Anda di halaman 1dari 8

RANGKUMAN MATERI KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF

Disusun Oleh :

Rivka Amalia Fauziah (20200910170058)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

SEMESTER GANJIL 2020-2021


A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Penyakit demam berdarah dengeu (DBD) atau lebih dikenal dengan

Dengeu Hemorhagic Fever (DHF), merupakan penyakit yang disebabkan oleh

virus yang sangat menular dengan vektro nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini

banyak menimbulkan kematian didaerah tropis dan subtropis serta merupakan

ancaman kesehatan bagi dunisa arena lebih dari 100 negara terjangkit penyakit

ini (Ranjit, 2011).

2. Klasifikasi

a. Fase demam yang terus menerus.

b. Fase di mana tidak ada lagi demam

c. Fase penyembuhan

Jika penderita berhasil melewati fase kedua sebelumnya, maka fase selanjutnya

adalah fase penyembuhan di mana kondisi penderita mulai berangsur-angsur

membaik. Reaksi tubuh terhadap demam berdarah sangat berbeda-beda

tergantung kondisi tubuh dan usia pasien. Reaksi tubuh tersebut meliputi

demam berdarah (klasik), demam berdarah dengeu (hemoragic), dan sindrom

syok dengeu.

3. Klasifikasi derajat DHF

a. Derajat I, ditandai dengan manifestasi perdarahan yang tampak dan uji

tournikuet positif

b. Derajat II, Tubuh menunjukan reaksi seperti mimisan dan bintik-bintik

merah.
c. Derajat III, Disebut juga dengan fase reaksi pre-syok. Terdapat reaksi

tubuh seperti yang ditunjukan pada DHF derajat II, namun penderita mulai

mengalami syok, kesadaran menurun, tangan dan kaki dingin, nadi cepat

dan lemah, namun tekanan nadi masih terukur

d. Derajat IV, Disebut juga dengan fase syok (atau dengeu syok

syndrome/DSS). Reaksi tubuh yang ditunjukan seperti penderita

mengalami syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma,

tangan dan kaki serta pucat. Nadi sangat lemah sampai tidak teraba dan

tekanan nadi tidak dapat terukur. Pada tahap ini bila tidak ditangani

dengan cepat dan tepat, seperti dapat mengalami kematian.

4. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari 4 virus asam ribonukleat beruntai

tunggal dari famili Flaviviridae yang ditularkan oleh vektor yamuk Aedes

aegypty dan Aedes albopictus. Masa inkubasi penyakit ini berakhir 4-5 hari

setelah timbulnya demam.

Menurut Pawartos EDP (Eliminate Dengeu Project) Yogya 2014, nyamuk

Aedes aegypti memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Nyamuk Aedes Aegypti dewasa berukuran sedang, Warna tubuh hitam

kecoklatan, Antena berwarna hitam dengan garis-garis lengkung berwarna

pucat, Ada garis-garis putih keperakan pada tubuh dan kakinya, Ada garis

melengkung vertikal dibagian kiri dan kanan pada badan depan, Nyamuk

jantan biasanya bertubuh lebih kecil dari nyamuk betina, Nyamuk ini

menggigit pada pagi dan sore hari, Berkembangbiak di air yang jernih baik
didalam maupun diluar rumah, Nyamuk Aedes Aegypti adalah nyamuk

rumahan (domestik)

5. Patofisologi

Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus, maka tubuh pasien membentuk kekebalan

penyakit. Apabila tubuh pasien diserang untuk kedua kalinya, maka tubuh

akan aman. Akan tetapi, apabila virus yang masuk itu mempunyai tipe yang

berbeda, maka akan mengakibatkan reaksi imunologi proliferasi dan

transformasi limfosit imun yang dapat meningkatkan titer antibodi igG

antidengeu. Dalam limfosit, terjadi reflikasi virus dengeu yang

bertransformasi akibat virus yang berlebihan. Kondisi ini menyebabkan

terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Kemudian antigen-antibodi tersebut akan mengaktifka sistem komplemen

dengan melepaskan C3a dan C5a yang mengakibatkan peningkatan

permeabilitas pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel.

Renjata yang tidak segera ditangani akan menyebabkan anoksia jaringan,

asidosis metabolik, dan kematian.

6. Manifestasi Klinis

a. Demam Dengue, Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,

ditandai dengan dua atau lebih manifestasi kinis sebagai berikut : Nyeri

kepala, Nyeri retro-orbital, Mialgia/artralgia, Ruam kulit, Manifestasi

perdarahan (petetie atau uji bendung postif), Leukopenia, Pemeriksaan


serologi dengeu positif; atau ditemukan DD/DHF yang sudah dikonfirmasi

pada lokasi dan waktu yang sama.

b. Dengue Hemorhagic Fever (DHF)

Berdasarkan kriteria WHO 197 diagnosis DHF ditegagkan bila semua hal

dibawah ini dipenuhi : Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari,

biasanya bersifat bifasik, manifestasi perdarahan yang biasanya berupa, uji

tourniquet positif, petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa

(epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan,

hematemesis atau melena, trombositopenia<100.00/ul, kebocoran plasma,

sindrom syok dengue.

Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu

: Penurunan kesadaran, gelisah, nadi cepat, lemah, hipotensi, tekanan

daerah turun <20 mmhg, perfusi perifer menurun, kulit dingin-lembab.

7. Komplikasi

a. Perdarahan luas

b. Syok

c. Ensefalopati dengue

d. Kelainan ginjal

e. Odema paru

f. Penurunan kesadaran

8. Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan pada penyakit DHF yaitu simptoatis dan suportif.

Penanganan pertama pada penyakit ini di antaranya memenuhi kebutuhan


cairan, yaitu dengan memberikan cairan oral 1-2 liter untuk mengatasi

dehidrasi dan rasa haus akibat demam tinggi. Selain air putih, pasien dapat

diberikan teh manis, susu, sirup, jus buah, dan oralit. Pasien yang mengalami

demam tinggi dapat dikompres dengan air biasa. Selain itu, dapat dierikan

antipiretik dari golongan asetaminofen (paracetamol). Pasien tidak boleh

diberikan antipiretik dari golongan salisilat karena akan menimbulkan

perdarahan yang semakin parah.

Demam tinggi pada anak-anak akan mengakibatkan terjadinya kejang. Untu

mengatasi kejang, dapat diberikan antikonvulsi misalnya diazepam, stesolid,

fenobarbital, dan obat abtikonvulsi lainnya. Jika syok dalam kondisi berat

/parah, maka dapat diatasi atau dicegah dengan memberikan resusitasi cairan

parenteral melalui infus. Jika pemberian cairan infus tidak memberikan

respon, maka diberikan plasma/plasma ekspander sebanyak 20-30 Ml?kg BB.

Plasma ekspander merupakan suatu sediaan larutan steril yang digunakan

untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, misalnya

whole blood (darah lengkap yang diambil dari donor manusia). Jika pasien

mengalami renjatan hebat, maka pemberian infus harus diguyur dengan cara

membuka klem infus. Namun, jika vena kolaps yang menyebabkan tetesan

tidak mencapai harapan, maka cairan diberikan secara paksa dengan

menggunakan spuit sebanyak 100-200 mL, kemudian diguyur. Pasien yang

mengalami renjatan berat perlu dipasang central venous pressure (CVP,

pengaturan tekanan vena sentral) untuk mengukur tekanan vena sentral

melalui vena safena magna atau vena jugularis dan pasien pun dirawat di

ruangan ICU. Transfusi darah perlu diberikan apabila terjadi perdarahan


gastrointestinal yang dapat diketahui dari tanda-tanda pasien muntah darah

atau terjadi penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit.

Pengendalian vektor dilakukan pada lingkungan yang beresiko, misalnya

lingkungan rumah dan sekolah, dengan secara rutin membersihkan air di

penampungan, misal kamar mandi, tempayan, air tampungan di belakang

lemari pendingin, AC, dan sebagainya. Setelah tempat penampngan air

tersebut dibersihkan, perlu diberikan bubuk untuk memberantasi jentik

nyamuk yaitu bubuk abate.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Klien

Nama, tempat/tanggal lahir, umur, Jenis kelamin, tanggal masuk, tanggal

pengkajian, rangan dan diagnosa medis.

2) Biodata orang tua

Nama ayah, ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, agama,

alamat, dan yang terakhir hubungsn dengan anak

b. Riwayat kesehatan

Keluhan utama; Peningkatan suhu yang mendadak disertai menggigil.

c. Riwayat kesehatan masa lalu

1) Riwayat penyakit yang pernah diderita

2) Riwayat pemberian imunisasi

d. Riwayat kesehatan sekarang

e. Riwayat kesehatan keluarga dan lingkungan


f. Kebutuhan dasar

1) Pola persepsi

2) Kebutuhan cairan

3) Kebutuhan nutrisi

4) Pola eliminasi alvi (buang air besar)

5) Pola istirahat tidur

6) Kebersihan lingkungan

7) Pemeriksaan Fisik Head to toe : Kepala dan leher, dada, integumen,

kuku sianosis atau tidak, ekstermitas.

8) Pemeriksaan penunjang

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.

b. Resiko terjadi perdarahan massif berhubungan dengan trombositopenia

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas kapiler, perdarahan.

d. Resiko terjadi komplikasi (syok atau perdarahan) berhubungan dengan

peningkatan permeabilitas kapiler.

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang

kurang dan/atau pengeluaran yang berlebihan (mual,muntah, dan tidak

nafsu makan).

f. Kurangnya pengetahuan orangtua tentang penyakit berhubungan dengan

kurangnya informasi.

Anda mungkin juga menyukai