Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN ONKOLOGI

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERSYARAFAN DENGAN


PASIEN MENINGIOMA INTRAKRANIAL”

Dosen :
Bu Lailatun Ni’mah, S.Kep.,Ns., M.Kep.

Kelompok 5 / AJ1 / B21


Agus Da Silva 131811123059
Mohammad Dheni A 131711123007
Umi Fatun Amalia 131811123049

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah Small
Group Discussion (SGD) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Persyarafan Dengan Pasien Meningioma Intrakranial” sebagai tugas mata ajar
Keperawatn Onkologi dengan baik.

Kami menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:


1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons) selaku Dekan yang senantiasa
memacu, dan memotivasi mahasiswa untuk selalu bersemangat dalam
belajar.
2. Lailatun Ni’mah, S.Kep.,Ns., M.Kep., selaku fasilitator yang memberikan
bimbingan serta arahan dalam penyelesaian makalah ini dan
3. Teman-teman yang telah bekerjasama dalam penyelesaian tugas ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran yang
dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih
baik lagi. Penyusun juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
secara pribadi dan bagi yang membutuhkannya.

Surabaya, 10 September 2019

(Penyusun)

ii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Meningioma Intrakranial.....................................................3
2.2 Klasifikasi..........................................................................................4
2.3 Etiologi..............................................................................................4
2.4 Manisfestasi Klinis............................................................................5
2.5 Patofisiologi.......................................................................................5
2.6 Komplikasi.........................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................7
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................9
2.9 Konsep Askep..................................................................................12
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
3.1 Pengkajian .......................................................................................16
3.2 Analisis Data....................................................................................18
3.3 Masalah Keperawatan......................................................................19
3.4 Intervansi Keperawatan...................................................................20
3.5 Implementasi dan Evaluasi..............................................................21
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................24
4.2 Saran................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor intracranial termasuk juga lesi desak ruang (lesi organ yang karena proses
pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada disekitarnya,sehingga organ tersebut
dapat mengalami gangguan) jinak maupun ganas,yang tumbuh diotak meningen dan
tengkorak (Ariyani, 2012). Berdasarkan data di RSUD dr. Moewardi Surakarta, dari tahun
2013 sampai bulan Maret 2014 terdapat 31 kasus pasien dengan tumor otak dari rata-rata
hampir semua jenis tumor ganas. Insiden terjadinya tumor otak dengan kraniofaringioma
pada anak-anak 13,3 per 100 ribu populasi terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2001-
2005. Sayangnya, insiden tumor otak di Indonesia belum banyak ditemukan dalam literatur
(Harsono, 2011). Masalah yang muncul pada pasien dengan tumor adalah gangguan
penglihatan,gangguan fokal,ansietas,dan nyeri akibat dari peningkatan tekanan intrakranial.
Melihat banyaknya angka kejadian maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah
tentang asuhan keperawatan tumor otak.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Meningoma Intrakranial ?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada kasus Meningoma Intrakranial.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui definisi Meningoma Intrakranial
2. Mengetahui etiologi Meningoma Intrakranial
3. Mengetahui manifestasi Meningoma Intrakranial
4. Mengetahui patofisiologi Meningoma Intrakranial
5. Mengetahui penatalaksanaan Meningoma Intrakranial
6. Mengetahui komplikasi Meningoma Intrakranial

1
7. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan teori
8. Mengetahui asuhan keperawatan kasus Meningoma Intrakranial

