
6. Ns. Ch. Tyas, S.Kep., Ns. M. Arief, S. Kep., Ns. Mesdi, S.Kep., dan Ns.
Fransiska DR, S.Kep., selaku perceptor klinik yang telah memberikan
bimbingan dalam penyususnan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn.H
dengan SOL Intrakranial.

ii
Penulis menyadari bahwa dalam menuliskan laporan praktikum
kegawatdaruratan dan kritis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran dan masukan dari berbagai pihak yanag
bersifat membangun dan semoga laporan praktikum stase kegawatdaruratan
dan kritis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................... 2
C. Manfaat ........................................................................................ 2
D. Ruang Lingkup ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 4
A. Konsep Medis SOL Intrakranial .................................................... 4
B. Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................... 10
BAB III PEMBAHASAN ............................................................. 14
A. Pengkajian ................................................................................. 14
B. Diagnosis Keperawatan .............................................................. 14
C. Perencanaan Keperawatan .......................................................... 15
D. Implementasi .............................................................................. 20
E. Evaluasi ...................................................................................... 20
BAB V PENUTUP ......................................................................... 21
A. Kesimpulan ................................................................................ 21
B. Saran .......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor intrakranial merupakan massa atau jaringan abnormal yang
terdapat pada otak yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem
persarafan. Tumor intrakranial adalah massa abnormal dari jaringan di
dalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak dapat
dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel normal (Nundy,
2016, p. 2). Tumor intrakranial termasuk dalam lesi desak ruang (Space
Occupied Lession). SOL Intrakranial didefinisikan sebagai neoplasma,
jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta hematoma atau malformasi
vaskular yang terletak di dalam rongga tengkorak (Butt, 2005, p.4). SOL
intrakranial dapat menyebabkan adanya peningkatan intrakranial dan tanda-
tanda intracranial shift atau herniasi otak yang dapat berakibat kematian
otak.
Gejala awal yang biasa timbul adalah nyeri kepala hebat yang
konsisten dan progresif. Gangguan neurologis juga biasanya timbul seperti
nyeri kepala disertai muntah hingga penurunan kesadaran. Akhirnya akan
terjadi perubahan suplai alirah darah otak, sehingga akan terjadi nekrosis
jaringan otak secara perlahan hingga menyebabkan kematian (Nundy, 2016,
p. 2). Terjadinya peningkatan TIK sebagai akibat dari obstruksi vena dan
edema akibat kerusakan yang terjadi dalam otak, maka hal tersebut akan
membahayakan jiwa jika terjadi dengan waktu yang cepat (Agung, 2021, p.
593). Kanker otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan
saraf pusat. Di Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas dan jinak adalah
21.42 per 100.000 penduduk per tahun (7.25 per 100.000 penduduk untuk
kanker otak ganas, 14.17 per 100.000 penduduk per tahun untuk tumor otak
jinak). Angka insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia
berdasarkan angka standar populasi dunia adalah 3.4 per 100.000 penduduk.
Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000 penduduk per tahun yang lebih

1
didominasi oleh laki-laki (NASIONAL, 2019, p. 2). Tumor primer siistem
saraf pusat (SSP) hanya sekitar 9% dari seluruh jenis tumor di tubuh
manusia. Dari seluruh tumor intrakranial, sekitar 40-50% berasal dari
neuroepitel parenkim otak.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah menyelesaikan penulisan laporan ini, presepti mampu
menerapkan asuhan kegawatdaruratan/kekritisan pada pasien dengan
SOL intrakranial di unit ICU.
2. Tujuan Khusus
a. Presepti mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
SOL intrakranial.
b. Presepti mampu menganalisa data yang disudah dikaji pada pasien
SOL intrakranial.
c. Presepti mampu menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien
SOL intrakranial.
d. Presepti mampu melakukan intervensi/perencanaan keperawatan
pada pasien SOL intrakranial.
e. Presepti mampu menerapkan implementasi keperawatan pada
pasien SOL intrakranial.
C. Manfaat
1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil dari laporan asuhan keperawatan ini diharapakan semoga dapat
bermanfaat bagi pelayanan keperawatan berkaitan dengan pasien
dengan SOL Intrakranial.
2. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil dari laporan asuhan keperawatan ini semoga dapat menjadi
sumber informasi khususnya pada keperawatan gawat daruratan dan
kritis tentang SOL Intrakranial.
3. Bagi persepti keperawatan

2
Penelitian ini bisa menjadi suatu pengalaman dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan gawat daruratan dan kritis.

