B. Etiologi
Gigitan nyamuk Aedes Aigypti
C. Manifestasi klinik
Manifestasi perdarahan :
Uji Tourniquet dinyatakan positif apabila > / 10 petekie pada diameter 1
inci 2,5 cm.
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa ( epistaksis, perdarahan gusi )
Hematemesis, melena
2. Laboratorium :
Trombositopenia (100.000 mm atau kurang)
Hemokonsentrasi : peningkatan hematokrit 20 % menurut standar umur
dan jenis kelamin.
Derajat DBD
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
D. Patofisiologi
Ada dua perubahan patofisiologi utama terjadi pada DBD / DSS. Pertama
adalah peningkatan permeabilitas vascular yang meningkatkan kehilangan plasma dari
kompartemen vascular. Keadaan ini mengakibat-kan hemokonsentrasi, tekanan nadi
rendah, dan tanda syok lain, bila ke-hilangan plasma sangat membahayakan.
Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan
vascular, trombositopenia, dan koagulopati.
Temuan konstan pada DBD / DSS adalah aktivasi system komplemen, dengan
depresi besar C3 dan C5. Mediator yang meningkatkan permeabilitas vascular dan
mekanisme pasti fenomena perdarahan yang timbul pada infeksi dengue belum
teridentifikasi. Kompleks imun telah ditemukan pada DBD tetapi peran mereka belum
jelas.
Defek trombosit terjadi baik kualitatif dan kuantitatif yaitu beberapa trombosit
yang bersirkulasi selama fase akut DBD mungkin kelelahan (tidak mampu berfungsi
normal). Karenanya, meskipun klien dengan jumlah trombosit lebih besar dari
100.0000 mm mungkin masih mengalami masa perdarahan yang panjang.
Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD / DSS adalah peningkatan
replikasi virus dalam makrofag oleh antibody heterotipik. Pada infeksi sekunder
dengan virus dari serotip yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer,
antibody reaktif silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan
jumlah monosit terinfeksi saat kompleks antibody-virus dengue masuk ke dalam sel
ini. Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi reaktif silang CD4+ dan CD8+
limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan
oleh lisis monosit terinfeksi di media oleh limfosit sitotoksik yang dapat
mengakibatkan rembesan plasma dan perdarahan yang terjadi pada DBD. (Monica
Ester, 1999)
Fase-fase pada DBD :
1. Fase Inkubasi : 9-11 hari
2.
Fase Akut
3. Fase Kritis
: hari ke 1-3
: hari 4-6
E. Komplikasi
1. Syok
2. Sepsis
3. Ensefalopati
F. Pemeriksaan Penunjang
1. AT dan Hmt serial, Hb, Gol darah, CT, BT
2. Ro thorak : adakah efusi pleura
3. USG : kelainan vesika felea
(Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak IDAI, 2004)
G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a.
f.
2.
i.
Tirah baring
j.
Medis
a.
c.
aspirin,
Proris
ibuprofen
dapat
memperberat
trombositopenia
d. Oksigenasi jika diperlukan
e.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas,
muntah, epistaksis, perdarahan gusi
2)
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien)
4)
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang
badan, usia)
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori :
Penglihatan : edema palpebra, air mata ada / tidak, cekung
/ normal
Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, lidah lembab /
kering
e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab / kering, perdarahan
gusi
Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi,
nyeri,
Rencana Keperawatan
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
3.
Batasan karakteristik :
Panik
Teror
Perilaku
menghindar
atau
menyerang
Impulsif
Nadi,
respirasi,
TD
sistolik
meningkat
Anoreksia
Mual, muntah
Pucat
Stimulus sebagai
ancaman
Lelah
Otot tegang
Keringat
meningkat
Gempar
Ketegangan meningkat
Menyatakan takut
Menangis
Protes
Melarikan diri
4.
5.
NOC:
Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting,
berpakaian)
Setelah diberi motivasi
perawatan selama .x
24 jam, klien mengerti
cara memenuhi ADL
secara bertahap sesuai
kemam-puan,
dengan
indicator :
Mengerti secara sederhana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba secara aman tanpa
cemas
Klien mau berpartisipasi
dengan senang hati
tanpa keluhan dalam
me-menuhi ADL
Batasan karakteristik :
Orang tua sering
bertanya
Orang tua mengungkapkan perasaan
cemas
Khawatir
Kewaspadaan meningkat
1
2
Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur
Berikan objek yang dapat memberikan
ra-sa aman
Mudah tersinggung
Gelisah
Wajah tegang, memerah
Kecenderungan
me-nyalahkan orang
lain
Menggunakan
teknik
relaksasi
untuk me-ngurangi
cemas
Berinteraksi social
Menghindari kata
yang meledak-ledak
Menghindari perilaku yang merusak
Mampu mengontrol
verbal
Coping (1302)
Mampu mengidentifikasi pola koping
yang efektif dan
tidak efektif
Mampu mengontrol
verbal
Melaporkan stress /
cemasnya berkurang
Mengungkapkan
me-nerima keadaan
Mencari informasi
berkaitan dengan penyakit dan pengobatan
Memanfaatkan dukungan social
Anxiety control (1402)
Tidur adekuat
Tidak ada manifesttasi fisik
Tidak ada manifesttasi perilaku
Mencari informasi
untuk
mengurangi
cemas
Menggunakan
teknik
relaksasi
untuk me-ngurangi
cemas
Berinteraksi social
Aggression Control (1401)
Menghindari kata
yang meledak-ledak
Menghindari perilaku yang merusak
Mampu mengontrol
verbal
Coping (1302)
Mampu mengidentifikasi pola koping
yang efektif dan ti-
3
4
5
6
7
dak efektif
Mampu mengontrol
verbal
Melaporkan stress /
cemasnya berkurang
Mengungkapkan
me-nerima keadaan
Mencari informasi
berkaitan dengan penyakit dan pengobatan
Memanfaatkan dukungan sosial
DAFTAR PUSTAKA
-
A.
DEFINISI
Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah dan atau
konsentrasi hemoglobin turun di bawah normal (Donna L. Wong).
Menurut Dr. W. Herdin Sibuea dkk 1992, darah orang mengandung 13-16
gr hemoglobin (Hb) / 100 cc (13-16 gr%), semua Hb ini terdapat di dalam
eritrosit. Jika konsentrasi Hb turun dibawah normal akan timbul anemia.
Namun harus disadari bahwa batas terendah dari nilai normal tergantung
pada umur dan jenis kelamin.
Um
Laki laki
Peremp
ur
uan
12
13 16 gr %
12 16
18
13,5 17,5
gr %
thn.
gr %
12 16
18
gr %
48
thn.
B.
makan
yang
baik
tidak
akan
menimbulkan
anemia.
Bila
disertai
malnutrusi, baru akan terjadi anemia penyebab lain dari anemia defisiensi
adalah :
-
Hemoglobinuria
b)
2.
Anemia makrositik
a.
b.
Juga
berhubungan
dengan
sirosis
hepatis,
karena
terdapat
Anemia hemolitik
a.
Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal
120), baik sementara atau terus menerus. Anemia terjadi hanya bila
sumsusm tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah
merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh sebab
lain.
Penyebab :
1)
-
Intrinsik
Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria
noktural paroksismal.
2)
-
Hipersplenisme.
Luka bakar.
b.
hemolitik
autoimun
(Autoimun
Hemolitic
Anemia,
AIHA)
1.
Klasifikasi :
Warm-antibody immunohemolytic anemia
2.
Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel
sel darah.
Penyebab : bisa kongenital (jarang), idiopatik (kemungkinan autoimun),
LES, Kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, insektisid,
obat obat seperti kloramfenikol, sulfonamid, analgesik (pirazolon),
antiepileptik
(hidantoin),
kinakrin,
dan
solfonilurea,
pascahepatitis,
C.
POTOFISIOLOGI
D.
E.
MANIFESTASI KLINIK
Penderita anemia biasanya merasa sangat lelah, sakit kepala dan jika
anemia timbul dengan cepat,penderita mengeluh penglihatan berkunang
kunang (dizzyness). Gejal;a yang paling penting adalah gejala pada
jantung dan paru paru. Darah dengan konsentrasi Hb yang rendah harus
beredar dalam sirkulasi lebih sering dari biasanya.
Bila kadar Hb 15 gr / % maka pada keadaan istirahat curah jantung 5
1/menit sudah cukup. Jika kadar Hb turun menjadi 5 gr %, curah jantung
yang dibutuhkan adalah 15 1/menit untuk mencukupi oksigen yang sama
untuk jaringan. Orang yang tidak terlatih dapat meninggikan curah
jantung sampai 12 13 1/menit. Jika dibutuhkan curah jantung yang lebih
tinggi maka jantung akan mengalami kegagalan. Mekanisme kegagalan
jantung adalah sebagai berikut :
Jaringan memerlukan O2 lebih banyak daripada yang dapat disediakan
oleh darah. Pada jaringan yang mengalami hipoksia, CO 2 dan juga asam
laktat akan tertimbun. Asidosis setempat ini akan menyebabkan dilatasi
arteriol. Akibatnya tahanan arteri perifer akan turun. Aliran darah pada
jaringan akan bertambah, tatapi pada waktu yang bersamaan tekanan
darah pada arteri akan turun juga. Jika ini terjadi, maka refleks dari sinus
karotikusakan segera bekerja dan medula dari kelenjar adrenal akan
dirangsang untuk mensekreasi katekolamin. Hal ini akan menyebabkan
denyut jantung akanlebih kuat dan lebih cepat. Penderita akan merasa
berdebar debar (Palpitasi). Frekuensi nadi bertambah. Pada waktu yang
bersamaan darah akan lebih banyak kembali ke jantung dari sebelumnya.
Berdasarkan hukum Straling, ini akan meninggikan curah jantung. Jika
curah jantung yang maksimum telah tercapai, pengisian jantung lebih
lanjut akan menyebabkan curah jantungh makin rendah, ditambah lagi
pada anemia terdapat degenerasi lemak pada miokardium yang
melemahkan jantung. Pengisisan yang berlebihan dari sirkulasi pulmonal
akan terjadi dan menyebabakan dispne, mula mula hanya pada waktu
bekerja, kemudia pada waktu istirahat. Bila anemia berat dibiarkan tidak
diobati, penderita dapat meninggal oleh karena gagal jantung (high output
failure), asidosis asam laktat yang disebabkan oleh anoksia atau
kerusakan otak akibat anoksia.
Pada pemeriksaan, penderita kelihatan pucat terumata pada telapak
tangan dan lidah. Nadi cepat dan denyut nadi biasanya keras. Tekanan
darah normal tetapi tekanan diastolok dapat rendah. Dispne biasanya
berat. Pada auskultasi, sering ditemukan bising mendengung (humming)
yang terus menerus pada vena vena dileher, di atas klavikula.
Pada jantung terutama pada daerah aorta dan a. pulmonalis terdengar
bising sistolik yang keras oleh karena aliran darah yang cepat meimbulkan
efek turbulensi.Hal ini jangan dikatakan dengan bising yang disebabkan
kelainan katup jantung. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
konsentrasi Hb dan eritrosit yang rendah. (Dr. W. Herdin Sibuea dkk,
1992).
KOMPLIKASI
F.
PENATALAKSANAAN
1.
Keperawatan
Memberikan diet TKTP
Memberikan diet gizi serat, dan buah buahan yang cukup
Mengawasi kegiatan anak
Memberikan oksigen
Memonitor hasil laborat (Hb dan Ht)
Memberikan transfusi (setelah kolaborasi dengan dokter)
2.
Medis
1)
Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilotostomiasis
diberikan antelmintik yang sesuai.
Pemberian preparat fe:
Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat
dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikan bertahap. Pasien yang
tidak kuat,dapat diberikan bersama makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat
intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan
pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat diberikan secara
parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kk BB) untuk tiap g% penurunan
kadar Hb dibawah normal.
Iron dekstran mengandung fe 50mg/ml, diberikan secara intramuskular
mula mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total
sesuai perhitungan. Dapat pula diberikan intravena, mula mula 0,5 ml
sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit tidak menimbulkan reaksi,
boleh diberikan 250-500 mg.
b. Anemia penyakit kronik
Terapi terutama ditujukan pada penyakit dasarnya.
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah
merah (packed red cell) seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi
besi, tidak diindikasikan, kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis
reumatoid. Pemberian kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2)
Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari im selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.
b. Defisiensi asam folat
Meliputi pengobatan terhadap penyebab nya dan dapat dilakukan pula
dengan pemberian suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.
3)
Anemia karena perdarahan
Pemerikasaan laboratorium :
Gambaran anemia sesuai dengan anemia defisiensi Fe. Perdarahan pada
saluran cerna akan memberi hasil positif pada tes benzidin dari tinja.
Mengobati sebeb perdarahan.
Pemberian preparat Fe.
4)
Anemia hemolitik
a.
Anemia hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila
karena reaksi toksik imunologik yang didapat diberikan adalah
kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi.
Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat obat sitostatik,
seperti klorambusil dan siklofosfamid.
b.
Anemia hemolitik autoimun
5)
G.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Identitas
b.
Riwayat kesehatan
1)
2)
3)
4)
c.
Pemeriksaan persistem
1)
2)
a)
b)
c)
d)
Sistem gastrointestinal :
e)
f)
Sistem perkemihan
g)
d.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
2.
Pemeriksaan Penunjang
Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih,
kFe,pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B 12, hitung
trombosit, waktu perdarahan, waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron binding capacity
serum.
H.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)
kebutuhan O2.
2)
3)
4)
5)
6)
Resiko jatuh.
7)
K anenia .
N
o
Diagnosa Kep
NOC /
Tujuan
1
.
Intoleransi
aktivitas b.d
ketidakseimban
gan suplai &
kebutuhan O2,
kelemahan.
Klien
dapat
menoleran
si aktivitas
&
melakuka
n ADL
dengan
baik.
Batasan
karakteristik :
Laporan
verbal :
kelelahan dan
kelemahan
Respon
terhadap
aktivitas
menunjukan
nadi dan
tekanan darah
abnormal.
Perubahan
EKG
menunujukkan
aritmia atau
disritmia.
Dispna dan
ketidaknyamana
Kriteria
hasil :
Berpartisi
pasi
dalam
aktivitas
fisik
dengan
TD, HR,
RR yang
sesuai
Warna
kulit
normal,
hangat
dan kering
NIC /
Interve
nsi
1.
Menentu
kan
penyeba
b
intoleran
si
aktivitas
&
menentu
kan
apakah
penyeba
b dari
fisik,
psikis/m
otivasi
2. Kaji
kesesuai
an
aktivitas
&
istirahat
klien
sehari
hari
3.
n yang sangat.
Tingkatk
an
aktivitas
secara
bertahap
, biarkan
klien
berpartis
ipasi
dapat
perubah
an
posisi,
berpinda
h&
perawat
an diri.
Memverba
lisasikan
pentingny
a aktivitas
secara
bertahap
Mengeksp
resikan
pengertia
n
pentingny
a
keseimba
ngan
latihan &
istirahat
Meningkat
nya
toleransi
aktivitas
4.
Pastikan
kilen
mengub
ah posisi
secara
bertahap
. Monitor
gejala
intoleran
si
ativitas
5. Ketika
memban
tu klien
berdiri,
observas
i gejala
intoleran
si spt
mual,
pucat,
pusing,
ganguan
kesadara
n&
tanda
vital
6.
Lakukan
latihan
ROM jika
klien
tidak
dapat
menoler
ansi
aktivitas.
2
.
Takut b.d.
prosedur
transfusi,
hospitalisasi,pen
galaman
lingkungan yang
kurang
bersahabat.
(00148)
Batasan
karakteristik :
Panik
Teror
Perilaku
menghindar
atau menyerang
Implusif
Nadi,
respirasi, tD
sistolik
meningkat
Anoreksia
Mual,
muntah
Pucat
Stimulus
sebagai
ancaman
Lelah
Otot tegang
Keringat
meningkat
Gempar
Ketegangan
meningkat
Menyatakan
takut
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
3hari
perasaan
takut
pasien
berkurang
atau
hilang.
Fear
kontrol :
1. Pasien
mencari
informasi
untuk
menguran
gi takut
2. Pasien
tidak
menyeran
g atau
menghind
ar dari
sumber
yang
menakutk
an
3. Pasien
mengguna
kan teknik
relaksasi
untuk
menguran
gi takut
4. Durasi
takut
menurun
5. Pasien
mampu
mengontr
ol respon
takut
Anxiety
control
(1402)
Kriteria :
Cioping
enhanc
ement
(5230)
1. Kaji
respon
takut
pasien :
data
objektif
dan
subjektif
2.
Jelaskan
pasien/k
eluarga
tentang
proses
penyakit
3.
Terangka
n
pasien /
keluarga
tentang
semua
pemeriks
aan dan
pengoba
tan
4. Dorong
orang
tua
untuk
selalu
menema
ni anak
5.
Berikan
pilihan
yang
realistic
tentang
aspek
perawat
an
6. Dorong
pasien
untuk
melakuk
an
Tidur
pasien
adekuat
Tidak
ada
manifesta
si fisik
Tidak
ada
manifesta
si perilaku
aktivitas
social
dan
komunit
as
7. Dorong
penggun
aan
sumber
spiritual
Anxiety
Reductio
n (5820)
1.
Jelaskan
semua
prosedur
termasu
k
perasaan
yang
mungkin
dialami
selama
menjalan
i
prosedur
2.
Berikan
objek
yang
memberi
kan rasa
aman
3. Jaga
peralata
n
pengoba
tan
diluar
pengliha
tan
pasien
4.
Dengark
an
pasien
dengan
penuh
perhatia
n
5.
Ciptakan
suasana
saling
percaya
6. Dorong
pasien
mengun
gkapkan
perasaan
,
persepsi
dan
takut
secara
verbal
7.
Berikan
aktivitas
/
peralata
n yang
menghib
ur untuk
mengura
ngi
ketegan
gan
8.
anjurkan
pasien
menggu
nakan
teknik
relaksasi
3
.
Ketidakseimban
gan nutrisi :
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan faktor
biologis
Batasan
Karakteristik :
Berat badan
20 % atau lebih
di bawah ideal
Dialaporkan
adanya intake
makanan yang
kurang dari RDA
(Recomended
daily
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
6 hari
status
nutrisi
meningkat
dengan
kriteria :
Intik
makan
dan
minum
adekuat
Tanda
tanda
malnutrisi
tidak ada
MONITO
RING
GIZI
Timbang
berat
badan
pasien
pada
interval
tertentu
Amati
kecender
ungan
pengura
ngan
dan
penamb
ahan
Allowance)]
Membran
mukosa dan
konjungtiva
pucat
Kelemahan
otot yang
digunakan
untuk menelan /
mengunyah
makanan
Luka,
inflamasi pada
rongga mulut
Mudah
merasa
kenyang, sesaat
setelah
mengunyah
makanan
Dilaporkan
atau fakta
adanya
kekurangan
makanan
Dilaporkan
adanya
perubahan
sesnsasi rasa
Perasaan
ketidaknyamana
n untuk
mengunyah
makanan
Miskonsepsi
Kehilangan
BB dengan
makanan cukup
Keengganan
untuk makan
Kram pada
abdomen
Tonus otot
jelek
Nyeri
abdominal
dengan atau
tanpa patologi
Kurang
berminat
terhadap
makanan
Pembuluh
darah kapiler
Membran
konjungtif
a dan
mokus
tidak
pucat
Nilai
lab :
- Protein
total 6-8
gr %
Albumen :
3,5-5,3
gr %
Glogulin
1,8-3,6 gr
%
- Hb
tidak
kurang
dari 10 gr
%
berat
badan
Monitor
jenis dan
jumlah
latihanya
ng
dilaksan
akan
Monitor
respon
emosion
al pasien
ketika
ditempat
kan pada
suatui
keadaan
yang ada
makanan
Monitor
lingkung
an
tempat
makan
Amati
rambut
yang
kering
dan
mudah
rontok
Monitor
mual
dan
muntah
Amati
tingkat
albumen
, protein
total
hemoglo
bin, dan
hematok
rit
Monitor
tingkat
energi
rasa
mulai rapuh
Diare dan
atau steatorrhea
Kehilangan
rambut yang
cukup banyak
(rontok)
Suara usus
hiperaktif
Kurangnya
informasi,
misinformasi
tidak
enak
badan,
keletihan
dan
kelemah
an
Mati
jaringan
penghub
ung
yang
pucat,
kemerah
an dan
kering
Monitor
masukan
kalori
dan
bahan
makanan
MANAJE
MEN
NUTRISI
Kaji
apakah
pasien
ada
alergi
makanan
Kerjasam
a
dengan
ahli gizi
dalam
menentu
kan
jumlah
kalori,
protein
dan
lemak
secara
tepat
sesuai
dengan
kebutuh
an
pasien
Anjurkan
masukan
kalori
sesuai
kebutuh
an
Ajari
pasien
tentang
diet
yang
benar
sesuai
kebutuh
an tubuh
Monitor
catatan
makanan
yang
masuk
atas
kandung
an gizi
dan
jumlah
kalori
Timbang
berat
badan
secara
teratur
Anjurkan
penamb
ahan inti
protein,
zat besi
dan
vitamin
C yang
sesuai
Pastikan
bahwa
diet
mengan
dung
makanan
yang
berserat
tinggi
untuk
mencega
h
sembelit
Beri
makan
protein
tinggi,
kalori
tinggi
dan
makanan
bergizi
yang
sesuai
Pastikan
kemamp
uan
pasien
untuk
memenu
hi
kebutuh
an
gizinya
TERAPI
GIZI
Monitor
masukan
cairan
dan
makanan
dan
hitung
kalori
makanan
dengan
tepat
Berikan
pendidik
an
kesehata
n
tentang
pentingn
ya gizi
Kolabora
si ahli
gizi
Pastikan
diet gizi
serat
dan
buah
buahan
yang
cukup
Pantau
lab. Jika
perlu
Evaluasi
tanda
tanda
kekurang
an gizi
4
.
Kurang
pengetahuan
tentang anemia
b.d kurangnya
informasi
Batasan
Karakteristik :
-
Mengungkapkan
masalah
Tidak tepat
mengikuti
perintah
Tingkah laku
yang berlebihan
(misalnya
histeris, sikap
bermusuhan,
agitasi, apatis)
Setelah
dilakukan
penjelasa
n selama
3x
pertemua
n, pasien /
keluarga
mengetah
ui tentang
penyakitn
ya.
Kriteria
Hasil :
Pasien
dan
keluarga
menyatak
an
pemaham
an
tentang
penyakit,
kondisi,
pronogsis,
dan
program
pengobata
n
Pasien
dan
keluarga
mampu
melaksan
Teachin
g:
Diseas
e
Proces
s
1. Berikan
penilaian
tentang
tingkat
pengeta
huan
pasien
tentang
proses
penyakit
yang
spesifik
2.
Jelaskan
patofisiol
ogi dari
penyakit
dan
bagaima
na hal ini
berhubu
ngan
dengan
anatomi
dan
fisiologi,
dengan
akan
prosedur
yang
dijelaskan
dengan
benar
Pasien
dan
keluarga
mampu
menjelask
an
kembali
apa yang
dijelaskan
perawat /
tim
kesehatan
cara
yang
tepat
3.
Gambark
an tanda
dan
gejala
yangbias
a muncul
pada
penyakit,
dengan
cara
yang
tepat
4.
Gambark
an
proses
penyakit,
dengan
cara
yang
tepat
5.
Identifika
si
kemungk
inan
penyeba
b,
dengan
cara
yang
tepat
6. Berikan
informasi
pada
pasien
tentang
kondisi,
dengan
cara
yang
tepat
7.
Sediakan
bagi
keluarga
atau SO
informasi
tentang
kemajua
n pasien
dengan
cara
yang
tepat
8.
Sediakan
informasi
tentang
penguku
ran
diagnosti
k yang
tersedia,
dengan
tepat
9.
Diskusik
an
perubah
an gaya
hidup
yang
mungkin
diperluka
n untuk
mencega
h
komplika
si di
masa
yang
akan
datang
atau
proses
pengontr
olan
penyakit
10.
Diskusik
an
pilihan
terapi
atau
penanga
nan
11.
Gambark
an
pilihan
terapi
rasional
rekomen
dasi
manaje
men
terapi /
penanga
nan
12. Dukung
pasien
untuk
mengeks
plorasi
atau
mendap
atkan
second
opinion
dengan
cara
yang
tepat
atau
diindikas
i
13.
Eksplora
si
kemungk
inan
sumber
atau
dukunga
n,
dengan
cara
yang
tepat
14. Rujuk
pasien
mengen
ai tanda
dan
gejala
untuk
melapor
kan pada
pemberi
perawat
an
kesehata
n,
dengan
cara
yang
tepat
15.
Instruksi
kan
pasien
mengen
ai tanda
dan
gejala
untuk
melapor
kan pada
pemberi
perawat
an
kesehata
n,
dengan
cara
yang
tepat
16.
Sediakan
telepon
untuk
memang
gil jika
komplika
si terjadi
17.
Kuatkan
informasi
yang
disediak
an oleh
anggota
tim
kesehata
nlain,
dengan
cara
yang
tepat
5
.
6
.
Resiko infeksi,
faktor resiko
pertahanan
sekunder tidak
adekuat
(penurunan Hb)
Resiko jatuh
7
.
K Anemia
Dapat
meminima
lkan atau
mengatasi
komplikasi
anemia
selama
perawatan
3x24 jam
ditandai
dengan :
Hb >
atau sama
dengan 10
gr%
Toleransi
terhadap
aktifitas
-
Konjungtiv
a tidak
anemis
Tidak
sianosis
1.
Anjuran
untuk
menggu
nkan
sikat gigi
yang
halus
dan
menghin
dari
menghe
mbuskan
nafas
dengan
keras
melalui
hidung,
konstipa
si dan
olahraga
kontak
tubuh,
2. Bila
klien
dengan
terapi
alpha
eportin,
pantau :
TD
minimal
3x
semingg
u
Kadar
HMT dan
retikulosi
t setiap
minggu
Fe,
kapasita
s ikatan
Fe total
dan nilai
feritin
total
Kalium
serum
3. Bila
pada
terapi
alpha
epoeitin,
HMT
turun
evaluasi
Status Fe
Kadar
aluminiu
m
Anjuran
untuk
menying
kirkan
antasida
luminiu
m
Resiko
kehilang
an darah
Kaji
penyeba
b yang
mendasa
ri
4. Pantau
tanda
dan
gejala
anemia
Hb >
10 gr/dl
Wajah
pucat,
sklera
icteric,
konjungti
va
anemis
Perubah
an fungsi
mental,
gelisah
Kulit
dingin,
lembab
Ganggua
n
hemodia
nmik
5.
Kolabora
si dokter
untuk
pemberi
an
Terapi
intraven
a,
tranfusi
darah
dan diet
diatur
oleh
integrasi
berbagai
sistem
diantaranya
sistem
Gerakan
yang
dialami
biasanya
berputar
namun
kadang
berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada
penderita
vertigo
kadang-kadang
dapat
kita
saksikan
adanya
nistagmus.
Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban
Tobing. S.M, 2003)
i.
j.
k. Neuronitis Vestibular
l.
Neuroma Akustik
PATOFISISIOLOGI VERTIGO
Anatomi
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindrom vertigo:
A.
Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses transduksi yaitu mengubah
rangsangan menjadi bioelektrokimia:
Reseptor mekanis divestibulum
Resptor cahaya diretina
Resptor mekanis dikulit, otot dan persendian (propioseptik)
B.
C.
Pusat-pusat
keseimbangan,
berperan
dalam
proses
modulasi,
komparasi,
tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala kegawatan (alarm
reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh dibagian
tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda kegawatan
dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di samping itu respon penyesuaian
otot-otot menjadi tidak adekvat sehingga muncul gerakan abnormal dari mata disebut
nistagnus.
dalam
gerak
supinasi
dan
pronasi
tanyanye
secara
berturut-turut
- Vertigo perifer
Lamanya vertigo berlangsung:
a.
b.
Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelamin disentral (batang otak, srebelum atau otak) atau diperifer
(telinga dalam, atau saraf vestibular)
Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai fertikal)
kemudian kembali kesemula
4.
5.
6.
Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul
7.
Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular dan
somatosensorik.
Penatalaksanaan
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)
Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar
penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama
pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada
posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali
keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda.
Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat digunakan
sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau
serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita
yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan
pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan
membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
b.
Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika dan terapi
simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan
diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi
visual pada suatu tempat atau benda.
c.
Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere. Tujuan dari terapi
medik yang diberi adalah:
Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya : tirah
baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa
serangan tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang
atau toleransi terhadap serangan berikutnya.
Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih jarang. Untuk
mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang menganjurkan diet rendah garam dan
diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan oleh obat atau
tindaka konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan
kehilangan pekerjaannya.
terdapat
ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima otak. Pada penderita ini
dapat diberikan obat anti vertigo.
f
TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih sempurna dalam
kurun waktu 24 jam
RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan sempurna terjadi lebih dari
24 jam.
Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau penanganan yang efektif
sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa meninggalkan cacat.
Latihan fisik vestibular pada penderita vertigo:
Tujuannya:
A. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan
o Berjalan tandem
o Jalan menaiki dan menuruni lereng
o Melirikkan mata kearah horizontal dan vertical
o Melatih gerakan mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga menfiksasi pada objek
yang diam
Semua gerakan tersebut diatas harus dilakukan hati-hati
II
PENGKAJIAN
Data focus yang perlu dikaSetelah dilakukan tindak keperawatan selamax24 jam, nausea
berkurang / hilang
N.O.C:
a.
Comfort level
b.
Hidration
b.
c.
A. Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.
2.
3.
4.
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pemeriksaan Persistem
1.
2.
Sistem Persarafan
Adakah nistagmus berdasarkan beberapa pemeriksaan baik manual maupun dengan alat.
3.
Sistem Pernafasan
Adakah gangguan pernafasan.
4.
Sistem Kardiovaskuler
Sistem Gastrointestinal
Adakah Nausea dan muntah
6.
Sistem integumen
7.
Sistem Reproduksi
8.
Sistem Perkemihan
2.
3.
4.
Pola eliminasi
5.
6.
7.
8.
9.
III
DIANOGSA KEPARAWATAN
E. Perfusi jaringan tidak efektif; cerebral berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
IV
RENCANA KEPERAWATAN
NO
DIAGNOS
A
KEPERAW
TUJU
AN
INTERVENS
1.
ATAN
Resiko
jatuh
berhubung
an dengan
pusing
ketika
menggerak
kan kepala
Setela
h
dilakuk
an
tindak
an
kepera
watan
selam
a x
24 jam
pasien
dihara
pakan
tidak
jatuh
NOC:
a. Safeti
status:
Falls
Occurr
ence
b. Falls
preve
ntion:
know
ledge
perso
nal
safety
c. Safety
behevi
our:
Falls
preve
ntion
Dengan
kreteria:
a. pasien
mamp
u
berdiri,
d
uduk,
berjala
n
tanpa
pusing
b. Klien
mamp
u
1.
menjel
askan
jika
terjadi
serang
an dan
cara
menga
ntisipa
sinya
2.
Nausea
berhubung
an dengan
stimulasi
visual yang
tidak
mengenakk
an,
meniere,
labirintitis
Setela
h
dilakuk
an
tindak
kepera
watan
selam
a
x24
jam,
nause
a
berkur
ang /
hilang
N.O.C:
a.
Comfo
rt level
d.
Hidrati
on
e. Nutriti
onal
status
food
finid
intake
Dengan
kreteria:
d.
Terdap
at
tandatanda
fisik
dan
psikolo
gik
memb
1.
Patient / family teaching
-Anjurkan pasien agar pelen-pelan nafas dalam dan menelan untu
-Ajarkan pasien untuk tidak minum 1 jam sebelum,1 jam setelah d
2.NUTRITIONAL MONITORING
-Monitor tipe kehilangan berat badan dan pertumbuhan
-Monitor kelembaban,turgor kulit dan depigmentasi.
-Monitor tingkat energi,malaise,fatigue dan kelemahan pasien.
-Monitor asupan kalori dan nutrisi.
-Kolaborasi;
kelola pemberian anticmetic sebelum makan atau sesuai jadwal
3. Fluid managmen:
aik
e.
Kurang
perawatan
diri: makan,
mandi,
berpakaian,
toileting b.d
kerusakan
neurovasku
ler
Batasan
Karakterist
ik :
Kelumpuha
n
wajah
atau
anggota
badan
sehingga
menyebabkan :
Ketidakma
mpuan
dalam
menyuap,
memegang
alat makan
Ketidakma
mpuan
dalam
membasuh
badan,
mongeringkan, keluar
Turgor
kulit,
mukos
a
mulut
baik
f.
Tidak
panas
dan
tidak
terdap
at
edeme
perifer
Intake
makan
an dan
minum
an
baik
Setela
h
dilakuk
an
tindak
an
kepera
watan
selam
a ... x
24 jam
dihara
pkan
kebutu
han
mandir
i klien
terpen
uhi,
NOC;
PERA
WATA
N DIRI
(Mandi
,maka
n,toilet
ing,ber
pakaia
n)
Denga
n
kriteria
:
Klien
dapat
makan
dengan
masuk
kamar
mandi
Ketidakma
mpuan
pergi
ke
kamar
mandi,
menggunakan pispot
4.
Defisit
pengetahu
an ten-tang
penyakit,
pengobata
n
dan
perawatan
klien
b.d
keterbatasa
n kognitif,
ku-rang
paparan
atau
mudah lupa
bantua
n
orang
lain /
mandir
i
Klien
dapat
mandi
dengan
bantua
n
orang
lain
Klien
dapat
mema
kai
pakaia
n
denga
n
bantua
n
orang
lain /
mandir
i
Klien
dapat
toiletin
g dengan
bantua
n alat
Setela
h
dilakuk
an
penjel
asan
selam
a ...x
pertem
uan,
pengetah
uan
klien
tentan
g penyakit,
pengo
batan
dan
perawata
n klien
menin
gkat
NOC :
Knowl
edge :
Disea
se
proce
ss
(1803)
Knowl
adge :
Illness
care
(1824)
Denga
n
kriteria
:
-
5.
Perfusi
jaringan
tidak efektif
(spesifik:
cerebral)
b.d aliran
Klien
dan
keluar
ga
mampu
menjel
askan
penger
-tian,
proses
penya
kit,
penye
bab,
tanda
dan
gejala,
efek
penya
kit,
tindak
an
pence
gahan,
pengobat
an dan
peraw
atan
vertigo
Setela
h
dilakuk
an
tindak
an
1.
2.
3.
4.
5.
darah arteri
terhambat
Batasan
Karakterist
ik :
Nyeri
kepala
/
vertigo
Perubahan
status
mental
perubahan
respon
motorik
dis-artria
Kelumpuha
n wa-jah
kepera
watan
selam
a ..... x
24 jam
dihara
pkan
Nyeri
kepala
/
vertigo
berkur
ang
sampa
i dengan
hilang
Tandatanda
vital
stabil
6.
7.
asetil salisilat tidak dianjurkan terutama pada usia < 18 bulan karena risiko sindrom Reye
Diazepam oral 0.3 mg/kg.bb tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang
demam pada 30% - 60 % kasus, begitu pula diazepam rektal 0.5 mg/kg.bb setiap 8 jam pada
suhu > 38.5C. Hati-hati dengan efek samping ataksia, iritabel dan sedasi berat yang terjadi
pada 25% - 39% kasus. Fenobarbital, fenitoin dan karbamazepin saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.
Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis
Diberikan jika:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Dipertimbangkan jika:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
2. Terjadi pada bayi < 12 bulan
3. Kejang demam 4 kali/tahun
Jenis obat :
Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg.bb/hari dibagi 2-3
dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kg. bb/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati pada sebagian kecil kasus terutama pada usia < 2 tahun;
fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40% - 50%
kasus.
Lama pengobatan:
Diberikan selama 1 tahun bebas kejang; kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
PROGNOSIS
Risiko cacad akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Ada
penelitian retrospektif yang melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat
kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Risiko berulang
Faktor risiko berulangnya kejang demam :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia < 12 bulan
3. Suhu rendah saat kejang demam
4. Cepatnya kejang setelah demam
Jika semua faktor risiko ada , risiko berulang 80%; jika tidak ada hanya 10-15%. Sebagian
besar berulang pada tahun pertama (setelah kejang).
Risiko epilepsi
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nomor RM
Nama Klien
Nama Panggilan
Tempat Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Bahasa yang Dimengerti
Orang Tua/Wali
:
:
:
:
:
:
:
:
01-41-42-57
Tanggal Masuk RS : 12/4/2009
An. RE
Tanggal Pengkajian : 14/4/2009
An.R
Sleman, 26/5/2008
10 bulan.
Perempuan
Jawa
Jawa
Nama Ayah/Ibu
Pekerjaan Ayah/Ibu
Pendidikan
Alamat
:
:
:
:
Bp. M/Ibu R
Swasta/Guru
SLTA/SPG
Sumberadi, Mlati, Sleman
B. Keluhan Utama
Panas, suhu tubuh 38 C.
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Satu HSMRS anak demam, tidak muntah, tidak batuk, tidak pilek, kemudian diberi
paracetamol sendok teh tetapi demam masih tinggi.
HMRS anak muntah 2 kali seperti yang dimakan tidak muncrat, BAB encer 1 kali,
demam tinggi, tidak ada edema. Anak kejang saat di UGD selam 2 menit, berhenti dengan
diazepam 5 mg suspensi dan 2 kali dumin suspensi masuk.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
Sebelumnya ibu KB suntik selama 9 bulan. Selama hamil ibu kontrol rutin setiap 4
minggu di dokter Sp.OG tiap bulan sejak usia kehamilan 2 bulan, tidak imunisasi,
USG, mendapat suplemen tambah darah dan vitamin. Selama hamil tidak mengalami
masalah, tidak mual muntah berlebihan, tidak demam, tidak ada edema dan tidak
mengalami hipertensi.
2.
4. Hospitalisasi/operasi
atau mengalami tindakan operasi.
5. Injury :
sebelumnya.