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Meningoma Intrakranial

Secara etimologis, istilah "meningioma" adalah pertama kali diperkenalkan oleh


pelopor Amerika Ahli bedah saraf, Harvey Cushing pada 1922. Meningioma sebagian besar
merupakan tumor jinak, umum pada orang dewasa. Mereka pertumbuhannya relatif lambat.
Meningioma terdiri dari 13 hingga 20% dari semua tumor intrakranial. Di Afrika, angka ini
diperkirakan lebih mendekati 30% . Kejadiannya adalah 6/100.000 penduduk per tahun, biasanya
banyak terjadi pada wanita, dan meningkat. dengan bertambahnya usia (Uduma and Emejulu,
2013).
Meningioma secara umum adalah tumor padat yang berasal dari mesodermal yang
muncul sebagai lesi intrakranial atau intraspinal. Pada kedua subtipe, ada dominasi wanita yang
lebih ditekankan pada meningioma intraspinal. Rasio perempuan dan laki-laki di Indonesia yang
mebgalami meningioma intrakranial adalah 2: 1, tetapi rasio ini meningkat menjadi 4: 1 di
meningioma intraspinal. Meningioma jarang terjadi selama masa kanak-kanak dan remaja tetapi
lebih sering terjadi pada orang-orang yang berusia pertengahan dan lanjut usia (Uduma and
Emejulu, 2013).
Meningioma adalah tumor yang tumbuh lambat, yang umumnya dianggap jinak.
Meningioma menyumbang 15-20% dari semua tumor intrakranial, dan dua kali lebih mungkin
terjadi pada wanita (Wang, Su and Zhang, 2015). Lesi Meningioma umumnya memiliki batas
yang jelas, tapi dapat saja memberikan gambaran lesi yang difus, sebagai contoh adalah
meningioma yang tumbuh di sphenoid ridge dan disebut meningioma en plaque. Meningioma
dapat tumbuh intrakranial maupun pada kanalis spinalis (Komite Penanggulangan Kanker
Nasional, 2010). Tumor intracranial termasuk juga lesi desak ruang (lesi organ yang karena
proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada disekitarnya,sehingga organ tersebut
dapat mengalami gangguan) jinak maupun ganas,yang tumbuh diotak meningen dan tengkorak
(Ariyani,2012).

3
2.2 Klasifikasi

Sistem tersering yang digunakan menurut klasifikasi WHO :

1. Grade I (umumnya jinak ) : meningotelia, psamomatosa, sekretorik, fibroblastik,


angiomatosa, limfoplasmosit, transisional, mikrokistik, dan metaplastik.
2. Grade II (memiliki angka rekurensi yang tinggi, terutama bila tindakan reseksi tidak
berhasil mengangkat tumor secara total) : clear-cell, chordoid, atipikal. Tipe chordoid
biasanya disertai dengan penyakit Castleman ( kelainan proliferasi limfoid).
3. Grade III (anaplastik) : papiler (jarang dan tersering pada anak-anak), rhabdoid dan
anaplastik. Grade III ini merupakan meningioma malignan dengan:
a. Angka invasi lokal yang tinggi
b. Rekurensi tinggi.
c. Metastasis (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2010).

2.3 Etiologi

Sebab pasti tidak diketahui. Insiden meningkat dengan kelainan genetik (kehilangan
kromosom 22 dan dengan neurofibromatosis tipe 2). Faktor Resiko lain termasuk radiasi kranial,
trauma kepala, kanker payudara (walaupun tidak menentukan ). Lokasi (disusun berdasarkan dari
lokasi tersering dijumpai) :

1. Tulang tengkorak Basis kranial : sphenoid wing, dan petrosus ridge. Tempat lekukan dura
: falx cerebri dan tentorium cerebelli. Selubung saraf N.optikus. Pleksus khoroid. Spinal.
Diluar aksis kraniospinal seperti telinga, tulang temporal, dan tungkai.
2. Marker proliferasi Marker proliferasi memberikan informasi mengenai kemungkinan
rekurensi dari tumor. Sebagai contoh adalah MIB-1 dan Ki 67, yang ditemukan pada
tumor dengan derajat lebih tinggi dan cenderung akan mengalami rekurensi. Walaupun
begitu masih diperlukan penelitian lanjutan mengenai marker proliferasi tersebut. Angka
reseptor progesteron yang tinggi telah dilaporkan berhubungan dengan angka frekuensi
rekurensi yang lebih rendah dan prognosis yang lebih baik. 70% dari meningioma
mengekspresikan reseptor somatostatin yang dapat digunakan dengan imaging radiologi,
terutama bila mencari rekurensi lokal.