D. Ruang Lingkup
Penulisan laporan asuhan keperawatan ini berada dalam lingkup
keperawatan gawat darurat dan kritis, khususnya pada pasien dengan SOL
Intrakranial ruangan ICU.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis SOL Intrakranial


1. Definisi SOL Intrakranial
Space occupied lession (SOL) adalah lesi fisik substansial, seperti
neoplasma, perdarahan, atau granuloma, yang menempati ruang (Fynn,
2004, p. 3). Space occupied lession (SOL) intrakanial merupakan
neoplasma baik yang bersifat jinak atau ganas, primer atau sekunder,
baik karena proses inflamasi atau suatu massa parasitic dalam rongga
kranial (Putri, 2020, p. 1)
2. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi dan yang dapat
menyebabkan terjadinya SOL intrakranial antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada Meningioma, Astrocytoma dan Neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Struge-Weber yang dapat dianggap sebagai manisfestasi
pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain
jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada
neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional
tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya.

4
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi
dapat memicu terjadinya suatu glioma.
d. Substansi-substansi karsinogenik
Penelitian berkaitan dengan substansi karsinogen sudah lama dan
luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang
karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
3. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang bisa timbul pada pasien dengan tumor otak antara lain
adalah:
a. Adanya peningkatan tekanan intrakranial antara lain penurunan
kesadaran, sefalgia, muntah, kejang ,gangguan mental, rasa
abnormal , papiledema , pembesaran kepala anak , bradikardi- tensi
meninggi, gangguan irama napas.
b. Papil edema.
c. Pembesaran kepala dengan pelebaran sutura
d. Hipertensi yang progresif, sebagai mekanisme kompensasi
e. bradikardi.
f. Irama dan frekwensi pernapasan yg berubah
4. Klasifikasi
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan
derajat keganasan (grading). (NASIONAL, 2019, p. 17)
a. WHO grade I: tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas
pasca reseksi cukup baik.
b. WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah,
namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk
bersifat progresif ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
c. WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan
infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.

5
d. WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada
pre/post operasi
5. Patofisiologi
Faktor risiko terjadi tumor otak meliputi faktor radiasi,
kimia, dan virus. Meningioma terjadi pada pasien yang pernah
menerima radiasi dalam dosis rendah seperti x-ray dan gelombang
elektromagnetik. Zat kimia yang berpotensi mengakibatkan tumor
otak adalah senyawa nitrogen, senyawa tersebut banyak ditemukan
pada makanan seperti daging yang diawetkan dan diasap serta dapat
ditemukan pada kosmetik dan produk industri lainnya. Adanya
virus Epstein Barr (EBV) dapat mengakibatkan tumor otak yang
dapat terjadi pada pasien dengan penurunan immunosupresan misalnya
pada pasien dengan HIV, pasca transplantasi organ atau imunodefisiensi
kongenital (Wismaji S dkk, 2011). Adanya pertumbuhan sel yang
abnormal dari faktor risiko yang terjadi dapat mengakibatkan tumor
otak. Adanya lesi desak ruang juga dapat mendesak jaringan
otak sehat disekitarnya sehingga terjadi defisit neurologis sesuai
dengan lokasi tumor, tipe tumor serta pertumbuhan tumor tersebut
(Wismaji S dkk, 2011).
Gejala klinis yang terjadi akibat adanya masa intrakranial
disebabkan oleh lesi desak ruang tumor terhadap ruang intrakranial,
sehingga terjadi penekanan jaringan disekitar otak yang dapat
mengakibatkan edema serebri akibat penumpukan cairan interstisial
disekitar tumor. Adanya edema serebri menandakan adanya tumor
ganas seperti glioblastoma dan medullablastoma (Wismaji S dkk, 2011).
Edema disekitar tumor dapat mengakibatkan hidrosefalus yang terjadi
akibat obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal, hidrosefalus terjadi pada
tumor yang berada di fosa posterior dan lebih banyak terjadi pada anak-
anak. Hidrosefalus dan edema serebri dapat menyebabkan herniasi
serebral yang menekan struktur penting yang dapat mengakibatkan

