Anda di halaman 1dari 115

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) / DENGUE HEMORAGIK FEVER (DHF) APLIKASI


NANDA, NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
A. Pengertian
Demam Dengue (DD) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari*)
dengan dua atau lebih manifestasi berikut : nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah,
nyeri retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali *), manifestasi
perdarahan *), dan lekopenia.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah kasus Demam Dengue dengan
kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasma*).
Sindrom Syok Dengue (SSD)/ Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus
Demam Berdarah Dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi / syok /
renjatan *).

B. Etiologi
Gigitan nyamuk Aedes Aigypti

C. Manifestasi klinik
Manifestasi perdarahan :
Uji Tourniquet dinyatakan positif apabila > / 10 petekie pada diameter 1
inci 2,5 cm.
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa ( epistaksis, perdarahan gusi )
Hematemesis, melena

Trombositopenia < 100.000/mm *). Biasanya mulai hari ke 3 dan kembali


normal 7 10 hari sejak permulaan sakit.
Manifestasi kebocoran plasma :
Peningkatan hematokrit > / = 20 %
Penurunan hematokrit > / = 20 % setelah pengobatan
Efusi pleura, asites, edema palpebra, atau hipoproteinemia (khususnya
albumin)
Manifestasi Syok :
Nadi lemah / kecil dan cepat
Tekanan nadi menurun (, 20 mmHg )
Hipotensi sesuai umur
Hipotensi ditentukan dengan tekanan sistolik < 80 mmHg (10,7 kPa) bagi
mereka dengan usia kurang dari 5 tahun, atau < 90 mmHg (12,0 kPa) bagi
mereka yang berusia lebih atau sama dengan 5 tahun. (Monica Ester, 1999)
Kulit dingin dan lembab
Gelisah dan lemah
Kencing < 1 cc/ Kg BB/Jam ( Oliguria )
Perfusi jaringan menurun
Nafas cepat dan dalam
Kesadaran menurun
(Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, 1999)

Kriteria DBD menurut WHO (WHO, 1997) :


1. Klinis :
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan : RL tes positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena.
Pembesaran hati / hepatomegali
Syok

2. Laboratorium :
Trombositopenia (100.000 mm atau kurang)
Hemokonsentrasi : peningkatan hematokrit 20 % menurut standar umur
dan jenis kelamin.

Derajat DBD
Derajat I
Derajat II

: Demam disertai uji tourniquet positif


: Derajat I disertai perdarahan spontan

Derajat III

: Derajat II disertai kegagalan sirkulasi / syok


(hipotensi, akral dingin, tekanan nadi < 20 mmHg)

Derajat IV

: Derajat III disertai syok yang berat (profound syok) :


nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur

D. Patofisiologi
Ada dua perubahan patofisiologi utama terjadi pada DBD / DSS. Pertama
adalah peningkatan permeabilitas vascular yang meningkatkan kehilangan plasma dari
kompartemen vascular. Keadaan ini mengakibat-kan hemokonsentrasi, tekanan nadi
rendah, dan tanda syok lain, bila ke-hilangan plasma sangat membahayakan.
Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan
vascular, trombositopenia, dan koagulopati.
Temuan konstan pada DBD / DSS adalah aktivasi system komplemen, dengan
depresi besar C3 dan C5. Mediator yang meningkatkan permeabilitas vascular dan
mekanisme pasti fenomena perdarahan yang timbul pada infeksi dengue belum
teridentifikasi. Kompleks imun telah ditemukan pada DBD tetapi peran mereka belum
jelas.

Defek trombosit terjadi baik kualitatif dan kuantitatif yaitu beberapa trombosit
yang bersirkulasi selama fase akut DBD mungkin kelelahan (tidak mampu berfungsi
normal). Karenanya, meskipun klien dengan jumlah trombosit lebih besar dari
100.0000 mm mungkin masih mengalami masa perdarahan yang panjang.
Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD / DSS adalah peningkatan
replikasi virus dalam makrofag oleh antibody heterotipik. Pada infeksi sekunder
dengan virus dari serotip yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer,
antibody reaktif silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkan
jumlah monosit terinfeksi saat kompleks antibody-virus dengue masuk ke dalam sel
ini. Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan aktivasi reaktif silang CD4+ dan CD8+
limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi sel T dan
oleh lisis monosit terinfeksi di media oleh limfosit sitotoksik yang dapat
mengakibatkan rembesan plasma dan perdarahan yang terjadi pada DBD. (Monica
Ester, 1999)
Fase-fase pada DBD :
1. Fase Inkubasi : 9-11 hari
2.

Fase Akut

3. Fase Kritis

: hari ke 1-3

: hari 4-6

4. Fase Penyembuhan : hari 7-10


Apabila setelah hari ke 7 masih terjadi kenaikan suhu badan perlu dipikirkan 3 hal :
1. Proses pirogen : karena infuse terlalu lama
2. Proses alergi
3. Proses infeksi
(Materi Pelatihan Keperawatan Profesional Dasar Anak, 2002)

E. Komplikasi
1. Syok
2. Sepsis
3. Ensefalopati

4. Gagal Ginjal Akut


5. Edema pulmo
6. Perdarahan GIT
7. Perdarahan Intra Kranial
8. DIC
(Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak IDAI, 2004)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. AT dan Hmt serial, Hb, Gol darah, CT, BT
2. Ro thorak : adakah efusi pleura
3. USG : kelainan vesika felea
(Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak IDAI, 2004)

G. Penatalaksanaan
1. Keperawatan
a.

Memonitor vital sign

b. Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang


c.

Memonitor tanda dehidrasi dan overhidrasi

d. Memonitor tanda-tanda syok


e.

Memonitor perdarahan dan kebocoran plasma

f.

Mengelola infuse dan tranfusi

g. Memenuhi kebutuhan nutrisi


h. Mengontrol dan mengatasi demam

2.

i.

Tirah baring

j.

Mengelola pemberian oksigen jika diperlukan

Medis
a.

Terapi intravena : RL, Asering

b. Tranfusi sesuai kebutuhan : plasma , trombosit, Whole Blood

c.

Antipiretik : paracetamol 10 mg/kg BB/pemberian. Tidak boleh


diberikan

aspirin,

Proris

ibuprofen

dapat

memperberat

trombositopenia
d. Oksigenasi jika diperlukan
e.

Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati, atau jika ada infeksi


sekunder

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.

Identitas : umur, alamat (daerah endemis ?, lingkungan rumah / sekolah ada


yang terkena DB ?)

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas,
muntah, epistaksis, perdarahan gusi
2)

Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat


masuk rumah sakit) : kapan mulai panas ?

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien)
4)

Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit


lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak)

5) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang ?


6) Riwayat imunisasi
c.

Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang
badan, usia)
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori :
Penglihatan : edema palpebra, air mata ada / tidak, cekung
/ normal
Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, lidah lembab /
kering

b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing


c) Sistem pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping
hidung, odem pulmo, krakles
d)

Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak


teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, epistaksis,
sianosis perifer, nyeri dada

e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab / kering, perdarahan
gusi
Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi,

nyeri,

asites, lingkar perut ?


Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume,
bau, konsistensi, darah, melena
f)

Sistem integumen : RL test (+) ?, petekie, ekimosis, kulit kering /


lembab, perdarahan bekas tempat injeksi ?

g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria


d. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi ?,
2) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah
3) Pola eleminasi
a) Bab : frekuensi, warna (merah ?, hitam ? ), konsistensi, bau, darah
b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria
4) Pola aktifitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola percaya diri dan konsep diri
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic, dehidrasi, viremia

2) PK: Syok Hipovolemia b.d dengan kebocoran plasma, perdarahan,


3) Takut b.d prosedur pengambilan darah (cek AT dan Hmt serial), hospitalisasi.
4) Cemas orang tua b.d perkembangan penyakit anaknya
5) Defisit self care b.d kelemahan, sesak nafas
6) Kerusakan pertukaran gas b.d akumulasi cairan di rongga paru
7) Resiko kelebihan volume cairan

Rencana Keperawatan
1.

Hipertermi b.d, peningkatan metabolik, viremia


Batasan karakteristik :
Suhu tubuh > normal
Kejang
Takikardi
Respirasi
meningkat
Diraba hangat
Kulit memerah

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama


X 24 jam suhu badan
pasien normal, dengan
kriteria :
Termoregulasi (0800)
Suhu kulit normal
Suhu badan 35,9C37,3C
Tidak ada sakit
kepa-la / pusing
Tidak ada nyeri otot
Tidak
ada
perubahan
warna
kulit
Nadi, respirasi
dalam
batas
normal
Hidrasi adequate
Pasien menyatakan
nyaman
Tidak menggigil
Tidak iritabel / gragapan / kejang

Pengaturan Panas (3900)


1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
2.
Monitor
tekanan darah, nadi dan
respirasi
3. Monitor suhu dan warna kulit
4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipertermi
5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang
adekuat
6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas
yang tinggi
7. Berikan obat antipiretik
8. Berikan obat untuk mencegah atau mengontrol menggigil
Pengobatan Panas (3740)
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
2. Monitor IWL
3. Monitor suhu dan warna kulit
4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
5. Monitor derajat penurunan kesadaran
6. Monitor kemampuan aktivitas
7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb
8. Monitor intake dan output
9. Monitor adanya aritmia jantung
10. Dorong peningkatan intake cairan
11. Berikan cairan intravena
12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas
angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah
klien menggigil / kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati
penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi dan
aksila.
18. Anjurkan klien untuk tidak memakai
selimut
19. Anjurkan klien memakai baju berbahan
dingin, tipis dan menyerap keringat

Manajemen Lingkungan (6480)


1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2.
Berikan tempat tidur dan kain / linen
yang bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)
1.
Anjurkan klien untuk mencuci tangan
sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kegiatan perawatan klien
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai
dengan SOP
5.
Berikan perawatan kulit di area yang
odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik
aseptik
8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai
advis dokter
2.

PK: Syok hipovolemia


b.d kebocoran plasma,
perdarahan , dehidrasi

Setelah dilakukan tindakan / penanganan selama


1 jam diharapkan klien
mempunyai perfusi yang
adekuat, dengan criteria :
Kriteria hasil :
Amplitudo nadi
perifer meningkat
Pengisian kapiler
singkat (< 2 detik)
Tekanan darah
dalam
rentang
normal
CVP > atau = 5 cm
H2O
Frekuensi jantung
teratur
Berorientasi
terhadap
waktu,
tempat, dan orang
Keluaran urin > atau
= 30 ml/jam
Akral hangat
Nadi teraba
Membran mukosa
lembab
Turgor kulit normal
Berat badan stabil
dan dalam batas
normal
Kelopak mata tidak
cekung
Tidak demam
Tidak ada rasa haus
yang sangat

1.

2.

3.

4.

5.

6.
7.

Kaji dan catat status perfusi perifer.


Laporkan temuan bermakna : ekstremitas
dingin dan pucat, penurunan amplitude
nadi, pengisian kapiler lambat.
Pantau tekanan darah pada interval sering
; waspadai pada pembacaan lebih dari 20
mmHg di bawah rentang normal klien
atau indicator lain dari hipotensi : pusing,
perubahan mental, keluaran urin menurun.
Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien
pada posisi telentang untuk meningkatkan
aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan
darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi
koroner dan arteri ginjal yang adekuat.
Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk
menentukan keadekuatan aliran balik vena
dan volume darah; 5-10
cm H2O
biasanya dianggap rentang yang adekuat.
Nilai
mendekati
0
menunjukkan
hipovolemia, khususnya bila terkait
dengan
keluaran
urin
menurun,
vasokonstriksi, dan peningkatan frekuensi
jantung
yang
ditemukan
pada
hipovolemia.
Observasi terhadap indicator perfusi
serebral menurun : gelisah, konfusi,
penurunan tingkat kesadaran. Bila
indicator positif terjadi, lindungi klien dari
cidera dengan meninggikan pengaman
tempat tidur dan menempatkan tempat
tidur pada posisi paling rendah.
Reorientasikan klien sesuai indikasi.
Pantau terhadap indicator perfusi arteri
koroner menurun : nyeri dada, frekuensi
jantung tidak teratur.
Pantau hasil laboratorium terhadap BUN

3.

Tidak ada napas


pen-dek /kusmaul

Takut b.d prosedur pengambilan darah, hospitalisasi, pengalaman /


lingkungan yang kurang
bersahabat. (00148)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


X 24 jam rasa takut
klien berkurang, dengan
criteria :

Batasan karakteristik :
Panik
Teror
Perilaku
menghindar
atau
menyerang
Impulsif
Nadi,
respirasi,
TD
sistolik
meningkat
Anoreksia
Mual, muntah
Pucat
Stimulus sebagai
ancaman
Lelah
Otot tegang
Keringat
meningkat
Gempar
Ketegangan meningkat
Menyatakan takut
Menangis
Protes
Melarikan diri

Fear control (1404) :


Klien tidak menyerang atau menghindari sumber yang
menakutkan
Klien menggunakan
teknik relaksasi untuk mengurangi takut
Klien mampu mengontrol respon takut
Klien tidak melarika
diri
Durasi takut menurun
Klien kooperatif
saat
dilakukan
perawatan
dan
pengobatan
Anxiety control (1402)
Tidur
pasien
adekuat
Tidak ada manifestasi fisik
Tidak ada manifes-tasi perilaku
Klien mau berinteraksi sosial

(>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl)


meninggi ; laporkan peningkatan.
8.
Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama Natrium
(>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L).
Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan
otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak
teratur. Juga pantau tanda hipernatremia,
retensi cairan dan edema.
9.
Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan
jumlah cairan tergantung pada jenis syok
dan situasi klinis klien : RL, Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU
(Keperawatan
Medical
Bedah
:
Swearingen : 1996)
Coping enhancement (5230)
1. Kaji respon takut klien : data objektif dan
subyektif
2. Jelaskan klien / keluarga tentang proses
penyakit
3. Terangkan klien / keluarga tentang semua
pemeriksaan dan pengobatan
4.
Sampaikan sikap empati (diam, memberikan sentuhan, mengijinkan menangis,
berbicara dll)
5. Dorong orang tua untuk selalu menemani
anak
6.
Berikan pilihan yang realistic tentang
aspek perawatan
7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas
social dan komunitas
8. Dorong penggunaan sumber spiritual
Anxiety Reduction (5820)
1.
Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin dialami selama
menjalani prosedur
2.
Berikan objek yang memberikan rasa
aman
3. Berbicara dengan pelan dan tenang
4. Membina hubungan saling percaya
5.
Jaga peralatan pengobatan di luar
penglihatan pasien
6. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
7. Ciptakan suasana saling percaya
8. Dorong klien mengungkapkan perasaan,
persepsi klien dan takut secara verbal
9.
Berikan aktivitas/peralatan yang menghibur untuk mengurangi ketegangan
10. Anjurkan klien menggunakan teknik
relaksasi
11. Anjurkan orang tua untuk membawakan
mainan kesukaan dari rumah
12. Mengusahakan untuk tidak mengulang
pengambilan darah
13. Libatkan orang tua dalam perawatan dan
pengobatan
14.
Berikan lingkungan yang tenang,
batasi pengunjung

4.

5.

Defisit self care berhubungan dengan kelemahan

NOC:
Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting,
berpakaian)
Setelah diberi motivasi
perawatan selama .x
24 jam, klien mengerti
cara memenuhi ADL
secara bertahap sesuai
kemam-puan,
dengan
indicator :
Mengerti secara sederhana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba secara aman tanpa
cemas
Klien mau berpartisipasi
dengan senang hati
tanpa keluhan dalam
me-menuhi ADL

Cemas orang tua b.d


perkembangan penyakit
anaknya
(perdarahan,
lemah, rewel, sesak nafas, gelisah)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama


X pertemuan kecemasan orang tua berkurang, dengan kriteria :

Batasan karakteristik :
Orang tua sering
bertanya
Orang tua mengungkapkan perasaan
cemas
Khawatir
Kewaspadaan meningkat

Anxiety control (1402)


Tidur adekuat
Tidak ada manifesttasi fisik
Tidak ada manifesttasi perilaku
Mencari informasi
untuk
mengurangi
cemas

NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi dan


toiletting
Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi ditempat yang
mudah dikenali dan mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan dampingi
3. Berikan bantuan selama klien masih mampu
mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:
1. Informasikan pada Klien dalam memilih
pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat yg mudah di
jangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan sesuai
NIC: ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan berdoa bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan
Coping enhancement (5230)
1. Kaji respon cemas orang tua
2.
Jelaskan orang tua tentang proses
penyakit anaknya
3.
Jelaskan orang tua tentang prosedur
pemeriksaan, perawatan dan pengobatan
4.
Beritahu dan jelaskan setiap perkembangan penyakit anaknya
5. Dorong penggunaan sumber spiritual
Anxiety Reduction (5820)

1
2

Jelaskan semua prosedur termasuk perasaan yang mungkin dialami selama menjalani prosedur
Berikan objek yang dapat memberikan
ra-sa aman

Mudah tersinggung
Gelisah
Wajah tegang, memerah
Kecenderungan
me-nyalahkan orang
lain

Menggunakan
teknik
relaksasi
untuk me-ngurangi
cemas
Berinteraksi social

Aggression Control (1401)

Menghindari kata
yang meledak-ledak
Menghindari perilaku yang merusak
Mampu mengontrol
verbal

Coping (1302)
Mampu mengidentifikasi pola koping
yang efektif dan
tidak efektif
Mampu mengontrol
verbal
Melaporkan stress /
cemasnya berkurang
Mengungkapkan
me-nerima keadaan
Mencari informasi
berkaitan dengan penyakit dan pengobatan
Memanfaatkan dukungan social
Anxiety control (1402)
Tidur adekuat
Tidak ada manifesttasi fisik
Tidak ada manifesttasi perilaku
Mencari informasi
untuk
mengurangi
cemas
Menggunakan
teknik
relaksasi
untuk me-ngurangi
cemas
Berinteraksi social
Aggression Control (1401)

Menghindari kata
yang meledak-ledak
Menghindari perilaku yang merusak
Mampu mengontrol
verbal

Coping (1302)
Mampu mengidentifikasi pola koping
yang efektif dan ti-

3
4
5
6
7

Berbicara dengan pelan dan tenang


Membina hubungan saling percaya
Dengarkan dengan penuh perhatian
Ciptakan suasana saling percaya
Dorong orang tua mengungkapkan perasaan, persepsi dan cemas secara verbal
8
Berikan peralatan / aktivitas yang menghibur untuk mengurangi ketegangan
9
Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi
10 Berikan lingkungan yang tenang, batasi
pengunjung

dak efektif
Mampu mengontrol
verbal
Melaporkan stress /
cemasnya berkurang
Mengungkapkan
me-nerima keadaan
Mencari informasi
berkaitan dengan penyakit dan pengobatan
Memanfaatkan dukungan sosial

DAFTAR PUSTAKA
-

Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI


Jakarta, 2000
Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima
Medika
Dina Kartika S, Pediatricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 2005
Fakultas Kedokteran UGM, Demam Berdarah Dengue : Naskah Lengkap
Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalamTatalaksana Kasus DBD, Yogyakarta, 1999
Hardiono D. Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak,
IDAI, 2004
Helen Lewer, Learning to Care on the Paediatric Ward : terjemahan, EGC
Jakarta, 1996
Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), MosbyYear Book, 1996
Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005
Joyce Engel, Pocket Guide to Pediatric Assesment : terjemahan, EGC, 1998
Marion Johnson, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby-Year
Book, 2000
Monica Ester, Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan, dan Pengendalian : terjemahan WHO 1997, EGC Jakarta, 1999
Swearingen, Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing : terjemahan, EGC,
2000
Tri Atmadja DS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, RSUD Wates,
2001
---------------------, Kumpulan Materi Pelatihan Keperawatan Profesional
Dasar
A
nak, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2002
--------------------, Kumpulan Materi Pelatihan Paediatrik Intensive Care Unit,
RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, 2005

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANEMIA APLIKASI NANDA, NOC, NIC


Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A.