4
2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Wong (2009) dan Ariani (2012) adalah:

1. Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% penderita.
Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di kepala seolah-olah mau
meledak.3 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan episodik, kemudian bertambah berat,
tumpul atau tajam dan juga intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari
obat kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh batuk,
mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.7 Lokasi nyeri yang unilateral dapat
sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di fossa kranii posterior biasanya
menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler ipsilateral. Tumor di supratentorial
menyebabkan nyeri kepala pada sisi tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.
2. Mual dan muntah yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial.
3. Perubahan neuromuscular meliputi: gerakan yang janggal atau tidak terkoordinasi,
hilangnya keseimbangan.
4. Gangguan vokal (bicara terganggu, berdesis, afasia).
5. Perubahan perilaku meliputi: penurunan selera makan, gagal tumbuh, keletihan (sering
tidur siang), koma, perilaku ganjil (pandangan kosong, gerakan otomatis).

2.5 Patofisiologi

Tumor intrakranial menyebabakan gangguan neurologis progresif. Gangguan neurologis


pada tumor intrakranial biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor, yaitu gangguan fokal
disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.

1. Gangguan fokal.
Terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau infasi langsung
pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling
besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya: gliomablastoma
multiforme) Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang

5
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer. Serangan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan
perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga
menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal,
seperti bicara terganggu,berdesis, dan afasia.
2. Peningkatan tekanan intracranial.
Dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa dalam tengkorak,
terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.

Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengambil


tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan edema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya
dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyerapan cairan
tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jika perkembanganya cepat.


Mekanisme kompensasi bekerja menurunkan volume darah intracranial,volume cairan
serebrospinal,kandungan cairan intra sel dan mengurangi selsel parenkim. Peningkatan tekanan
intracranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Herniasi ulkus
timbul bila girus medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh
massa dalam hemisfer otak. Herniasin menekan menensefalon, menyebabkan hilangnya
kesadaran dan saraf kranial III. Pada herniasi serebellum,tonsil serebellum tergeser kebawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti
pernafassan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan
intracranial yang cepat adalah brakikardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi),
dan gangguan pernafasan (Ariani, 2012).

6
WOC (sunddart & Brunert)

Idiopatik

Tumor Otak
Penekanan jaringan otak
Bertambahnya masa
Invasi jaringan otak Nekrosis jar.otak
Penyerapan cairan otak
Kerusakan jar. Neuron
Gangguan Hipoksia
(Nyeri) Obstruksi vena di otak
supai darah jaringan

kejang Gangguann
eurologisfo Gangguan Gangguan Odema
akal suplai darah Perfusi
jaringan
Peningkatan Hidrosevalus
Defisit Gangguan TIK
neurologis fungsi otak
Aspirasi
sekresi
Obstruksi Disorientasi
jalan
nafas
Dyspnea Resti.Cidera Perubahan
Henti Proses piikir
nafas
Bicara Hernialis
Bradikardi progesif, tergang ulkus
hipertensi sistemik gu
gang. pernafasan Gang. Komunikasi Manisefal
verbal on
Tekanan
Gg.
Gangguan Ancaman Kesadaran
pertukaran gas kematian Mual, muntah,
papileodema,
pandangan kabur,
Cemas penurnan fungsi
pendengaran, nyeri
kepala
Gang. Rasa
nyaman nyeri

7
2.6 Komplikasi

Komplikasi tumor otak menurut Ariani (2012) :

1. Edema serebral
2. Hidrosefalus
3. Herniasi otak
4. Epilepsi
5. Metastase ketempat lain.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang menurut Batticaca (2008) :

1. CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).


CT scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang
diduga menderita tumor intrakranial. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor yang
berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranii. Gambaran CT Scan pada
tumor intrakranial umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang
mendorong struktur otak disekitarnya. Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel.
Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya
lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan
jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat
lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Efek terhadap tulang berdekatan misalnya hiperostosis akibat meningioma. Lesi yang
multiple kemungkinan adanya metastasis.
MRI lebih unggul dibanding CT scan dengan kontras karena MRI lebih baik
dalam memperlihatkan jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif dalam mendeteksi tumor
kecil, memberikan visualisasi yang lebih detil, terutama untuk daerah dasar otak, batang
otak, dan daerah fossa posterior.