6
perubahan sirkulasi cairan, sehingga sirkulasi sel-sel terjadi mengalami
penurunan dan terjadinya penurunan oksigen sehingga mengakibatkan
sirkulasi menjadi anaerob dan terjadinya hipoksia serebral yang dapat
mengakibatkan masalah ketidakefektifan jaringan otak serta
kompensasi takipnea sehingga munculnya masalah gangguan pola
nafas.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor; bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema
sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor
akan mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruang
tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan
otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi
diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan.
Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah
otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial dan
meningkatkan tekanan intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrosipnal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid
menimbulkan hidrosefalus (Ariani A. 2012).
Peningkatan tekanan intrakranial akan mebahayakan jiwa bila
terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan
sebelumnya. Tanda dan gejala terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial adalah tekanan darah meningkat, nyeri kepala progresif
yang dapat mengakibatkan nyeri akut, mual-muntah proyektil yang
dapat menimbulkan masalah gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, serta terjadinya penurunan kesadaran yang dapat mengakibatkan
menekan saraf otak sehingga dapat menimbulkan hemiparise yang dapat
terjadi masalah risiko cidera dan defisit perawatan diri.. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulanbulan untuk
menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja

7
menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal,
kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim. (Ariani A.
2012). Menurut Wismaji S dkk, (2011) Tanda dan gejala tumor otak bisa
dilihat bedasarkan lokasi tumor tersebut. Tumor serebellum atau otak
kecil dapat mengakibatkan gangguan kesimbangan, sikap badan serta
aktivitas otot yang dapat menimbulkan masalah risiko cidera.
Tumor enchepalon atau otak tengah dibagi menjadi bagian thalamus
yang dapat mengakibatkan gangguan sensasi somatik dan dapat
menimbulkan masalah risiko cidera, serta bagian epitalamus yang dapat
mengakibatkan gangguan penciuman dan dapat menimbulkan masalah
perubahan peresepsi sensori, dan bagian hipotalamus yang berperan
dalam pengaturan suhu yang dapat menimbulkan masalah hipertermi.
Tumor meningen dapat mengakibatkan gangguan gaya berjalan, serta
gangguan kepribadian. Tumor sereblum dibagi menjadi bagian lobus
parietal yang dapat mengakibatkan gangguan sensori nyeri, bagian
lobus temporal dapat mengakibatkan gangguan pendengaran, kerusakan
konstruksi verbal dan menimbulkan masalah perubahan persepsi
sensori, bagian lobus frontal dapat mengakibatkan gangguan gerak
aktivitas serta gangguan kepribadian,bagian lobus ocipital dapat
mengakibatkan gangguan visual yang dapat menimbulkan masalah
perubahan persepsi sensori dan mengakibatkan nyeri kepala yang dapat
menimbulkan masalah nyeri akut.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Kepala
Substansi-substansi karsinogenik Penyelidikan tentang substansi
karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa
ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea.
b. EEG (Elektroencephalography)
Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron

8
c. Arteriography
untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan
cisterna
d. CT-Scan Brain
Memberikan informasi tentang lokasi tumor tetapi MRI telah
menjadi pilihan untuk kebanyakan karena gambaran jaringan lunak
yang lebih jelas
e. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
a membuat diagosa yang lebih dini dan akurat serta lebih defititif.
Gambar otak tersebut dihasilkan ketika medan magnet berinteraksi
dengan jaringan
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan tumor atau SOL intrakranial
adalah sebagai berikut (NASIONAL, 2019, p. 17):
a. Pemberian kortikosteroid
Berfungsi mengurangi edema serebri dan memperbaiki gejala yang
disebabkan oleh edema serebri, yang efeknya sudah dapat terlihat
dalam 24-36 jam
b. Pembedahan
Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan
diagnosis yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi
kecacatan, dan meningkatkan efektifitas terapi lain.
c. Radioterapi
Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel,
sebagai adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang
sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi
d. Kemoterapi sistemik dan terapi target
Kemoterapi pada kasus kanker otak saat ini sudah banyak digunakan
karena diketahui dapat memperpanjang survival rate dari pasien
terutama pada kasus astrositoma derajat ganas.
e. Kemoterapi Intratekal

