PENDAHULUAN
Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang
pasien saat berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan
biasanya di kemukakan secara samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk
keluhan atau gejala yang pada umumnya masih dianggap ringan dan tidak di tanggapi
secara tepat.(1,2,3)
Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis.
Untuk sakit kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di
diagnosa karena pada pasien akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit
kepala, namun tidak begitu halnya bila sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis
untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk mencari tahu penyebabnya.
Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh
Galen pada tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut
hernicrania, dari istilah tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat
ini.
Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain.
Migrain adalah sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain
merupakan salah satu sakit kepala dengan gejala yang cukup berat dan berulang.
Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala beberapa kasus bisa menyerang
kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga merasakan gejala lain seperti
gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien merasakan sakit kepala
migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan ( gejala peringatan akan timbulnya
migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 EPIDEMIOLOGI
Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe
nyeri yang paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton,
steward dan korff (1997), migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat.
Setelah itu The American Migrain Study II dengan melakukan survey terhadap
20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini memperlihatkan bahwa selama
dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil. Prevalensi Migrain
adalah :
A. Prevalensi
Prevalensi migren diperkirakan antara 3% - 35% dalam satu negara
B. Umur dan Jenis Kelamin
Migren banyak menyerang pada usia muda (produktif), beberapa
peneliti melaporkan terjadi peningkatan prevalensi migren dari masa kanak
sampai umur dekade ke 4 atau ke 5, setelah itu terjadi penurunan prevalensi sesuai
peningkatan umur. Berdasarkan jenis kelamin migren lebih sering menyerang
wanita daripada laki – laki.
Stewart dkk melaporkan adanya korelasi kuatantara prevalensi migren
dan usia. Pada laki – laki dan wanita prevalensi paling tinggi didapatkan pada usia
25 – 55 tahundan mencapai puncak pada usia pertengahan. Henry menyatakan
prevalensi tertinggi usia 30 -39 tahun. Pada usia kurang dari 12 tahun prevalensi
lebih banyak pada anak laki – laki, prevalensi mulai mengignkat dan mencapai
uncak pada usia 43 tahun
C. Umur awitan penyakit
905 serangan migren pertama kali terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
sangat jarang terjadi di atas usia 60 tahun.Umur awitan pada pria jarang lebih
dari 30 tahun sedang pada wanita jarang lebih dari 40 tahun.
D. Faktor familial dan herediter
Laurence (1987) : resiko seorang anak menderita migren sebesar 70%
bila kedua orang tuanya menderita migren, bila salah satu orang tua menderita
migren maka resikonya 45% dan bila keluarga dekat maka resiko mendapat
migren 30%.
2.4 PATOFISOLOGI
Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori
vaskular)(2). Teori Wolff : migren disebut sebagai nyeri kepala vaskular, diamana
gangguan primer pada pembuluh darah terjadi vasospasme yang bersifat lokal dan
reaks hiperemik sehingga pembuluh – pembuluh darah di otak dan kepala mengalami
vasokonstriksi pada fase awal dan kemudian vasodilatasi.
Teori depresi yang meluas leao (1944), dapat menerangkan timbulnya aura
pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan
bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap semacam rangsang lokal
pada jaringan korteks otak. Depresi yang meluas ini adalah gelombang yang menjalar
akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya
gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air.
Kecepatan perjalanannya di perkirakan 2-5 mm/menit dan di dahului oleh fase
rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan
aura pada migren klasik, perubahan dalam aliran korteks otak pada serangan migren
klasik menyebar dalam cara dan kecepatan yang sebanding dengan serangan CSD
sebagai mekanismenya. Hipotesis saat ini serangan migren klasik dicetuskan oleh
CSD yang berasal dari bagian posterior otak. CSD maju ke depan dengan kecepatan
2-3 mm/detik, menyebabkan aura dan penurunan aliran darah korteks otak dalam
jangka waktu panjang.
Percobaan ini di tunjang oleh penemuan Oleson, larsen dan Lauritzen (1981).
Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren
klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran
darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama
seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan
aliran darah otak regional yang meluas kedepan adalah akibat dari depresi yang
meluas.
Salah satu teori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan
oleh Lance (1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem saraf pusat dan
pembuluh darah perifer. Teori Lance-Fozard-Pearce, yang menyatakan(2, 4, 5) : Pada
nukleus batang otak terjadi fluktuasi karena reaksi berbagai faktor di lingkungan,
antara lain : lelah, rasa lapar, perubahan hormon. Perubahan aktifitas neuron yang
mengandung 5T dan noradrenalin menyebabkan perubahan dalam aliran darah vasa
intra dan ektrakranial.
