Anda di halaman 1dari 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/366481595

Epidemiologi Penyakit Chikungunya

Book · December 2022

CITATIONS READS

0 489

3 authors:

Wulan Pingkan Julia Kaunang Tecia Tioho


Sam Ratulangi University Sam Ratulangi University
80 PUBLICATIONS   21 CITATIONS    2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Angelica Waani
Sam Ratulangi University
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Epidemiologi Penyakit Menular: Campilobacteriosis View project

TEXTBOOKS COMMUNICABLE DISEASE EPIDEMIOLOGY COURSE "ANKYLOSTOMYASIS" View project

All content following this page was uploaded by Tecia Tioho on 21 December 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


1
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CHIKUNGUNYA

MINI SKRIPSI

OLEH
TECIA C. T. TIOHO
NIM 211111010169

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAFULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga
Buku Epidemiologi Penyakit Chikungunya telah dapat diselesaikan. Buku panduan ini
merupakan tugas akhir dari mata kuliah epidemiologi penyakit menular. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami berharap semoga buku ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk
para pembaca. Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan buku ini.

Manado, 25 November 2022


Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv

BAB I DEFINISI .................................................................................................................. 1

A. Definisi Epidemiologi................................................................................................. 1

B. Definisi Chikungunya ................................................................................................. 1

C. Epidemiologi Chikungunya ........................................................................................ 2

BAB II ETIOLOGI CHIKUNGUNYA ................................................................................. 4

BAB III GEJALA DAN PATOFISIOLOGI CHIKUNGUNYA ............................................ 6

BAB IV PENCEGAHAN CHIKUNGUNYA ........................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 9

iv
BAB I
DEFINISI

A. Definisi Epidemiologi
Jika ditinjau dari Bahasa Yunani Epidemiologi artinya Ilmu yang mempelajari tentang
penduduk. Kata “epi” berarti pada atau tentang dan “demos” artinya penduduk serta “logos”
artinya ilmu. Pada era modern pada saat ini pengertian epidemiologi adalah: “ Ilmu yang
mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) masalah kesehatan pada
sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor – faktor yang Mempengaruhinya)”
(Ismah, 2018).
Berdasarkan pengertian epidemiologi, ada 3 hal pokok dalam mempelajari epidemiologi,
yaitu:
1. Frekuensi, yaitu menunjukkan jumlah penyakit atau gangguan kesehatan yang
dinyatakan dalam ukuran epidemiologi seperti ratio, proporsi, dan angka (insiden dan
prevalensi).
2. Distribusi yaitu penyebaran penyakit/gangguan kesehatan menurut orang (misalnya
umur), tempat dan waktu.
3. Determinan merupakan faktor risiko/ faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyakit/gangguan kesehatan.

B. Definisi Chikungunya
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dan ditandai dengan
serangan nyeri dan demam. Penyakit ini disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk dengan
Sebagai penyebar penyakit adalah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus
(Yanuar, 2021). Nama penyakit berasal dari bahasa Swahili, yang berarti "yang berubah bentuk
atau bungkuk," mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi yang
hebat.
Masa inkubasi berkisar 1-4 hari, merupakan penyakit yang self-limiting dengan gejala akut
yang berlangsung 3-10 hari. Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien, yang kadang-
kadang berlangsung beberapa minggu bulan. Meskipun tidak pernah dilaporkan menyebabkan
kematian, masyarakat sempat dicemaskan karena penyebaran penyakit yang mewabah, disertai

1
dengan keluhan sendi yang mengakibatkan pasien lumpuh. Untuk memahami lebih mendalam,
dilakukan review terhadap penyakit ini.
Gejala utama demam Chikungunya (demam chik) adalah demam mendadak, nyeri pada
persendian, terutama pada sendi lutut, pergelangan, jari kaki, tangan, tulang belakang, serta
ruam pada kulit. Demam chik ini terutama dijumpai di daerah tropis/subtropis dan sering
menimbulkan epidemi.

C. Epidemiologi Chikungunya
Virus Chikungunya merupakan anthropode borne yang ditransmisikan oleh beberapa
spesies nyamuk. Virus ini termasuk genus Alphavirus dan famili asal Togaviridae. Virus
Chikungunya merupakan partikel berbentuk sferis berdiameter ± 42 nm.