8
CT Scan meningioma
2. Biopsi stereotatik
Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak dalam. Pada operasi biopsi
stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target dengan komputer dan secara tiga dimensi
(3D scanning).
3. Angiografi serebral
Angiografi bisa menampilkan blush tumor atau pergeseran pembuluh yang diperlukan
untuk melengkapi hasil CT scan. Pada beberapa kasus diperlukan untuk informasi
prabedah seperti mengetahui pembuluh darah yang terkena atau konstriksi pembuluh
darah utama oleh tumor.
4. EEG (elektroensefalogram)
Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
5. Cairan serebrospinal

Pemeriksaan sitologi pada cairan serebrospinal sangat membantu menegakkan diagnosis


bila berhasil mendapatkan sel tumor secara definitif. Hal ini terutama bila lokasi tumor pada
jaringan otak tidak mudah dicapai, misalnya pada tumor di daerah pineal. Pemeriksaan cairan
serebrospinal juga dapat dilakukan untuk melihat adanya tumor marker. Meskipun tidak
spesifik, beberapa tumor marker dapat mengarahkan pada adanya tumor metastasis. Punksi
lumbal dilakukan harus benar-benar diyakini terlebih dahulu bahwa tidak ada peningkatan
tekanan intrakranial. Bila didapatkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
maka punksi lumbal tidak boleh dilakukan karena akan memberikan resiko besar terjadinya
herniasi otak.

Pemeriksaan cairan serebrospinal tidak rutin dilakukan, terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan

9
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses
infeksi seperti abses serebri.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis menurut widagdo (2012) dan Harsono
(2011) :
1. Pembedahan

Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang
tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi kecacatan, dan meningkatkan
efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada umumnya direkomendasikan untuk hampir
seluruh jenis kanker otak yang operabel. Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat
diterapi dengan tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan
(keadaan umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik operasi meliputi membuka
sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor. Tumor diangkat sebanyak
mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli patologi anatomi untuk diperiksa
jenis tumor (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2017).

2. Radiotherapy

Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi total sebesar


5000-6000 rad tiap fraksi dalam beberapa arah. Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini
didasarkan pada alasan bahwa sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan
subletal dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan lebih efisien
jika dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.
Efek radioterapi tergantung dosis total dan durasi pengobatan. Harus terdapat
keseimbangan terhadap risiko pada struktur normal sekitar. Umumnya, makin cepat sel
membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama bernilai pada pengelolaan
tumor ganas, seperti astrositoma maligna, metastasis, medulloblastoma, dan germinoma.
Namun juga berperan penting pada beberapa tumor jinak, seperti adenoma pituitary dan
kraniofaringioma. Karena beberapa tumor menyebar melalui jalur cairan serebrospinal
seperti medulloblastoma, iradiasi seluruh aksis neural dapat menekan risiko terjadinya
rekurensi dalam selang waktu singkat.

10
3. Chemotherapy

Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan, kemoterapi


tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode yang beragam. Pada tumor-
tumor tertentu seperti meduloblastoma dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke
batang otak, terapi tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat
membantu sebagai terapi paliatif.
Obat kemoterapeutik ideal adalah membunuh sel tumor secara selektif, namun
respon sel tumor berkaitan langsung dengan dosis. Tidak dapat dihindarkan bahwa
dosis tinggi menyebabkan toksisitas pada sum-sum tulang. Dalam praktek, dosis yang
tidak adekuat dapat menimbulkan depresi sum-sum tulang seperti leukopenia.

11
2.9 Konsep Askep
2.9.1 Pengkajian
Pengkajian Fokus pengkajian tumor otak menurut Dongoes (2008):
a. saraf: kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/kehilangan memori,
afek tidak sesuai, berdesis.
b. Penglihatan : penurunan lapang pandang, penglihatan kabur.
c. Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi.
d. Jantung : bradikardi, hipertensi.
e. Sistem pernafasan : irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas,
disfungsi neuromuskuler.
f. Sistem hormonal : amenorea, rambut rontok, diabetes mellitus
g. Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi.

2.9.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan dengan tumor otak menurut NANDA (2015) adalah :
1. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intracranial
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah, penurunan
intake makanan
3. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan di otak
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan suplai darah jaringan otak
5. Resiko jatuh b.d gangguan penglihatan (kompresi saraf optikus)
6. Ketidakefektifan pola napas b.d suplai O2 ke otot pernapasan
7. Ketidakefektifan termoregulasi b.d peningkatan suhu tubuh
8. Hambatan komunikasi verbal b.d kesulitan bicara
2.9.3 Intervensi
Dx 1: Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang
Kriteria Hasil:
o   Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2
o   Klien tidak merasa kesakitan.

12
o   Klien tidak gelisah
Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan
suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda vital.
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
3) Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
timbul.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.
4) Berikan kompres dingin pada kepala.
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
5) Mengajarkan  tehnik relaksasi dan metode distraksi
R/ Mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.
6) Kolaborasi pemberian analgesic.
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang

Dx 2: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri, hipoksia seebral.
Tujuan: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil
Kriteria hasil:
o   Tekanan perfusi serebral  >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri
rata-rata 80-100mmHg
o   Menunjukkan tingkat kesadaran normal
o   Orientasi pasien baik
o   RR 16-20x/menit

13
o   Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
Intervensi:
1) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
2) Pantau tanda vital tiap 4 jam.
R/ Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil.
Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal
dan menyeluruh.
3) Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.
R/ Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan
menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
4) Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan
membran mukosa.
R/ Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan
perfusi jaringan.
5) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses
yang dipaksakan/mengejan.
R/ Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang
dapat meningkatkan TIK.
6) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah
laku yang tidak sesuai lainnya.
R/ Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau
menandakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya
secara verbal.
7)      Kolaborasi:
o   Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Memenuhi kebutuhan oksigen
o   Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif.
R/ Mengurangi peningkatan TIK

14
Dx 3: Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan pergerakan dan kelemahan
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali
aktifitas.
Intervensi:
1) Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R/ Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan.
R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3) Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4) Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai
kemampuan
R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala,
keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit

2.9.4 Implementasi
Sesuai intervensi

2.9.5 Evaluasi
Sesuai tujuan

15
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Biodata
Nama : Ny.N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 42 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Pernikahan : Sudah menikah
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Lamongan Utara
Tgl. Masuk RS : 13 Mei 2017
Jam masuk : 07.00
No. RM : 34-9X-XX
Ruang : Teratai
Tanggal pengkajian : 13 Mei 2017
Jam pengkajian : 12.15
Diagnosa Masuk : meningioma intrakranial (pre op)
2. Keluhan Utama
Sakit kepala yang hebat
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan sering mengalami sakit kepala sejak tiga bulan belakangan,
akan tetapi baru satu bulan ini klien periksa ke dokter karena merasa semakin hari
semakin sakit kepalanya dan klien merasa tidak sembuh dengan obat-obatan biasa.
Klien juga mengatakan bahwa klien merasa pandangan sering kabur dalam waktu
dua-tiga minggu ini. Dua hari ini sakit kepala terasa hebat tak tertahankan pada pagi
dan malam hari, sakit seperti di tekan kencang, dan disertai mual dan muntah, sempat
kejang ketika dibawa kerumah sakit.