6. Alergi
Anak
belum
pernah
mengalami
kecelakaan
7. Imunisasi
: Hepatitis B 1 kali, BCG 1 kali pada usia 2
minggu, DPT 4 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, Polio 3 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, campak pada
usia 9 bulan.
E. Riwayat Sosial
1. Pengasuh :
F. Riwayat Keluarga
1. Sosial ekonomi
: Anak tinggal dengan orang tua dan saudara
kandung di rumah sendiri ayah bekerja dibidang swasta dan ibu bekrja sebagai guru
TK. Pendapatan perbulan Rp 1.000. 000,2. Lingkungan rumah
: Anak menempati rumah dengan dinding tembok,
lantai tegel, ventilasi dan penerangan cukup, kamar mandi dan jamban sendiri, sumber
air minum dari sumur.
3. Penyakit keluarga
:
a. Ayah dan ibu memiliki riwayat alergi makanan
b. Sepupu anak dari pihak ayah pernah mengalami kejang demam
c. Nenek dari ayah dan ibu memiliki riwayat hipertensi
Kakek dari ibu memiliki riwayat penyakit jantung
A. Tingkat Perkembangan Saat Ini (DDST-II)
1. Personal sosial
:
Anak dapat tersenyum mulai usia 2 bulan
Anak dapat mengenal orang tua muali usia 3 bulan
2. Adaptif motorik halus
:
Anak dapt menggenggam mulai usia 2 bulan
Anak dapat memindahkan benda mulai usia 5 bulan
3. Bahasa
:
Anak dapat mengoceh mulai usia 2 bulan
Anak dapat bicara 2 suku kata mulai usia 9 bulan
4. Motorik Kasar
:
Anak dapat miring mulai usia 3 bulan, Anak dapat tengkurap muali usia 4 bulan,
Anak dapat merangkak mulai usia 6-7 bulan, Anak dapat duduk mulai usia 7 bulan,
Anak dapat berdiri muali usia 7 bulan
Interpretasi : tingkat perkembangan sesuai dengan usia.
B. Pola Kesehatan Klien Saat Ini
1. Nutrisi
: klien terpasang sonde, diet cair: energi 880
kkal/hari, protein 24 gram/hari. Kemampuan mengisap bayi mulai membaik.
Berdasarkan z-score, status nutrisi klien baik.
2. Cairan
: ubun-ubun tidak cekung, kebutuhan cairan 800
cc/hari. Cairan diberikan perseonde, oral dan perinfus, muntah 1 kali.
3. Aktivitas
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Tingkat kesadaran
:
Nadi: 124 x/m
Suhu: 38,2 C
BB: 8 kg
TB: 77 cm
2. Kulit
3. Kepala
4. Mata
:
:
:
5. Telinga
6. Hidung
7. Mulut
8. Leher
9. Dada
10. Paru-paru
11. Jantung
:
:
:
:
:
:
:
12. Abdomen
13. Anus dan rectum
14. Muskuloskeletal
:
:
:
compos mentis
RR: 30 x/m
LK: 45 cm
turgor baik, tidak ada ptechie dan diaperras
bersih, ubun-ubun belum menutup.
tidak ada edema palpebra, konjungtiva tidak
pucat, scelera tidak ikterik.
kebersihan baik, tidak ada pengeluaran cairan.
terpasang sonde.
mukosa lembab, tidak ada iritasi mukosa.
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Simetris, tidak ada ketinggalan gerak
perkusi sonor, bunyi napas vesikular.
Auskultasi S1 tunggal, S2 split tdk konstan, tidak
ada bising.
bentuk soepel, tidak ada distensi.
tidak ada iritasi pada mukosa.
kekuatan otot baik, pergerakan tidak terbatas.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal
12 April
2009
Jenis
Darah rutin
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
Kimia darah
Na
K
Cl
Ca
GDS
Cairan otak
Kejernihan
Jumlah sel
Eritrosit
Leukosit berinti
polimorf
Limfosit
Albumin
Hasil
Satuan
Nilai normal
Interpretasi
13,37
5,1
12
37,6
73,7
23,5
31,9
219
103/ L
106/ L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/ L
4,8-10,8
4,2-5,4
12-16
37-47
79-99
27-31
33-37
150-450
Naik
Normal
Normal
Normal
Rendah
Rendah
Rendah
Normal
133,5
4,05
106,4
2,38
145
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mg/dL
137-145
3,1-5
98-107
2,1-2,54
80-140
Rendah
Normal
Normal
Normal
Tinggi
Jernih
0
0
0
0
0
13 April
2009
Percobaan Pady
Kadar protein
Glukosa
Na
Cl
Urin rutin
Warna
BJ
pH
uro
Glukosa
Protein
Bilirubin
Leukosit
0
0
73 mg%
139
122
Kuning keruh
1.010
7,0
Normal
-
E. Terapi Farmaka
1. Zinc 1 x 20 mg
2. Dialac 2 x 1 sachet
3. Paracetamol 10 mg/ kg BB k/p (3/4 cth).
4. Diazepam 0,3 mg/kg BB IV jika kejang (2,5 mg).
5. Diazepam 0,1 mg/kg BB per oral jika suhu > 38,5 C (0,8 mg).
ANALISA DATA
Tgl/Jam
Data Senjang
14/4 09 DS:
08.00
- Ibu klien mengatakan an. R
panas.
DO:
- Suhu axila 38,2 C.
- Kulit merah.
- Kulit teraba hangat.
14/4 09
08.00
DS:
Ibu klien mengatakan anak
muntah 1 x dan BAB lunak 1 x
pagi ini.
DO:
Peningkatan suhu tubuh 38,2
C.
14/4 09
08.00
DS:
DO:
Demam, suhu 38,2 C.
Riwayat kesehatan: Kejang
saat masuk rumah sakit.
Masalah
Hipertermi
Etiologi
Peningkatan
metabolik
Risiko kekurangan
volume cairan
Status
hipermetabolik
Risiko cedera
Fungsi regulatori
biokimia
(hipertermi dan
konvulsi)
RUMUSAN MASALAH
N
o
1
Tgl/Jam
14/4 09
08.00
Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik.
08.00
08.00
RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Jam
14/4 09
08.00
14/4 09
08.00
Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
berhubungan
dengan
peningkatan
metabolik.
Risiko
kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan status
hipermetabolik
dan kehilangan
cairan melalui
rute normal.
Outcome
Intervensi
Thermoregulation:
Suhu tubuh
dalam rentang
normal.
Nadi dan RR
dalam rentang
normal.
Tidak ada
perubahan warna
kulit.
Fever treatment
Monitor suhu sesering
mungkin.
Monitor warna dan suhu
kulit.
Monitor nadi dan RR.
Lakukan tapid sponge.
Berikan cairan intravena.
Tingkatkan sirkulasi udara.
Kolaborasikan pemberian
antipiretik.
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
demam.
Fluid management:
Timbang popok/pembalut
jika diperlukan.
Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat.
Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat).
Monitor vital sign.
Monitor masukan
makanan/cairan dan hitung
intake kalori harian.
Lakukan terapi IV.
Monitor status nutrisi.
Berikan cairan.
berlebihan
RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Jam
14/4 09
08.00
Diagnosa
Keperawatan
Risiko cedera
berhubungan
dengan fungsi
regulatori
biokimia
(hipertermi dan
konvulsi).
Outcome
Vital signs status:
Temperatur dalam
rentang normal.
Knowledge: personal
safety
Mampu menjelaskan
langkah-langkah
pencegahan risiko.
Mampu menjelaskan
langkah-langkah
kedaruratan saat di
rumah.
Intervensi
Vital signs monitoring:
Monitor adanya
hipertermia.
Catat tren dan fluktuasi
peningkatan suhu.
Monitor nadi dan respirasi.
Environment Management
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
Memindahkan barangbarang yang dapat
membahayakan
Discharge planning:
Identifikasi pengetahuan
keluarga.
Diskusikan dengan
keluarga tentang tatalaksana
post hospital.
Diskusikan dengan
keluarga untuk melakukan
rujukan ke pelayanan
kesehatan sehubungan
perawatan klien.
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam
14/4 09
08.00
No. DK
1
09.00
11.00
14/4 09
08.00
Catatan Keperawatan
09.00
13.45
S:
Ibu klien mengat
dari sebelumnya.
O:
Temperatur 37,
Tidak ada kejan
A:
Hipertermi belum
P:
Monitor peruba
Berikan tapid s
Tingkatkan hid
13.45
S:
Ibu klien menyat
O:
Intake hingga j
Output hingga
Mukosa mulut
A:
Defisit cairan tida
P:
Monitor input Motivasi pemb
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam
14/4 09
09.30
No. DK
3
Catatan Keperawatan
Mendiskusikan dengan ibu klien tentang antisipasi
demam dan kejang.
Menjelaskan kepada ibu penyebab kejang terdahulu.
Mendiskusikan dengan ibu menanganan di rumah bila
anak kembali demam tinggi serta terjadi kejang.
Memotivasi ibu untuk memanfaatkan fasilitas
09.45
S:
Ibu klien mengat
antisipasi demam
O:
A:
Pengetahuan ibu
kesehatan.
CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam
14/4 09
14.00
No. DK
1
21.00
14/4 09
14.00
Catatan Keperawatan
16.00
17.00
18.00
20.00
21.00
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aidsinfonet.org/factsheet_detail.php?fsnumber=504
21.00
S:
Ibu klien mengat
O:
Temperatur 38
Tidak ada keja
A:
Hipertermi belum
P:
Monitor perub
Tingkatkan hid
21.00
S:
Ibu klien menyat
O:
Intake sore hin
Output sore hin
Mukosa mulut
Tidak ada diare
A:
Defisit cairan tid
P:
Monitor input Motivasi pemb
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000568.htm
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC: Jakarta.
Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. Mosby, Inc. St.
Louis, Missouri.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC), 4th ed.
Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Defnition and Classifcation 2005-2006.
NANDA International. Philadelphia.
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
UKK Neurologi IDAI CDK 165/vol.35 no.6/September - Oktober 2008
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS APLIKASI NANDA,
NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
A.
PENGERTIAN
Hidrocephalus
adalah:
suatu
keadaan
patologis
otak
yang
B.
1.
Pembesaran kepala.
2.
3.
4.
5.
Gangguan sensorik.
6.
7.
8.
9.
C.
PATOFISIOLOGI
ventrikel.
Air
secara
pasif
mengikuti
untuk
memudahkan
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital
atau akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan
kelahiran anak yang keberapa adalah penting sebagai faktor resiko.
Adanya riwayat cedera kepala sehingga menimbulkan hematom, subdural
atau perdarahan subarakhnoid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hidrosefalus.
Demikian
otak
sebelumnya.
Riwayat
Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala
terhadap badan, anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak
biasanya dalam keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan
kesadaran, rewel, sukar makan atau muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak
menutup, sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala
yang tipis, adanya tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset
Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai
petunjuk penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang
amat sangat terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi
susunan
saraf
perdarahan
pusat,
saraf
serebrospinal
atau
sentral.
terdapat
perdarahan
Penurunan
pada
invasi
susunan
kadar
saraf
glukosa
meninggal
oleh
pusat
dalam
tumor,
atau
cairan
seperti
sebagai
indikator
untuk
mengetahui
tingkat
gangguan
psikomotor.
4.
Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran
sutura. Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti
adanya
kalsifikasi
periventrikuler
sebagai
tanda
adanya
infeksi
E.
MANAJEMEN TERAPI
khoroideus
dengan
tindakan
reseksi
(pembedahan)
atau
koagulasi.
Akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh
disini antara lain:
mox Cazetasolamoid.
orbid.
obarbital.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal
dengan
tempat
absorbsi
yakni
menghubungkan
ventrikel
dengan
subarakhnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam rongga ekstra kranial dengan operasi
pemasangan shunt. Operasi pemasangan shunt dilakukan sedini mungkin,
tetapi biasanya dipasang pada usia 3-4 bulan, sedangkan revisi pada usia
18-24 bulan, 1-6 tahun, 10-12 tahun.
Prognosis
hidrosefalus
infatil
mengalami
perbaikan
bermakna
namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi
50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir
normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik,
sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan
intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik
bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HIDROSEFALUS
A.
PENGKAJIAN
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWA
TAN/
MASALAH
KOLABORA
SI
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVE
DAN
NSI
KRITERIA
HASIL
1.
Perfusi
jaringan
tidak
efektif:
serebral b.d
peningkata
n
tekanan
intrakranial,
hipervolemi
a.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Tekanan
intrakranial
0-15
mmHg.
Perfusi
otak lebih
dari
50
mmHg.
Terpelihara
nya status
neurologis.
Tanda
vital stabil.
Kaji
status
neurologis
yang
berhubung
an dengan
tandatanda
peningkat
an tekana
intrakrania
l,
terutama
GCS.
Monitor
tandatanda
vital:TD,
nadi,
respirasi,
suhu,
minimal
tiap
15
menit
sampai
keadaan
pasien
stabil.
Monitor
tingkat
kesadaran,
sikap
reflek,
fungsi
motorik,
sensorik
tiap
1-2
jam.
Naikkan
kepala
dengan
sudut 15450, tanpa
bantal
(tidak
hiperekste
nsi
atau
fleksi) dan
posisi
netral
(posisi
kepala
sampai
lumbal
2.
Gangguan
persepsi
sensori b.d
gangguan
pusat
persepsi
sensori.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Tanda vital
normal.
Orientasi baik.
GCS lebih dari
13.
Tekanan
intrakranial
<10
mmHg.
Refleks
fisiologis
(+).
Refleks
patologis
(-).
Kaji tingkat
kesadaran
dan respon.
Ukur vital
sign, status
neurologis.
Monitor
tanda-tanda
kenaikan
tekanan
intrakranial
seperti
iritabilitas,
tangis
melengking,
sakit kepala,
mual muntah.
Ukur lingkar
kepala
dengan
meteran/
midline.
Lakukan
terapi
auditori dan
stimuli taktil.
3.
Kerusakan
intregritas
kulit
b.d
penurunan
mobilitas
fisik,
defisiensi
sirkulasi.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Eritema (-).
Kulit kepala
turgor baik,
utuh.
Luka (-).
Monitor
kondisi
fontanella
mayor tiap
4 jam.
Ubah
posisi tiap
2
jam,
pertimban
gkan
perubahan
posisi
kepala tiap
1 jam.
Gunakan
lotion atau
minyak
dan
lindungi
posisi
daerah
kepala
dari
penekana
n.
Letakkan
kepala
pada
bantal
karet atau
gunakan
water bed
jika perlu.
Gunakan
pengganti
an
alat
tenun dari
bahan
yang
lembut.
Stimuli
daerah
kepala
setiap
perubahan
posisi.
Pertahank
an nutrisi
4.
Resiko
defisit
volume
cairan
b.d
mual,
muntah,
anoreksia.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Hidrasi
adekuat.
Turgor kulit
baik.
Membran
mukosa
lembab.
Tanda vital
normal.
Urin output
0,5-1
cc/
kgBB/ jam.
Monitor
intake
output
makanan
dan
cairan.
Ukur dan
observasi
tanda
vital.
Catat
jumlah,
frekuensi
dan
karakter
muntah.
Timbang
BB
tiap
hari.
Kaji
tandatanda
dehidrasi.
5.
Perubahan
proses
keluarga
b.d
perubahan
status
kesehatan
anggota
keluarga.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Keluarga
partisipasi
dalam
perawatan
dan
pengobatan
.
Keluarga
memberika
n sentuhan,
perasaan
senang dan
bicara pada
anaknya.
Keluarga
mampu
mengidenti
fikasi
perilaku
negatif dan
cara
mengatasin
ya.
Beri
kesempata
n
pada
keluarga
atau orang
tua untuk
mendiskus
ikan
masalah.
Beri
dorongan
sikap
penerimaa
n terhadap
anak
(misal
dipeluk,
berbicara
dan
menyenan
gkan
anak).
Bantu
orang tua
untuk ikut
merawat
anaknya,
libatkan
orang tua
sebanyak
mungkin.
Jelaskan
setiap
prosedur
perawatan
dan
pengobata
n.
Dorong
sikap
positif dari
orang tua,
beri
penjelasan
tentang
sifat
negatif.
Diskusikan
sikap yang
6.
Kurang
pengetahua
n orang tua
tentang
penyakit,
perawatan,
komplikasi
b.d kurang
informasi.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n, keluarga
mampu:
Ungkapkan
pengertian
rencana
perawatan.
Menerima
kenyataan
terhadap
anaknya.
Demonstras
ikan
perawatan
yang
diperlukan.
Mengetahui
tanda
infeksi dan
peningkata
n tekanan
intrakranial.
Menjelaska
n
pengobatan
yang
diberikan,
minum obat
sesuai
rencana
dan
mengerti
efek
samping.
Jelaskan
semua
prosedur
dan
pengobata
n,
kehadiran
perawat
diperlukan
bila
ada
informasi
oleh team
kesehatan
lain untuk
memperku
at
penjelasan
.
Beri
dorongan
pada
orang tua
untuk
mengeksp
resikan
perasaan
dan
harapan
dan
partisipasi
dalam
perawatan
anaknya
dengan
perasaan
yang
menyenan
gkan.
Bantu
orang tua
untuk
dapat
menerima
kenyataan
tentang
perubahan
dan
perkemba
ngan
anaknya.
PASCA OPERASI
1
.
Ganggua
n
persepsi
sensori
b.d
infeksi
pemasan
gan
shunt.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Mengembali
kan
fungsi
persepsi
sensori dan
komplikasi
dapat
dicegah atau
seminimal
mungkin
tidak
akan
terjadi.
Kaji reaksi
pupil
dan
kesimetrisan,
vital
sign,
tingkat
kesadaran,
kepekaan,
kemampuan
neuromuskul
er.
Ukur lingkar
kepala
dan
awasi ukuran
fontanella.
Atur posisi
daerah
kepala yang
tidak
dilakukan
operasi
jangan pada
posisi shunt.
Ukur tanda
vital.
Atur anak
tetap
terlentang
dengan posisi
15-450, akan
meningkatka
n
dan
melancarkan
aliran
balikdaerah
vena kepala
sehingga
mengurangi
edema
dan
mencegah
terjadinya
kenaikan TIK.
Ukur suhu
dan atur suhu
lingkungan
sesuai
indikasi,
batasi
pemakaian
selimut,
kompres bila
2
.
Resiko
infeksi
b.d
pemasan
gan
shunt.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Status
imun
normal.
Kontrol status
infeksi.
Kontrol faktor
resiko.
Penyembuhan
luka, ILO (-).
Abses
otak,
meningitis
(-).
Ukur vital
sign tiap 4
jam.
Gunakan
teknik
aseptik
dalam
perawatan.
Observasi
luka operasi.
Lakukan
perawatan
luka
bekas
operasi
sesuai
instruksi.
Kolaborasi:
antibiotik,
pemeriksaan
AL, kultur dan
sesnsitivitas
tes.
3
.
Kerusaka
n
integritas
kulit b.d
prosedur
pembeda
han.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Incisi sembuh
tanpa
ada
eritema.
Luka kering dan
bersih.
Kaji lokasi
incisi adanya
robekan
permukaan
kulit,
pus,
darah.
Ukur vital
sign tiap 4
jam.
Perhatikan
teknik
aseptik
dan
septik
saat
penggantian
balutan.