Transmisi Virus Chikungunya ditemukan ditularkan oleh Aedes aegypti liar di Tanzania,
Nigeria, India dan Thailand. Selain itu, Aedes africanus di Uganda dan Bangui serta Aedes
luteocephalus di Senegal. Dalam isolasi yang dibuat di Uganda ditemukan pada Mansonia
fuscopenmata dan di Thailand pada Culex fatigan. Kelompok Aedes furcifer taylori juga telah
terbukti ada di daerah yang terinfeksi Aedes aegypti.

Wabah Chikungunya pertama kali dilaporkan di Tanzania pada tahun 1952, kemudian di
Uganda pada tahun 1963, di Senegal pada tahun 1967, 1975 dan 1983, di Angola pada tahun
1972, di Afrika Selatan pada tahun 1976 dan di negara-negara Afrika Tengah; seperti Zaire dan
Zambia 1978-1979. Di Afrika, penyakit ini menyebar ke Amerika dan negara-negara Asia,
menyebabkan pandemi, dan epidemi juga dilaporkan di India dan Sri Lanka pada tahun 1964-
1965. Thailand dan Malaysia pertama kali meletus pada tahun 1969.
Di Indonesia, wabah Chikungunya pertama kali dilaporkan di beberapa provinsi pada
tahun 1982. Beberapa kota seperti Yogyakarta (1983), Muara Enim (1999), Bekasi, Purworejo,
Boyolali dan Klaten (2002) melaporkan adanya wabah. Pada tahun 2003 di beberapa provinsi
Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan DIY.
Penyebaran wabah chikungunya di Provinsi Jawa Timur terjadi di negara bagian dan
kotamadya berikut: Surabaya, Magetan, Jombang, Jember, Mojokerto, Pasuruan, Madiun,
Kediri, Gresik. Chikungunya dapat menyerang semua umur, terutama pada masa produktif
(Soegijanto, 2016)
Pada tahun 2021 terdapat 241 kasus demam chikungunya, jauh lebih sedikit dibandingkan
tahun 2020 (1.689 kasus). Tidak ada kematian chikungunya pada tahun 2021 atau 2020. Hanya
tiga provinsi yang melaporkan chikungunya pada tahun 2021. Hal ini berbeda dengan tahun

2
2020 ketika lima provinsi melaporkan chikungunya. Tiga provinsi yang melaporkan 2021
kasus adalah Jawa Barat 42 kasus, Jawa Tengah 188 kasus, dan Bali 11 kasus. Tahun ini juga
ada laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya hingga 19 kasus di wilayah Garut
Provinsi Jawa Barat.
Penyelidikan Epidemiologi Chikungunya (PE) adalah kegiatan pencarian pasien atau
suspek kasus demam Chikungunya dan pemeriksaan jentik nyamuk di rumah pasien dan sekitar
rumah/bangunan, termasuk tempat umum dalam radius minimal 100 meter. PE bertujuan untuk
mengetahui potensi dan penyebaran penyakit Chikungunya serta penanggulangan yang
diperlukan di lingkungan tempat tinggal pasien (Kemenkes RI, 2022).