Teori Kaskade Migren(5) Serangan migren timbul dari interaksi antara faktor
pencetus intrinsik atau lingkungan dengan sistem saraf yang rentan. Penelitian klinik
menyatakan bahwa serangan migren melibatkan 9 tahapan, beberapa tahapan terjadi
berurutan sedangkan yang lain terjadi secara bersamaan. Kemungkinan pada
beberapa pasien didaptkan variasi pada tahap awal dan variasi dari satu seranganke
serangan lainnya pada pasien yang sama. Tahapan ini meliputi :
Fase awal
Lokasi dan sifat fase awal dari neurokimiawi migren belum diketahui,
meskipun gejala prodormal (euphoria, depresi) dan gejala vegetatif (mengidam
makanan, retensi cairan) yang timbul beberapa jam sebelum serangan menunjukkan
lokasinya pada aerah subkortikal atau limbik.
Kejadian kortikal
Terjadi pada migren aura, yang menonjol adalah gejala neurologik yan
menunjukkan lokalisasi di korteks serebri. Gejala klinik yan bersifat menyeba lambat
dan penurunan aliran darah otak dijumpai selama migren aura dimana perhatian
difokuskan pada “spreading depression” Penting peranan ion H dan K, faktor
metabolik seperti adam arakhidonat yang dilepaskan oleh SD, dapat mengaktivasi
neuron perivaskuler nosiseptif. Penelitian terbaru menunjukkan pada binatang SD
dapat mengaktivasi sistem nyeri kepala dengan pengeluaran gen Cfos.
Faktor pembuluh darah dan autonom
Meningen dan pembuluh darah meningen merupakan strukturak intrakranial
pekanyeri utama, banyak mengandung serabut nosiseptif, parasimpatis dan simpatis.
Penderita migren dengan aura, serangan dapat disebabkan bahan kimia eksogen
(misal makanan yang mengaktifkan serabut nosiseptif pada pembuluh darah). Pada
penderita migren terdapat abnormalitas sistem simpatis parasimpatis, sehingga
stimulasi pada ganglion sphenopalatina pada tikus menyebabkan peningkatan
ekstravasasi dura. Hal serupa dapat terjadi setelah stimulasi ganglion trigeminal.
Penelitian terbaru membuktikan bahwa valproat memodulasi inflamasi neurogenik.
Aktivasi aferen prime Serabut nodideptif pada vasa meningeal berasal dari sel
pada ganglion trigeminal melewati saraf ke V. Aktifasi neuron aferen trigemial
menyebabkan dua kejadian kemudian pada kaskade.
Pelepasan neuropeptid vasoaktif
Dari terminal saraf sensorik dilepaskan mediator pada proses inflamasi
neurogenik, yaitu : SP, NKA, CGRP. Kadar CGRP pada vena jugularis meningkat
selama serangan migren. Akibat pelepasan neuropeptid, timbul respon yaitu :
kebocoran plasma dan protein plasma dari pembuluh darah kecil ke jaringan sekitar,
vasodilatasi, aktivasi mast sel, respon neurogenik inflamasi/N I : respon ini bersifat
maldaptid, bila terjadi pada meningen dapat merubah sensitifitas serabut perivaskuler
menyebabkanstimulasi normal diterima sebagai nyeri.
Transmisi melalui saraf trigeminal
Proses ini akan mengkativasi serabut aferen mengingeal menghantarkan
informasi nosiseptif melalui ggl trigeminal dan kemudian ke nukleus trigeminal di
medula khususnya nukleus kaudalis.
Integrasi pada nukleus kaudalis trigeminal (TNC)
Pada TNC sinap serabut afferen primer dan sinyal nosiseptif dimodulasi oleh
interneuron dan sistem inhibisi desenden. Aktivasi dalam TNC dapat diperiksa secara
tak langsung dengan tekhnik imunohistokimia saat aktivasi neuron sekunder dalam
TNC melepaskan gen efos. Pelepasan efos merupakan tanda khas aktivasi neuron
fungsional.
Proyeksi rostral dari TNC
Dari TNC, proyeksi neuron sekunder ke nukleus pontin parabrakhial dan
serebelum dan juga thalamus ventrobasal, posterior dan medial. Dari rostral batang
otak informasi nyeri ditransmisikan ke area otak lain seperti area limbik yang
berperan pada emosi dan respon vegetatif.
Nyeri sampai di kortek somatosensori dan frontal
Proyeksi berasal dari talamus ventrobasal dan naik ke kortek omatosensori
untuk mnelokalisasi dan membedakan nyeri. Proyeksi talamus medial ke kortek
frontal mengatur aspek afektif dan motivasi nyeri.
Peranan Trombosit(5) :
Trombosit pada penderita migren lebih cepat menggumpal dipengaruhi
beberapa amine yang vasoaktif seperti serotonin, sehingga terjadi perubahan
viskositas darah. Hal ini dapt menimbulkan iskemik serebral, kemudian disusul gejala
prodormal dari migren. Pada awal serangan migren kenaikan tajamkadar serotonin
dalam darah. Neuron - neuron yang mengandung serotonin terdapat pada
raphenukleus batang otak dan mempunyai proyeksi luas ke bagian laim susunan saraf
dan pembuluh darah.