16
4. Riwayat kesehatan masa lalu
- Pasien mengatakan sebelumya tidak pernah dirawat di RS
- Pasien tidak memiliki penyakit keganasan, hipertensi, DM,dll
- Pasien tidak memiliki alergi makanan atau obat
- Pasien tidak pernah operasi
5. Riwayat kesehatan keluarga
Ada riwayat penyakit keluarga dengan kanker payudara, yakni ibu klien
6. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol, tidak merokok,tidak mengkonsumsi
narkoba, dan jarang olahraga. Klien mengatakan sudah 10 tahun menggunakan
kontrasepsi hormonal jenis pil.
7. Observasi dan pemeriksaan
a. Tanda-tanda vital
S: 372oC N: 110x/menit T: 140/90 mmHg RR: 23 x/menit
Kesadaran : composmentis
b. Sistem pernafasan
RR: 23x/menit
Pasien mengatakan tidak batuk, napas cepat, terpasang oksigen canul 2 l, suara
napas vesikuler.
c. Sistem kardiovaskuler
TD:140/90 mmHG, N:110x/menit, irama jantung reguler, suara jantung S1/S2
tunggal, akral hangat, sirkulasi perifer normal
d. Sistem persyarafan
GCS : E4V5M6
Refleks fisiologis ;triceps +, biceps +, pattela hiperrefleks
Refleks patologis ; babinsky +
Pasien mengatakan pusing
Pemeriksaan saraf kranial : N2 (optikus) mengalami gangguan pandangan sering
kabur.
Pupil : isokor, Sclera : anikterus, konjungtiva : merah muda

17
Istirahat tidur : siang sering tidur dan malam hari 4-5 jam
e. Sistem perkemihan
Genetalia bersih tidak ada luka atau iritasi, produksi urine ± 1500 cc/24 jam
f. Sistem pencernaan
Tidak ada keluhan nyeri telan, nafsu makan berkurang, BAB 1x/hari terakhir tadi
pagi konsistensi lembek.
g. Sistem muskuloskeletal dan integumen
Tidak terdapat kelainan, akral hangat, tugor kulit lembab
h. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
8. Pengkajian Pola Kesehatan (Gordon)
a. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
Pasien mengatakan sakit yang diderita merupakan cobaan dari Tuhan, klien
belum mengetahui mengenai penyakitnya, merasa terdengar asing bagi klien.
Dalam keluarag klien dikatakan bahwa ibunya memiliki riwayat kanker
payudara
b. Nutrisi-Metabolik
Klien mengalami mual, muntah dan berat badan menurun, sebelum sakit BB
klien adalah 60 kg, setelah sakit 57 kg karena klien mengalami penurunan
nafsu makan
c. Eliminasi
Klien tidak mengalami gangguan eliminasi, BAB normal, BAK normal
d. Aktivitas-latihan
Aktivitas dan latihan klien mengalami penurunan karena nyeri kepala yang
dirasakan, nadi takikardia 110 x/m, cemas, frekuensi pernapasan meningkat.
Selain itu, karena pandangan klien sering kabur, klien juga dilarang
beraktivitas yang berlebihan oleh keluarganya.
e. Istirahat tidur
Klien sering kali tidur disiang hari, malam hari klien tidur 4-5 jam. Sulit
berkonsentrasi karena merasakan sakitnya, cenderung istirahat
f. Kognitif perseptual

18
Ada kekhawatiran karena pusing, pandangan kabur
g. Persepsi diri
Gambaran diri : Pasien bersyukur dan dapat menerima kondisi fisiknya,
namun ada ketakutan.
Ideal diri : Pasien merasa sedikit takut dengan kondisinya.
Peran diri : Pasien masih dapat mengerjakan peran ibu rumah tangga.
Identitas : Pasien adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara dan memiliki 2 orang
anak.
h. Hubungan-peran
Support keluarga sangat besar, sehingga klien bisa menerima, akan tetapi
takut jika nantinya klien tidak bisa berperan seperti saat sehat dikeluarganya
i. Seksual-reproduksi
Penurunan libido dan tidak mengalami masalah reproduksi lain
j. Koping-peran
Pasien tampak cemas dan mengutarakan ketakutan dan keadaaan emosinya
stabil. Pasien menjawab pertanyaan dengan baik
k. Kepercayaan
Klien beribadah dirumah, selalu beribadah dan rajin berpuasa sunnah tapi
selama merasakan keluhan tersebut klien tidak pernah berpuasa, selalu
melibatkan aktivitasnya dengan doa, baik sebelum sakit maupun ketika sakit
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan CT Scan
c. Pemeriksaan MRI
10. Terapi
- Medikamentosa
- pemberian kortikosterodi Dexamethasone 3x 10mg/mL IV
- pemberian profilasis anti kejang/ IV
- pemberian anti ulcer berupa H2 blocker maupun PPI dan simtomatik anti nyeri
kepala.