3
BAB II
ETIOLOGI CHIKUNGUNYA

Chikungunya disebabkan oleh jenis virus yang disebut alphavirus dan ditularkan oleh
nyamuk A. aegypti dan A. albopictus. Nyamuk yang sama yang menyebarkan demam berdarah.
Meskipun chikungunya ditularkan oleh nyamuk yang sama, namun tidak mengakibatkan
kematian orang yang terinfeksi (Wahyuni, 2021).
Adapun faktor-Faktor yang berhubungan dengan Penyakit Chikungunya (Sari, 2015):
1. Keadaan Tempat Penampungan Air (TPA)
Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan dan benda lain yang
memungkinkan genangan air yang tidak beralas tanah
2. Keberadaan Jentik
Keberadaan jentik di lingkungan 4itnik44 seperti botol dan kaleng bekas, gelas 4itnik4
dan lain-lain menyebabkan Chikungunya menyebar karena jentik – jentik tersebut
berkembang biak menjadi pupa dan nyamuk dewasa.
3. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian yang memenuhi syarat kesehatan dihasilkan dari hasil bagi tempat
tinggal dan jumlah penduduk ≥8 m2/orang dan kepadatan penduduk yang tidak
memenuhi syarat kesehatan jika hasil bagi tempat tinggal dan jumlah penduduk <8
m²/orang. Sebuah rumah dianggap tetap jika anggota keluarga tinggal di sebuah
ruangan minimal 8 m², yang digunakan oleh lebih dari dua orang (Depkes RI, 2006).
4. Kebiasaan menguras Tempat Penampungan Air (TPA) seperti bak mandi atau 4itnik
air minimal seminggu sekali untuk mencegah tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes.
5. Kebiasaan menutup Tempat Penampungan Air (TPA)
6. Kebiasaan mengubur barang bekas
Selain tempat penampungan air, tempat berkembang biak nyamuk, juga digunakan
benda-benda yang memungkinkan air hujan menggenang tanpa tanah, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol, batok kelapa, 4itnik4, dll yang dibuang sembarangan.
7. Kebiasaan menggantung pakaian, mengamati pakaian yang menggantung pada dinding
ruangan yang merupakan tempat yang disenangi nyamuk Aedes untuk beristirahat.

4
8. Kebiasaan memakai obat anti nyamuk, dilakukan untuk mencegah gigitan dari nyamuk
Aedes karena nyamuk menghisap darah guna pematangan sel telur

5
BAB III
GEJALA & PATOFISIOLOGI
CHIKUNGUNYA

A. Gejala dan Tanda


Gejala utama Chikungunya adalah rasa panas yang tiba-tiba diikuti dengan nyeri rematik
pada persendian. Karena salah satu gejala yang khas adalah munculnya rasa sakit, sebenarnya
itu adalah rasa sakit pada tulang, yang oleh sebagian orang disebut demam tulang atau flu
tulang. Pada beberapa kasus, ditemukan juga pasien yang terinfeksi, tidak menimbulkan gejala
atau virus silent chikungunya. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian. Nyeri sendi tidak
menyebabkan kelumpuhan. Setelah lima hari, demam berangsur-angsur mereda, nyeri sendi
dan otot mereda, dan pasien pulih seperti semula. Setelah beberapa waktu, mereka yang terkena
dampak dapat menggerakkan tubuhnya kembali seperti biasa
Namun, dalam beberapa kasus, rasa sakit berlangsung selama berhari-hari hingga
berbulan-bulan. Biasanya, kondisi ini terjadi pada pasien dengan riwayat nyeri muskuloskeletal
berulang. Perbedaan utama dari DBD adalah kasus yang fatal. Demam chikungunya
merupakan penyakit yang jarang menyebabkan kematian. Perbedaan lainnya adalah demam
chikungunya dapat menulari seluruh keluarga.
Serangan Chikungunya bersifat mendadak, demam singkat, suhu tubuh tinggi, dan selalu
disertai bintik merah, mata merah, dan nyeri sendi (bukan kelumpuhan), yang lebih sering
terjadi. Demam chikungunya tidak pernah menyebabkan perdarahan dalam seperti perdarahan
gastrointestinal atau syok hemoragik. Kesamaannya adalah tes tourniquet positif, dan dapat
terjadi bintik-bintik perdarahan dan mimisan.

B. Patofisiologi
Masa inkubasi demam chikungunya (waktu dari gigitan nyamuk pembawa virus hingga
munculnya gejala) adalah sekitar 2-4 hari. Setelah masa inkubasi, gejalanya mirip dengan
DBD, yaitu. demam tinggi (39-400 C), menggigil dan sakit kepala.