DEFINISI

Anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah dan atau
konsentrasi hemoglobin turun di bawah normal (Donna L. Wong).
Menurut Dr. W. Herdin Sibuea dkk 1992, darah orang mengandung 13-16
gr hemoglobin (Hb) / 100 cc (13-16 gr%), semua Hb ini terdapat di dalam
eritrosit. Jika konsentrasi Hb turun dibawah normal akan timbul anemia.
Namun harus disadari bahwa batas terendah dari nilai normal tergantung
pada umur dan jenis kelamin.
Um
Laki laki
Peremp
ur
uan
12
13 16 gr %
12 16
18
13,5 17,5
gr %
thn.
gr %
12 16
18
gr %
48
thn.

B.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI ANEMIA

Anemia mikrositik hipokrom


a)

Anemia defisiensi besi


Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya
kira kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2 4
g, kira kira 50 mg/ kg BB pada pria dan 35 mg/kg BB pada wanita.
Umumnya akan terjadi anemia dimorfik, karena selain kekurangan Fe juga
terdapat kekurangan asam folat.
Etiologi : anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di
Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang
(ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada seseorang dengan

makan

yang

baik

tidak

akan

menimbulkan

anemia.

Bila

disertai

malnutrusi, baru akan terjadi anemia penyebab lain dari anemia defisiensi
adalah :
-

Diet yang tidak mencukupi

Absorpsi yang menurun

Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi

Perdarahan pada saluran cerna, donor darah

Hemoglobinuria

Penyimpanan besi yang berkurang, seperti pada hemosiderosis paru.

b)

Anemia penyakit kronik


Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with
reticuloendothelial siderosis. Anemia pada penyakit kronik merupakan
jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia yang dapat ditemukan pada
orang dewasa di Amerika Serikat.
Penyebab :
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi,
seperti infeksi ginjal, paru (bronkiektasis, abses, empiema, dll).

Inflamasi kronik, seperti artritis reumatoid

Neoplasma, seperti ilmfoma malignum, dan nekrosis jaringan.

2.

Anemia makrositik

a.

Difesiensi vitamin B12


Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena
gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun,
sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit penyakit autoimun
lainnya. Kekurangan vitamin B 12 karena faktor intrinsik ini tidak dijumpai di
Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab in
trinsik karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala gejala
yang tidak berat.

b.

Defisiensi asam folat


Asam folat terutama terdapat dalam daging, susu, dan daun daun yang
hijau. Umumnya behubungan dengan manultrisi. Penurunan absorpsi
asam folat jarang ditemukan karena absorpsi terjadi di seluruh saluran
cerna.

Juga

berhubungan

dengan

penurunan cadangan asam folat.


3.

Anemia karena perdarahan

sirosis

hepatis,

karena

terdapat

Anemia karena perdarahan terbagi atas :


1). Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
2). Perdarahan kronik
Pengeluaran darah biasanya sedikit sedikit sehingga tidak diketahui
pasien. Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi,
perdarahan saluran cerna karena pemakaian analgesik, dan epistaksis. Di
Indonesia sering karena infestasi cacing tambang.
4.

Anemia hemolitik

a.

Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal
120), baik sementara atau terus menerus. Anemia terjadi hanya bila
sumsusm tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah
merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh sebab
lain.
Penyebab :

1)
-

Intrinsik
Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria
noktural paroksismal.

Kelinan glikolisis, seperti defisisensi piruvat kinase.


Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6PD).

2)
-

Hemoglobinopati, seperti anemia sel sabit, methemoglobinemia.


Ekstrinsik
Gangguan sistem imun, seperti pada penyakit autoimun, penyakit
limoproliferatif, keracunan obat.

Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik,


koagulasi intravaskular diseminata (KID).

Infeksi, seperti akibat plasmodium, klostrodium, borrelia.

Hipersplenisme.

Luka bakar.

b.

Anemia hemolitik autoimun


Anemia

hemolitik

autoimun

(Autoimun

Hemolitic

Anemia,

AIHA)

merupakan kelaianan darah yang di dapat, di mana autoantibodi IgG yang


dibentuk terikat pada membran sel darah merah (SDM). Antibodi ini
umumn ya berhadapan langsung dengan komponen dasar dari sistem Rh
dan sebenarnya dapat terlihat pada SDM semua orang.

1.

Klasifikasi :
Warm-antibody immunohemolytic anemia

2.

Cold antibodyimmunohemolytic anemia


5.

Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel
sel darah.
Penyebab : bisa kongenital (jarang), idiopatik (kemungkinan autoimun),
LES, Kemoterapi, radioterapi, toksin, seperti benzen, toluen, insektisid,
obat obat seperti kloramfenikol, sulfonamid, analgesik (pirazolon),
antiepileptik

(hidantoin),

kinakrin,

dan

solfonilurea,

pascahepatitis,

kehamilan, dan hemoglobinuria paroksimal noktural.


(Kapita Selekta Kedokteran, 1999)

C.

POTOFISIOLOGI

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil
sampingproses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah atau hemolisis segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemklitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma /
hemoglobinemia. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebaas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerus ginjal
dan kedalam urin (hemoglobinnuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar : 1. hitung retikulosit
dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam
sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam
biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

D.

E.

MANIFESTASI KLINIK

Penderita anemia biasanya merasa sangat lelah, sakit kepala dan jika
anemia timbul dengan cepat,penderita mengeluh penglihatan berkunang
kunang (dizzyness). Gejal;a yang paling penting adalah gejala pada
jantung dan paru paru. Darah dengan konsentrasi Hb yang rendah harus
beredar dalam sirkulasi lebih sering dari biasanya.
Bila kadar Hb 15 gr / % maka pada keadaan istirahat curah jantung 5
1/menit sudah cukup. Jika kadar Hb turun menjadi 5 gr %, curah jantung
yang dibutuhkan adalah 15 1/menit untuk mencukupi oksigen yang sama
untuk jaringan. Orang yang tidak terlatih dapat meninggikan curah
jantung sampai 12 13 1/menit. Jika dibutuhkan curah jantung yang lebih
tinggi maka jantung akan mengalami kegagalan. Mekanisme kegagalan
jantung adalah sebagai berikut :
Jaringan memerlukan O2 lebih banyak daripada yang dapat disediakan
oleh darah. Pada jaringan yang mengalami hipoksia, CO 2 dan juga asam
laktat akan tertimbun. Asidosis setempat ini akan menyebabkan dilatasi
arteriol. Akibatnya tahanan arteri perifer akan turun. Aliran darah pada
jaringan akan bertambah, tatapi pada waktu yang bersamaan tekanan
darah pada arteri akan turun juga. Jika ini terjadi, maka refleks dari sinus
karotikusakan segera bekerja dan medula dari kelenjar adrenal akan
dirangsang untuk mensekreasi katekolamin. Hal ini akan menyebabkan
denyut jantung akanlebih kuat dan lebih cepat. Penderita akan merasa
berdebar debar (Palpitasi). Frekuensi nadi bertambah. Pada waktu yang
bersamaan darah akan lebih banyak kembali ke jantung dari sebelumnya.
Berdasarkan hukum Straling, ini akan meninggikan curah jantung. Jika
curah jantung yang maksimum telah tercapai, pengisian jantung lebih
lanjut akan menyebabkan curah jantungh makin rendah, ditambah lagi
pada anemia terdapat degenerasi lemak pada miokardium yang
melemahkan jantung. Pengisisan yang berlebihan dari sirkulasi pulmonal
akan terjadi dan menyebabakan dispne, mula mula hanya pada waktu
bekerja, kemudia pada waktu istirahat. Bila anemia berat dibiarkan tidak
diobati, penderita dapat meninggal oleh karena gagal jantung (high output
failure), asidosis asam laktat yang disebabkan oleh anoksia atau
kerusakan otak akibat anoksia.
Pada pemeriksaan, penderita kelihatan pucat terumata pada telapak
tangan dan lidah. Nadi cepat dan denyut nadi biasanya keras. Tekanan
darah normal tetapi tekanan diastolok dapat rendah. Dispne biasanya
berat. Pada auskultasi, sering ditemukan bising mendengung (humming)
yang terus menerus pada vena vena dileher, di atas klavikula.
Pada jantung terutama pada daerah aorta dan a. pulmonalis terdengar
bising sistolik yang keras oleh karena aliran darah yang cepat meimbulkan
efek turbulensi.Hal ini jangan dikatakan dengan bising yang disebabkan
kelainan katup jantung. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
konsentrasi Hb dan eritrosit yang rendah. (Dr. W. Herdin Sibuea dkk,
1992).

KOMPLIKASI

Komplikasi umum akibat anemia adalah :


Gagal jantung
Parestisia
Kejang

F.

PENATALAKSANAAN

1.
Keperawatan
Memberikan diet TKTP
Memberikan diet gizi serat, dan buah buahan yang cukup
Mengawasi kegiatan anak
Memberikan oksigen
Memonitor hasil laborat (Hb dan Ht)
Memberikan transfusi (setelah kolaborasi dengan dokter)
2.
Medis
1)
Anemia mikrositik hipokrom
a. Anemia defisiensi besi
Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilotostomiasis
diberikan antelmintik yang sesuai.
Pemberian preparat fe:
Fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong, dapat
dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikan bertahap. Pasien yang
tidak kuat,dapat diberikan bersama makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secara oral sehabis makan. Bila terdapat
intoleransi terhadap pemberian preparat Fe oral atau gangguan
pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat diberikan secara
parenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kk BB) untuk tiap g% penurunan
kadar Hb dibawah normal.
Iron dekstran mengandung fe 50mg/ml, diberikan secara intramuskular
mula mula 50 mg, kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total
sesuai perhitungan. Dapat pula diberikan intravena, mula mula 0,5 ml
sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit tidak menimbulkan reaksi,
boleh diberikan 250-500 mg.
b. Anemia penyakit kronik
Terapi terutama ditujukan pada penyakit dasarnya.
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi darah
merah (packed red cell) seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi
besi, tidak diindikasikan, kecuali untuk mengatasi anemia pada artritis
reumatoid. Pemberian kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
2)
Anemia makrositik
a. Defisiensi vitamin B12
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari im selama 5-7 hari, 1 kali tiap bulan.
b. Defisiensi asam folat
Meliputi pengobatan terhadap penyebab nya dan dapat dilakukan pula
dengan pemberian suplementasi asam folat oral 1 mg per hari.
3)
Anemia karena perdarahan
Pemerikasaan laboratorium :
Gambaran anemia sesuai dengan anemia defisiensi Fe. Perdarahan pada
saluran cerna akan memberi hasil positif pada tes benzidin dari tinja.
Mengobati sebeb perdarahan.
Pemberian preparat Fe.
4)
Anemia hemolitik
a.
Anemia hemolitik
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila
karena reaksi toksik imunologik yang didapat diberikan adalah
kortikosteroid (prednison, prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi.
Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat obat sitostatik,
seperti klorambusil dan siklofosfamid.
b.
Anemia hemolitik autoimun

5)

G.

Terapi inisial dengan menggunakan pednison 1-2 mg/kk Bb/hari dalam


dosis terbagi. Jika terjadi anemia yang mengancam hidup, transfusi darah
harus diberikan dengan hati hati. Keputusan untuk melakukan transfusi
harus melalui konsultasi dengan ahli hematologi terlebih dahulu.
Apabila prednison tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau
penyakit mengalami kekambuhan dalam periode taperingof dari
prednison, maka dianjurkan untuk dilakukan splenektomi. Apabila
keduanya tidak menolong, maka dialkuakn terapi dengan menggunakan
berbagai jenis obat imunosupresif.
Imunoglobulin dosistinggi intravena (500 mg/kg BB/hari selama 1-4 hari)
mungkin mempunyai efektivitas tinggi dalam mengontrol hemolisis.
Namun efek pengobatan ini hanya sebentar (1-3 minggu) dan sangat
mahal harganya. Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan pada
situasi gawat darurat dan bila pengobatan dengan prednison menrupakan
kontraindikasi.
Anemia aplastik
Tujuan utama terapi adalah pengobatan yang disesuaikan dengan etiologi
dari anemianya. Berbagai teknik pengobatan dapat dilakukan, seperti :
Transfusi darah, sebaiknya diberikan packed red cell. Bila diperlukan
trombosit, berikan darah segar atau platelet concentrate.
Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.
Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan akibat
trobositopenia berat.
Androgen, seperti fluokrimesteron, testoteron, metandrostenolon, dan
nondrolon. Efek samping samping yang mungkin terjadi virilisasi, retensi
air dan garam, perubahan hati, dan amenenore.
Imunosupresi, seperti siklosporin, globulin antimosit. Champlin, dkk
menyarankan penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak dapat
menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada pasien yang telah
mendapat transfusi berulang.
Tranlantasi sumsum tulang.

ASUHAN KEPERAWATAN

1.

Pengkajian

a.

Identitas

b.

Riwayat kesehatan

1)

Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) lelah,


sakit kepala, penglihatan berkunang kunang, berdebar debar.

2)

Riwayat kesehatan sekarang (Riwayat kesehatan yang diderita pasien


saat masuk rumah sakit).

3)

Riwayat kesehatan yang lalu (Riwayat penyakit yang sama atau


penyakit lain yang pernah diderita pasien) apakah mafsu makan pasien
turun, apakah pasien mempunyai penyakit dengan perdarahan terus
menerus.

4)

Riwayat kesehatan keluarga (Riwayat penyakit yang sama atau


penyakit lain baik bersifat genetik atau tidak). Apakah dikeluarga ada
yang sakit hemofili.

c.

Pemeriksaan persistem

1)

Keadaan Umum : keadaran, vital sign, status gizi (BB, TB)

2)

Sistem persepsi sensori kunjungtiva anemis

a)

Sistem persyaratan : sakit kepala, kunang kunang, proses pikir


lambat.

b)

Sistem pernafasan : nafas pendek, disyna

c)

Sistem kardiovaskuler : nadi cepat dan denyut nadi biasanya keras,


tekanan darah normal tetapi tekanan diastolik dapat rendah.

d)

Sistem gastrointestinal :

e)

Sistem integumen : kulit lembab dan dingin, biasanya pucat.

f)

Sistem perkemihan

g)

Sistem muskoloskeletal : lemah secara umum.

d.

Pola fungsi kesehatan

1)

Pola pesepsi dan pemeliharaan kesehatan :


Kebiasaan bab di WC? Personal hygine? Sanitasi?

2)

Pola nutrisi dan metabolisme :


Apakah nafsu makan turun? Adakah anak suka makan sayur sayuran
dan buah buahan?

3)

Pola eliminasi : BAK lancar? BAB ada darah?

4)

Pola aktifitas dan alatihan : apakah anak masih mau bermain?

5)

Pola tidur dan latihan : apakah anak susah tidur?

6)

Pola kognitif dan perceptual

7)

Pola toleransi dan koping stress

8)

Pola nilai dan keyakinan

9)

Pola hubungan dan peran.

2.

Pemeriksaan Penunjang

Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih,
kFe,pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B 12, hitung
trombosit, waktu perdarahan, waktu protombin dan waktu tromboplastin
parsial.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron binding capacity
serum.

H.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1)

Intolelansi aktivitas b.d. kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan O2.
2)

Takut b.d. prosedur transfusi, hospitalisasi, pengalaman lingkungan


yang kurang bersahabat.

3)

Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d. faktor


biologis.

4)

Kurang pengetahuan tentang anemia b.d. kurang informasi.

5)

Resiko infeksi, faktor resiko pertahanan sekunder tidak adekuat


(penurunan Hb).

6)

Resiko jatuh.

7)

K anenia .

N
o

Diagnosa Kep

NOC /
Tujuan

1
.

Intoleransi
aktivitas b.d
ketidakseimban
gan suplai &
kebutuhan O2,
kelemahan.

Klien
dapat
menoleran
si aktivitas
&
melakuka
n ADL
dengan
baik.

Batasan
karakteristik :
Laporan
verbal :
kelelahan dan
kelemahan
Respon
terhadap
aktivitas
menunjukan
nadi dan
tekanan darah
abnormal.
Perubahan
EKG
menunujukkan
aritmia atau
disritmia.
Dispna dan
ketidaknyamana

Kriteria
hasil :

Berpartisi
pasi
dalam
aktivitas
fisik
dengan
TD, HR,
RR yang
sesuai
Warna
kulit
normal,
hangat
dan kering

NIC /
Interve
nsi
1.
Menentu
kan
penyeba
b
intoleran
si
aktivitas
&
menentu
kan
apakah
penyeba
b dari
fisik,
psikis/m
otivasi
2. Kaji
kesesuai
an
aktivitas
&
istirahat
klien
sehari
hari
3.

n yang sangat.

Tingkatk
an
aktivitas
secara
bertahap
, biarkan
klien
berpartis
ipasi
dapat
perubah
an
posisi,
berpinda
h&
perawat
an diri.

Memverba
lisasikan
pentingny
a aktivitas
secara
bertahap
Mengeksp
resikan
pengertia
n
pentingny
a
keseimba
ngan
latihan &
istirahat
Meningkat
nya
toleransi
aktivitas

4.
Pastikan
kilen
mengub
ah posisi
secara
bertahap
. Monitor
gejala
intoleran
si
ativitas
5. Ketika
memban
tu klien
berdiri,
observas
i gejala
intoleran
si spt
mual,
pucat,
pusing,
ganguan
kesadara
n&
tanda
vital
6.
Lakukan
latihan
ROM jika
klien
tidak
dapat
menoler
ansi

aktivitas.
2
.

Takut b.d.
prosedur
transfusi,
hospitalisasi,pen
galaman
lingkungan yang
kurang
bersahabat.
(00148)

Batasan
karakteristik :
Panik
Teror
Perilaku
menghindar
atau menyerang
Implusif
Nadi,
respirasi, tD
sistolik
meningkat
Anoreksia
Mual,
muntah
Pucat
Stimulus
sebagai
ancaman
Lelah
Otot tegang
Keringat
meningkat
Gempar
Ketegangan
meningkat
Menyatakan
takut

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
3hari
perasaan
takut
pasien
berkurang
atau
hilang.
Fear
kontrol :
1. Pasien
mencari
informasi
untuk
menguran
gi takut
2. Pasien
tidak
menyeran
g atau
menghind
ar dari
sumber
yang
menakutk
an
3. Pasien
mengguna
kan teknik
relaksasi
untuk
menguran
gi takut
4. Durasi
takut
menurun
5. Pasien
mampu
mengontr
ol respon
takut
Anxiety
control
(1402)
Kriteria :

Cioping
enhanc
ement
(5230)
1. Kaji
respon
takut
pasien :
data
objektif
dan
subjektif
2.
Jelaskan
pasien/k
eluarga
tentang
proses
penyakit
3.
Terangka
n
pasien /
keluarga
tentang
semua
pemeriks
aan dan
pengoba
tan
4. Dorong
orang
tua
untuk
selalu
menema
ni anak
5.
Berikan
pilihan
yang
realistic
tentang
aspek
perawat
an
6. Dorong
pasien
untuk
melakuk
an

Tidur
pasien
adekuat
Tidak
ada
manifesta
si fisik
Tidak
ada
manifesta
si perilaku

aktivitas
social
dan
komunit
as
7. Dorong
penggun
aan
sumber
spiritual
Anxiety
Reductio
n (5820)
1.
Jelaskan
semua
prosedur
termasu
k
perasaan
yang
mungkin
dialami
selama
menjalan
i
prosedur
2.
Berikan
objek
yang
memberi
kan rasa
aman
3. Jaga
peralata
n
pengoba
tan
diluar
pengliha
tan
pasien
4.
Dengark
an
pasien
dengan
penuh
perhatia
n
5.
Ciptakan

suasana
saling
percaya
6. Dorong
pasien
mengun
gkapkan
perasaan
,
persepsi
dan
takut
secara
verbal
7.
Berikan
aktivitas
/
peralata
n yang
menghib
ur untuk
mengura
ngi
ketegan
gan
8.
anjurkan
pasien
menggu
nakan
teknik
relaksasi
3
.

Ketidakseimban
gan nutrisi :
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan faktor
biologis

Batasan
Karakteristik :
Berat badan
20 % atau lebih
di bawah ideal
Dialaporkan
adanya intake
makanan yang
kurang dari RDA
(Recomended
daily

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawat
an selama
6 hari
status
nutrisi
meningkat
dengan
kriteria :
Intik
makan
dan
minum
adekuat
Tanda
tanda
malnutrisi
tidak ada

MONITO
RING
GIZI

Timbang
berat
badan
pasien
pada
interval
tertentu
Amati
kecender
ungan
pengura
ngan
dan
penamb
ahan

Allowance)]
Membran
mukosa dan
konjungtiva
pucat
Kelemahan
otot yang
digunakan
untuk menelan /
mengunyah
makanan
Luka,
inflamasi pada
rongga mulut
Mudah
merasa
kenyang, sesaat
setelah
mengunyah
makanan
Dilaporkan
atau fakta
adanya
kekurangan
makanan
Dilaporkan
adanya
perubahan
sesnsasi rasa
Perasaan
ketidaknyamana
n untuk
mengunyah
makanan
Miskonsepsi
Kehilangan
BB dengan
makanan cukup
Keengganan
untuk makan
Kram pada
abdomen
Tonus otot
jelek
Nyeri
abdominal
dengan atau
tanpa patologi
Kurang
berminat
terhadap
makanan
Pembuluh
darah kapiler

Membran
konjungtif
a dan
mokus
tidak
pucat
Nilai
lab :
- Protein
total 6-8
gr %
Albumen :
3,5-5,3
gr %
Glogulin
1,8-3,6 gr
%
- Hb
tidak
kurang
dari 10 gr
%

berat
badan
Monitor
jenis dan
jumlah
latihanya
ng
dilaksan
akan
Monitor
respon
emosion
al pasien
ketika
ditempat
kan pada
suatui
keadaan
yang ada
makanan
Monitor
lingkung
an
tempat
makan
Amati
rambut
yang
kering
dan
mudah
rontok
Monitor
mual
dan
muntah
Amati
tingkat
albumen
, protein
total
hemoglo
bin, dan
hematok
rit
Monitor
tingkat
energi
rasa

mulai rapuh
Diare dan
atau steatorrhea
Kehilangan
rambut yang
cukup banyak
(rontok)
Suara usus
hiperaktif
Kurangnya
informasi,
misinformasi

tidak
enak
badan,
keletihan
dan
kelemah
an
Mati
jaringan
penghub
ung
yang
pucat,
kemerah
an dan
kering
Monitor
masukan
kalori
dan
bahan
makanan

MANAJE
MEN
NUTRISI
Kaji
apakah
pasien
ada
alergi
makanan
Kerjasam
a
dengan
ahli gizi
dalam
menentu
kan
jumlah
kalori,
protein
dan
lemak
secara
tepat
sesuai
dengan
kebutuh
an
pasien

Anjurkan
masukan
kalori
sesuai
kebutuh
an
Ajari
pasien
tentang
diet
yang
benar
sesuai
kebutuh
an tubuh
Monitor
catatan
makanan
yang
masuk
atas
kandung
an gizi
dan
jumlah
kalori
Timbang
berat
badan
secara
teratur
Anjurkan
penamb
ahan inti
protein,
zat besi
dan
vitamin
C yang
sesuai
Pastikan
bahwa
diet
mengan
dung
makanan
yang
berserat
tinggi

untuk
mencega
h
sembelit
Beri
makan
protein
tinggi,
kalori
tinggi
dan
makanan
bergizi
yang
sesuai
Pastikan
kemamp
uan
pasien
untuk
memenu
hi
kebutuh
an
gizinya
TERAPI
GIZI
Monitor
masukan
cairan
dan
makanan
dan
hitung
kalori
makanan
dengan
tepat
Berikan
pendidik
an
kesehata
n
tentang
pentingn
ya gizi
Kolabora
si ahli
gizi

Pastikan
diet gizi
serat
dan
buah
buahan
yang
cukup
Pantau
lab. Jika
perlu
Evaluasi
tanda
tanda
kekurang
an gizi
4
.

Kurang
pengetahuan
tentang anemia
b.d kurangnya
informasi
Batasan
Karakteristik :
-

Mengungkapkan
masalah
Tidak tepat
mengikuti
perintah
Tingkah laku
yang berlebihan
(misalnya
histeris, sikap
bermusuhan,
agitasi, apatis)

Setelah
dilakukan
penjelasa
n selama
3x
pertemua
n, pasien /
keluarga
mengetah
ui tentang
penyakitn
ya.
Kriteria
Hasil :
Pasien
dan
keluarga
menyatak
an
pemaham
an
tentang
penyakit,
kondisi,
pronogsis,
dan
program
pengobata
n
Pasien
dan
keluarga
mampu
melaksan

Teachin
g:
Diseas
e
Proces
s

1. Berikan
penilaian
tentang
tingkat
pengeta
huan
pasien
tentang
proses
penyakit
yang
spesifik
2.
Jelaskan
patofisiol
ogi dari
penyakit
dan
bagaima
na hal ini
berhubu
ngan
dengan
anatomi
dan
fisiologi,
dengan

akan
prosedur
yang
dijelaskan
dengan
benar
Pasien
dan
keluarga
mampu
menjelask
an
kembali
apa yang
dijelaskan
perawat /
tim
kesehatan

cara
yang
tepat
3.
Gambark
an tanda
dan
gejala
yangbias
a muncul
pada
penyakit,
dengan
cara
yang
tepat
4.
Gambark
an
proses
penyakit,
dengan
cara
yang
tepat
5.
Identifika
si
kemungk
inan
penyeba
b,
dengan
cara
yang
tepat
6. Berikan
informasi
pada
pasien
tentang
kondisi,
dengan
cara
yang
tepat
7.
Sediakan
bagi
keluarga
atau SO
informasi
tentang
kemajua

n pasien
dengan
cara
yang
tepat
8.
Sediakan
informasi
tentang
penguku
ran
diagnosti
k yang
tersedia,
dengan
tepat
9.
Diskusik
an
perubah
an gaya
hidup
yang
mungkin
diperluka
n untuk
mencega
h
komplika
si di
masa
yang
akan
datang
atau
proses
pengontr
olan
penyakit
10.
Diskusik
an
pilihan
terapi
atau
penanga
nan
11.
Gambark
an
pilihan
terapi
rasional
rekomen

dasi
manaje
men
terapi /
penanga
nan
12. Dukung
pasien
untuk
mengeks
plorasi
atau
mendap
atkan
second
opinion
dengan
cara
yang
tepat
atau
diindikas
i
13.
Eksplora
si
kemungk
inan
sumber
atau
dukunga
n,
dengan
cara
yang
tepat
14. Rujuk
pasien
mengen
ai tanda
dan
gejala
untuk
melapor
kan pada
pemberi
perawat
an
kesehata
n,
dengan
cara
yang
tepat

15.
Instruksi
kan
pasien
mengen
ai tanda
dan
gejala
untuk
melapor
kan pada
pemberi
perawat
an
kesehata
n,
dengan
cara
yang
tepat
16.
Sediakan
telepon
untuk
memang
gil jika
komplika
si terjadi
17.
Kuatkan
informasi
yang
disediak
an oleh
anggota
tim
kesehata
nlain,
dengan
cara
yang
tepat
5
.

6
.

Resiko infeksi,
faktor resiko
pertahanan
sekunder tidak
adekuat
(penurunan Hb)
Resiko jatuh

7
.

K Anemia

Dapat
meminima
lkan atau
mengatasi
komplikasi
anemia
selama
perawatan
3x24 jam

ditandai
dengan :
Hb >
atau sama
dengan 10
gr%

Toleransi
terhadap
aktifitas
-

Konjungtiv
a tidak
anemis
Tidak
sianosis

1.
Anjuran
untuk
menggu
nkan
sikat gigi
yang
halus
dan
menghin
dari
menghe
mbuskan
nafas
dengan
keras
melalui
hidung,
konstipa
si dan
olahraga
kontak
tubuh,
2. Bila
klien
dengan
terapi
alpha
eportin,
pantau :
TD
minimal
3x
semingg
u
Kadar
HMT dan
retikulosi
t setiap
minggu
Fe,
kapasita
s ikatan
Fe total
dan nilai
feritin
total
Kalium
serum
3. Bila
pada
terapi

alpha
epoeitin,
HMT
turun
evaluasi
Status Fe
Kadar
aluminiu
m
Anjuran
untuk
menying
kirkan
antasida
luminiu
m
Resiko
kehilang
an darah
Kaji
penyeba
b yang
mendasa
ri
4. Pantau
tanda
dan
gejala
anemia
Hb >
10 gr/dl
Wajah
pucat,
sklera
icteric,
konjungti
va
anemis
Perubah
an fungsi
mental,
gelisah
Kulit
dingin,
lembab
Ganggua
n

hemodia
nmik
5.
Kolabora
si dokter
untuk
pemberi
an
Terapi
intraven
a,
tranfusi
darah
dan diet

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN VERTIGO APLIKASI NANDA,


NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
Pengertian
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan
atau gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ tubuh yang ikut
terlibat dalam mengatur dan mempertahankan keseimbangan tubuh kita.
Keseimbangan

diatur

oleh

integrasi

berbagai

sistem

diantaranya

sistem

vestibular, system visual dan system somato sensorik ( propioseptik). Untuk


memperetahankan keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem
system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik. Pada vertigo, penderita
merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak terhadap
lingkungannya.

Gerakan

yang

dialami

biasanya

berputar

namun

kadang

berbentuk linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada
penderita

vertigo

kadang-kadang

dapat

kita

saksikan

adanya

nistagmus.

Nistagmus yaitu gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban
Tobing. S.M, 2003)

Etiologi Vertigo Serta lokasi Lesi


Berikut ini berbagai penyakit atau kelainan yang dapat menyebabkan vertigo
a.

Labirin, telinga dalam

b. Vertigo Posisional paraksimal benigna (kupulolitiasis)


c. Pasca trauma
d. Penyakit Meniere
e. Labirintitis (Viral, Bakterial)
f.

Toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)

g. Obstruksi peredaran darah dilabirin


h. Fistula labirin
-

Saraf Otak ke VIII

i.

Neuritis Iskemik (misalnya pada din)

j.

Infeksi, Inflamasi (misalnya oleh sifilis, herpes zoster)

k. Neuronitis Vestibular
l.

Neuroma Akustik

m. Tumor lainnya disudut serebels pontin (misalnya meningioma, metasfase)

PATOFISISIOLOGI VERTIGO

Anatomi
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya sindrom vertigo:
A.

Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses transduksi yaitu mengubah
rangsangan menjadi bioelektrokimia:
Reseptor mekanis divestibulum
Resptor cahaya diretina
Resptor mekanis dikulit, otot dan persendian (propioseptik)

B.

Saraf aferen, berperan dalam transmisi menghantarkan impuls ke pusat keseimbangan di


otak:
Saraf vestibularis
Saraf optikus
Saraf spinovestibulosrebelaris.

C.

Pusat-pusat

keseimbangan,

berperan

dalam

proses

modulasi,

komparasi,

integrasi/koordinasi dan persepsi: inti vestibularis, serebelum, kortex serebri, hypotalamusi,


inti akulomotorius, formarsio retikularis
Patofisiologi
Dalam kondisi fisiologi/normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat keseimbangan tubuh
yang berasal dari resptor vestibular, visual dan propioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, jika semuanya sinkron dan wajar akan diproses lebih lanjut secara wajar
untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian dari otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan

tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak ada tanda dan gejala kegawatan (alarm
reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/tidak fisiologis dari fungsi alat keseimbangan tubuh dibagian
tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan muncul tanda-tanda kegawatan
dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan otonomik. Di samping itu respon penyesuaian
otot-otot menjadi tidak adekvat sehingga muncul gerakan abnormal dari mata disebut
nistagnus.

Tanda dan Gejala


Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia, perubahan
serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah, gangguan koordinasi,
kesulitan

dalam

gerak

supinasi

dan

pronasi

tanyanye

secara

berturut-turut

(dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan kaseimbangan. Percobaan tunjuk


hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari pemeriksa dan kemudian menunjuk hidungnya
maka akan dilakukan dengan buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada pasien dengan
vertigo perifer dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal. Penyebab vaskuler
labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan strok. Contoh
gangguan disentral (batang otak, serebelum) yang dapat menyebabkan vertigo adalah
iskemia batang otak, tumor difossa posterior, migren basiler.

- Vertigo perifer
Lamanya vertigo berlangsung:
a.

Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik.


Vertigo perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB).
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur atau
menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo berlangsung beberapa detik
kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional berigna adalah trauma kepala, pembedahan
ditelinga atau oleh neuronitis vestibular prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.

b.

Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.


Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. Usia
penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya penyakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan kesulitan dalam
berjalan Tandem dengan mata tertutup. Berjalan tandem yaitu berjalan dengan telapak kaki
lurus kedepan, jika menapak tumit kaki yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan
membentuk garis lurus kedepan.

Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa terdapat


penurunan fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari penyakit meniere ialah
terdapat kelompok serangan vertigo yang diselingi oleh masa remisi. Terdapat kemungkinan
bahwa penyakit akhirnya berhenti tidak kambuh lagi pada sebagian terbesar penderitanya
dan meninggalkan cacat pendengaran berupa tuli dan timitus dan sewaktu penderita
mengalami disekuilibrium (gangguan keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita sifilis
stadium 2 atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan penyakit meniere jadi
kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap penderi penyakit meniere.
c.

Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.


Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada penyakit ini
mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah mendadak. Gejala ini
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Sering penderita merasa lebih lega
namun tidak bebas sama sekali dari gejala bila ia berbaring diam.
Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak terganggu kemungkinannya
disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar
amplitudonya. Jika pandangan digerakkan menjauhi telinga yang terkena penyakit ini akan
mereda secara gradual dalam waktu beberapa hari atau minggu.
Pemeriksaan elektronistagmograf (ENG) menunjukkan penyembuhan total
pada beberapa penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan
gangguan vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional
benigna. Pada penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri
kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak berkurang
jika dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda yang tidak
bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan berubah. Pada
nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita menfiksasi pandangan kita
suatu benda contoh penyebab vetigo oleh gangguan system vestibular perifer
yaitu mabok kendaraan, penyakit meniere, vertigo pasca trauma

Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelamin disentral (batang otak, srebelum atau otak) atau diperifer
(telinga dalam, atau saraf vestibular)

Pemeriksaan Pada Penderita Vertigo


1.
Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup.
Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg yang dipertajam selama 30
detik atau lebih
2.

Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)

Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah.


Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari satu meter atau badan
berputar lebih dari 30 derajat
3.

Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai fertikal)
kemudian kembali kesemula

4.

Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike


Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala bergantung
dipinggir tempat tidur dengan sudut 300 kepala ditoleh kekiri lalu posisi kepala lurus
kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan abnormal akan terjadi nistagmus

5.

Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita

6.

Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul

7.

Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular dan
somatosensorik.

Penatalaksanaan
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)

Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian besar
penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan kagiatan yang pertama
pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada
posisinya untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali
keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda.
Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.

Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat digunakan
sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau jika muncul eksaserbasi atau
serangan akut. Obat ini menekan rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita
yang merasa efek samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan
pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan
membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
b.
Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti biotika dan terapi
simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler lebih meningkat bila pandangan
diarahkan menjauhi telinga yang terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi
visual pada suatu tempat atau benda.

c.

Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere. Tujuan dari terapi
medik yang diberi adalah:

Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan upaya : tirah
baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo. Pemberian penjelasan bahwa
serangan tidak membahayakan jiwa dan akan mereda dapat lebih membuat penderita tenang
atau toleransi terhadap serangan berikutnya.
Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi lebih jarang. Untuk
mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang menganjurkan diet rendah garam dan
diberi diuretic. Obat anti histamin dan vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan
yang baik.
Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat diredakan oleh obat atau
tindaka konservatif dan penderita menjadi infalid tidak dapat bekerja atau kemungkinan
kehilangan pekerjaannya.

Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)


Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan vestibular
dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi. Misalnya Dramamine,
prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan vertibuler dan latihan gerak dapat membantu.
Bila perlu beri tongkat agar rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.

Sindrom Vertigo Fisiologis


Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena

terdapat

ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima otak. Pada penderita ini
dapat diberikan obat anti vertigo.
f

Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)

TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya pulih sempurna dalam
kurun waktu 24 jam
RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan sempurna terjadi lebih dari
24 jam.
Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau penanganan yang efektif
sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika kambuh bisa meninggalkan cacat.
Latihan fisik vestibular pada penderita vertigo:
Tujuannya:
A. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium

untuk meningkatkan

kemampuan mengatasinya secara lamban laun


B. Melatih gerakan bola mata, latihan viksasi pandangan mata
C. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
contoh latihan:
o Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup
o Olah raga yang menggerakkan kepala (gerak rotasi, fleksi, eksfensi, gerak miring)
o Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup
o Jalan dikamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan mata tertutup

o Berjalan tandem
o Jalan menaiki dan menuruni lereng
o Melirikkan mata kearah horizontal dan vertical
o Melatih gerakan mata dengan mengikuti obyek yang bergerak dan juga menfiksasi pada objek
yang diam
Semua gerakan tersebut diatas harus dilakukan hati-hati

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN VERTIGO

II
PENGKAJIAN
Data focus yang perlu dikaSetelah dilakukan tindak keperawatan selamax24 jam, nausea
berkurang / hilang
N.O.C:
a.

Comfort level

b.

Hidration

c. Nutritional status food finid intake


Dengan kreteria:
a.

Terdapat tanda-tanda fisik dan psikologik membaik

b.

Turgor kulit, mukosa mulut baik

c.

Tidak panas dan tidak terdapat edeme perifer


Intake makanan dan minuman baikji

A. Riwayat Kesehatan
1.

Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.

2.

Riwayat kesehatan sekarang


Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada pasien vertigo tanyakan
adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya vertigo, posisi mana yang
dapat memicu vertigo.

3.

Riwayat kesehatan yang lalu


Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit tumor otak.
Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik, aminoglikosid, antikonvulsan dan
salisilat.

4.

Riwayat kesehatan keluarga


Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau riwayat penyakit
lain baik bersifat genetic maupun tidak.

B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pemeriksaan Persistem
1.

Sistem persepsi sensori


Adakah rasa tidak stabil, disrientasi, osilopsia yaitu suatu ilusi bahwa benda yang diam
tampak bergerak maju mundur.

2.

Sistem Persarafan
Adakah nistagmus berdasarkan beberapa pemeriksaan baik manual maupun dengan alat.

3.

Sistem Pernafasan
Adakah gangguan pernafasan.

4.

Sistem Kardiovaskuler

Adakah terjadi gangguan jantung.


5.

Sistem Gastrointestinal
Adakah Nausea dan muntah

6.

Sistem integumen

7.

Sistem Reproduksi

8.

Sistem Perkemihan

C. Pola Fungsi Kesehatan


1.

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Adakah kecemasan yang dia lihatkan oleh kurangnya pemahaman pasien dan keluarga
mengenai penyakit, pengobatan dan prognosa.

2.

Pola aktivitas dan latihan


Adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap munculnya vertigo, posisi yang dapat
memicu vertigo.

3.

Pola nutrisi metabolisme


Adakah nausea dan muntah

4.

Pola eliminasi

5.

Pola tidur dan istirahat

6.

Pola Kognitif dan perseptua


Adakah disorientasi dan asilopsia

7.

Persepsi diri atau konsep diri

8.

Pola toleransi dan koping stress

9.

Pola sexual reproduksi

10. Pola hubungan dan peran


11. Pola nilai dan kenyakinan

III

DIANOGSA KEPARAWATAN

A. Resiko jatuh berhubungan dengan pusing ketika menggerakan kepala.


B. Nausea berhubungan dengan penyakit meniere, labirintitis
C. Defisit self care: toileting, bathing, feeding.
D.

Defisit pengetahuan tentang penyakit pengobatan dan perawatan berhubungan dengan


kurangnya paparan informasi.

E. Perfusi jaringan tidak efektif; cerebral berhubungan dengan aliran arteri terhambat.

IV

RENCANA KEPERAWATAN
NO

DIAGNOS
A
KEPERAW

TUJU
AN

INTERVENS

1.

ATAN
Resiko
jatuh
berhubung
an dengan
pusing
ketika
menggerak
kan kepala

Setela
h
dilakuk
an
tindak
an
kepera
watan
selam
a x
24 jam
pasien
dihara
pakan
tidak
jatuh
NOC:

a. Safeti
status:
Falls
Occurr
ence

b. Falls
preve
ntion:
know
ledge
perso
nal
safety

c. Safety
behevi
our:
Falls
preve
ntion
Dengan
kreteria:

a. pasien
mamp
u
berdiri,
d
uduk,
berjala
n
tanpa
pusing

b. Klien
mamp
u

1.

Environmental Management: Safety: awasi dan gunakan lingk


2. Falls Prevention:

Kaji penurunan kognitif dan fisik pasien yang mungkin dapa

Kaji tingkat gait, keseimbangan dan kelelahan dengan ambu

Instruksikan pasien agar memanggil asisten ketika melakuk


3. Teaching: disease proles

jelaskan pada pasien tanda dan gejala dari penyakit yang d

Anjurkan pasien untuk bedrest pada fase akut

Jelaskan pada pasien tentang terapi rehabilitatif pada pasie

menjel
askan
jika
terjadi
serang
an dan
cara
menga
ntisipa
sinya

2.

Nausea
berhubung
an dengan
stimulasi
visual yang
tidak
mengenakk
an,
meniere,
labirintitis

Setela
h
dilakuk
an
tindak
kepera
watan
selam
a
x24
jam,
nause
a
berkur
ang /
hilang
N.O.C:
a.
Comfo
rt level
d.
Hidrati
on

e. Nutriti
onal
status
food
finid
intake
Dengan
kreteria:
d.
Terdap
at
tandatanda
fisik
dan
psikolo
gik
memb

1.
Patient / family teaching
-Anjurkan pasien agar pelen-pelan nafas dalam dan menelan untu
-Ajarkan pasien untuk tidak minum 1 jam sebelum,1 jam setelah d
2.NUTRITIONAL MONITORING
-Monitor tipe kehilangan berat badan dan pertumbuhan
-Monitor kelembaban,turgor kulit dan depigmentasi.
-Monitor tingkat energi,malaise,fatigue dan kelemahan pasien.
-Monitor asupan kalori dan nutrisi.
-Kolaborasi;
kelola pemberian anticmetic sebelum makan atau sesuai jadwal
3. Fluid managmen:

Awasi secara akurat intake dan output

Monitor vital sign

Monitor status nutrisi pasien

Monitor status hydrasi misal kelembaban membranmukosa, tek


Kelola pemberian terapi IV

aik
e.

Kurang
perawatan
diri: makan,
mandi,
berpakaian,
toileting b.d
kerusakan
neurovasku
ler

Batasan
Karakterist
ik :
Kelumpuha
n
wajah
atau
anggota
badan
sehingga
menyebabkan :

Ketidakma
mpuan
dalam
menyuap,
memegang
alat makan
Ketidakma
mpuan
dalam
membasuh
badan,
mongeringkan, keluar

Turgor
kulit,
mukos
a
mulut
baik
f.
Tidak
panas
dan
tidak
terdap
at
edeme
perifer
Intake
makan
an dan
minum
an
baik
Setela
h
dilakuk
an
tindak
an
kepera
watan
selam
a ... x
24 jam
dihara
pkan
kebutu
han
mandir
i klien
terpen
uhi,
NOC;
PERA
WATA
N DIRI
(Mandi
,maka
n,toilet
ing,ber
pakaia
n)
Denga
n
kriteria
:
Klien
dapat
makan
dengan

NIC:Membantu perawatn diri pasien mandi dan toileting


Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi ditempat yang mudah dikenali dan m
2. Libatkan klien dan danpingi
3. Berikan bantuan selama klien tidak mampu mengerjakan send
NIC : ADL berpakaian
Aktifitas :

1. Informasikan pada klien dalam memilih pakaian selama perawa


2. Sediakan pakaian ditempat yang mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang sesuai
4. Jaga privasi klien
5. Berikan pakaian pribadi yang digemari dan sesuai
NIC : ADL Makan
Aktifitas :

1. Anjurkan klien duduk dan berdoa bersama teman


2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum mampu dan beri contoh

4. Beri rasa nyaman saat makan

masuk
kamar
mandi
Ketidakma
mpuan
pergi
ke
kamar
mandi,
menggunakan pispot

4.

Defisit
pengetahu
an ten-tang
penyakit,
pengobata
n
dan
perawatan
klien
b.d
keterbatasa
n kognitif,
ku-rang
paparan
atau
mudah lupa

bantua
n
orang
lain /
mandir
i
Klien
dapat
mandi
dengan
bantua
n
orang
lain
Klien
dapat
mema
kai
pakaia
n
denga
n
bantua
n
orang
lain /
mandir
i
Klien
dapat
toiletin
g dengan
bantua
n alat
Setela
h
dilakuk
an
penjel
asan
selam
a ...x
pertem
uan,
pengetah
uan
klien
tentan
g penyakit,
pengo
batan
dan
perawata
n klien
menin

Teaching individual (5606)


1.
Tentukan kebutuhan pembelajaran klien
2.
Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman klien tentang vertig
3.
Kaji tingkat pendidikan
4.
Kaji kesiapan klien dalam mempelajari informasi spesifik
5.
Atur agar realita tujuan pembelajaran dengan klien saling me
6.
Pilih metode / strategi mengajar yang sesuai
7.
Sediakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran
8.
Koreksi adanya kesalahan informasi
9.
Sediakan waktu untuk bertanya pada klien
10.
Teaching : disease process (5602)
1.
Nilai tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
2.
Jelaskan patofisiologi vertigo
3.
Jelaskan tanda dan gejala vertigo
4.
Jelaskan kemungkinan penyebabnya
5.
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dapat mence
6.
Diskusikan pilihan-pilihan terapi pe-ngobatan dan perawatan
7.
Jelaskan alasan rasional dari terapi pengobatan yang direkom
8.
Kaji sumber-sumber pendukung yang memungkinkan

gkat
NOC :
Knowl
edge :
Disea
se
proce
ss
(1803)
Knowl
adge :
Illness
care
(1824)
Denga
n
kriteria
:
-

5.

Perfusi
jaringan
tidak efektif
(spesifik:
cerebral)
b.d aliran

Klien
dan
keluar
ga
mampu
menjel
askan
penger
-tian,
proses
penya
kit,
penye
bab,
tanda
dan
gejala,
efek
penya
kit,
tindak
an
pence
gahan,
pengobat
an dan
peraw
atan
vertigo
Setela
h
dilakuk
an
tindak
an

1.
2.
3.
4.
5.

Monitorang neurologis (2620)


Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
Monitor tingkat kesadaran klien
Monitir tanda-tanda vital
Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
Monitor respon klien terhadap pengobatan

darah arteri
terhambat
Batasan
Karakterist
ik :

Nyeri
kepala
/
vertigo

Perubahan
status
mental
perubahan
respon
motorik
dis-artria

Kelumpuha
n wa-jah

kepera
watan
selam
a ..... x
24 jam
dihara
pkan
Nyeri
kepala
/
vertigo
berkur
ang
sampa
i dengan
hilang
Tandatanda
vital
stabil

6.
7.

Hindari aktivitas jika TIK meningkat


Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen (3320)


Bersihkan jalan nafas dari sekret
Pertahankan jalan nafas tetap efektif
Berikan oksigen sesuai intruksi
Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oks
Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas da

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA An. R DI MELATI 2


INSKA RSUP DR. SARDJITO
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >
38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
KLINIS
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai demam
pada bayi < 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Jika anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun
mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam, kemudian kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam dibagi atas 2 jenis:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure); yaitu :
Kejang demam yang berlangsung singkat, < 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang berupa kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak
berulang dalam 24 jam. Kejang jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang demam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure); yaitu :
Kejang dengan salah satu ciri berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin; dilakukan untuk evaluasi penyebab
demam, atau keadaan lain; misalnya pemeriksaan darah perifer, elektrolit dan gula darah.
Punksi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis; risiko meningitis bakterialis adalah 0.6% - 6.7 %. Jika yakin klinis
bukan meningitis, tidak perlu dilakukan.
Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas pada bayi maka pada:
1. Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan punksi lumbal
2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan risiko epilepsi dikemudian hari. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada
kejang demam tak khas; misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
Pencitraan seperti foto X ray, CT scan atau MRI kepala hanya dilakukan jika ada:
1. Kelainan neurologik fokal menetap (misal hemiparesis)
2. Paresis n.VI (n. abdusens) - bola mata tidak dapat melirik ke lateral
3. Papiledema
PENATALAKSANAAN
Saat kejang
Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Jika masih kejang diberikan
diazepam intravena 0.3 0.5 mg/kg.bb iv diberikan dalam waktu 3 5 menit, dosis maksimal
20 mg. Atau diazepam per rektal 5 mg. untuk anak dengan berat badan < 10 kg,. dan 10 mg.
jika berat badan > 10 kg. Atau diazepam per rektal 5 mg. untuk usia < 3 tahun dan 7.5 mg.
untuk usia > 3 tahun. Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang dengan dosis sama setelah selang waktu 5 menit. Jika setelah dua kali
pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.
Di rumahsakit :
Diberikan diazepam intravena 0.3 0.5 mg/kg.bb. Jika masih tetap kejang, berikan fenitoin
intravena 10-20 mg/kg.bb/kali dengan kecepatan 1 mg/menit atau < 50 mg/menit. Jika
berhenti dosis selanjutnya fenitoin 4-8 mg/kg.bb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika
masih belum berhenti, rawat di ruang intensif.
Pemberian obat saat demam
Tidak ada bukti bahwa pemberian antipiretik mengurangi risiko kejang demam; tetapi dapat
diberikan parasetamol dengan dosis 10 -15 mg/kg.bb/kali diberikan 4 kali sehari, tidak lebih
dari 5 kali sehari. Obat lain ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali, 3 4 kali sehari.Asam

asetil salisilat tidak dianjurkan terutama pada usia < 18 bulan karena risiko sindrom Reye
Diazepam oral 0.3 mg/kg.bb tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang
demam pada 30% - 60 % kasus, begitu pula diazepam rektal 0.5 mg/kg.bb setiap 8 jam pada
suhu > 38.5C. Hati-hati dengan efek samping ataksia, iritabel dan sedasi berat yang terjadi
pada 25% - 39% kasus. Fenobarbital, fenitoin dan karbamazepin saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.
Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis
Diberikan jika:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis Todd,
cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Dipertimbangkan jika:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
2. Terjadi pada bayi < 12 bulan
3. Kejang demam 4 kali/tahun
Jenis obat :
Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg.bb/hari dibagi 2-3
dosis; atau fenobarbital 3-4 mg/kg. bb/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati pada sebagian kecil kasus terutama pada usia < 2 tahun;
fenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40% - 50%
kasus.
Lama pengobatan:
Diberikan selama 1 tahun bebas kejang; kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
PROGNOSIS
Risiko cacad akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Ada
penelitian retrospektif yang melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat
kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Risiko berulang
Faktor risiko berulangnya kejang demam :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia < 12 bulan
3. Suhu rendah saat kejang demam
4. Cepatnya kejang setelah demam
Jika semua faktor risiko ada , risiko berulang 80%; jika tidak ada hanya 10-15%. Sebagian
besar berulang pada tahun pertama (setelah kejang).
Risiko epilepsi

Faktor risiko epilepsi adalah jika ada :


1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4% 6%; kombinasi faktor
risiko tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10% 49%. Risiko epilepsi tidak dapat
dicegah dengan pemberian obat rumat/profilaksis pada kejang demam.
EDUKASI PADA ORANGTUA
Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa yang menakutkan.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain:
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberi informasi tentang risiko kejang berulang
4. Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek samping obat
Jika anak kejang, lakukan hal berikut :
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher
3. Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah tergigit, jangan masukkan
apapun ke dalam mulut.
4. Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang
5. Tetap bersama anak selama kejang
6. Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.
7. Bawa ke tenaga kesehatan atau rumahsakit jika kejang berlangsung 5 menit.

PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nomor RM
Nama Klien
Nama Panggilan
Tempat Tanggal Lahir
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Bahasa yang Dimengerti
Orang Tua/Wali

:
:
:
:
:
:
:
:

01-41-42-57
Tanggal Masuk RS : 12/4/2009
An. RE
Tanggal Pengkajian : 14/4/2009
An.R
Sleman, 26/5/2008
10 bulan.
Perempuan
Jawa
Jawa

Nama Ayah/Ibu
Pekerjaan Ayah/Ibu
Pendidikan
Alamat

:
:
:
:

Bp. M/Ibu R
Swasta/Guru
SLTA/SPG
Sumberadi, Mlati, Sleman

B. Keluhan Utama
Panas, suhu tubuh 38 C.
C. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Satu HSMRS anak demam, tidak muntah, tidak batuk, tidak pilek, kemudian diberi
paracetamol sendok teh tetapi demam masih tinggi.
HMRS anak muntah 2 kali seperti yang dimakan tidak muncrat, BAB encer 1 kali,
demam tinggi, tidak ada edema. Anak kejang saat di UGD selam 2 menit, berhenti dengan
diazepam 5 mg suspensi dan 2 kali dumin suspensi masuk.
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
Sebelumnya ibu KB suntik selama 9 bulan. Selama hamil ibu kontrol rutin setiap 4
minggu di dokter Sp.OG tiap bulan sejak usia kehamilan 2 bulan, tidak imunisasi,
USG, mendapat suplemen tambah darah dan vitamin. Selama hamil tidak mengalami
masalah, tidak mual muntah berlebihan, tidak demam, tidak ada edema dan tidak
mengalami hipertensi.
2.

Perinatal dan Post Natal


Anak lahir spontan pervaginam di dokter Sp.OG pada usia kehamilan 9 bulan 10 hari,
presentasi kepala, ketuban jernih, setelah lahir anak langsung menangis. Gerak aktif, tidak
biru dan tidak kuning. Berat badan lahir 3400 gr panjang badan 52 cm. Post natal anak
kontrol dan mendapat imunisasi di Puskesmas
3. Penyakit yang pernah diderita : Sebelumnya anak belum pernah menderita
penyakit berat.

4. Hospitalisasi/operasi
atau mengalami tindakan operasi.

: Sebelumnya anak belum pernah dirawat di RS

5. Injury :
sebelumnya.
6. Alergi

Anak

belum

pernah

mengalami

kecelakaan

: Tidak ada riwayat alergi.

7. Imunisasi
: Hepatitis B 1 kali, BCG 1 kali pada usia 2
minggu, DPT 4 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, Polio 3 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, campak pada
usia 9 bulan.
E. Riwayat Sosial
1. Pengasuh :

Anak diasuh oleh kedua orang tuanya.

2. Hubungan dengan anggota keluarga


: Hubungan anak dengan anggota keluarga
yang lain baik. Selama dirawat di RS anak sering dijengauk oleh saudara.
3. Hubungan dengan teman sebaya

: Oleh ibu anak sering diajak bermain dengan


teman sebayanya.

F. Riwayat Keluarga
1. Sosial ekonomi
: Anak tinggal dengan orang tua dan saudara
kandung di rumah sendiri ayah bekerja dibidang swasta dan ibu bekrja sebagai guru
TK. Pendapatan perbulan Rp 1.000. 000,2. Lingkungan rumah
: Anak menempati rumah dengan dinding tembok,
lantai tegel, ventilasi dan penerangan cukup, kamar mandi dan jamban sendiri, sumber
air minum dari sumur.
3. Penyakit keluarga
:
a. Ayah dan ibu memiliki riwayat alergi makanan
b. Sepupu anak dari pihak ayah pernah mengalami kejang demam
c. Nenek dari ayah dan ibu memiliki riwayat hipertensi
Kakek dari ibu memiliki riwayat penyakit jantung
A. Tingkat Perkembangan Saat Ini (DDST-II)
1. Personal sosial
:
Anak dapat tersenyum mulai usia 2 bulan
Anak dapat mengenal orang tua muali usia 3 bulan
2. Adaptif motorik halus
:
Anak dapt menggenggam mulai usia 2 bulan
Anak dapat memindahkan benda mulai usia 5 bulan
3. Bahasa
:
Anak dapat mengoceh mulai usia 2 bulan
Anak dapat bicara 2 suku kata mulai usia 9 bulan

4. Motorik Kasar
:
Anak dapat miring mulai usia 3 bulan, Anak dapat tengkurap muali usia 4 bulan,
Anak dapat merangkak mulai usia 6-7 bulan, Anak dapat duduk mulai usia 7 bulan,
Anak dapat berdiri muali usia 7 bulan
Interpretasi : tingkat perkembangan sesuai dengan usia.
B. Pola Kesehatan Klien Saat Ini
1. Nutrisi
: klien terpasang sonde, diet cair: energi 880
kkal/hari, protein 24 gram/hari. Kemampuan mengisap bayi mulai membaik.
Berdasarkan z-score, status nutrisi klien baik.
2. Cairan
: ubun-ubun tidak cekung, kebutuhan cairan 800
cc/hari. Cairan diberikan perseonde, oral dan perinfus, muntah 1 kali.
3. Aktivitas

tidak ada batasan dalam beraktifitas.

4. Tidur dan istirahat


: an. R tidur mulai jam 08.00 hingga jam 06.00,
kadang tertidur kembali. Siang tidur 3-4 jam/hari.
5. Eliminasi

urine spontan, BAB lunak 1 kali. Output 120


cc/hari

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Tingkat kesadaran
:
Nadi: 124 x/m
Suhu: 38,2 C
BB: 8 kg
TB: 77 cm
2. Kulit
3. Kepala
4. Mata

:
:
:

5. Telinga
6. Hidung
7. Mulut
8. Leher
9. Dada
10. Paru-paru
11. Jantung

:
:
:
:
:
:
:

12. Abdomen
13. Anus dan rectum
14. Muskuloskeletal

:
:
:

compos mentis
RR: 30 x/m
LK: 45 cm
turgor baik, tidak ada ptechie dan diaperras
bersih, ubun-ubun belum menutup.
tidak ada edema palpebra, konjungtiva tidak
pucat, scelera tidak ikterik.
kebersihan baik, tidak ada pengeluaran cairan.
terpasang sonde.
mukosa lembab, tidak ada iritasi mukosa.
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Simetris, tidak ada ketinggalan gerak
perkusi sonor, bunyi napas vesikular.
Auskultasi S1 tunggal, S2 split tdk konstan, tidak
ada bising.
bentuk soepel, tidak ada distensi.
tidak ada iritasi pada mukosa.
kekuatan otot baik, pergerakan tidak terbatas.

D. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal
12 April
2009

Jenis
Darah rutin
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
Kimia darah
Na
K
Cl
Ca
GDS
Cairan otak
Kejernihan
Jumlah sel
Eritrosit
Leukosit berinti
polimorf
Limfosit
Albumin

Hasil

Satuan

Nilai normal

Interpretasi

13,37
5,1
12
37,6
73,7
23,5
31,9
219

103/ L
106/ L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/ L

4,8-10,8
4,2-5,4
12-16
37-47
79-99
27-31
33-37
150-450

Naik
Normal
Normal
Normal
Rendah
Rendah
Rendah
Normal

133,5
4,05
106,4
2,38
145

mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mg/dL

137-145
3,1-5
98-107
2,1-2,54
80-140

Rendah
Normal
Normal
Normal
Tinggi

Jernih
0
0
0
0
0

13 April
2009

Percobaan Pady
Kadar protein
Glukosa
Na
Cl
Urin rutin
Warna
BJ
pH
uro
Glukosa
Protein
Bilirubin
Leukosit

0
0
73 mg%
139
122
Kuning keruh
1.010
7,0
Normal
-

E. Terapi Farmaka
1. Zinc 1 x 20 mg
2. Dialac 2 x 1 sachet
3. Paracetamol 10 mg/ kg BB k/p (3/4 cth).
4. Diazepam 0,3 mg/kg BB IV jika kejang (2,5 mg).
5. Diazepam 0,1 mg/kg BB per oral jika suhu > 38,5 C (0,8 mg).

ANALISA DATA
Tgl/Jam
Data Senjang
14/4 09 DS:
08.00
- Ibu klien mengatakan an. R
panas.
DO:
- Suhu axila 38,2 C.
- Kulit merah.
- Kulit teraba hangat.
14/4 09
08.00

DS:
Ibu klien mengatakan anak
muntah 1 x dan BAB lunak 1 x
pagi ini.
DO:
Peningkatan suhu tubuh 38,2
C.

14/4 09
08.00

DS:
DO:
Demam, suhu 38,2 C.
Riwayat kesehatan: Kejang
saat masuk rumah sakit.

Masalah
Hipertermi

Etiologi
Peningkatan
metabolik

Risiko kekurangan
volume cairan

Status
hipermetabolik

Risiko cedera

Fungsi regulatori
biokimia
(hipertermi dan
konvulsi)

RUMUSAN MASALAH
N
o
1

Tgl/Jam
14/4 09
08.00

Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik.

08.00

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status


hipermetabolik dan kehilangan cairan melalui rute normal.

08.00

Risiko cedera berhubungan dengan fungsi regulatori biokimia


(hipertermi dan konvulsi).

RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Jam
14/4 09
08.00

14/4 09
08.00

Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
berhubungan
dengan
peningkatan
metabolik.

Risiko
kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan status
hipermetabolik
dan kehilangan
cairan melalui
rute normal.

Outcome

Intervensi

Thermoregulation:
Suhu tubuh
dalam rentang
normal.
Nadi dan RR
dalam rentang
normal.
Tidak ada
perubahan warna
kulit.

Fever treatment
Monitor suhu sesering
mungkin.
Monitor warna dan suhu
kulit.
Monitor nadi dan RR.
Lakukan tapid sponge.
Berikan cairan intravena.
Tingkatkan sirkulasi udara.
Kolaborasikan pemberian
antipiretik.
Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
demam.

Fluid balance dan


Hydration:
Mempertahankan
urine output sesuai
dengan usia dan BB,
BJ urine normal, HT
normal
Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam
batas normal
Tidak ada tandatanda dehidrasi,
Elastisitas turgor kulit
baik, membran
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang

Fluid management:
Timbang popok/pembalut
jika diperlukan.
Pertahankan catatan intake
dan output yang akurat.
Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat).
Monitor vital sign.
Monitor masukan
makanan/cairan dan hitung
intake kalori harian.
Lakukan terapi IV.
Monitor status nutrisi.
Berikan cairan.

berlebihan

Dorong masukan oral.


Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output.
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan.
Tawarkan snack (jus buah,
buah segar).

RENCANA KEPERAWATAN
Tgl/Jam
14/4 09
08.00

Diagnosa
Keperawatan
Risiko cedera
berhubungan
dengan fungsi
regulatori
biokimia
(hipertermi dan
konvulsi).

Outcome
Vital signs status:
Temperatur dalam
rentang normal.
Knowledge: personal
safety
Mampu menjelaskan
langkah-langkah
pencegahan risiko.
Mampu menjelaskan
langkah-langkah
kedaruratan saat di
rumah.

Intervensi
Vital signs monitoring:
Monitor adanya
hipertermia.
Catat tren dan fluktuasi
peningkatan suhu.
Monitor nadi dan respirasi.
Environment Management
Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
Memindahkan barangbarang yang dapat
membahayakan
Discharge planning:
Identifikasi pengetahuan
keluarga.
Diskusikan dengan
keluarga tentang tatalaksana
post hospital.
Diskusikan dengan
keluarga untuk melakukan
rujukan ke pelayanan
kesehatan sehubungan
perawatan klien.

CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam
14/4 09
08.00

No. DK
1

Memonitor tanda vital klien: suhu axila 38,2 C, rr 30


x/m dan nadi 124 x/m. Kulit kemerahan.
Memberikan tapid sponge.
Mengelola pemberian antipiretik paracetamol cth.
Memotivasi ibu untuk tetap memberikan ASI atau
cairan peroral lainnya.

09.00

Memonitor tanda vital klien: suhu axila 37,6 C, rr 30


x/m dan nadi 124 x/m.
Memotivasi keluarga untuk tetap memberikan tapid
sponge.
Menganjurkan ibu untuk memasangkan pakaian tipis,
menyerap keringat dan memudahkan sirkulasi udara.

11.00

14/4 09
08.00

Catatan Keperawatan

Memantau status hidrasi klien: turgor kulit baik, klien


muntah dan BAB 1 kali.
Mengaff infus: daerah insersi flebitis.
Memberikan cairan/PASI personde 20 cc.
Menghitung output urine 25cc.

09.00

Menghitung output urine 15 cc dan feces 50 cc.


Memberikan diet personde 60 cc
11.00

13.45
S:
Ibu klien mengat
dari sebelumnya.
O:
Temperatur 37,
Tidak ada kejan
A:
Hipertermi belum
P:
Monitor peruba
Berikan tapid s
Tingkatkan hid

13.45
S:
Ibu klien menyat
O:
Intake hingga j
Output hingga
Mukosa mulut
A:
Defisit cairan tida
P:
Monitor input Motivasi pemb

CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam
14/4 09
09.30

No. DK
3

Catatan Keperawatan
Mendiskusikan dengan ibu klien tentang antisipasi
demam dan kejang.
Menjelaskan kepada ibu penyebab kejang terdahulu.
Mendiskusikan dengan ibu menanganan di rumah bila
anak kembali demam tinggi serta terjadi kejang.
Memotivasi ibu untuk memanfaatkan fasilitas

09.45
S:
Ibu klien mengat
antisipasi demam
O:
A:
Pengetahuan ibu

kesehatan.

Injuri tidak terjad


P:
Monitor perubah

CATATAN PERKEMBANGAN
Tgl/Jam
14/4 09
14.00

No. DK
1

Memonitor tanda vital klien: suhu axila 38 C, rr 32


x/m dan nadi 180 x/m.
Memotivasi ibu untuk memberikan tapid sponge.
Mengukur tanda vital klien: suhu aksila 38,6 C, rr 32
x/m dan nadi 178 x/m.
Memberikan tapid spnge.
Mengelola pemberian antipiretik cth.

21.00

14/4 09
14.00

Catatan Keperawatan

Memantau status hidrasi klien: turgor kulit baik, klien


muntah tidak ada dan BAB 1 kali.
Memberikan cairan/PASI personde 40 cc.
Menghitung output urine 20cc.
Menghitung output urine 20 cc.
Memberikan diet personde 60 cc

16.00

17.00
18.00

Memonitor pemberian ASI 60 cc.


Memberikan ASI 40 cc.
Mengelola pemberian dialac 1 sachet.
Memonitor pengeluaran urine 20cc.
Memberikan cairan/PASI 55 cc.
Memonitor out output urine 20cc.
Memonitor defekasi, 40cc.

20.00

21.00
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aidsinfonet.org/factsheet_detail.php?fsnumber=504

21.00
S:
Ibu klien mengat
O:
Temperatur 38
Tidak ada keja
A:
Hipertermi belum
P:
Monitor perub
Tingkatkan hid

21.00
S:
Ibu klien menyat
O:
Intake sore hin
Output sore hin
Mukosa mulut
Tidak ada diare
A:
Defisit cairan tid
P:
Monitor input Motivasi pemb

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000568.htm
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC: Jakarta.
Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. Mosby, Inc. St.
Louis, Missouri.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC), 4th ed.
Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Defnition and Classifcation 2005-2006.
NANDA International. Philadelphia.
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
UKK Neurologi IDAI CDK 165/vol.35 no.6/September - Oktober 2008
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS APLIKASI NANDA,
NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A.

PENGERTIAN
Hidrocephalus

adalah:

suatu

keadaan

patologis

otak

yang

mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau


pernah dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat
pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.

B.

TANDA DAN GEJALA

1.

Pembesaran kepala.

2.

Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala,


oedema papil.

3.

Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang


supraorbital.

4.

Gangguan keasadaran, kejang.

5.

Gangguan sensorik.

6.

Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas.

7.

Perubahan pupil dilatasi.

8.

Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun).

9.

Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/


hipotermi).

10. Penurunan kemampuan berpikir.

C.

PATOFISIOLOGI

Produksi CSF terutama tergantung pada transporalselsan, terutama


natrium melintasi membran epitel khusus dari pleksus koroideus ke dalam
rongga

ventrikel.

Air

secara

pasif

mengikuti

untuk

memudahkan

keseimbangan osmotik. Hasilnya adalah masuknya cairan ke dalam


ventrikel otak. Cairan berselulasi lewat akuaduktus silvi dan ventrikel
keempat, masuk ke dalam ruang subarakhnoid melalui foramena lusheka
dan megendie. Kemudian diabsorbsi ke dalam sirkulasi vena dari ruang
subarakhnoid yang meliputi otak, sejumlah tertentu medula spinalis dan
lapisan ependim yang melapisi ventrikel.
Proses terjadinya hidrosefalus dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.Kelainan kongenital.
a. Stenosis akuaduktus sylvii.
b. Anomali pembuluh darah.
c. Spino bifida dan kranium bifidi.
d. Sindrom Dandy-walker.
2.Infeksi.
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga
terjadi obliterasi ruang subarakhnoid, misalnya meningitis.
Infeksi lain yang menyebabkan hidrosefalus yaitu:
a. TORCH.
b. Kista-kista parasit.
c. Lues kongenital.
3.Trauma.
Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak
dapat menyebabkan fibrosis epto meningen pada daerah basal otak,
disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya
sumbatan yang mengganggu aliran CSS.
4.Neoplasma.
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat
terjadi di setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:
a. Tumor ventrikel III.
b. Tumor fossa posterior.

c. Pailloma pleksus khoroideus.


d. Leukemia, limfoma.
5.Degeneratif.
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
6.Gangguan vaskuler.
a. Dilatasi sinus dural.
b. Trombosis sinus venosus.
c. Malformasi V. Galeni.
d. Ekstaksi A. Basilaris.
e. Arterio venosus malformasi.

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Nelhaus (1987) hidrosefalus sering mempunyai gejala-gejala dan


tanda-tanda. Namun ada kasus-kasus samar yang tidak terdiagnosis
sampai dewasa, dengan demikian perlu adanya ketelitian dlam menangani
penderita yang diduga menderita hidrosefalus, mulai dari pengambilan
amnanesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis.
1.

Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital
atau akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan
kelahiran anak yang keberapa adalah penting sebagai faktor resiko.
Adanya riwayat cedera kepala sehingga menimbulkan hematom, subdural
atau perdarahan subarakhnoid yang dapat mengakibatkan terjadinya
hidrosefalus.
Demikian

juga riwayat peradangan

otak

sebelumnya.

Riwayat

keluarga perlu dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas,


perkembangan mental, kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntahmuntah, gangguan visus dan adanya bangkitan kejang.
2.

Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala
terhadap badan, anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak
biasanya dalam keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan
kesadaran, rewel, sukar makan atau muntah-muntah.
Pada hidrosefalus kongenital kepala sangat besar, fontanela tidak
menutup, sutura melebar, kepala tampak transluse, dengan tulang kepala
yang tipis, adanya tanda mac ewens cracked pot, tanda berupa sunset

sign dengan dahi yang lebar. Pada pemeriksan auskultasi kemungkinan


akan terdengarnya bising daerah posterior oleh karena malformasi V.
Galeni. Pertumbuhan kepala yang cepat mengakibatkan muka terlihat
lebih kecil dan tampak kurus.
3.

Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai
petunjuk penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang
amat sangat terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi
susunan

saraf

perdarahan

pusat,

saraf

serebrospinal

atau

sentral.

terdapat

perdarahan
Penurunan

pada

invasi

susunan

kadar

saraf

glukosa

meninggal

oleh

pusat

dalam
tumor,

atau
cairan

seperti

leukemia, medula blastama dan dengan pemeriksaan sitologis cairan


serebrospinal dapat diketahui adanya sel-sel tumor. Meningkatnya kadar
hidroksi doleaseti kasid pada cairan serebrospinal didapat pada obstruksi
hidrosefalus. Pemeriksaan serologis darah dalam upaya menemukan
adanya infeksi yang disebabkan oleh TORCH.
Penelitian sitologi kualitatif pada cairan serebrospinal neonatus dapat
digunakan

sebagai

indikator

untuk

mengetahui

tingkat

gangguan

psikomotor.
4.

Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan foto polos kepala, pelebaran fontanela, serta pelebaran
sutura. Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti
adanya

kalsifikasi

periventrikuler

sebagai

tanda

adanya

infeksi

cytomegalo inclusion dioase, kalsifikasi bilateral menunjukkan adanya


infeksi tokso plasmosis. Pemeriksaan ultrasonografi, dapat memberikan
gambaran adanya pelebaran sistem ventrikel yang lebih jelas lagi pada
bayi, dan untuk diagnosis kelainan selama masih dalam kandungan.
Pemeriksaan CT-Scanning menunjukkan adanya pelebaran ventrikel.
Disamping itu juga dapat untuk mempelajari sirkulasi cairan serebrospinal
yaitu dengan menyuntikkan kontras radio opak ke dalam sisterna magna
kemudian perjalan kontras diikuti dengan CT-Scan sehingga akan jelas
adanya obstruksi terhdap cairan serebrospinal.
Pemeriksaan pneumoensefalografi, berguna untuk memantau dilatasi
ventrikel dan ruang subarakhnoid. Apabila sudut korpus kolosum kurang
dari 120 menunjukkan hidrosefalus komunikan, bila lebih dari 120
mungkin hidrosefalus obstruksi.

E.

MANAJEMEN TERAPI

Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus:


1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak sebagian
pleksus

khoroideus

dengan

tindakan

reseksi

(pembedahan)

atau

koagulasi.
Akan tetapi hasilnya kurang memuaskan. Obat-obatan yang berpengaruh
disini antara lain:

mox Cazetasolamoid.

orbid.

ran osmotik (manitol, urea).

tikosteroid dan diuretik.

obarbital.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal
dengan

tempat

absorbsi

yakni

menghubungkan

ventrikel

dengan

subarakhnoid.
3. Pengeluaran CSS ke dalam rongga ekstra kranial dengan operasi
pemasangan shunt. Operasi pemasangan shunt dilakukan sedini mungkin,
tetapi biasanya dipasang pada usia 3-4 bulan, sedangkan revisi pada usia
18-24 bulan, 1-6 tahun, 10-12 tahun.
Prognosis

hidrosefalus

infatil

mengalami

perbaikan

bermakna

namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi
50-60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir
normal. Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik,
sekitar 70% diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan
intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik
bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN HIDROSEFALUS

A.

PENGKAJIAN

Pengkajian preoperasi: adanya riwayat meningitis, infeksi intrakranial/


hemoragie, anoxia prenatal atau infeksi intrauterine. Pada bayi dan anak
pembesaran lingkar kepala yang progresif, ubun-ubun yang menonjol dan
tegang serta tidak berdenyut, vena-vena kulit kepala melebar, sunset sign,
gelisah dan cengeng, sering mual, muntah dan nafsu makan menurun,
bila diperkusi didapat bunyi seperti pot kembang pecah. Pada anak yang
lebih besar gejala utama yang menonjol adalah peningkatan TIK, muntah
dan mengeluh sakit kepala, iritabel, pupil edema kejang baik vokal
maupun umum, perubahan pupil, perubahan pola makan, perubahan
tanda vital (tekanan darah, sistol naik, nadi turun, nafas tidak teratur).
B.
N
O
.

RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWA
TAN/
MASALAH
KOLABORA
SI

RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVE
DAN
NSI
KRITERIA
HASIL

1.

Perfusi
jaringan
tidak
efektif:
serebral b.d
peningkata
n
tekanan
intrakranial,
hipervolemi
a.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:

Tekanan
intrakranial
0-15
mmHg.

Perfusi
otak lebih
dari
50
mmHg.

Terpelihara
nya status
neurologis.

Tanda
vital stabil.

Kaji
status
neurologis
yang
berhubung
an dengan
tandatanda
peningkat
an tekana
intrakrania
l,
terutama
GCS.

Monitor
tandatanda
vital:TD,
nadi,
respirasi,
suhu,
minimal
tiap
15
menit
sampai
keadaan
pasien
stabil.

Monitor
tingkat
kesadaran,
sikap
reflek,
fungsi
motorik,
sensorik
tiap
1-2
jam.

Naikkan
kepala
dengan
sudut 15450, tanpa
bantal
(tidak
hiperekste
nsi
atau
fleksi) dan
posisi
netral
(posisi
kepala
sampai
lumbal

2.

Gangguan
persepsi
sensori b.d
gangguan
pusat
persepsi

sensori.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Tanda vital
normal.
Orientasi baik.
GCS lebih dari
13.
Tekanan
intrakranial
<10
mmHg.
Refleks
fisiologis
(+).
Refleks
patologis
(-).

Kaji tingkat
kesadaran
dan respon.
Ukur vital
sign, status
neurologis.
Monitor
tanda-tanda
kenaikan
tekanan
intrakranial
seperti
iritabilitas,
tangis
melengking,
sakit kepala,
mual muntah.
Ukur lingkar
kepala
dengan
meteran/
midline.
Lakukan
terapi
auditori dan
stimuli taktil.

3.

Kerusakan
intregritas
kulit
b.d
penurunan
mobilitas
fisik,

defisiensi

sirkulasi.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Eritema (-).
Kulit kepala
turgor baik,
utuh.
Luka (-).

Monitor
kondisi
fontanella
mayor tiap
4 jam.

Ubah
posisi tiap
2
jam,
pertimban
gkan
perubahan
posisi
kepala tiap
1 jam.
Gunakan
lotion atau
minyak
dan
lindungi
posisi
daerah
kepala
dari
penekana
n.
Letakkan
kepala
pada
bantal
karet atau
gunakan
water bed
jika perlu.
Gunakan
pengganti
an
alat
tenun dari
bahan
yang
lembut.

Stimuli
daerah
kepala
setiap
perubahan
posisi.

Pertahank
an nutrisi

4.

Resiko
defisit
volume
cairan
b.d
mual,
muntah,

anoreksia.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:
Hidrasi
adekuat.
Turgor kulit
baik.
Membran
mukosa
lembab.
Tanda vital
normal.
Urin output
0,5-1
cc/
kgBB/ jam.

Monitor
intake
output
makanan
dan
cairan.
Ukur dan
observasi
tanda
vital.

Catat
jumlah,
frekuensi
dan
karakter
muntah.
Timbang
BB
tiap
hari.

Kaji
tandatanda
dehidrasi.

5.

Perubahan
proses
keluarga
b.d
perubahan
status
kesehatan
anggota
keluarga.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n:

Keluarga
partisipasi
dalam
perawatan
dan
pengobatan
.

Keluarga
memberika
n sentuhan,
perasaan
senang dan
bicara pada
anaknya.

Keluarga
mampu
mengidenti
fikasi
perilaku
negatif dan
cara
mengatasin
ya.

Beri
kesempata
n
pada
keluarga
atau orang
tua untuk
mendiskus
ikan
masalah.

Beri
dorongan
sikap
penerimaa
n terhadap
anak
(misal
dipeluk,
berbicara
dan
menyenan
gkan
anak).

Bantu
orang tua
untuk ikut
merawat
anaknya,
libatkan
orang tua
sebanyak
mungkin.

Jelaskan
setiap
prosedur
perawatan
dan
pengobata
n.

Dorong
sikap
positif dari
orang tua,
beri
penjelasan
tentang
sifat
negatif.

Diskusikan
sikap yang

6.

Kurang
pengetahua
n orang tua
tentang
penyakit,
perawatan,
komplikasi
b.d kurang
informasi.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawata
n, keluarga
mampu:

Ungkapkan
pengertian
rencana
perawatan.
Menerima
kenyataan
terhadap
anaknya.

Demonstras
ikan
perawatan
yang
diperlukan.

Mengetahui
tanda
infeksi dan
peningkata
n tekanan
intrakranial.

Menjelaska
n
pengobatan
yang
diberikan,
minum obat
sesuai
rencana
dan
mengerti
efek
samping.

Jelaskan
semua
prosedur
dan
pengobata
n,
kehadiran
perawat
diperlukan
bila
ada
informasi
oleh team
kesehatan
lain untuk
memperku
at
penjelasan
.

Beri
dorongan
pada
orang tua
untuk
mengeksp
resikan
perasaan
dan
harapan
dan
partisipasi
dalam
perawatan
anaknya
dengan
perasaan
yang
menyenan
gkan.

Bantu
orang tua
untuk
dapat
menerima
kenyataan
tentang
perubahan
dan
perkemba
ngan
anaknya.

PASCA OPERASI

1
.

Ganggua
n
persepsi
sensori
b.d
infeksi
pemasan
gan
shunt.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:

Mengembali
kan
fungsi
persepsi
sensori dan
komplikasi
dapat
dicegah atau
seminimal
mungkin
tidak
akan
terjadi.

Kaji reaksi
pupil
dan
kesimetrisan,
vital
sign,
tingkat
kesadaran,
kepekaan,
kemampuan
neuromuskul
er.
Ukur lingkar
kepala
dan
awasi ukuran
fontanella.
Atur posisi
daerah
kepala yang
tidak
dilakukan
operasi
jangan pada
posisi shunt.
Ukur tanda
vital.
Atur anak
tetap
terlentang
dengan posisi
15-450, akan
meningkatka
n
dan
melancarkan
aliran
balikdaerah
vena kepala
sehingga
mengurangi
edema
dan
mencegah
terjadinya
kenaikan TIK.
Ukur suhu
dan atur suhu
lingkungan
sesuai
indikasi,
batasi
pemakaian
selimut,
kompres bila

2
.

Resiko
infeksi
b.d
pemasan
gan
shunt.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Status
imun
normal.
Kontrol status
infeksi.
Kontrol faktor
resiko.
Penyembuhan
luka, ILO (-).
Abses
otak,
meningitis
(-).

Ukur vital
sign tiap 4
jam.
Gunakan
teknik
aseptik
dalam
perawatan.
Observasi
luka operasi.
Lakukan
perawatan
luka
bekas
operasi
sesuai
instruksi.
Kolaborasi:
antibiotik,
pemeriksaan
AL, kultur dan
sesnsitivitas
tes.

3
.

Kerusaka
n
integritas
kulit b.d
prosedur
pembeda
han.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Incisi sembuh
tanpa
ada
eritema.
Luka kering dan
bersih.

Kaji lokasi
incisi adanya
robekan
permukaan
kulit,
pus,
darah.
Ukur vital
sign tiap 4
jam.
Perhatikan
teknik
aseptik
dan
septik
saat
penggantian
balutan.
Observasi
tanda-tanda
peningkatan
TIK
karen
infeksi akibat
pemasangan
infus.
Jaga
kebersihan
kulit
pasien
tetap bersih
dan kering.

4
.

Kurang
pengetah
uan
tentang
perawata
n
di
rumah
b.d
kurangny
a
informasi.

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
:
Orang tua
mampu
ungkapkan
pengertian
rencana
perawatan.
Orang tua
dapat
mendemons
trasikan
kemampuan
merawat di
rumah.
Orang tua
mengerti
tentang cara
pewngobata
b di rumah.

Kaji tingkat
pendidikan
dan
pengetahuan
orang
tua
pasien.

Beri
penjelasan
tentang
hidrosefalus
dan prosedur
pembedahan
nya
pada
orang tua.

Libatkan
orang
tua
pada
perawatan
pasca
operasi.

Jelaskan
pada
orang
tuatentang
tanda
dan
gejala infeksi
CSF
dan
kegagalan
shunt.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Rupseno, 1985, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak II, Jakarta,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Jakarta, UI.
NANDA, 2000, Nursing Diagnosis Defnition and Clasifcation, 2001-2002,
Philadhelpia, USA.
Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer
Disorder, Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.
Price, S.A., 1988, Patofsiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit, Bag. II
Terjemahan Adji Dharma, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Smith, C., 1988, Nursing Care Planning Guides for Children, California,
Assisten Professor Child California State University Long Beach.
Tucker, S.M., 1988, Patient Care Standars, The Mosby Company,
Washinton, USA.

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKIOLITIS APLIKASI NANDA, NOC,


NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A. PENGERTIAN
Bronkiolitis adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolitis yang sering diderita bayi atau anak
berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan.
B. ETIOLOGI
Sebagian besar disebabkan oleh respiratori syncytial virus (50%). Penyebab lain. Penyebab
lainnya adalah influenza virus, eaton agent (mycoplasma pneumonia), adeno virus dan beberapa
virus lain.
C. PATOLOGI
Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mucus
serta eksudat yang liat. Didinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrate sel radang. Radang
juga dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstitial. Obstruksi bronkiolus menimbulkan
empisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.

D. PROGNOSIS
Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48-72 jam.
Mortalitas kurang dari 1%. Anak dapat meninggal karena apnea yang lama, asidosis respiratorik
yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi.

E. GAMBARAN KLINIK
Bronkiolitis biasanya didahului oleh :

1. Infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya tanpa
disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril.

2. Anak sesak nafas makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan
batuk.

3. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi intercostals dan suprasternal, anak
menjadi gelisah dan sianotik.

4. Pada pemeriksaan ada suara perkusi hipersonor, eksperium memanjang disertai dengan
wheezing.

5. Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akir atau permulaan eksperium.

6. Pada keadaan yang berat sekali , suara pernafasan hamper tidak terdengar karena
kemungkinan obstruksi hamper total.

7. Foto thorak menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral.

8. Pada 1/3 pasien ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau
radang.

9. Pemeriksaan laboratorium: gambaran darah tepi normal, kimia darah menunjukkan asidosis
respiratorik / metabolic, usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas seperti diatas. Bronkiolitis
harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai pemfisema obstruksi dan gagal jantung.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Anak ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban yang tinggi, sebaiknya dengan uap
dingin, untuk mencairkan skret bronkus yang liat, atau pengobatan inhalasi.

2. Oksigen.
3. Ciran elektrolit secara intravena u/ mengoreksi asidosis dan dehidrasi.
4. Antibiotik dengan spectrum luas, bila ada infeksi bacterial.
5. Pemberian sedative tidak diperkenankan karena menimbulkan depresi pernafasan.
6. Bronkodilator tidak dianjurkan karena merupakan kontraindikasi dan dapat memperberat
keadaan anak.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :


1.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus

2.

Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.

3.

Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau
membran kapiler

4.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan
b.d faktor biologis.

5.

Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.

6.

Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif
keluarga.

7.

Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS

PERENCANAAN BRONKHIOLITIS
N
o
1

Diagnosa

Tujuan

Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
b/d
banyaknya
scret mucus

Setelah dilakukan
askep

jam
Status respirasi: terjadi
kepatenan jalan nafas
dg KH:Pasien tidak
sesak nafas, auskultasi
suara paru bersih,
tanda
vital
dbn.

Risiko

Intervensi

Airway manajemenn
Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi
jika memungkinkan.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk
membebaskan jalan nafas.
Pasang ET jika memeungkinkan
Lakukan terapi dada jika memungkinkan
Keluarkan lendir dengan suction
Asukultasi suara nafas
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

Monitor respirasi dan status oksigen jika


memungkinkan
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau
tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang suction
Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk
memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O 2)
gunakan ventilator atau rescution manual.

Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk


melakukan prosedur tracheal suction.
Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik
sebelum, selama, san sesudah suction.

Suction oropharing setelah dilakukan suction


trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah
dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan O 2 jika pasien
bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan segera
Setelah dilakukan Pencegahan aspirasi

aspirasi b/d
tidak
efektifnya
refllek
menelan.

Perfusi
jaringan
tidak efektif

Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
b/d
ketidak
mampuan
pemasukan
b.d
faktor
biologis

Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur

askep

jam Cek residu sebelum pemberian M/M / NGT


tidak
terjadi Monitor td aspirasi selama proses pemberian M/M
aspirasi dg KH;
( batuk, tersedak, saliva)

Terjadi Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek


peningkatan
menelan dan kemampuan menelan
reflek menelan
Monitor status paru
Bertoleransi thdp Berikan oxigenasi
intake
oral
& Kolaborasi u/ terapi okupasi
sekresi
tanpa
Ajarkan pada keluarga cara memberikan M/M
aspirasi

Jalan
nafas
bersih.
Setelah dilakukan perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
askep

jam Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi


terjadi
sirkulasi periper.
peningkatan
Contoh: cek nadi priper,oedema, kapiler refil,
Status sirkulasi
temperatur ekstremitas.
Dg KH:
Perfusi Evaluasi nadi, oedema
jaringan adekuat, tidak Inspeksi kulit dari luka
ada edem palpebra, Palpasi anggota badan dengan lebih
akral hangat, kulit tdk
pucat, urin output Kaji nyeri
adekuat
respirasi Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah
untuk memperbaiki sirkulasi.
normal.
Berikan therapi antikoagulan.
Rubah posisi pasien jika memungkinkan
Monitor status cairan intake dan output
Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga
viskositas darah
Setelah dilakukan Managemen nutrisi
askep
..
jam Kaji pola makan klien
terjadi

Kaji kebiasaan makan klien dan makanan


peningkatan
kesukaannya
status nutrisi dg Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake
KH:
nutrisi dan cairan

Mengkonsumsi kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori


nutrisi
yang
dan tipe makanan yang dibutuhkan
adekuat.
tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

Identifikasi
monitor intake nutrisi dan kalori
kebutuhan nutrisi.
Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.
Bebas dari tanda
Nutritional terapi
malnutrisi.
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk
mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi
Setelah dilakukan Kontrol infeksi.
askep

jam Batasi pengunjung.


infeksi terkontrol, Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap
status
imun
setelah digunakan pasien.
Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien,
adekuat dg KH:
dan ajari cuci tangan yang benar.

invasive

Bebas dari tanda


dangejala infeksi.

Keluarga tahu
tanda-tanda infeksi.

Angka leukosit
normal.

Setelah dilakukan
askep

jam
pengetahuan keluarga
klien meningkat dg
KH:

Keluarga
menjelaskan
tentang penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan

Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama saat
dilakukan tindakan
Cemas
Setelah dilakukan
berhubungan askep

jam
dengan
kecemasan terkontrol
krisis
dg KH: ekspresi wajah
situasional,
tenang , anak /
hospitalisasi keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan askep.
Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
dengan
kurang
paparan dan
keterbatasan
kognitif
keluarga

Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.


Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang
tanda dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra
vena).
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari
infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup
Mengajarkan proses penyakit
Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda
gejala penyakit
Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau
memungkinkan
Identifikasi penyebab penyakit
Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan
pasien, komplikasi penyakit.
Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga
dan rasional therapy yang diberikan.
Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih
atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.
Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan
yang akan dilakukan
Pengurangan kecemasan
Bina hubungan saling percaya.
Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan
pada keluarga.
Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari
stress situasional.
Berikan informasi factual tentang diagnosa dan
program tindakan.
Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan
dan memberikan keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk
mengurang kecemasan orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.

Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi

PK:Anemia

Setelah dilakukan
askep ..... jam
perawat akan dapat
meminimalkan
terjadinya komplikasi
anemia :
- Hb >/= 10 gr/dl.
- Konjungtiva tdk
anemis
- Kulit tidak pucat
- Akral hangat

kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik
relaksasi.
Monitor tanda-tanda anemia
Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg
bergizi
Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan
tranfusi darah
Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe
Observasi keadaan umum klien

Hari Rabu, Maret 14, 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIPOID DENGAN NANDA, NOC,


NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
A. PENGERTIAN
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam tipoid
adalah tipoid fever, enteric fever dan typus abdominalis
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.
B. ETIOLOGI
Tifus abdominalis atau demam tipoid isebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang
secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman
kuman ini tidak bersifat piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel
polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini mempunyai beberapa antigen yang penting

untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella typhosa, basil gram negatif yang
bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ
lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua
kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa,
usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar
fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi
plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan ileh kelainan pada usus halus.
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan
dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak
diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi
relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium,
atau psikosis..
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan

darah

tepi

leukopenia,

limfositosis,

aneosinofilia,

anemia,

trombositopenia.

Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang

Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella
tyhposapada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk
menegakkan diagnosis kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi
atau bila penderita telah lama sembuh.

F. KOMPLIKASI
Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni

G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan
gizi penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara

5-10 % pada operasi

dengan alasan perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid
disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau pneumonia.
H. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
1.

Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman,


antibiotic yang digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin,
KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II dan III

2.

Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan


mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari
bebas panas. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan klien

3.

Diet dan terapi penunjang

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1.

Hipertermi b.d proses infeksi

2.

Nyeri akut b.d agen injuri biologis

3.

Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total

4.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
tidak adekuat

5.

Kerusakan mobilitas fisik b.d pengobatan, intoleransi aktifitas/kelemahan.

6.

PK : Perdarahan
RENPRA TYPOID

No
Diagnosa
1 Hypertermi b/d
proses infeksi

Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama.x 24 jam
menujukan
temperatur
dalan
batas
normal
dengan kriteria:
Bebas
dari
kedinginan
Suhu tubuh
stabil 36-37 C

Intervensi
Termoregulasi
Pantau suhu klien (derajat dan
pola)
perhatikan
menggigil/diaforsis

Pantau
suhu
lingkungan,
batasi/tambahkan linen tempat
tidur sesuai indikasi
Berikan kompres hangat hindari
penggunaan akohol
Berikan minum sesuai kebutuhan

Kolaborasi untuk pemberian


antipiretik
Anjurkan menggunakan pakaian
tipis menyerap keringat.
Hindari selimut tebal

Nyeri akut b/d agen Setelah


dilakukan
injuri fisik
Asuhan keperawatan
.
jam
tingkat
kenyamanan
klien
meningkat dg KH:
Klien melaporkan
nyeri berkurang dg
scala 2-3

Ekspresi wajah
tenang

klien dapat
istirahat dan tidur
v/s dbn

Manajemen nyeri :
Lakukan pegkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi.
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidak nyamanan.

Gunakan teknik komunikasi


terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri
klien
sebelumnya.
Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Kurangi faktor presipitasi nyeri.

Pilih dan lakukan penanganan


nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain
tentang
pemberian
analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.

Cek
program
pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.

Evaluasi efektifitas analgetik,


tanda dan gejala efek samping.
3

Sindrom defisit self Setelah dilakukan


care
b.d askep ......
jam
kelemahan, Bedrust ADLs terpenuhi dg
KH:

Klien bersih,
tidak bau

Kebutuhan
sehari-hari
terpenuhi

Self Care Assistence


Bantu ADL klien selagi klien
belum mampu mandiri
Pahami semua kebutuhan ADL
klien

Pahami bahasa-bahasa atau


pengungkapan non verbal klien
akan kebutuhan ADL
Libatkan klien dalam pemenuhan
ADLnya
Libatkan orang yang berarti dan
layanan
pendukung
bila
dibutuhkan

Gunakan sumber-sumber atau


fasilitas
yang
ada
untuk
mendukung self care
Ajari klien untuk melakukan self
care secara bertahap
Ajarkan penggunaan modalitas

Risiko infeksi b/d


imunitas
tubuh
menurun, prosedur
invasive.

Setelah dilakukan
asuhan keperawatan

jam
tidak
terdapat
faktor
risiko infeksi dan dg
KH:
Tdk ada tandatanda infeksi
AL normal
V/S dbn

terapi dan bantuan mobilisasi


secara aman (lakukan supervisi
agar keamnanannya terjamin)
Evaluasi kemampuan klien untuk
melakukan self care di RS
Beri reinforcement atas upaya dan
keberhasilan dalam melakukan self
care
Konrol infeksi :

Bersihkan lingkungan setelah


dipakai pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu.

Intruksikan kepada pengunjung


untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.

Pertahankan lingkungan yang


aseptik selama pemasangan alat.

Lakukan dresing infus dan dan


kateter setiap hari Sesuai indikasi

Tingkatkan intake nutrisi dan


cairan
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi terhadap infeksi

Monitor tanda dan gejala infeksi


sistemik dan lokal.

Monitor hitung granulosit dan


WBC.

Monitor kerentanan terhadap


infeksi..
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas.

Ambil kultur, dan laporkan bila


hasil positip jika perlu
Dorong istirahat yang cukup.
Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.

Instruksikan klien untuk minum


antibiotik sesuai program.

Ajarkan keluarga/klien tentang


tanda dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi.

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari asuhan keperawatan Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh

jam klien Kaji makanan yang disukai oleh


menunjukan status
klien.
nutrisi
adekuat
Kolaborasi team gizi untuk
dengan KH:
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
BB stabil,
dengan kebutuhan klien.

nilai
Anjurkan
klien
untuk
laboratorium
meningkatkan asupan nutrisinya.
terkait normal,
Yakinkan diet yang dikonsumsi

tingkat energi
mengandung cukup serat untuk
adekuat,
mencegah konstipasi.
masukan nutrisi
Monitor jumlah nutrisi dan
adekuat
kandungan kalori.

Berikan informasi
kebutuhan nutrisi.

tentang

Monitor Nutrisi
Monitor BB jika memungkinkan
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan klien
makan.

Jadwalkan pengobatan dan


tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
input
makanan
misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
Monitor kadar energi, kelemahan
dan kelelahan.
6

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan
askep

jam
perawat
akan
menangani
atau
mengurangi
komplikasi daripada
perdarahan

Pantau tanda dan gejala


perdarahan post operasi.
Monitor V/S
Pantau laborat HG, HMT. AT
kolaborasi untuk tranfusi bila
terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)
Kolaborasi dengan dokter untuk
terapinya
Pantau daerah yang dilakukan
operasi

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA DENGAN NANDA,


NOC, NIC
Diposkan oleh Rizki Kurniadi
A. PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada diding bronkus kecil disertai atelektasis
daerah percabangannya.
B. ETIOLOGI
Bakteri streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, mycobacterium tuberculosis.
Virus : RSV, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza.
C. TANDA DAN GEJALA
Suhu naik mendadak sampai 40 C kadang disertai kejang demam tinggi.
Gelisah.

Sesak nafas dan cyanosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping
hidung,retraksi dinding dada.

Kadang disertai muntah dan diare


Batuk produktif disertai dahak.
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopnemonia diawali dengan masuknya kuman kejaringan paru-paru melalui
saluran pernafasan dari atas u/ mencapai bronkiolus kemudian kealveolus sekitarnya
secara makroskopi.Kelainan yang timbul berupa bercak konsulidasi yang tersebar pada
dua paru. Secara mikroskopi reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus/bronkiolus,
lumen terisi eksudat dan sel epitel rusak, rongga alveolus sekitarnya penuh dengan
neutropil dan sedikit eksudat fibrinosa. Penyembuhan biasanya tidak sempurna, dinding
bronkus / bronkiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran sehingga dapat
menimbulkan bronkhiektasis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto thorak u/ melihat adanya infeksi diparu


AGD u/ mengetahui status kardiopulmoner b/d oksigenasi ( pa co2 menurun).
HJL u/ menetapkan adanya anemia, infeksi, biasanya leukosit meningkat 15.00040.000/m3, LED meningkat.
Status spirometri u/ mengkaji udara yang diinspirasi.
Bronkoskopi
Biopsi paru, Kultur darah.
F. MANAJEMEN THERAPI
Bronkopneumonia berat harus rawat inap
Lakukan suction.
Oksigenasi yang adekuat.
Cairan yg cukup (ntra vena).
Diet TKTP , bila pasien sesak nafas lebih baik personde (NGT).
Bila ada asidosis koreksi dengan Na Bicnat 1 mEq/kg BB.
Medikamentosa.
Fisioterapi .
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
2. Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.
3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan
atau membran kapiler
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b/d ketidak mampuan

pemasukan b.d faktor biologis.


5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.
6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan
kognitif keluarga.

7. Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS

RENPRA BRONKOPNEMONIA
No
1

Diagnosa
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
b/d
banyaknya
scret mucus

Tujuan
Intervensi
Setelah dilakukan Airway manajemenn
askep jam Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher
Status respirasi:
ekstensi jika memungkinkan.
terjadi
Posisikan pasien untuk memaksimalkan
kepatenan jalan
ventilasi
nafas
dg Identifikasi pasien secara actual atau
KH:Pasien tidak
potensial untuk membebaskan jalan nafas.
sesak
nafas,
Pasang ET jika memeungkinkan
auskultasi suara
paru
bersih, Lakukan terapi dada jika memungkinkan
tanda vital Keluarkan lendir dengan suction
Asukultasi suara nafas
dbn.
Lakukan suction melalui ET
Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
Monitor respirasi dan status oksigen jika
memungkinkan
Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui oral
atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang
suction
Masukan slang jalan afas melalui hidung
untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi (100%
O2) gunakan ventilator atau rescution
manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal
suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma trachea
setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan O2

jika pasien bradicardia.


Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera
2

Risiko
aspirasi b/d
tidak
efektifnya
refllek
menelan.

Setelah dilakukan
askep jam tidak
terjadi aspirasi dg
KH;

Terjadi
peningkatan
reflek menelan
Toleransi thdp
intake oral &
sekresi
tanpa
aspirasi

Jalan nafas
bersih.
Perfusi
Setelah dilakukan
jaringan
askep jam
tidak efektif terjadi
b/d
peningkatan
kerusakan
Status sirkulasi
transport
Dg KH: Perfusi
oksigen
jaringan adekuat,
melalui
tidak ada edem
alveolar dan palpebra,
akral
atau
hangat, kulit tdk
membran
pucat, urin output
kapiler
adekuat respirasi
normal.

Ketidak
seimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
b/d
ketidak
mampuan
pemasukan
b.d
faktor
biologis

Setelah dilakukan
askep
..
jam
terjadi
peningkatan status
nutrisi dg KH:
Mengkonsumsi
nutrisi
yang
adekuat.

Identifikasi
kebutuhan
nutrisi.

Bebas dari
tanda

Pencegahan aspirasi
Cek residu sebelum pemberian M/M /
NGT

Monitor td aspirasi selama proses


pemberian M/M ( batuk, tersedak, saliva)
Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk,
reflek menelan dan kemampuan menelan
Monitor status paru dan V/S
Berikan oxigenasi
Kolaborasi u/ terapi okupasi
Ajarkan pada keluarga cara memberikan
M/M
perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
Lakukan penilaian secara komprehensif
fungsi sirkulasi periper. (cek nadi
priper,oedema, kapiler refil, temperatur
ekstremitas).
Evaluasi nadi, oedema
Inspeksi kulit dari luka
Palpasi anggota badan dengan lebih
Kaji nyeri
Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih
rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
Berikan therapi antikoagulan.
Rubah posisi pasien jika memungkinkan
Monitor status cairan intake dan output
Berikan makanan yang adekuat untuk
menjaga viskositas darah
Managemen nutrisi
Kaji pola makan klien
Kaji kebiasaan makan klien dan makanan
kesukaannya

Anjurkan pada keluarga untuk


meningkatkan intake nutrisi dan cairan
kelaborasi dengan ahli gizi tentang
kebutuhan kalori dan tipe makanan yang
dibutuhkan
tingkatkan intake protein, zat besi dan vit
c
monitor intake nutrisi dan kalori

malnutrisi.

Monitor pemberian masukan cairan lewat


parenteral.
Nutritional terapi
kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT
berikan makanan melalui NGT k/p
berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
monitor intake kalori dan gizi

Risiko
infeksi b/d
penurunan
imunitas
tubuh,
prosedur
invasive

Setelah dilakukan
askep jam
infeksi terkontrol,
status
imun
adekuat dg KH:

Bebas dari
tanda dangejala
infeksi.
Keluarga tahu
tanda-tanda
infeksi.
Angka leukosit
normal.

Kontrol infeksi.
Batasi pengunjung.
Bersihkan lingkungan pasien secara
benar setiap setelah digunakan pasien.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
merawat pasien, dan ajari cuci tangan
yang benar.
Pastikan teknik perawatan luka yang
sesuai jika ada.
Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.
Tingkatkan masukan cairan yang cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi antibiotik yang sesuai,
dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan.
Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota keluarga cara-cara
menghindari infeksi dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah pengunjung.
Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang
cukup

Kurang
pengetahuan
keluarga
berhubungan
dengan
kurang
paparan dan

Setelah dilakukan
askep jam
pengetahuan
keluarga
klien
meningkat dg KH:

Keluarga
menjelaskan

Mengajarkan proses penyakit


Kaji pengetahuan keluarga tentang proses
penyakit
Jelaskan tentang patofisiologi penyakit
dan tanda gejala penyakit
Beri gambaran tentaang tanda gejala
penyakit kalau memungkinkan

keterbatasan
kognitif
keluarga

tentang
penyakit,
perlunya
pengobatan
dan
memahami
perawatan

Keluarga
kooperativedan
mau kerjasama
saat dilakukan
tindakan
Cemas
Setelah dilakukan
berhubungan askep jam
dengan
kecemasan
krisis
terkontrol dg KH:
situasional,
ekspresi
wajah
hospitalisasi tenang , anak /
keluarga
mau
bekerjasama
dalam
tindakan
askep.

Identifikasi penyebab penyakit


Berikan informasi pada keluarga tentang
keadaan pasien, komplikasi penyakit.
Diskusikan tentang pilihan therapy pada
keluarga dan rasional therapy yang
diberikan.
Berikan dukungan pada keluarga untuk
memilih atau mendapatkan pengobatan
lain yang lebih baik.

Jelaskan pada keluarga tentang


persiapan / tindakan yang akan dilakukan
Pengurangan kecemasan
Bina hubungan saling percaya.
Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi
kecemasan pada keluarga.
Jelaskan semua prosedur pada keluarga.
Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi
pasien dari stress situasional.
Berikan informasi factual tentang
diagnosa dan program tindakan.

Temani keluarga pasien untuk


mengurangi ketakutan dan memberikan
keamanan.
Anjurkan keluarga untuk mendampingi
pasien.
Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu
simbol untuk mengurang kecemasan
orangtua.
Dengarkan keluhan keluarga.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Alihkan perhatian keluarga untuk
mnegurangi kecemasan keluarga.
Bantu keluarga dalam mengambil
keputusan.
Instruksikan keluarga untuk melakukan
teknik relaksasi.

Hari Rabu, Maret 14, 2012

ASUHAN KEPERAWATAN APENDIKSITIS DENGAN NANDA, NOC, NIC


Diposkan oleh Rizki Kurniadi

A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap
infeksi.
Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira
7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup
mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis
lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks,
dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium
yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan
prosedur atau pendekatan endoskopi.
B. Etiologi
- Penyebab belum pasti
- Faktor yang berpengaruh:
Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses)
35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
Infeksi: E. Coli dan steptococcus.
Tumor
C. Patognesis
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
1. Adanya isis lumen
2. Derajat sumbatan yang terus menerus
3. Sekresi mukus yang terus menerus
4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks
Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan
muncul setelah terjadi sumbatan 2 hari
D. Patofisiologi
Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses
implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau
menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
1. Sembuh
2. Kronik
3. Perforasi
4. Infiltrat abses
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai

4.
5.
6.
7.
8.
9.

Terdapat konstipasi atau diare


Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum
Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Anamnesa
a.

Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney).

b. Muntah (rangsang visceral)


c.

Panas (infeksi akut)

2. Pemeriksaan fisik
a.

Status generalis
-

Tampak kesakitan

Demam (37,7 oC)

Perbedaan suhu rektal > oC

Fleksi ringan art coxae dextra

b. Status lokalis
c.

Defenmuskuler (+) m. Rectus abdominis

d. Rovsing sign (+) pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa
nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga
udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar
apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.
e.

Psoas sign (+) m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney
(pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga
meradang.

f.

Obturator sign (+) fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine,
bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.

g. Peritonitis umum (perforasi)


Nyeri diseluruh abdomen
Pekak hati hilang
Bising usus hilang.

h. Rectal touch: nyeri tekan pada jam 9-12


Alvarado score:
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan,
meliputi 3 simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:
a.

Appendiksitis pain

2 point

b. Lekositosis (>10 ribu)

2 point

c.

1 point

Vomitus

d. Anoreksia

1 point

e.

Erbound Tendenees Fenomen

1 point

f.

Degre of celsius (>37OC)

1 point

g. Observation of hemogram (segmen> 72%)

1 point

h. Abdominal migrate pain

1 point

Total point

10

3. pemeriksaan penunjang
a.

laboratorium
o Hb normal
o

Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis,


>10,000/mm3)

o Hitung jenis: segmen lebih banyak


o LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
b. Rongent: appendicogram Hasil positif berupa:
o Non-filling
o Partial filling
o Mouse tail
o Cut off
Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.
G. Diagnosa Banding
1. Divertikel Mackeli
2. Batu ureter
3. Enteritis regional, gastroenteritis
4. Batu empedu

5.
6.
7.
8.

Pankreatitis
Cystitis
infeksi panggul
Torsi kista ovari

H. Penatalaksanaan
1. Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)
2. Appendiktomi elektif (app kronik)

3. Konservatif kemudian operasi elektif (app infiltrate)


Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegagkan. Antibiotik dan
cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegagkan. Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko
perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
I. Kompilkasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam
setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 OC atau lebih tinggi,
penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.
J. Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan
cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi
antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada kemungkinan atau terbukti
ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan karena dapat
menimbulkan perforasi.
K. Penanganan posoperatif
Tempatkan pasien pada posisi semifouler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi
dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan untuk
mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi. Pasien yang
mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena. Instruksi
untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. aktifitas normal
dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
L. Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul:
Preoperatif:
Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan
kurang paparan sumber informasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)
Pasca operatif:

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan pada
apendiktomi)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut
b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan
Pk: perdarahan

RENPRA APP
No
Diagnosa
1 Nyeri akut b/d agen
injuri fisik (insisi
pembedahan pada
apendiktomi)

Tujuan
Intervensi
Setelah
dilakukan Manajemen nyeri :
askep selama . jam
Kaji tingkat nyeri secara
tingkat
komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien
karakteristik, durasi, frekuensi,
meningkat,
nyeri
kualitas dan faktor presipitasi.
terkontrol dg KH:

Observasi reaksi nonverbal dari


klien melaporkan
ketidaknyamanan.
nyeri berkurang,
Gunakan teknik komunikasi
skala nyeri 2-3
terapeutik
untuk
mengetahui

ekspresi wajah
pengalaman
nyeri
klien
tenang dan klien
sebelumnya.
mampu istirahat

Kontrol faktor lingkungan yang

V/S dbn (TD


mempengaruhi nyeri seperti suhu
120/80 mmHg, N:
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
60-100 x/mnt, RR: Kurangi faktor presipitasi nyeri.
16-20x/mnt)
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).

Ajarkan teknik non farmakologis


(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.

Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analgetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi.

Tentukan analgetik pilihan, rute


pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.

Berikan analgetik tepat waktu


terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.

Kurang
pengetahuan
tentang penyakit,
perawatan
dan
pengobatannya b/d
kurang
paparan
sumber informasi,
terbatasnya
kognitif

Setelah
dilakukan Teaching : Dissease Process
askep selama ..... Kaji tingkat pengetahuan klien dan
jam,
pengetahuan
keluarga tentang proses penyakit
klien meningkat dg
Jelaskan tentang patofisiologi
KH:
penyakit, tanda dan gejala serta
Keluarga mampu
penyebab yang mungkin
menjelaskan
Sediakan / berikan informasi tentang
kembali tentang
kondisi klien
apa yang telah

dijelaskan
(penyakit,
perawatannya dan
pengobatannya)

Keluarga
kooperative dan
mau
kerjasama
saat
dilakukan
tindakan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
b/d intake nutrisi
inadekut b/d faktor
biologis ( mual,
muntah, puasa)

Siapkan / berikan keluarga atau


orang-orang yang berarti dengan
informasi tentang perkembangan
klien
Sediakan / berikan informasi tentang
diagnosa klien
Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan
Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
Dorong klien untuk menggali pilihanpilihan atau memperoleh alternatif
pilihan

Gambarkan komplikasi yang


mungkin terjadi
Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit
Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada
Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan

Setelah
dilakukan Manajemen Nutrisi
askep selama .. kaji pola makan klien
jam
klien Kaji adanya alergi makanan.
menunjukan status Kaji makanan yang disukai oleh
nutrisi
adekuat
klien.
dibuktikan
dengan
Kolaborasi dg ahli gizi untuk
BB
stabil
tidak
penyediaan nutrisi terpilih sesuai
terjadi mal nutrisi,
dengan kebutuhan klien.
tingkat
energi

Anjurkan klien untuk meningkatkan


adekuat,
masukan
asupan nutrisinya.
nutrisi adekuat
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien.
Kolaborasi dg ahli gizi tentang
dietnya jika perlu
Monitor Nutrisi

Risiko infeksi b/d


tindakan invasive,
insisi
post
pembedahan,
penurunan
daya
tahan tubuh primer

Setelah
dilakukan
askep selama jam
infeksi terkontrol
dan terdeteksi dg
KH:
Tidak ada td-td
infeksi.
Al normal v/s
dbn
v/s dbn

Monitor BB setiap hari jika


memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses
mastikasi/input
makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.

Konrol infeksi :
Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
Gunakan sabun anti microba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung (UP)
Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka, drainage
dan dresing infus, kateter setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
berikan antibiotik sesuai program.
Proteksi infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit dan WBC.
Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Pertahankan teknik isolasi bila perlu.
Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
Ambil kultur jika perlu

PK: Perdarahan

Setelah
dilakukan
askep

jam
perawat
akan
menangani
atau
mengurangi
komplikasi daripada
perdarahan

Dorong masukan nutrisi dan cairan


yang adekuat.
Dorong istirahat yang cukup.
Monitor perubahan tingkat energi.
Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
Instruksikan klien untuk minum
antibiotik sesuai program.
Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi.
Laporkan kecurigaan infeksi.
Laporkan jika kultur positif.
Pantau tanda dan gejala perdarahan
post operasi.
Monitor V/S
Pantau laborat HG, HMT. AT
kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi
perdarahan (hb < 10 gr%)
Kolaborasi dengan dokter untuk
terapinya
Pantau daerah yang dilakukan
operasi

LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS APLIKASI NANDA, NOC, NIC


Diposkan oleh Rizki Kurniadi
A. Definisi
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh sebab- sebab tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup di luar kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa umum untuk masalah ini
adalah keguguran atau miscarriage.
Abortus buatan adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan. Terminologi untuk keadaan ini adalah pengguguran, aborsi,
atau abortus provokatus.

B. Etiologi
Hal hal yang menyebabkan abortus adalah :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, karena beberapa factor :

Kelainan kromosom seperti trisomi, poliploidi dan kemungkinan kelainan kromosom


seks.

Lingkungan endometrium kurang sempurna sehingga pemberian zat makanan pada


hasil kkonsepsi terganggu

Pengaruh dari luar seperti radiasi dan obat.

2. Kelainan plasenta
Endarteritis pada vili korialismenyebabkan oksigenasi plasenta terganggu
3. Penyakit ibu.
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus
misal : Infeksi acut yang berat (pneumonia, typus dll), toksin, virus, bakteri atau
plasmodium dapat melalui plasenta masuk kejanin sehingga menyebabkan janin
meninggal dan terjadi abortus.
4. Kelainan endrokin (kekurangan progresteron atau dysfungsi kelenjar gondok).
5. Trauma (lapanatonic atau kecelakaan)
6. Sebab sebab psikosomatik
Stress dan emosi yang kuat diketahui dapat mempengaruhi fungsi uterus lewat system
hipotalamus hipofise.
7. Kelainan alat kandungan.
a Hipoplaria.
b Tumor uterus (mioma uteri)
c Servik yang pendek
d Retoflexio uteri incar cerata
e Kelainan endometrium

C. Patogenesis

Pada awal abortus terjadi perdarahan desidua basalis di ikuti nekrosis jaringan sekitar
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8
minggu vili korialis belum menenmbus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8-4 minggu penembusan sudah lebih dalam hingga
plasenta tidak dilepaskan secara sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 mingu janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada plasenta. Hasil
konsepsi keluar dalam berbagai bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang
tak jelas bentuknya (blighted ovum). Janin lahir mati atau janin lahir hidup.

D. Manifestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau meningkat.
2. Perdarahan pervaginam mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
3. Rasa mulas atau kram perut di daerah atas simpisis sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus.
4. pemeriksaan ginekologi:
inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi tercium
/ tidak bau busuk dari vulva.
Inspekulo : perdarahan dari kavum ueri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada / tidak jaringan keluar dari ostium, ada / tidak cairan/jaringa yang berbau
busuk dari ostium.
Colok vaginam : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba / tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari kehamilan, tidak nyeri
saat porsio digoyang, tidak nyeri saat perabaan adneksia, kavum Doughlast tidak
menonjol dan tidak nyeri.

E. Pemeriksaaan Penunjang
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggusetelah abortus
2. Pemeriksaan doppler atau usg untuk menentukan apakah janin masih hidup

3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

F. Macam macam Abortus


1. Abortus Iminens
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa ada tanda
tanda dilatasi servik meningakat.
Tandanya : perdarahan melalui ostium uteri eksterna (OUE), mules sedikit atau
tidak sama sekali, uterus membesar sama dengan usia kehamilan, serviks belum
membuka, kehamilan positif.
2. Abortus Insipiens
Perdarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya
dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih didalam uterus. Tanda : mules makin
sering dan perdarahan bertambah
3. Abortus incomplit
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan kurang dari 20 minggu
dengan adanya sisa hasil konsepsi tertinggal di uterus.
Tandanya : kanalis servikalis terbuka jaringan dapat teraba dalam kavum uteri atau
sudah menonjol di OUS, perdarahan sangat banyaksehingga dapat terjadi syok.
4. Abortus Complit
Semua hasil konsepsi sudah keluar.
Tandanya : perdarahan sedikit, osteum uteri menutup, uterus sudah banyak
mengecil.
5. Abortus Servikalis
Hasil konsepsi pengeluarannya terhalang oleh OUE yang tidak membuka
sehingga terkumpul dikanalis servikalis dan serviks uterus menjadi besar, kurang
lebih bundan dengan dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan serviks
membesar dan diatas OUE teraba jaringan.
6. Abortus Habitualis
Abortus spontan yang terjadi 3x berturut turut
7. Missed Abortus
Kematian janin yang berusia kurang dari 20 minggu tetapi tidak dikeluarkan
selama 8 minggu atau lebih.

Ditandai abortus imminens yang hilang sppontan atau dengan pengobatan,


kehamilan menghilang, mammae mengendor lagi, uterus tidak membesar malah
mengecil, tes kehamilan negative.

G. Penatalaksanaan
1. Abortus Imminens
Istirahat tirah baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang
mekanik berkurang.
Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap 4 jam bila pasien panas.
Tes kehamilan dapat dilakukan, bila hasil negative, mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Berikan obat penenang biasanya Fenobarbital 3 x 300 mg. berikan preparat
hematinik misalnya sulfas ferosus 600-1000mg.
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
2. Abortus Insipiens
Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vacuum atau cunam
abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikan ergometrin
0,5 mg intramuskuler.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infuse oksitosin 10 IV dalam
dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus
sampai terjadi abortus komplit.
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
3. Abortus Inmcomplit
Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infuse cairan Na Cl fisiologis
atau RL dengan selekas mungkin ditransfusi darah.

Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskuler.
Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara manual.
Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi
4. Abortus Complit
Bila kondisi pasien baik, berikan ergomterin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari
Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus / transfuse
Anjurkan pasien diit tinggi protein, vitamin dan mineral
5. Missed Abortus
Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukaan dilatasi servik dengan
dilatator Negar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu
dengan kuret tajam.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietil stilbestrol 3 x 5 mg lalu
infuse oksitosin 10 IV dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20
tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat
diberikan sampai 100 IV dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infuse
oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
6. Abortus Septik
Abortus septic harus dirujuk ke rumah sakit.
Penanggulangan infeksi:
Obat pilihan pertama : penisilin prokain 800.000 IU IM tiap 12 jam ditambah
klorampenikol 1g peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
Obat piliha kedua : ampisilin 1g peroral selanjutnya 500mg tiap 4 jam ditambah
metronidazol 500mg tiap 6 jam
Tingkatkan asupan cairan.
Bila perdarahan banyak, lakukan transfuse darah.

H. Komplikasi
Perdarahan (Hemorrhage)
Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli
Infeksi dan tetanus
Gagal ginjal akut
Syok pada abortus dapat disebabkan oleh :
1. perdarahan yang banyak
2. infeksi berat/sepsis disebut Syok Septik Endoseptik

I. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri b.d agen injuri biologis
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri terkontrol
dengan criteria hasil :
o Mampu mengontrol nyeri
o Mengungkapkan rasa nyaman
o Melaporkan bahwa nyeri berkurang
2. Cemas b.d perubahan status kesehatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam cemas terkontrol
dengan criteria hasil :
o Mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
o Menunjukkan tehnik mengontrol cemas
3.

Resiko kekurangan cairan d.f.r. kehilangan cairan melalui rute normal


(perdarahan)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam volume cairan tubuh
terpenuhi dengan criteria hasil :
o Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi dalam batas normal
o Tidak ada tanda tanda dehidrasi (turgor kulit baik, membrane mukosa oral
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan)

4. Resiko infeksi d.f.r prosedur invasif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi terkontrol


dengan criteria hasil :
o Suhu tubuh dalam batas normal
o Tidak tampak kelelahan kronis
o WBC dalam batas normal

J. Intervensi dan Rasionalisasi

1.

Diagnosa
Nyeri b.d agen injuri
biologis

Intervensi
1. Manajemen Nyeri

Lakukan

pengkajian

komprehensif
frekuensi,

nyeri

termasuk

durasi,

secara

lokalisasi,

kualitas

dan

factor

presipitasi

Observasi

reaksi

non

verbal

dari

ketidaknyamanan

Gunakan tehnik komunikasi terapeutik


untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

Kurangi factor presipitasi nyeri

Ajarkan tentang tehnik non farmakologi


(tehnik relaksasi)

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Tingkatkan istirahat
Administrasi Analgesik

Cek instruksi dokter tentang jenis obat,


dosis dan frekuensi

Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk


pengobatan nyeri secara teratur

Berikan analgesic tepat waktu terutama


saat nyeri hebat

2.

Cemas b.d perubahan

Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan


gejala (efek samping)

status kesehatan
2. Peningkatan Koping

Berikan informasi factual meengenai


diagnosis, pengobatan dan prognosis

Dukung penggunaan mekanisme koping


yang tepat

3. Resiko kekurangan cairan


d.f.r.

kehilangan

melalui

rute

cairan
normal

(perdarahan)
4.

Resiko

Gunakan pendekatan yang menenangkan


Dukung pengungkapan secara verbal
tentang perasaan dan ketakutan

Turunkan rangsangan lingkungan yang


dapat diartikan sebagai suatu ancaman

3. Manajemen Cairan
infeksi

prosedur invasif

d.f.r

Monitor status hidrasi

Monitor vital sign

Monitor masukan makanan

Dorong masukan oral

4. Kontrol Infeski

Batasi pengunjung jika perlu

Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci


tangan

Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

Pertahankan tindakan yang aseptic selama


tindakan perawatan

Berikan terapi antibiotic jika perlu

Tingkatkan intake nutrisi

Perlindungan Infeksi

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik


local

Dorong untuk istirahat

Ajarkan pasien dan keluaraga cara untuk


menghindari infeksi

Berikan perawatan kulit

Anda mungkin juga menyukai