Pada saat ini pendukung teori diatas menyatakan bahwa migren merupakan
akibat interaksi kompleks antara saraf dan pembuluh darah di kepala. Disfungsi
sentral mulai dalam susunan saraf pusat mungkin pada hipotalamus. Rangsang akibat
stress atau kelelahan dapat memprovokasi pusat – pusat di batang otak yang melepas
muatan listrik dan neurotransmiter secara abnormal dengan akibat dilatasi pembuluh
darah kranial. Hal ini merangsang saraf – saraf sensoris sistem trigeminus sehingga
terjadi pelepasan zat – zat nyeri dan inflamasi berakibat rasa nyeri dan lebih banyak
neurotransmiter yang dilepaskan sehingga timbul circulus vitiosus yang klinis
bermanifestasi sebagai serangan migren. Konsep saat ini adanya suatu ambang
migren ditentukan oleh faktor – faktor :
Defisiensi magnesium(5)
Welch (1989) menemukan konsentrasi magnesium yang rendah selama
serangan migren. Dari penemuan didapatkan dasar bagi hipereksitabilitas serebri
yang membuat otak rentan terhadap depresi yan menjalar dan meningkatkan aliran
pada hipotalamus dan nukleus batang otak.
Reaktivitas vaskuler(5)
Terjadi respon vasodilatasi pembuluh darah serebral yang berlebihan bila
dibanding kontrol jika diberi karbondioksida. Reaksi dari arteri ekstrakranial terhadap
tekanan lebih besar terhadap tekanan lebih lebih besar pada sisi yang menderita sakit
kepala.
Pencetus (trigger) migren berasal dari : (2,4)
Korteks serebri : sebagai respon terhadap emosi atau sterss
Talamus : sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan ; cahaya
yang menyilaukan, suara bising, makanan/minuman.
Bau-bau tajam
Hipotalamus sebagai respon terhadap “jam internal” atau perubahan
lingkungan internal (perubahan hormonal).
Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna : sebagai respon terhadap
vasodilatasi, angiografi.
2.5 KLASIFIKASI(2,4,6)
Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) :
Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine)
- Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang
dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam
- Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :
Lokasi unilateral
Kualitas berenyut
Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas
sehari-hari.
Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul :
- Mual atau muntah
- Fotofobia atau fonofobia
- Minimal terdapat satu dari berikut :
- Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada
kelainan lain
- Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan
lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan
penunjang yang memadai (misalnya : MRI atau CT
Scan Kepala)
Grup A Grup B
1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit
2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat
menghambat/ mambatasi kegiatan
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
seperti membungkuk atau naik tangga
Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik,
berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala,
maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu
jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari makanan selama
mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain, karena beberapa jenis
makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur merah, MSG), sementara
makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari (coklat, keju).
Analgesik nonspesifik
Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol),
aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian
analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada
migrain antara lain adalah:
Diklofenak.
Ketorolak.
Ketoprofen.
Indometasin.
Ibuprofen.
Naproksen.
Golongan fenamat.
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik
ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk
oral dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan
pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat
hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE
harus diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah
absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi
tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh
perifer (hati-hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp
abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis
dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.
Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga
memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak
memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi.
Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg.
Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek
samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.
2. Terapi preventif
Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau
tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek
(subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor
pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia
sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena
faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain
menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun
tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.
Indikasi:
Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan
Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan
Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.
Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi
abortif.
Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif.
Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil),
antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)
Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.
Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat
yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama
minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama
3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun
berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan.
B. Terapi nonfarmaka
Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka
tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi
nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada
saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres
dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang
murah.
KESIMPULAN
Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala
berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta
hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas. Klasifikasi
migrain menurut International Headache Society (HIS):Migrain tanpa aura (common
migraine),Migrain dengan aura (classic migraine),Migraine with prolonged
aura,Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine),Migraine aura without
headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine),Childhood
periodic syndromes that may be precursor to or associated with migraine,Benign
paroxysmal vertigo of childhood,Migrainous infraction (menggantikan complicated
migraine). Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas: Mengurangi faktor
resiko, terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka
dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi
pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi
nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka
diutamakan. Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan
dalam pemberian terapi farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat
diberikan pada migren dan kapan serta lama pemberiannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi
Klinis Dasar, Edisi 12. Dian Rakyat
2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC
Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar
Pelayanan medik (SPM) & Standar Operasional (SPO)
3. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University
Press. Yogyakarta.
4. Chawla, Jasvinder. Migraine Headache. Available at :
http://www.emedicine.medscape.com . Accessed on August 12th 2013.
5. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraine-
aura.com/content/e27892/index_en.html\
6. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah
Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Airlangga University Press. Surabaya.
7. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo.
http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm
8. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala
Migren dan Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22
No. 2
9. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika.
Jakarta.