19
3.2 Analisis Data

No Data Fokus Penyebab Masalah


1. DO: Agen pencedera Nyeri akut (D.0077)
 P:Nyeri fisiologis Kategori : Psikologis
 Q: Nseperti di tekan kencang Subkategori : Nyeri dan

 R: nyeri di kepala kenyamanan

 S: Skala nyeri 5 (SDKI,2016)

 T: Nyeri hilang tibul, lebih


sering di pagi dan malam hari
 Tekanan darah meningkat
140/90 mmHg
 Frekuensi nadi meningkat
110 x/m
 Frekuensi napas meningkat
23 x/mt
 Nafsu makan berubah
 Gelisah
DS:
Klien mengeluh sakit kepala
2. Faktor risiko : Risiko Jatuh (0015)
Gangguan visual (ternjadi Domain 11 :
penurunan pandangan/ Keamanan/perlindungan
pandangan kabur), Kelas : 2 (cedera fisik)
Nyeri kepala (pusing), (Nanda 2015-2017)
Mudah lelah/mengantuk,

3.3 Diagnosa Keperawatan


20
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan tanda :
frekuensi nadi, napas meningkat, tekanan darah meningkat, gelisah, nafsu makan
berubah.
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Kode : D.0077 (Nyeri akut)
(SDKI, 2016)
2. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan visual, nyeri kepala.
Domain 11 : Keamanan/per;indungan
Kelas : 2 (cedera fisik)
Kode : 0015 (risiko jatuh)
(Nanda 2015-2017)

3.4 Intervensi Keperawatan

Masalah
No. Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. pemberian analgesik (2210)
Aktivitas :
berhubungan keperawatan 3x24 jam,
a. Cek perintah pengobatan
dengan agen diharapkan masalah nyeri meliputi obat, dosis, dan
frekuensi
pencedera akut dapat teratasi dengan
b. Tentukan pilihan obat
fisiologis outcome sebagai berikut: analgesik berdasarkan
tipe dan keparahan nyeri
(D.0077) 1. Tingkat nyeri (2102) :
c. Tentukan rute pemberian
(210201) Dari nyeri
dan dosis untuk mencapai
yang dilaporkan
hasul pengurangan nyeri
cukup berat menjadi
yang maksimal
sedang (rentang nilai
d. Monitor TTV sebelum
1-10)
dan setelah diberikan
(210210) Frekuensi
analgesik
nafas : dari deviasi
e. Berikan kebutuhan
yang cukup berat dari
kenyamanan untuk
kisaran normal
memfasilitasi penurunan
menjadi ringan atau
nyeri
tidak ada deviasi
f. Evaluasi dan
(rentang nilai 16-20
dokumentasikan respon
x/m)
pemberian analgesik
(210212) tekanan

21
darah : dari deviasi
cukup menjadi ringan
(rentang nilai systole :
100-120 dan diastole
<90 mmHg)

2. Risiko Jatuh Setelah dilakukan asuhan Pencegahan jatuh (6490):


a. Identifikasi faktor yang
(0015) keperawatan 3x24 jam,
mempengaruhi risiko
diharapkan masalah risiko jatuh
b. Instrusikan klien untuk
jatuh teratasi dengan outcome
menggunakan alat bantu
sebagai berikut: pengelihatan
c. Sediakan pencahayaan
1. Kontrol risiko (1902)
yang cukup dalam rangka
(190216) klien meningkatkan pandangan
d. Orientasikan pasien pada
mengenali perubahan
lingkungan fisik
status kesehatan, dari e. Ajarkan pasien untuk
meminimalkan cedera
semula tidak
menunjukkan menjadi
secara konsisten
menunjukkan
(190204) dari yang
tidak pernah
menunjukkan strategi
yang efektif
mengontrol risiko
ditingkatkan menjadi
secara konsisten
menunjukkan