6
BAB IV
PENCEGAHAN CHIKUNGUNYA

Pencegahan bertujuan untuk mengendalikan nyamuk dan menghindari nyamuk. Saat ini
tidak ada vaksin di pasaran untuk Chikungunya. Tindakan pengendalian Chikungunya di
daerah nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk menghilangkan tempat-tempat nyamuk dapat
bertelur terutama tempat penampungan air buatan seperti bak mandi, kolam ikan, ban mobil
atau kaleng makanan kosong. Tempat penampungan air hujan atau air (wadah plastik, drum)
harus ditutup rapat. Ban bekas dan kaleng kosong harus dibuang. Wadah air minum untuk
hewan peliharaan/burung dan pot bunga harus dikosongkan atau diganti minimal seminggu
sekali. Semua upaya ini dirancang untuk memusnahkan telur nyamuk dan mengurangi jumlah
nyamuk di daerah tersebut.
Terkait upaya pencegahan penyakit chikungunya, tidak ada cara lain untuk mencegahnya
selain berusaha mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti dan menutup sarang nyamuk serta
tempat perkembangbiakan nyamuk disebut 3M (menutup, menguras dan mengubur) (Dinata,
2018).
Penanggulangan Chikungunya menekankan pada upaya pengendalian nyamuk terpadu
yang berkesinambungan berbasis masyarakat yang tidak terlalu mengandalkan insektisida, baik
untuk mengendalikan jentik nyamuk maupun nyamuk dewasa (chemical larvicide atau
adultcide). Mencegah wabah membutuhkan keterlibatan masyarakat yang terkoordinasi dalam
upaya meningkatkan kesadaran chikungunya, mendeteksi penyakit, dan mengendalikan
nyamuk yang dapat menularkan penyakit. Penghuni/penghuni secara kolektif bertanggung
jawab untuk menjaga pekarangan tempat tinggalnya agar “bebas nyamuk”; dimana nyamuk
dapat berkembang biak dengan bebas.
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai
saat ini. Ada "pergeseran" tempat hidup vektor dengue tidak hanya bersarag pada air yang
bersih. Ada 2 cara pemberantasan vector (Nasronudin, 2011):
1. Menggunakan Insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dan temephos (abate) untuk
membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan

7
(thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga
dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan di dalam kamar/
ruangan, misalnya golongan organofosfat, karbsangat atau pyrethroid.Cara
penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate (sand granules) ke dalam
sarang-sarang nyamuk Aedes, yaitu bejana tempat penampungan air bersih. Dosis
yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.

2. Tanpa Insektisida
Caranya adalah:
- menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x
seminggu (perkembangan telur ke nyamuk lamanya 7-10 hari)
- menutup tempat penampungan air rapat-rapat
- membersihkan tempat halaman rumah dari kaleng- kaleng bekas, botol-botol
pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

8
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI (2006) Pedoman Tehnis Penyehatan Perumahan. Jakarta: Direktorat Jendral PPM
& PLP.
Dinata, A. (2018) Jurus Jitu Atasi Penyakit Bersumber Nyamuk, Arda Publishing House.
Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/BERSAHABAT_DENGAN_NYAMUK/xjVhD
wAAQBAJ?hl=en&gbpv=0 (Accessed: 26 November 2022).
Ismah, Z. (2018) Bahan Ajar Dasar Epidemiologi, Universitas Islam Negeri Medan. Available
at: http://repository.uinsu.ac.id/5523/1/DIKTAT DASAR EPID.pdf (Accessed: 26
November 2022).
Kemenkes RI (2022) Profil Kesehatan Indonesia 2021, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Available at:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf (Accessed: 26 November 2022).
Nasronudin (2011) Penyakit infeksi di Indonesia, Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Penyakit_Infeksi_di_Indonesia_Solusi_Kin/xbG
hDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=0 (Accessed: 26 November 2022).
Sari, W. P. (2015) Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Chikungunya
di Wilayah Puskesmas Jaten Kabupaten Karanganyar. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Soegijanto, S. (2016) Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi Di Indonesia (Jilid 1),
Airlangga University Press. Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Kumpulan_Makalah_Penyakit_Tropis_dan_Inf/
ZNeFDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=0 (Accessed: 24 November 2022).
Wahyuni, D. (2021) Buku Ajar Dasar Biomedik Lanjutan, Deepublish.
Yanuar, W. (2021) Buku Pintar Penanggulangan Wabah Penyakit Dunia dan Nasional, Diva
Press. Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Pintar_Penanggulangan_Wabah_Penyaki/
D25yEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0 (Accessed: 26 November 2022).

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai