Anda di halaman 1dari 37

Tinjauan Pustaka

RETINOBLASTOMA

Oleh:

Dhea Merdekaputri Swengly, S.Ked

NIM. 1930912320035

Pembimbing :

dr. H. Agus Fitrian Noor Razak, Sp.M

DEPARTEMEN/KSM ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Agustus, 2021
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 3

BAB III PENUTUP ............................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 31

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Mata Normal dan Mata yang Mengalami Retinoblastoma. .......... 3

2.2 Klasifikasi Berdasarkan Reese-Ellsworth ..................................... 8

2.3 Klasifikasi berdasarkan International Intraocular Retinoblastoma 8

2.4 Klasifikasi berdasarkan International Retinoblastoma Staging


System ............................................................................................ 9

2.5 Variasi dalam Gambaran Retinoblastoma. (A) Intraretinal. (B)


Endofitik. (C) Eksofitik................................................................. 9

2.6 Tumor Retinoblastoma, menurut Klasifikasi Retinoblastoma


Intraokular Internasional, dan Responsnya Terhadap
Pengobatan .................................................................................... 10

2.7 Klasifikasi berdasarkan St. Jude Children’s reseach hospital


(SJCRH) ........................................................................................ 11

2.8 Tampilan berdasarkan St. Jude Children’s reseach hospital


(SJCRH). ....................................................................................... 12

2.9 Manifestasi klinis yang Tersering ................................................. 15

2.10 Leukokoria Unilateral pada Retinoblastoma Sporadik ................. 15

2.11 Leukokoria Bilateral pada Retinoblastoma Herediter ................... 16

2.12 Pseudohipopion Akibat Perluasan Sel-Sel Tumor ke Bilik


Mata Depan ................................................................................... 16

2.13 Strabismus ..................................................................................... 16

2.14 Citra Fundus (a) Normal (b) Retinoblastoma................................ 18

2.15 CT menunjukkan massa intra-okuler pada kedua mata disertai


kalsifikasi dan setelah pemberian kontras menunjukkan
penyangatan ringan hingga sedang pada lesi. ............................... 19

iii
2.16 MRI pada Retinoblastoma............................................................. 20

2.17 USG pada Retinoblastoma ............................................................ 20

2.18 Histopastologi Retinoblastoma Tampak Home Wright Rosette


dan Undifferentiated Type............................................................. 21

2.19 Retinoblastoma yang Telah di Enukleasi dan Terpasang


Protesa Mata .................................................................................. 26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu panca indera penting yang perlu dilakukan

pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin mata sebaiknya

sebaiknya dimulai sejak usia dini. Penyebab penyakit mata antara lain karena

infeksi, bawaan lahir, keturunan, malnutrisi, tumor, trauma, dan regenerasi. Retina

merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, serta tembus pandang

sedangkan yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid.1

Salah satu contoh tumor okuli primer yang sering menyerang anak-anak dan

mematikan apabila tidak diobati adalah retinoblastoma.2 Retinoblastoma adalah

keganasan intraokuler primer yang terjadi pada 1:14.000-20.000 kelahiran hidup.

Manifestasi klinis yang paling sering adalah leukokoria (60%), diikuti strabismus

(20%).3 Penyakit ini umumnya diidentifikasi pada anak-anak berusia di bawah 6

tahun.4

Tingkat kelangsungan hidup pasien retinoblastoma bergantung kepada

diagnosis dini dan tatalaksana adekuat. Pasien retinoblastoma pada negara

berkembang memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan negara maju karena

terlambat terdiagnosis.5 Di negara-negara berpenghasilan tinggi, retinoblastoma

dianggap sebagai kanker yang dapat disembuhkan dengan tingkat kelangsungan

hidup bebas penyakit hampir 100%. Namun, prognosis di negara berpenghasilan

rendah dan menengah seringkali buruk.6

1
2

Tujuan pengobatan adalah untuk mempertalankan kehidupan,

mempertahankan bola mata dan bila perlu menjaga supaya tajam penglihatan dan

kosmetiknya tetap baik. Pengobatan dapat berupa fotokoagulasi, krioterapi,

radioterapi, dan kemoterapi, serta tindakan bedah.7 Karena kemungkinan tingginya

kasus dari retinoblastoma dan keterlambatan diagnosis, maka pada referat kali ini

akan dibahas lebih detail mengenai retinoblastoma dari definisi sampai

penatalaksanaan dan prognosisnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel

kerucut, sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Retinoblastoma merupakan

tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia

dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. 8

Retinoblastoma terbentuk di retina mata. Retina adalah lapisan tipis jaringan

saraf di bagian belakang mata. Sel-sel retina mendeteksi cahaya dan warna.9

Retinoblastoma dapat mengenai kedua mata, yang merupakan kelainan yang

diturunkan secara autosomal dominan, dapat pula mengenai satu mata yang bersifat

mutasi somatik.10

Gambar 2.1 Mata Normal dan Mata yang Mengalami Retinoblastoma.9

3
4

B. Epidemiologi
Retinoblastoma adalah keganasan intraokular primer yang paling umum pada

masa kanak-kanak. Insiden retinoblastoma stabil di seluruh dunia pada satu kasus

per 16.000-18.000 kelahiran hidup. Diperkirakan 7800–8800 kasus retinoblastoma

baru didiagnosis secara global pada tahun 2017. Lebih dari 80% di antaranya berada

di negara berpenghasilan rendah dan menengah di Asia dan Afrika. Sejauh ini, tidak

ada bukti yang divalidasi bahwa kejadian retinoblastoma dikaitkan dengan jenis

kelamin, etnis atau faktor geografis.11

Diperkirakan 95% kasus terjadi anak berusia di bawah 5 tahun. Anak dengan

bilateral retinoblastoma mewakili 20-30% kasus. Pasien dengan retinoblastoma

bilateral biasanya muncul pada usia yang lebih muda (14-16 bulan) dibandingkan

dengan retinoblastoma unilateral (29-30 bulan) dan retinoblastoma herediter

muncul lebih awal dibandingkan dengan retinoblastoma sporadik. Diperkirakan 20-

30% anak dengan bilateral retinoblastoma mempunyai riwayat keluarga. 12

C. Etiologi
Untuk terbentuknya retinoblastoma, kedua kopi gen pada lokus 13q4 dan

kode protein pRB, harus mengalami mutasi berupa delesi, inaktivasi, atau hilang.

Dua mutasi ini disebut dengan teori dua “hit” yang pertama kali dikemukakan oleh

Knudson dan Hethcote pada tahun 1971. Pada kasus herediter, hit pertama

diwariskan dari sel germinal orang tua dan terdapat pada semua sel somatik anak

dan hit kedua / sekunder terjadi setelah konsepsi pada sel somatik retina dan

menyebabkan hilangnya alel lain yang normal. Telah diketahui bahwa 85% mutasi
5

germinal primer pada retinoblastoma bilateral terjadi di alel ayah. Pada

retinoblastoma non herediter, kedua hit ini terjadi pada satu sel retina setelah

fertilisasi, yang menyebabkan retinoblastoma lebih sering bersifat unilateral. Bila

mutasi gen RB1 teridentifikasi pada pasien, saudara kandung, anak, dan relasi lain

perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mutasi gen RB1. 13,14,15

Retinoblastoma umumnya adalah suatu gen supresor atau anti–onkogen.

Individu dengan penyakit herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel

tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami

mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang non herediter,

kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan

oleh mutasi spontan.16,17

Retinoblastoma merupakan tumor yang berasal dari lapisan retina pada bola

mata. Secara histologis, penyakit ini timbul dari sel-sel retina imatur yang dapat

meluas ke struktur lain dalam bola mata hingga ekstraokular. Secara makroskopis,

tumor viabel ditemukan dekat pembuluh darah sementara zona nekrosis ditemukan

di daerah yang relatif avaskuler. Retina terdiri dari sel glia dan neuron.

Retinoblastoma muncul dari prekursor neuron sementara astrositoma dapat muncul

dari sel-sel glia. Terdapat membran yang memisahkan retina dan rongga vitreus.

Ke arah luar, retina dipisahkan dari koroid oleh epitel pigmen retina dan membran

Bruch, yang merupakan penghalang ekstensi tumor dari retina ke koroid. Retina

langsung berhubungan dengan nervus optikus sehingga memungkinkan perluasan


6

langsung sel tumor ke nervus optikus lalu ke ruang subarakhnoid. Retina tidak

memiliki sistem limfatik, sehingga penyebaran tumor retina terjadi baik secara

langsung ke organ sekitar (vitreus, uvea, sklera, nervus optikus, bilik mata depan,

orbita, parenkim otak) maupun metastasis jauh melalui rute hematogen. 18

D. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah segala sesuatu yang meningkatkan peluang seseorang

terkena penyakit seperti kanker. Kanker yang berbeda memiliki faktor risiko yang

berbeda. Faktor risiko terkait gaya hidup seperti berat badan, aktivitas fisik, diet,

dan tembakau penggunaan memainkan peran utama dalam banyak kanker dewasa.

Tetapi faktor-faktor ini biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk

mempengaruhi risiko kanker, dan mereka tidak dianggap memainkan banyak peran

di masa kanak-kanak, termasuk pada retinoblastoma. Ada sangat sedikit faktor

risiko yang diketahui untuk retinoblastoma, yaitu: 19

1. Usia

Sebagian besar anak yang didiagnosis dengan retinoblastoma berusia

kurang dari 3 tahun. Paling retinoblastoma kongenital (heritable) ditemukan

selama tahun pertama kehidupan, sedangkan retinoblastoma nonheritable

cenderung didiagnosis pada anak usia 1 dan 2 tahun. Retinoblastoma jarang

terjadi setelah usia 6 tahun.

2. Keturunan

Risiko retinoblastoma jauh lebih tinggi pada anak-anak dengan orang tua

yang memiliki bentuk retinoblastoma kongenital (diwariskan). Bentuk ini


7

sering menyebabkan tumor di keduan mata (retinoblastoma bilateral). Tetapi

untuk sebagian besar anak dengan retinoblastoma, tidak ada riwayat penyakit

dalam keluarganya.

Faktor risiko retinoblastoma sporadik tidak jelas diketahui sampai sekarang.

Suatu studi dari Children Oncology Group pada tahun 2015 menyimpulkan ibu

yang merokok sebelum dan selama kehamilan meningkatkan risiko retinoblastoma

unilateral / sporadik pada anak yang dilahirkan.15

E. Klasifikasi
Ada banyak sistem klasifikasi untuk menentukan stadium retinoblastoma.

Secara garis besar retinoblastoma dibagi menjadi intraokular (terbatas dalam bola

mata) dan ekstraokular (ekstensi keluar bola mata mencapai jaringan lunak sekitar

bola mata, sistem saraf pusat, tulang, atau KGB). Pada tahun 2003 diperkenalkan

International Classification of RB (ICRB) yang digunakan universal saat ini,

sebagai prediktor keberhasilan kemoreduksi.20 Jika retinoblastoma tidak diobati,

dapat menyebar di seluruh retina dan di seluruh cairan di dalam mata

Tumor besar dapat pecah menjadi tumor yang lebih kecil yang mengapung di

dalam cairan mata atau vitreous. Tumor kecil ini dikenal sebagai biji vitreous.

Retinoblastoma dengan sejumlah besar vitreous seeding lebih sulit diobati. Sistem

pengelompokan yang paling sering pada retinoblastoma adalah sistem klasifikasi

Reese-Ellsworth. Berikut klasifikasinya:21


8

Gambar 2.2 Klasifikasi Berdasarkan Reese-Ellsworth

Gambar 2.3 Klasifikasi berdasarkan International Intraocular Retinoblastoma 22


9

International retinoblastoma staging system merupakan sistem klasifikasi

berdasarkan data histopatologik dan pencitraan, dan memperhitungkan

retinoblastoma yang sudah menjalar ke kelenjar getah bening regional.

Gambar 2.4 Klasifikasi berdasarkan International Retinoblastoma Staging System12

Gambar 2.5 Variasi dalam Gambaran Retinoblastoma. (A) Intraretinal. (B)

Endofitik. (C) Eksofitik.


10

Gambar 2.6 Tumor Retinoblastoma, menurut Klasifikasi Retinoblastoma Intraokular


Internasional, dan Responsnya Terhadap Pengobatan.
11

Gambar 2.7 Klasifikasi berdasarkan St. Jude Children’s reseach hospital (SJCRH)

(a) (b)

(c) (d)
12

(e)

Gambar 2.8 Tampilan berdasarkan St. Jude Children’s reseach hospital (SJCRH)

Pada retinoblastoma juga terdapat tiga stadium, yaitu:

1. Stadium tenang

Pupil lebar. Pada pupil tampak reflek kuning yang disebut Amourotic Cat's

Eye. Hal inilah yang menarik perhatian orang tua untuk membawa anak

berobat. Pada funduskopi tampak bercak berwarna kuning mengkilat dapat

menonjol ke dalam badan vitrous. Pada permukaan terdapat neovaskularisasi

dan perdarahan.

2. Stadium glaukoma

Oleh karena tumor yang semakin besar, maka tekanan intraokuler

meningkat sehingga menyebabkan glaukoma sekunder dengan disertai rasa

sakit yang sangat. Media refrakta menjadi keruh, oleh karenanya pada

pemeriksaan dengan funduskopi sudah tidak jelas dan sukar untuk menentukan

besarnya tumor.
13

3. Stadium ekstraokuler

Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar, menyebabkan eksoptalmus,

kemudian dapat pecah sampai keluar dari rongga orbita disertai dengan jaringan

nekrosis (retinoblastoma eksofitik). Pertumbuhan dapat pula terjadi ke dalam dan

dapat meluas sepanjang nervus optikus dan masuk ke ruang tengkorak

(retinoblastoma endofitik).23

F. Patofisiologi
Retinoblastoma (RB) adalah penyakit genetik, merupakan inaktifasi kedua

alel gen RB (RB1). Penyakit ini di kategorikan dalam hereditari dan non-hereditari

(sporadik). RB hereditari adalah penyakit autosomal dominan dengan mutasi

germline, terhitung sekitar 6% pada penderita baru yang terdiagnosis RB. Pada tipe

hereditari, 85% tumor terdeteksi pada onset awal, bilateral, dan multifokal. Pada

RB inhereditari atau sporadik kedua alel gen RB1 tidak aktif secara somatik pada

sel-sel retina. RB sporadik terdeteksi pada onset yang lambat, unilateral, dan

unifokal. Knudson membuat dua pernyataan tentang penjelasan perkembangan

tumor RB. Knudson menyatakan bahwa untuk menjadi RB, diperlukan dua

kromosom yang mengalami mutasi. Pada beberapa dekade lalu, para ilmuwan telah

mempelajari perubahan-perubahan DNA seseorang yang dapat menyebabkan sel-

sel di retina berubah menjadi tumor. Setiap DNA pada tiap-tiap sel membentuk gen,
14

yang menentukan fungsi dari sel-sel tubuh. Setiap kita mirip seperti orangtua kita

karena mereka adalah sumber dari DNA tubuh kita. Pengaruh DNA yang banyak

mempengaruhi bagaimana tampilan seseorang. Beberapa gen terkontrol saat masa

pertumbuhan, membelah menjadi sel baru, dan mati pada saatnya. Gen-gen tertentu

yang membantu pertumbuhan sel, membelah, atau tetap hidup disebut oncogen.

Gen-gen yang menghambat sel membelah atau menyebabkan sel mati pada saatnya

disebut gen tumor supressor. Tumor dapat disebabkan oleh perubahan DNA yang

mengaktifkan oncogen atau menekan gen tumor supressor. Gen yang paling penting

pada RB adalah gen tumor supressor RB1. Gen ini membentuk protein (pRB) yang

dapat membantu menghentikan pertumbuhan sel-sel yang terlalu cepat. Setiap sel

normalnya memiliki 2 gen RB1. Selama sel-sel retina masih memiliki salah satu

gen RB1 maka sel-sel dapat tumbuh sebagaimana mestinya, tidak menyebabkan

RB. Tapi pada saat kedua gen RB1 mengalami mutasi atau kehilangan,

pertumbuhan sel dapat tidak terkontrol. Hal ini dapat menyebabkan perubahan-

perubahan gen, yang akhirnya dapat berubah menjadi tumor.24,25

G. Gejala Klinis
Presentas klinis yang paling sering pada retinoblastoma adalah leukokoria

sekitar 60% dan diikuti strabismus sekitar 20%. Presentasi klinis tergantung pada

tahap penyakit. Leukokoria yaitu refleksi putih pupil seperti mata kucing saat
15

terkena cahaya. Tanda dan gejala lain adalah penurunan visus, mata merah atau

iritasi, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Dapat terjadi

neovaskularisasi, glaukoma neovaskular, hifema, pseudohipopion, dan perdarahan

vitreus pada pasien dengan penyakit intraokular stadium lanjut. Pada

retinoblastoma yang meluas ekstraokular, dapat terjadi proptosis. Berikut data

presentasi klinis dan gejala tergantung pada stadium penyakit. 26

Gambar 2.9 Manifestasi klinis yang Tersering3

Gambar 2.10 Leukokoria Unilateral pada Retinoblastoma Sporadik


16

Gambar 2.11 Leukokoria Bilateral pada Retinoblastoma Herediter

Gambar 2.12 Pseudohipopion Akibat Perluasan Sel-Sel Tumor ke Bilik


Mata Depan

Gambar 2.13 Strabismus


17

H. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Terdapat bintik putih pada mata, yang tampak seperti mata kucing.

Benjolan pada mata, mata menonjol keluar, mata merah, dan

gangguan penglihatan. Riwayat retinoblastoma pada keluarga juga harus

ditanyakan.

2. Pemeriksaan Fisik

Leukoria, proptosis, pertumbuhan massa tumor pada mata, strabismus,

ataupun dapat ditemukan uveitis, endoftalmitis, glaukoma, panoftalmitis,

selulitis orbita, dan hifema. Pada oftalmoskopi, lesi tumor tampak

berwarna putih/putih kekuningan putih/putih kekuningan.

3. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan fundus okuli

Funduskopi merupakan dokumentasi okuler untuk mengambil gambar

retina pada pasien. Pemeriksaan funduskopi bertujuan untuk melihat

gambaran normal atau tidak normal pada bagian dalam mata. Gambaran

tersebut memungkin para ahli (dokter) mempelajari dan meninjau kembali

temuan pada retina pasien. Gambaran lainnya dapat berupa

neovaskularisasi, hifema, hipopion, atau depresi sklera (Lin & O’brien,

2009). Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran tumor dengan


18

warna putih atau krem kekuningan, dengan lesi satelit pada retina, ruang

sub retina dan terdapat sel-sel tumor pada korpus vitreus (vitreus seeding).

Gambar 2.14 Citra Fundus (a) Normal (b) Retinoblastoma

- Pemeriksaan Radiologi

Meskipun retinoblastoma (RB) dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan

funduskopi, modalitas radiologi sangat membantu untuk konfirmasi

diagnosis dan perluasan penyakit tersebut, termasuk keterlibatan ke

retrobulbar atau intrakranial. Modalitas radiologi dapat digunakan untuk

kofirmasi dan menentukan staging. Secara umum tipe RB non-diffuse

terlihat sebagai nodul dengan kalsifikasi, dan adanya kalsifikasi ini dapat

membedakannya dengan lesi intra-okuler lain pada retina. USG dapat

membantu menegakkan diagnosis RB dengan kalsifikasi di dalam tumor.

Kalsifikasi ini juga dapat dilihat pada pemeriksaan CT, MRI saat ini

menjadi modalitas diagnostik yang lebih disukai untuk evaluasi

keterlibatan saraf optik, bola mata dan otak. MRI tidak hanya menawarkan

resolusi jaringan lunak yang lebih baik, tapi juga menghindari paparan

radiasi yang berpotensi membahayakan. CT adalah modalitas pilihan,

dengan menggunakan bahan kontras, dapat menilai keterlibatan


19

intrakranial untuk tujuan staging. Pada CT pre-kontras, RB tampak sebagai

tumor jaringan lunak intra-okuler dengan kalsifikasi lebih dari 95% kasus.