3.5 Implementasi Dan Evaluasi

22
No. Pukul Implementasi Evaluasi Ttd
1. 08.00 a. mengecek perintah S : klien mengatakan nyeri Perawat
pengobatan meliputi
sedikit berkurang seseaat setelah
obat, dosis, dan frekuensi
(memberikan obat aspirin minum obat
500 mg per oral setiap 6-8
O : klien masih nampak
jam)
b. mentukan pilihan obat merasakan nyeri setelah
analgesik berdasarkan
dievaluasi empat jam setelah
tipe dan keparahan nyeri
(nyeri kepala, skala minum obat, TTV ( TD: 130/80
nyeri : 7, nyeri terasa
mmHg, N: 90x/mt, RR : 20
berat dikepala, sering
sekali timbul, dan x/mt, S: 36,5C)
diberikan obat aspirin)
A : masalah belum teratasi
c. menentukan rute
pemberian dan dosis P : Intervensi 1 dilanjutkan
untuk mencapai hasul
pengurangan nyeri yang
maksimal (obat diberikan
melalui intravena)
d. Monitor TTV sebelum
dan setelah diberikan
analgesik (tanda-tanda
vital sebelum diberikan
analgesik yaitu TD:
140/90 mmHg, N: 110
x/mnt, S: 37 C, RR: 23
x/mt)
e. Memberikan kebutuhan
kenyamanan untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri (mengatur posisi
klien, lingkungan yang
tenang, serta mengajarkan
teknik mengontrol nyeri)
f. Evaluasi dan
dokumentasikan respon
pemberian analgesik

23
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tumor intrakranial merupakan penyakit yang sulit didiagnosis secara dini. Penyebabnya
hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Secara klinis sukar membedakan antara
tumor intrakranial benigna atau maligna, karena gejala yang timbul ditentukan oleh lokasi tumor,
kecepatan tumbuhnya, kecepatan terjadi tekanan tinggi intrakranial, dan efek masa tumor ke
jaringan otak. Dicurigai menderita tumor intrakranial apabila didapat adanya gangguan serebral
umum yang bersifat progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial, dan adanya gejala
sindrom otak yang spesifik.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini CT scan dan MRI berperan dalam diagnosis tumor
intrakranial, sedangkan diagnosis pasti tumor intrakranial benigna atau maligna dengan
pemeriksaan patologi anatomi. Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi tumor intrakranial,
yaitu terapi suportif dengan pemberian antikonvulsan dan kortikosteroid serta terapi definitif
dengan operasi, radioterapi, kemoterapi, atau imunoterapi. Pemilihan jenis terapi pada tumor
intrakranial tergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi umum penderita, tersedianya
alat yang lengkap, pengertian penderita dan keluarganya, serta luasnya metastasis.

4.2 Saran

Secara menyeluruh dari asuhan keperawatan yang penulis lakukan ini tentunya tidak luput
dari berbagai kesalahan dan kekurangan, baik dari segi prosesnya maupun dari segi
penulisannya. Oleh karena iitu penulis mengharapkan saran yang membangun dari pihak-
pihak yang berhubungan untuk kebaikan penulis dan pembaca yang budiman.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, TA. (2012). Sistem neurobehavior. Jakarta : Salemba Medika.


Bactticaca, FB.(2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Doengoes, Marilyn, E. (2008). Nursing Diagnosis Manual Lanning, Individualizing,and
Documenting Client care. 2nd ed. America : F. A. Davis Company.

Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Hartono. 2011. Buku Ajar Neurologis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional (2010) ‘Tumor Otak’, pp. 2557–2570.

Uduma, U. F. and Emejulu, J. C. (2013) ‘Intracranial meningiomas in the present era of modern
neuroimaging : diagnostic and management options , with radiological illustrations’,
Orient journal of Medicine, 25(3–4), pp. 67–74.

Wang, K. Da, Su, Y. B. and Zhang, Y. (2015) ‘Recurrent intracranial meningioma with multiple
pulmonary metastases: A case report’, Oncology Letters, 10(5), pp. 2765–2768. doi:
10.3892/ol.2015.3670.

Widagdo, (2012) .Tata lakasana masalah penyakit anak dengan kejang.Jakarta : CV Sagung
Seto.

25

Anda mungkin juga menyukai