9
Pemberian kemoterapi intratekal merupakan salah satu upaya untuk
memberikan agen antikanker langsung pada susunan saraf pusat.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas
jika perlu (guedel atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi
pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke
ICU.
b. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit
merupakan gejala yang signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas
darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis, berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask,
auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, periksa
foto thorak.
c. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan
tanda signifikan, monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa
waktu pengisian kapiler, pasang infuse dengan menggunakan canul
yang besar, berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel, pasang
kateter, lakukan pemeriksaan darah lengkap, siapkan untuk
pemeriksaan kultur, catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia
atau temperature kurang dari 36°C, siapkan pemeriksaan urin dan
sputum, berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji
tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
e. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera,
luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
desak ruang oleh masa tumor intracranial.

10
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan gangguan
neurologis, keletihan otot-otot pernapasan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, traksi dan
pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga intracranial.
d. Risiko cidera berhubungan dengan serangan kejang, penurunan
tingkat kesadaran.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular, menurunnya kekuatan dan kesadaran.
f. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan, asupan nutrisi yang kurang, dan muntah.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis.
h. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
gangguan yang mempengaruhi regulasi tubuh
i. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat.
j. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Luaran Intervensi
Keperawatan
Ketidakefektifan Sirkulasi Terapi Oksigen
perfusi jaringan status kriteria hasil: 1. Periksa mulut, hidung, dan
serebral 1. Tekanan systole sekret trakea
berhubungan dan diastole dalam 2. Pertahankan jalan napas yang
dengan desak rentang yang paten
ruang oleh masa diharapkan 3. Atur peralatan oksigenasi
tumor 2. Tidak ada ortostatik 4. Monitor aliran oksigen
intracranial. hipertensi 5. Pertahankan posisi pasien
3. Tidak ada 6. Observasi tanda-tanda
tandatanda hipoventilasi
peningkatan 7. Monitor adanya kecemasan
tekanan pasien terhadap oksigenasi
intrakranial
Monitoring Peningkatan
Perfusi jaringan: Intrakranial
serebral Kriteria hasil:
1. Monitor tekanan perfusi
serebral

11
1. Mempertahankan 2. Catat respon pasien terhadap
tekanan stimulasi
intrakranial 3. Monitor tekanan intrakranial
2. Tekanan darah pasien dan respon neurologi
dalam rentang terhadap aktifitas
normal 4. Monitor intake dan output
3. Tidak ada nyeri cairan
kepala 5. Kolaborasi dalam pemberian
4. Tidak ada muntah antibiotic
5. Memonitor tingkat 6. Posisikan pasien pada posisi
kesadaran semi fowler
7. Minimalkan stimulasi dari
lingkungan

Monitor tanda-tanda vital:


1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk, dan berdiri
3. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
4. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
5. Monitor kualitas dari nadi
6. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
7. Monitor pola pernapasan
abnormal
8. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
9. Monitor sianosis perifer
10. Monitor adanya cushling
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
11. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.

Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri


berhubungan Indikator: 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen 1. Melaporkan nyeri secara komprehensif
cidera biologis, 2. Durasi nyeri termasuk lokasi,
traksi dan 3. Menunjukkan karakteristik, durasi,
pergeseran lokasi nyeri frekuensi, kualitas dan faktor
struktur peka 4. Meringis presipitasi

12
nyeri dalam 5. Ekspresi wajah 2. Observasi reaksi non verbal
rongga nyeri kegelisahan dari ketidaknyamanan
intracranial. 6. Fokus menyempit 3. Gunakan teknik komunikasi
7. Ketegangan otot terapeutik untuk mengetahui
8. Kehilangan selera pengalaman nyeri pasien
makan 4. Kaji kultur yang
9. Mual mempengaruhi respon nyeri
10. Intoleransi 5. Evaluasi pengalaman nyeri
makanan masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan teknik non
farmakologis
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
NO Data Etilogi Masalah
Subjektif Objektif
1 Pasien 1. Pasien Sekresi yang SOL intrakranial
tidak sadar, tampak tertahan
kesadaran tidak Girus medialis
sopor mampu bergeser ke
E2M2V2 batuk lobus temporal
2. Terdeng ke inferior
ar suara melalui insisura
napas tentorial oleh
snoring massa
dan
ronkhi
3. Pasien Hernia Unkus
tampak
terpasan Penekanan
g mayo mesensefalon
4. Tampak
keadaan Penurunan
pasien kesadaran
sopor
E2M2V2 Penurunan
5. TTV: aktivasi silia
TD: 109/67 mmHg
S:36,2 Produksi sekret
N: 97 x/menit meningkat
RR: 21 x/menit
SpO2: 99% Obstruksi jalan
napas

Bersihan jalan
napas tidak
efektif
2 Pasien 1. ktesadaran sopor Neoplasma SOL intrakranial
tidak sadar, E2M2V2 otak/ space
kesadaran 2. tampak tanda-tanda occupied Penekanan
sopor peningkatan TIK: lesion jaringan otak
E2M2V2 a. penurunan
kesadaran
b. motorik lemah

14
3. TTV: Gangguan suplai
TD: 109/67 mmHg darah
S:36,2
N: 97 x/menit Penurunan
RR: 21 x/menit suplai oksigen
SpO2: 99%
Hipoksia
jaringan otak

Risiko perfusi
jaringan serebral
tidak efektif
3 Pasien 1. Kekuatan otot Gangguan SOL intrakranial
tidak sadar, tangan 0/0 kaki 0/0 neuromuskular
kesadaran 2. Rentang gerak merangsang
sopor menurun saraf motorik
E2M2V2 3. Fisik pasien tampak
lemah penurunan
4. Pasien rentang gerak
membutuhkan
bantuan penuh kekuatan otot
5. TTV: menurun
TD: 109/67 mmHg
S:36,2 gangguan
N: 97 x/menit mobilitas fisik
RR: 21 x/menit
SpO2: 99%

B. Diagnosis
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan. Alasan
diagnosis ini menjadi dianosis utama adalah menjadi diagnosa prioritas
atau yang utama karena pada keperawatan gawat darurat dan kritis
dimana diagnosa yang utama akan diambil itu berdasarkan pengkajian
airway, breathing dan circulation yang dapat mengancam nyawa pasien,
hal ini juga disebabkan karena adanya bunyi napas tambahn yaitu
snoring dan ronkhi yang jika tidak diberi tindakan yang tepat untuk
mengeluarkan sumbatan jalan napas maka suplai oksigen keseluruh
tubuh dan khususnya ke otak akan berkurang sehingga dapat sangat
mengancam nyawa maka diagnosa utama di pilih untuk

15
mempertahankan kepatenan jalan napas, dimana data-data yang di
temukan pada bersihan jalan napas tidak efektif yaitu :
DS:
Pasien tidak sadar, kesadaran sopor E2M2V2
DO:
1. Pasien tampak tidak mampu batuk
2. Terdengar suara napas snoring dan ronkhi
3. Pasien tampak terpasang mayo
4. Tampak keadaan pasien sopor E2M2V2
5. TTV:
TD: 109/67 mmHg
S:36,2
N: 97 x/menit
RR: 21 x/menit
SpO2: 99%
2. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d neoplasma otak/space
occupeid lesion. Alasan diagnosis kedua diangkat adalah pada
perjalanan penyakitnya massa atau neoplasma yang ada di intrakranial
akan menekan jaringan otak hingga dapat menyebabkan peningkatan
TIK hingga penurunan kesadaran. Adapun data-data yang didapat:
DS:
Pasien tidak sadar, kesadaran sopor E2M2V2
DO:
1. Kesadaran sopor
2. Tampak tanda gejala peningkatan TIK
a. penurunan kesadaran
b. motorik lemah
3. TTV:
TD: 109/67 mmHg
S:36,2
N: 97 x/menit
RR: 21 x/menit
SpO2: 99%
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular. Diagnosis ini
diambil sebagai diagnosis ke-3 karena akiat dari penekanan jaringan
otak yang merangsang saraf motorik yang dapat mengakibatkan

16
kekuatan otot menurun, dan lama-kelamaan akan menjadi kekakuan
otot. Adapun data-data yang didapat adalah sebagai berikut:
DS:
Pasien tidak sadar, kesadaran sopor E2M2V2
DO:
1. Kekuatan otot tangan 0/0 kaki 0/0
2. Rentang gerak menurun
3. Fisik pasien tampak lemah
4. Pasien membutuhkan bantuan penuh
5. TTV:
TD: 109/67 mmHg
S:36,2
N: 97 x/menit
RR: 21 x/menit
SpO2: 99%

17
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
1 Bersihan Jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
efektif b.d sekresi yang selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan 1. Monitor pola napas
tertahan napas pasien membaik dengan kriteria Untuk mengetahui pola napas, frekuensi napas,
hasil: kedalaman napas, dan upaya napas pasien
1. Produksi sputum menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan
dipertahankan diskala 4 ditingkatkan ke Untuk mengetahui bunyi napas tambahan dan
skala 5 penyebabnya
2. Pola napas membaik dipertahankan di 3. Monitor sputum
skala 4 ditingkatkan ke skala 5 Untuk mengetahui produksi sputum dan
3. Suara napas tambahan menurun pengaruhnya terhadap pola napas pasien
dipertahankan diskala 3 ditingkatkan ke 4. Posisikan semi fowler
skala 4 Untuk mengurangi rasa sesak dan memberi
posiis yang nyaman
5. Lakukan suction
Untuk mempertahankan kepatenan jalan napas
6. Berikan terapi oksigen
Mempetahankan suplai oksigen cukup ke
seluruh tubuh
2 Risiko perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan TIK
serebral tidak efektif b.d selama 3x24 jam diharapkan perfusi 1. Identifikasi penyebab TIK
neoplasma otak/space serebral pasien meningkat dengan kriteria 2. Monitor irregularitas irama napas
occupeid lesion hasil: 3. Monitor tingkat kesadaran
1. Kesadaran pasien meningkat 4. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
dipertahankan diskala 2 ditingkatkan ke respon pupil
skala 3

18
2. Refleks saraf membaik dipertahankan 5. Monitor efek stimulus lingkungan terhadap
diskala 3 ditingkatkan ke skala 4 TIK
3. Tingkat kesadaran pasien meningkat
dipertahankan diskala 2 ditingkatkan ke
skala 3
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan mobilisasi
b.d gangguan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyerri atau keluhan fisik
neuromuskular pasien meningkat dengan kriteria hasil: lainnya
1. Pergerakan ekstermitas meningkat 2. Identifikasi pergerakan fisik
dipertahankan diskala 2 ditingkatkan ke 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
skala 3 saat melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot meningkat 4. Monitor kondisi umum pasien saat melakukan
dipertahankan diskala 1 ditingkatkan ke pergerakan
skala 2 5. Berikan latihan gerak pasief
3. Rentang gerak meningkat
dipertahankan di skala 1 ditingkatkan
ke skala 2
4. Kelemahan fisik menurun
dipertahankan diskala 1 ditingkatkan ke
skala 2