Kalsifikasi bisa soliter atau multipel, dengan berbagai ukuran. 3 Foto

rontgen, pada hampir 60-70% kasus penderita retinoblastoma

menunjukkan adanya kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke

nervus optikus, maka foramen optikum melebar. Pemeriksaan USG orbita

USG orbita biasanya digunakan untuk menentukan ukuran tumor. USG

orbita dapat juga mendeteksi kalsifikasi diantara tumor dan berguna untuk

menyingkirkan diagnosis Coat’s disease. CT Scan lebih sensitif daripada

USG untuk mendeteksi kalsifikasi intraokular, namun USG mengurangi

paparan radiasi pada anak. MRI otak dan orbita adalah pemeriksaan

pencitraan yang paling sensitif untuk mengevaluasi ekstensi esktraokular

dan melihat keterlibatan nervus optikus, area pineal, dan parenkim otak. 26

Gambar 2.15 CT menunjukkan massa intra-okuler pada kedua mata disertai


kalsifikasi dan setelah pemberian kontras menunjukkan penyangatan
ringan hingga sedang pada lesi.
20

Gambar 2.16 MRI pada Retinoblastoma

Gambar 2.17 USG pada Retinoblastoma

- Pemeriksaan Enzim Lactic Acid Dehydrogenase (LDH), yaitu dengan

membandingkan kadar LDH humor akuos dengan serum darah. Bila rasio

lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma

intraokuler (pada keadaan normal rasio kurang dari 1).


21

- Pemeriksaan untuk mendeteksi metastasis terutama untuk tumor

ekstraokular adalah sitologi cairan serebrospinal dan biopsi aspirasi

sumsum tulang

- Pemeriksaan onkologis opthalmik ultrasound dapat mendiagnosa

retinoblastoma intraokular lebih dari 95% kasus.

- Pemeriksaan Histopatologi (PA) berperan dalam menentukan prognosis

dan menentukan resiko terjadinya kekambuhan

Gambar 2.18 Histopastologi Retinoblastoma Tampak Home Wright


Rosette dan Undifferentiated Type27

I. Tatalaksana
Tujuan utama dalam tatalaksana retinoblastoma adalah untuk menyelamatkan

kehidupan. Mempertahankan organ dan fungsi penglihatan merupakan tujuan

sekunder dan tersier. Penatalaksanaan retinoblastoma bergantung pada stadium

penyakit. Terdapat beberapa metode dalam tatalaksana retinoblastoma intraokular,


22

yaitu terapi fokal, kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan. Terapi retinoblastoma

disesuaikan sesuai kebutuhan dan stadium perjalanan penyakit, yang bervariasi

pada setiap pasien. Pasien unilateral intraokuler retinoblastoma dengan ukuran

tumor besar dan pertumbuhan tumor yang cepat sering dilakukan enukleasi yang

akan mempunyai angka kesembuhan >95%. Pasien dengan retinoblastoma pada

kedua matanya biasanya mendapat multiterapi berupa terapi lokal dan kemoterapi.

Enukleasi dilakukan pada satu mata, padam mata dengan prognosis yang paling

buruk atau pada kedua mata bila visus kedua mata sudah nol.5, 16

Macam-macam terapi retinoblastoma antara lain :

1. Terapi fokal

Merupakan modalitas terapi bekerja lokal pada area tumor tanpa efek

regional atau sistemik. Terapi fokal terdiri dari krioterapi, fotokoagulasi laser

dan termoterapi. Terapi fokal digunakan pada tumor berukuran kecil atau

kombinasi dengan kemoterapi pada tumor berukuran besar.

- Krioterapi

Krioterapi merupakan modalitas terapi lokal retinoblastoma yang bekerja

merusak membran sel tumor secara mekanik dengan kristal es melalui

siklus beku cair (freeze-thaw cycle). Krioterapi digunakan untuk tumor

yang berada di anterior, media refraksi jernih dan tumor tanpa vitreous

seeding. Tumor yang berada di posterior ekuator dapat dilakukan

krioterapi dengan membuat insisi kecil pada konjungtiva forniks diantara

otot rektus untuk memasukkan probe (cutdown cryotherapy).


23

- Fotokoagulasi laser

Prinsip kerja fotokoagulasi laser adalah menghasilkan skar akibat energi

panas yang bersumber dari sinar laser. Tumor dilapisi dengan skar berlapis

untuk membatasi aliran darahnya. Indikasi fotokoagulasi laser adalah

tumor besar yang telah dilakukan kemoterapi sistemik (kemoreduksi),

modalitas tunggal pada tumor perifer kecil atau tumor posterior dan

mengurangi rekurensi tumor kecil pada skar atau sekitar skar setelah

kemoterapi atau radioterapi. Laser fotokoagulasi efektif digunakan pada

tumor yang terletak di posterior, media refraksi jernih, diameter tumor

kurang dari 3 mm dan ketebalan tumor kurang dari 2 mm tanpa seeding ke

vitreous sekitarnya. Kontraidikasi fotokoagulasi laser adalah pada pasien

yang sedang dilakukan protokol kemoreduksi karena akan menghambat

asupan pembuluh darah ke tumor dan mengurangi konsentrasi obat

kemoterapi yang berada pada tumor tersebut.

- Termoterapi

Prinsip kerja termoterapi adalah menghasilkan panas dari sinar infra

merah sehingga memicu apoptosis sel tumor. Termoterapi menggunakan

panas dengan suhu 400˚C hingga 600˚C. Termoterapi diaplikasikan

melewati pupil, menggunakan radiasi infra merah yang dipancarkan dari

diode laser pada oftalmoskop indirek.


24

2. Radioterapi

Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana

retinoblastoma. Radioterapi terdiri dari plaque brachytherapy dan external

beam radiotherapy (EBRT).

- Plaque Brachytherapy

Plaque Brachytherapy merupakan terapi menggunakan implant radioaktif

yang diletakkan pada sklera yang melapisi tumor untuk meradiasi tumor

secara transsklera. Bahan radio aktif yang sering digunakan adalah

Ruthenium 106 dan Iodine 125. Sumber radioaktif ini ditanamkan ke

dalam bentuk plak yang dibuat sesuai dengan bentuk dan ukuran tumor.

Plaque Brachytherapy digunakan sebagai terapi sekunder pada mata yang

tidak respon terhadap kemoterapi dan EBRT atau tumor rekuren dan tumor

fokal yang terlalu besar untuk dilakukan krioterapi atau laser. Paparan

radiasi yang digunakan pada brachytherapy terbatas pada struktur okular

sehingga tidak meningkatkan risiko terjadinya keganasan sekunder okular

ataupun non okular. Komplikasi brachytherapy adalah retinopati,

papilopati, katarak, glaukoma, perdarahan intraocular.

- External Beam Radiotherapy (EBRT)

Prinsip kerja EBRT adalah menggunakan Cobalt 60 (sinar gamma) dan

akselerator linear (X-Ray). EBRT digunakan pada mata yang mengalami

kegagalan pada kemoterapi primer atau terapi lokal. EBRT jarang

digunakan sejak protokol kemoterapi terbaru telah ditemukan. Komplikasi

yang dapat timbul akibat terapi ini adalah hambatan pertumbuhan orbita,
25

mata kering, katarak, retinopati radiasi dan neuropati optik. EBRT juga

dapat mengakibatkan keganasan sekunder khususnya pada pasien dengan

retinoblastoma herediter.

3. Enukleasi

Enukleasi merupakan metode yang paling sering digunakan untuk

tatalaksana retinoblastoma tahap lanjut. Pasien yang dipertimbangkan untuk

enukleasi adalah pasien dengan retinoblastoma grup D unilateral, grup E

unilateral atau bilateral, dan pasien dengan tumor aktif pada mata dengan

fungsi penglihatan buruk yang telah menyelesaikan terapi primer. Enukleasi

juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kecurigaan tumor aktif dan

tidak dapat dilakukan pemeriksaan funduskopi karena media keruh. Hal

penting yang harus diperhatikan saat melakukan enukleasi adalah mencegah

terjadinya perforasi bola mata dan mendapatkan potongan nervus optikus

dengan panjang minimal 15 mm. Penggunaan implan orbital mendukung

perkembangan rongga orbita, menghasilkan tampilan yang lebih baik secara

kosmetik dan menunjang pergerakan protesa. Penggunaan teknik operasi dan

protesa yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien akan mengoptimalkan

mobilitas protesa dan memberikan tampilan yang lebih baik. Pemasangan

protesa dilakukan pada 4 minggu pasca operasi. Pemantauan berkala dilakukan

setelah operasi untuk mengevaluasi rekurensi tumor orbita pada soket.


26

Gambar 2.19 Retinoblastoma yang Telah di Enukleasi dan Terpasang Protesa Mata

4. Kemoterapi

Kemoterapi merupakan terapi standar utama pada retinoblastoma.

Kemoterapi kemudian dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas dan

mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Kemoterapi terdiri dari

kemoterapi intravena, intraarteri, dan periokular. Kemoterapi digunakan

sebagai terapi pada tumor yang terlalu besar atau luas untuk dilakukan terapi

fokal

5. Terapi Baru

Pendekatan terapi retinoblastoma intraokular semakin berkembang dari

hari ke hari karena keinginan untuk menyelamatkan lebih banyak mata dan

mengurangi komplikasi. Terapi lokal dan regional berupa pemberian agen

komoterapi langsung ke bola mata atau melalui arteri regional banyak

dikembangkan sejak 10 tahun terakhir. Modalitas lain seperti radioterapi juga

dikembangkan untuk mencapai hasil maksimal

- Selective Intra Arterial Kemotherapy (SIAC)

Teknik kemoterapi intraarterial bertujuan untuk memfokuskan konsentrasi

obat kemoterapi ke mata sehingga mengurangi konsentrasi obat sistemik.


27

Obat kemoterapi ditujukan ke tumor pada mata melalui arteri oftalmika.

Pilihan obat yang digunakan adalah Melphalan. Obat kemoterapi

diinjeksikan melalui kateter kecil yang dimasukkan melalui arteri

femoralis. Komplikasi yang dapat terjadi adalah toksisitas okular seperti

edema periokular, hilangnya bulu mata sementara, hiperemis pada dahi.

Komplikasi vascular yang mungkin terjadi adalah iskemia, spasme,

stenosis atau oklusi.

- Kemoterapi Intravitreal

Kemoterapi intravitreal digunakan pada retinoblastoma intraokular dengan

vitreous seeding. Retinoblastoma dengan vitreous seeding memiliki

respon yang buruk terhadap kemoterapi intravena karena penetrasi yang

buruk pada kavum vitreus yang avaskular. Injeksi dilakukan pada 3 hingga

3,5 mm dari limbus. Injeksi intravitreal dilanjutkan dengan melakukan

krioterapi triple freeze-thaw pada lokasi injeksi untuk mencegah

penyebaran tumor melalui area injeksi. Injeksi ini dapat diulang setiap 7

hingga 10 hari sekali hingga tercapai respon yang baik. Kontraindikasi

pada kemoterapi intravitreal adalah retinoblastoma grup E, invasi tumor

ke segmen anterior dan badan siliar, posterior vistreous detachment,

vitreous seeding yang menyebar diseluruh kuadran dan ablasio retina total.

6. Vitrektomi pars plana (VPP) dan endoreseksi untuk terapi penyakit retina atau

vitreus yang refrakter pertama kali diperkenalkan pada tahun 2018. Teknik ini

meliputi VPP, lalu endoreseksi untuk mengangkat rekurensi retina,

pemasangan minyak silikon, penggunaan melphalan melalui jalur infus, dan


28

injeksi melphalan subkonjungtiva dan intravena untuk mengurangi penyebaran

tumor.

J. Komplikasi
- Metastasis

- Invasi koroid besar-besaran

- Invasi tumor ke bilik mata depan

- Neovaskularisasi iris

- Glaukoma

- Kekambuhan tumor

- Retinoblastoma trilateral

- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)

- Neoplasma berikutnya28,29

I. Prognosis

Prognosis dan survival rate sangat tergantung pada stadium klinis

tumor pada saat didiagnosis. Makin besar ukuran tumor berarti berarti makin lanjut

stadium stadium tumor tersebut. Penderita tumor ekstraokular memiliki harapan

hidup lebih kecil, karena tumor menyebar ke susunan saraf pusat serta ke organ

tubuh lain. Beberapa faktor yang menjadi penentu prognosis adalah ukuran, lokasi,

terdapat cairan subretina atau vitreous seeding dan gambaran histopatologis. Secara

klinis, faktor prognostik buruk pada retinoblastoma antara lain adanya status mutasi

germinal gen RB1, keterlambatan diagnosis, stadium, adanya hifema dan selulitis

orbita, adanya peningkatan tekanan intraokular, keterlambatan tatalaksana pasien,


29

dan fungsi penglihatan buruk saat diagnosis. Pada retinoblastoma yang masih

terbatas intraokular, angka bebas penyakit 5 tahun sebesar >90%, sementara pada

retinoblastoma ekstraokular hanya sebesar.14,20,25

Metode diagnosis dan terapi yang lebih modern membuat prognosis

retinoblastoma menjadi lebih baik.`Angka harapan hidup pasien retinoblastoma

dalam 3 tahun mencapai 96%.30,31


BAB III

PENUTUP

Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel

kerucut dan sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas. Retinoblastoma adalah

keganasan intraokular primer yang paling umum pada masa kanak-kanak,

umumnya berumur kurang dari 5 tahun. Untuk terbentuknya retinoblastoma, kedua

kopi gen pada lokus 13q4 dan kode protein pRB, harus mengalami mutasi berupa

delesi, inaktivasi, atau hilang. Presentasi klinis yang paling sering pada

retinoblastoma adalah leukokoria sekitar 60% dan diikuti strabismus sekitar 20%.

Tujuan utama dalam tatalaksana retinoblastoma adalah untuk menyelamatkan

kehidupan. Penatalaksanaan retinoblastoma bergantung pada stadium penyakit.

Terdapat beberapa metode dalam tatalaksana retinoblastoma intraokular, yaitu

terapi fokal, kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan. Prognosis dan survival rate

sangat tergantung pada stadium klinis tumor pada saat didiagnosis dan diagnosis

dini.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. Jakarta: EGC.2000.

2. Ancona-Lezama D, Dalvin LA , Shields CL. Modern treatment of


retinoblastoma: A 2020 review. Indian J Ophthalmol. 2020 Nov; 68(11):
2356–2365.

3. Napitupulu E, Choridah L. Retinoblastoma heritable: laporan kasus. Jurnal


Radiologi Indonesia. 2016; 2(1): 39-45.
4. Augsburger JJ, Corrêa ZM, Berry JL. Malignant Intraocular Neoplasms. In:
Yanof M, Duker JS. Ophthalmology. 5th ed. Elsevier Saunders; 2019.

5. Hayyi IN. Tatalaksana Retinoblastoma Update. Bandung: Departemen Ilmu


Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Pusat Mata
Nasional RS Mata Cicendo. 2020.
6. Chawla B, Hasan F, Azad R, Seth R, Upadhyay AD, Pathy S, et al. Clinical
presentation and survival of retinoblastoma in Indian children. Br J
Ophthalmol. 2016;100:1728.