Observasi
tanda-tanda
peningkatan
TIK
karen
infeksi akibat
pemasangan
infus.
Jaga
kebersihan
kulit
pasien
tetap bersih
dan kering.
4
.
Kurang
pengetah
uan
tentang
perawata
n
di
rumah
b.d
kurangny
a
informasi.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Orang tua
mampu
ungkapkan
pengertian
rencana
perawatan.
Orang tua
dapat
mendemons
trasikan
kemampuan
merawat di
rumah.
Orang tua
mengerti
tentang cara
pewngobata
b di rumah.
Kaji tingkat
pendidikan
dan
pengetahuan
orang
tua
pasien.
Beri
penjelasan
tentang
hidrosefalus
dan prosedur
pembedahan
nya
pada
orang tua.
Libatkan
orang
tua
pada
perawatan
pasca
operasi.
Jelaskan
pada
orang
tuatentang
tanda
dan
gejala infeksi
CSF
dan
kegagalan
shunt.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Rupseno, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II, Jakarta,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.
NANDA, 2000, Nursing Diagnosis Defnition and Clasifcation, 2001-2002,
Philadhelpia, USA.
Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer
Disorder, Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.
Price, S.A., 1988, Patofsiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit, Bag. II
Terjemahan Adji Dharma, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smith, C., 1988, Nursing Care Planning Guides for Children, California,
Assisten Professor Child California State University Long Beach.
Tucker, S.M., 1988, Patient Care Standars, The Mosby Company,
Washinton, USA.
A. PENGERTIAN
Bronkiolitis adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolitis yang sering diderita bayi atau anak
berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan.
B. ETIOLOGI
Sebagian besar disebabkan oleh respiratori syncytial virus (50%). Penyebab lain. Penyebab
lainnya adalah influenza virus, eaton agent (mycoplasma pneumonia), adeno virus dan beberapa
virus lain.
C. PATOLOGI
Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mucus
serta eksudat yang liat. Didinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrate sel radang. Radang
juga dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstitial. Obstruksi bronkiolus menimbulkan
empisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.
D. PROGNOSIS
Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48-72 jam.
Mortalitas kurang dari 1%. Anak dapat meninggal karena apnea yang lama, asidosis respiratorik
yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi.
E. GAMBARAN KLINIK
Bronkiolitis biasanya didahului oleh :
1. Infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya tanpa
disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril.
2. Anak sesak nafas makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan
batuk.
3. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi intercostals dan suprasternal, anak
menjadi gelisah dan sianotik.
4. Pada pemeriksaan ada suara perkusi hipersonor, eksperium memanjang disertai dengan
wheezing.
5. Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akir atau permulaan eksperium.
6. Pada keadaan yang berat sekali , suara pernafasan hamper tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hamper total.
7. Foto thorak menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral.
8. Pada 1/3 pasien ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau
radang.
9. Pemeriksaan laboratorium: gambaran darah tepi normal, kimia darah menunjukkan asidosis
respiratorik / metabolic, usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas seperti diatas. Bronkiolitis
harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai pemfisema obstruksi dan gagal jantung.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Anak ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban yang tinggi, sebaiknya dengan uap
dingin, untuk mencairkan skret bronkus yang liat, atau pengobatan inhalasi.
2. Oksigen.
3. Ciran elektrolit secara intravena u/ mengoreksi asidosis dan dehidrasi.
4. Antibiotik dengan spectrum luas, bila ada infeksi bacterial.
5. Pemberian sedative tidak diperkenankan karena menimbulkan depresi pernafasan.
6. Bronkodilator tidak dianjurkan karena merupakan kontraindikasi dan dapat memperberat
keadaan anak.
2.
3.
Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau
membran kapiler
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan
b.d faktor biologis.
5.
6.
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif
keluarga.
7.
PERENCANAAN BRONKHIOLITIS
N
o
1
Diagnosa
Tujuan
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
b/d
banyaknya
scret mucus
Setelah dilakukan
askep
jam
Status respirasi: terjadi
kepatenan jalan nafas
dg KH:Pasien tidak
sesak nafas, auskultasi
suara paru bersih,
tanda
vital
dbn.
Risiko
Intervensi
Airway manajemenn
Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi
jika memungkinkan.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk
membebaskan jalan nafas.
Pasang ET jika memeungkinkan
Lakukan terapi dada jika memungkinkan
Keluarkan lendir dengan suction
Asukultasi suara nafas
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
aspirasi b/d
tidak
efektifnya
refllek
menelan.
Perfusi
jaringan
tidak efektif
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
b/d
ketidak
mampuan
pemasukan
b.d
faktor
biologis
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
askep
Jalan
nafas
bersih.
Setelah dilakukan perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
askep
Identifikasi
monitor intake nutrisi dan kalori
kebutuhan nutrisi.
Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.
Bebas dari tanda
Nutritional terapi
malnutrisi.
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk
mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
askep
invasive
Keluarga tahu
tanda-tanda infeksi.
Angka leukosit
normal.
Setelah dilakukan
askep
jam
pengetahuan keluarga
klien meningkat dg
KH:
Keluarga
menjelaskan
tentang penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan
Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama saat
dilakukan tindakan
Cemas
Setelah dilakukan
berhubungan askep
jam
dengan
kecemasan terkontrol
krisis
dg KH: ekspresi wajah
situasional,
tenang , anak /
hospitalisasi keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan askep.
Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga
PK:Anemia
Setelah dilakukan
askep ..... jam
perawat akan dapat
meminimalkan
terjadinya komplikasi
anemia :
- Hb >/= 10 gr/dl.
- Konjungtiva tdk
anemis
- Kulit tidak pucat
- Akral hangat
kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik
relaksasi.
Monitor tanda-tanda anemia
Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg
bergizi
Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan
tranfusi darah
Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe
Observasi keadaan umum klien
untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella typhosa, basil gram negatif yang
bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ
lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa,
usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar
fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi
plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan ileh kelainan pada usus halus.
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan
dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak
diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium,
atau psikosis..
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
darah
tepi
leukopenia,
limfositosis,
aneosinofilia,
anemia,
trombositopenia.
Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella
tyhposapada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk
menegakkan diagnosis kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi
atau bila penderita telah lama sembuh.
F. KOMPLIKASI
Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni
G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan
gizi penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara
dengan alasan perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid
disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau pneumonia.
H. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
1.
2.
3.
2.
3.
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
tidak adekuat
5.
6.
PK : Perdarahan
RENPRA TYPOID
No
Diagnosa
1 Hypertermi b/d
proses infeksi
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama.x 24 jam
menujukan
temperatur
dalan
batas
normal
dengan kriteria:
Bebas
dari
kedinginan
Suhu tubuh
stabil 36-37 C
Intervensi
Termoregulasi
Pantau suhu klien (derajat dan
pola)
perhatikan
menggigil/diaforsis
Pantau
suhu
lingkungan,
batasi/tambahkan linen tempat
tidur sesuai indikasi
Berikan kompres hangat hindari
penggunaan akohol
Berikan minum sesuai kebutuhan
Ekspresi wajah
tenang
klien dapat
istirahat dan tidur
v/s dbn
Manajemen nyeri :
Lakukan pegkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidak nyamanan.
Administrasi analgetik :.
Cek
program
pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Klien bersih,
tidak bau
Kebutuhan
sehari-hari
terpenuhi
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
jam
tidak
terdapat
faktor
risiko infeksi dan dg
KH:
Tdk ada tandatanda infeksi
AL normal
V/S dbn
nilai
Anjurkan
klien
untuk
laboratorium
meningkatkan asupan nutrisinya.
terkait normal,
Yakinkan diet yang dikonsumsi
tingkat energi
mengandung cukup serat untuk
adekuat,
mencegah konstipasi.
masukan nutrisi
Monitor jumlah nutrisi dan
adekuat
kandungan kalori.
Berikan informasi
kebutuhan nutrisi.
tentang
Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.
PK: Perdarahan
Setelah dilakukan
askep
jam
perawat
akan
menangani
atau
mengurangi
komplikasi daripada
perdarahan
Sesak nafas dan cyanosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping
hidung,retraksi dinding dada.
RENPRA BRONKOPNEMONIA
No
1
Diagnosa
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
b/d
banyaknya
scret mucus
Tujuan
Intervensi
Setelah dilakukan Airway manajemenn
askep jam Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher
Status respirasi:
ekstensi jika memungkinkan.
terjadi
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kepatenan jalan
ventilasi
nafas
dg Identifikasi pasien secara actual atau
KH:Pasien tidak
potensial untuk membebaskan jalan nafas.
sesak
nafas,
Pasang ET jika memeungkinkan
auskultasi suara
paru
bersih, Lakukan terapi dada jika memungkinkan
tanda vital Keluarkan lendir dengan suction
Asukultasi suara nafas
dbn.
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
Monitor respirasi dan status oksigen jika
memungkinkan
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui oral
atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang
suction
Masukan slang jalan afas melalui hidung
untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi (100%
O2) gunakan ventilator atau rescution
manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal
suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma trachea
setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan O2
Risiko
aspirasi b/d
tidak
efektifnya
refllek
menelan.
Setelah dilakukan
askep jam tidak
terjadi aspirasi dg
KH;
Terjadi
peningkatan
reflek menelan
Toleransi thdp
intake oral &
sekresi
tanpa
aspirasi
Jalan nafas
bersih.
Perfusi
Setelah dilakukan
jaringan
askep jam
tidak efektif terjadi
b/d
peningkatan
kerusakan
Status sirkulasi
transport
Dg KH: Perfusi
oksigen
jaringan adekuat,
melalui
tidak ada edem
alveolar dan palpebra,
akral
atau
hangat, kulit tdk
membran
pucat, urin output
kapiler
adekuat respirasi
normal.
Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
b/d
ketidak
mampuan
pemasukan
b.d
faktor
biologis
Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan status
nutrisi dg KH:
Mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat.
Identifikasi
kebutuhan
nutrisi.
Bebas dari
tanda
Pencegahan aspirasi
Cek residu sebelum pemberian M/M /
NGT
malnutrisi.
Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive
Setelah dilakukan
askep jam
infeksi terkontrol,
status
imun
adekuat dg KH:
Bebas dari
tanda dangejala
infeksi.
Keluarga tahu
tanda-tanda
infeksi.
Angka leukosit
normal.
Kontrol infeksi.
Batasi pengunjung.
Bersihkan lingkungan pasien secara
benar setiap setelah digunakan pasien.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat pasien, dan ajari cuci tangan
yang benar.
Pastikan teknik perawatan luka yang
sesuai jika ada.
Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai,
dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup
Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
dengan
kurang
paparan dan
Setelah dilakukan
askep jam
pengetahuan
keluarga
klien
meningkat dg KH:
Keluarga
menjelaskan
keterbatasan
kognitif
keluarga
tentang
penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan
Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama
saat dilakukan
tindakan
Cemas
Setelah dilakukan
berhubungan askep jam
dengan
kecemasan
krisis
terkontrol dg KH:
situasional,
ekspresi
wajah
hospitalisasi tenang , anak /
keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan
askep.
A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap
infeksi.
Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira
7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup
mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis
lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks,
dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium
yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan
prosedur atau pendekatan endoskopi.
B. Etiologi
- Penyebab belum pasti
- Faktor yang berpengaruh:
Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses)
35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
Infeksi: E. Coli dan steptococcus.
Tumor
C. Patognesis
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
1. Adanya isis lumen
2. Derajat sumbatan yang terus menerus
3. Sekresi mukus yang terus menerus
4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks
Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan
muncul setelah terjadi sumbatan 2 hari
D. Patofisiologi
Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses
implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
1. Sembuh
2. Kronik
3. Perforasi
4. Infiltrat abses
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2. Pemeriksaan fisik
a.
Status generalis
-
Tampak kesakitan
b. Status lokalis
c.
d. Rovsing sign (+) pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa
nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga
udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar
apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.
e.
Psoas sign (+) m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney
(pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga
meradang.
f.
Obturator sign (+) fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine,
bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.
Appendiksitis pain
2 point
2 point
c.
1 point
Vomitus
d. Anoreksia
1 point
e.
1 point
f.
1 point
1 point
1 point
Total point
10
3. pemeriksaan penunjang
a.
laboratorium
o Hb normal
o
5.
6.
7.
8.
Pankreatitis
Cystitis
infeksi panggul
Torsi kista ovari
H. Penatalaksanaan
1. Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (app kronik)
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan pada
apendiktomi)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut
b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan
Pk: perdarahan
RENPRA APP
No
Diagnosa
1 Nyeri akut b/d agen
injuri fisik (insisi
pembedahan pada
apendiktomi)
Tujuan
Intervensi
Setelah
dilakukan Manajemen nyeri :
askep selama . jam
Kaji tingkat nyeri secara
tingkat
komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien
karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat,
nyeri
kualitas dan faktor presipitasi.
terkontrol dg KH:
ekspresi wajah
pengalaman
nyeri
klien
tenang dan klien
sebelumnya.
mampu istirahat
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Kurang
pengetahuan
tentang penyakit,
perawatan
dan
pengobatannya b/d
kurang
paparan
sumber informasi,
terbatasnya
kognitif
Setelah
dilakukan Teaching : Dissease Process
askep selama ..... Kaji tingkat pengetahuan klien dan
jam,
pengetahuan
keluarga tentang proses penyakit
klien meningkat dg
Jelaskan tentang patofisiologi
KH:
penyakit, tanda dan gejala serta
Keluarga mampu
penyebab yang mungkin
menjelaskan
Sediakan / berikan informasi tentang
kembali tentang
kondisi klien
apa yang telah
dijelaskan
(penyakit,
perawatannya dan
pengobatannya)
Keluarga
kooperative dan
mau
kerjasama
saat
dilakukan
tindakan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
b/d intake nutrisi
inadekut b/d faktor
biologis ( mual,
muntah, puasa)
Setelah
dilakukan Manajemen Nutrisi
askep selama .. kaji pola makan klien
jam
klien Kaji adanya alergi makanan.
menunjukan status Kaji makanan yang disukai oleh
nutrisi
adekuat
klien.
dibuktikan
dengan
Kolaborasi dg ahli gizi untuk
BB
stabil
tidak
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
terjadi mal nutrisi,
dengan kebutuhan klien.
tingkat
energi
Setelah
dilakukan
askep selama jam
infeksi terkontrol
dan terdeteksi dg
KH:
Tidak ada td-td
infeksi.
Al normal v/s
dbn
v/s dbn
Konrol infeksi :
Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
Gunakan sabun anti microba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung (UP)
Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka, drainage
dan dresing infus, kateter setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Pertahankan teknik isolasi bila perlu.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
Ambil kultur jika perlu
PK: Perdarahan
Setelah
dilakukan
askep
jam
perawat
akan
menangani
atau
mengurangi
komplikasi daripada
perdarahan
B. Etiologi
Hal hal yang menyebabkan abortus adalah :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, karena beberapa factor :
2. Kelainan plasenta
Endarteritis pada vili korialismenyebabkan oksigenasi plasenta terganggu
3. Penyakit ibu.
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus
misal : Infeksi acut yang berat (pneumonia, typus dll), toksin, virus, bakteri atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk kejanin sehingga menyebabkan janin
meninggal dan terjadi abortus.
4. Kelainan endrokin (kekurangan progresteron atau dysfungsi kelenjar gondok).
5. Trauma (lapanatonic atau kecelakaan)
6. Sebab sebab psikosomatik
Stress dan emosi yang kuat diketahui dapat mempengaruhi fungsi uterus lewat system
hipotalamus hipofise.
7. Kelainan alat kandungan.
a Hipoplaria.
b Tumor uterus (mioma uteri)
c Servik yang pendek
d Retoflexio uteri incar cerata
e Kelainan endometrium
C. Patogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis di ikuti nekrosis jaringan sekitar
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu vili korialis belum menenmbus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8-4 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan secara sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 mingu janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Hasil
konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang
tak jelas bentuknya (blighted ovum). Janin lahir mati atau janin lahir hidup.
D. Manifestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau meningkat.
2. Perdarahan pervaginam mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
3. Rasa mulas atau kram perut di daerah atas simpisis sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus.
4. pemeriksaan ginekologi:
inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi tercium
/ tidak bau busuk dari vulva.
Inspekulo : perdarahan dari kavum ueri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada / tidak jaringan keluar dari ostium, ada / tidak cairan/jaringa yang berbau
busuk dari ostium.
Colok vaginam : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba / tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri saat perabaan adneksia, kavum Doughlast tidak
menonjol dan tidak nyeri.
E. Pemeriksaaan Penunjang
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggusetelah abortus
2. Pemeriksaan doppler atau usg untuk menentukan apakah janin masih hidup
G. Penatalaksanaan
1. Abortus Imminens
Istirahat tirah baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap 4 jam bila pasien panas.
Tes kehamilan dapat dilakukan, bila hasil negative, mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Berikan obat penenang biasanya Fenobarbital 3 x 300 mg. berikan preparat
hematinik misalnya sulfas ferosus 600-1000mg.
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
2. Abortus Insipiens
Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vacuum atau cunam
abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin
0,5 mg intramuskuler.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infuse oksitosin 10 IV dalam
dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
3. Abortus Inmcomplit
Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infuse cairan Na Cl fisiologis
atau RL dengan selekas mungkin ditransfusi darah.
Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskuler.
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi
4. Abortus Complit
Bila kondisi pasien baik, berikan ergomterin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari
Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus / transfuse
Anjurkan pasien diit tinggi protein, vitamin dan mineral
5. Missed Abortus
Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukaan dilatasi servik dengan
dilatator Negar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu
dengan kuret tajam.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietil stilbestrol 3 x 5 mg lalu
infuse oksitosin 10 IV dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20
tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat
diberikan sampai 100 IV dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infuse
oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
6. Abortus Septik
Abortus septic harus dirujuk ke rumah sakit.
Penanggulangan infeksi:
Obat pilihan pertama : penisilin prokain 800.000 IU IM tiap 12 jam ditambah
klorampenikol 1g peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
Obat piliha kedua : ampisilin 1g peroral selanjutnya 500mg tiap 4 jam ditambah
metronidazol 500mg tiap 6 jam
Tingkatkan asupan cairan.
Bila perdarahan banyak, lakukan transfuse darah.
H. Komplikasi
Perdarahan (Hemorrhage)
Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli
Infeksi dan tetanus
Gagal ginjal akut
Syok pada abortus dapat disebabkan oleh :
1. perdarahan yang banyak
2. infeksi berat/sepsis disebut Syok Septik Endoseptik
1.
Diagnosa
Nyeri b.d agen injuri
biologis
Intervensi
1. Manajemen Nyeri
Lakukan
pengkajian
komprehensif
frekuensi,
nyeri
termasuk
durasi,
secara
lokalisasi,
kualitas
dan
factor
presipitasi
Observasi
reaksi
non
verbal
dari
ketidaknyamanan
Tingkatkan istirahat
Administrasi Analgesik
2.
status kesehatan
2. Peningkatan Koping
kehilangan
melalui
rute
cairan
normal
(perdarahan)
4.
Resiko
3. Manajemen Cairan
infeksi
prosedur invasif
d.f.r
4. Kontrol Infeski
Perlindungan Infeksi