19
D. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 17 Februari
2022 (Pukul 07:30 WIB) adalah diagnosis pertama Bersihan Jalan napas
tidak efektif b.d sekresi yang tertahan, diagnosis kedua Risiko perfusi
jaringan serebral tidak efektif b.d neoplasma otak/space occupeid lesion dan
diagnosis ketiga gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular.
Pada tahap implementasi umumnya implmentasi yang terlaksanakan pada
semua diagnosis yang diangkat, namun pada diagnosis pertama
implementasi dilakukan lebih intens karen pada hari pertama produksi
sputum cukup banyak dan suaa snoring sangat sering terdengar.
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah pemberian implementasi pada diagnosi pertama
pada 17-02-2022 pukul 12.00 keasadaran pasien sopor GCS E2M2V2, pasien
terpasang NRM 15 lpm, pasien terpasang infus NaCl 0,9%+Resfar 1 flush
pada metakarpal sinistra. Tampak produksi sputum pasien aktif berwarna
kuning kental, bunyi napas terdengan snoring dan pada paru terdengan
ronkhi dan inspirasi dangkal. TTV: TD; 117/77mmHg, N; 85 x/menit, S;
36,4°C, RR; 21 x/menit, SpO2 99%, masalah bersihan jalan napas pasien
belum teratasi, intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan. Risiko perfusi
jaringan serebral tidak efektif b.d neoplasma otak/space occupeid lesion,
kesadaran pasien sopor GCS E2M2V2, reflek cahaya pupil kanan dna kiri
+/+, ukuran pupil kanan dan kiri 3mm/3mm, refleks kedip +/+, pasien
terpasang infus NaCl 0,9%+Resfar 1 flush pada metakarpal sinistra,
masalah risiko perfusi jaringan serebral belum teratasi, intervensi
pemantauan TIK dilanjutkan. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan
neuromuskular: kesadaran pasien sopor GCS E2M2V2, pasien tidak mampu
menggerakkan ekstremitasnya, pasien membutuhkan bantuan penuh,
tampak fiisk pasien sangat lemah, kekuatan otot pasien tangan kiri kanan
0/0 dan kaki kanan dan kiri 0/0, pasien selalu dibantu untuk berpindah posisi
ataupun miring-kiri dan miring kanan, masalah gangguan mobilitas fisik
belum teratasi sehingga intervensi dukungan mobilisasi dilanjutkan

20
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumor intrakranial merupakan massa atau jaringan abnormal yang terdapat
pada otak yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem persarafan.
Tumor intrakranial adalah massa abnormal dari jaringan di dalam kranium,
dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak dapat dikendalikan oleh
mekanisme yang mengontrol sel-sel normal. SOL intrakranial dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaituantara lain adalah paparan zat
karsinogenik, radiasi, dan karena fator genetik. Tanda gejala yang mungkin
dapat terjadi bila terdapat tumor di otak akan timbul nyeri kepala berat,
mual, muntah, papil edema bahkan sampai ke penurunan kesaadaran hingga
kematian. Tanda gejala yang sangat terlihat adalah peningkatan TIK yang
dapat menjadi salah satu penyebab gangguan pada pasien misalnya
timbulnya glaukoma karena peningkatan TIO, gangguan mobilitas fisik,
melemahnya pernapasan hingga gangguan pencernaan. Sehingga masalah
keperawatan yang diangkat harus sesuai dengan asuhan keperawatan secara
teori dengan menggunakan pengkajian survey primer A-H dan survey
sekunder AMPLE.
B. Saran
Saran Bagi pelayanan keperawatan, pendidikan keperawatan dan penelitian
keperawatan diharapakan semoga dapat bermanfaat mengenai tentang
gangguan sistem persarafan serta selalu menjaga pola hidup sehat, yang
menjadi dasar untuk tetap sehat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agung, R. N. (2021). Nyeri Kepala Sekunder Ec Space Occupying Lesion


Intrakranial ( Astrositoma Difus Who Grade Ii ). Jurnal Human Care, 6(3),
592–597.
Butt ME, Khan SA, Chaudrhy NA, Qureshi GR. Intra-Cranial space occupying
lesions : A morphological analysis. Biomedica. 2005
Fynn E, Khan N, Ojo A. Meningioma- a revieaw of 52 cases. SA J of Radiology.
2004:3-5.
NASIONAL, K. P. K. (2019). Panduan Penatalaksanaan Tumor Otak.
KEMENKES RI. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOtak.pdf
Nundy, A. (2016). Space Occupying Lesions. Neuroscience EEG Atlas, 110–110.
https://doi.org/10.5005/jp/books/12724_11
Putri, A. (2020). Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak. Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung, 1.

22

Anda mungkin juga menyukai