7. Medical Journal of the Andalas University. Retinoblastoma. [online].


Available on August 2021: http://repo.unand.ac.id/32330/1/Jurnal-MKA-
dr.Aisyah.pdf

8. Eagle RC Jr. Retinoblastoma and Stimulating Lesions. In : Tasman W,


Jaeger E, eds. 0uane’s Foundations of Clinical 1phthalmology . 2007th
Ed. Hagerstown: 2007. Chapter 21.

9. St Jude Children’s Research Hospital. Retinoblastoma [online]. Available


on August 2021: https://together.stjude.org/en-us/about-pediatric-
cancer/types/retinoblastoma.html

10. Rossi A, Tortori-Donati P. Pediatric Neuroradiology Brain Head and Neck


Spine. 2005. 1329 p

11. Didi Fabia I, Al Qahtani F, & Bascaran C. Epidemiological and Genetic


Considerations in Retinoblastoma. Retinoblastoma - Past, Present and
Future. 2019

31
32

12. Kodrat H, Gondhowiardjo S. Laporan kasus radioterapi pada


retinoblastoma. Jakarta: Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Radioterapi
& Onkologi Indonesia. 2013; Vol 4(1):17-23.

13. Sinambela A, Djakaria HM. Tinjauan Pustaka Peran Radioterapi dalam


Tatalaksana Retinoblastoma. Radioterapi & Onkologi Indonesia. 2017;
Vol.8 (2): 77-83.

14. Delhiwala KS, Vadakkal IP, Mulay K, Khetan V, Wick MR.


Retinoblastoma: An update. Semin Diagn Pathol. 2016;33(3):133–40.

15. Azary S, Ganguly A, Bunin GR, Lombardi C, Park AS, Ritz B, et al.
Sporadic retinoblastoma and parental smoking and alcohol consumption
before and after conception: A report from the children’s oncology group.
PLoS One. 2016;11(3):1–16.

16. Hisbulloh, Hendara F. Serial case: unilateral dan trilateral retinoblastoma.


Medical Hospitalia. 2020;7(1):120-9.

17. Hanovar S. Orbital retinoblastoma. In:Singh AD,ed. Clinical ophtalmic


oncology. Edinburgh, Scotland : Elsivier Saunders.2007

18. Mallipatna AC, Gallie BL, Barrios PC, Rouic LL-L, Chantada GL, Doz F,
et al. Retinoblastoma. In: Amin BM, Edge SB, Greene FL, Schilsky RL,
Gaspar LF, Washington MK, et al., editors. AJCC Cancer Staging Manual.
8th ed. Chicago: Springer; 2017. p. 819–29

19. American Cancer Society. Retinoblastoma Causes, Risk Factors, and


Prevention [online]. Available on August 2021:
https://www.cancer.org/content/dam/CRC/PDF/Public/8799.00.pdf

20. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). Panduan Nasional


Penanganan Kanker: Retinoblastoma. 1st ed. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

21. Naik AS, Jyothi S, Shah PK. Retinoblastoma: a comprehensive review.


Journal of Ophthalmology. 2016;28(3):165-7.

22. National retinoblastoma strategy Canadian guidelines for care. Can J of


opthalmol. 2009; 44(2).

23. Balmer A, Zografos L, Munier F. Diagnosis and current management of


retinoblastoma. Oncogene .2006 :5341–5349
33

24. Jagadeesan M, Khetan V, Mallipatna A. Genetic perspective of


retinoblastoma: From present to future. Indian J Ophthalmol.
2016;64(5):332–6.

25. Ghassemi F, Chams H, Sabour S, Karkhaneh R, Farzbod F, Khodaparast M,


et al. Characteristics of germline and non-germline retinoblastomas. J
Ophthalmic Vis Res. 2014;9(2):188–94.

26. Sanfilippo NJ, Formenti SC. Eye and Orbit. In: Halperin E, Wazer D, Perez
C, Brady L, editors. Perez and Brady’s Principles and Practice of Radiation
Oncology. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2013: 696–
711.
27. Cassoux N, Lumbroso L, Gabriel CL, Aert I, Doz F, Desjardins L.
Retinoblastoma; update on current management. Asia-Pacific Journal of
Ophthalmology. 2017;6(3):290-3.

28. Marees T, Moll AC, Imhof SM, de Boer MR, Ringens PJ, van Leeuwen FE
(December 2008). "Risk of second malignancies in survivors of
retinoblastoma: more than 40 years of follow-up". J. Natl. Cancer
Inst. 100 (24): 1771–9.

29. Kim, Jonathan W, Dunkel, Ira.Trilateral retinoblastoma. 2015: 209–213.

30. Ali AA, Kletke S, Gallie B, Lam W-C. Retinoblastoma for Pediatric
Ophthalmologists. Asia Pac J Ophthalmol 2018;7(3):160-8

31. Lambert SR, Lyons CJ. Taylor & Hoyt's Pediatric Ophthlamology and
Strabismus. Philadelphia: Elsevier; 2017.

Anda mungkin juga menyukai