Anda di halaman 1dari 25

ASKEP SINDROM CUSHING

KELOMPOK 1 :

1. Adek 7. Damasya elcy 13. Fendi bastian gulo


2. Agnes margaretha hutajulu 14. Gunawan saragih
situmeang 8. Dea adinda 15. Iin ifning sirait
3. Alfin pratama 9. Effendi putra 16. Jamidan
4. Bernath rezeki hulu 17. Licy warman
telaumbanua 10. Efratman manalu
5. Carolina dakhi samadaya 18. Lidia fegi
6. Dameriana sarumaha 19. M. Ropik
saragih 11. Eka saputra rahmattullah
12. Farhana irwan

3.1 PSIK

DOSEN PENGAMPU : Ns. Galvani , M.Kep

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Karya Ilmiah dalam bentuk Makalah yang
berjudul “Askep Sindrom Cushing”. Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah
kami ambil dari Buku maupun internet.

Hambatan yang kami temui pada penyusunan Makalah ini adalah kurangnya waktu penyusunan
karena banyaknya tugas kami pada mata kuliah lain. Selesainya makalah ini tentunya tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan tepat
waktu.

Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, penulis tetap
menyadari bahwa tentunya selalu ada kekurangan, baik dari segi penggunaan kosa-kata, tata
bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya.

Oleh karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang
bermaksud untuk memberikan kritik dan saran bersifat membangun dengan maksud
meningkatkan pengetahuan penulis agar lebih baik dalam karya selanjutnya dan dapat
memperbaiki kualitas makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah kami yang berjudul " Askep Sindrom Cushing " ini
bermanfaat, dan pelajaran-pelajaran yang tertuang dan yang terdapat dalam makalah ini dapat
menjadi pembelajaran dan ilmu yang berguna bagi para pembaca.

Medan, 04 Desember 2017

Penulis

Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar adrenal terdiri dari medula dan korteks. Korteks terdiri atas zona glomerulosa,
fasikulata, dan retikularis. Zona glomerulosa mensekresikan aldosteron dan dikendalikan oleh
mekanisme renin-angiotensin dan tidak bergantung pada hipofisis. Zona fasikulata dan
retikularis mensekresikan kortisol dan hormon androgenik dan dikendalikan oleh hipofisis
melalui ACTH.

Sekresi ACTH oleh hipofisis dikendalikan oleh (1) faktor pelepas kortikotropin
hipotalamus, dan (2) efek umpan balik kortisol. Ketika terjadi suatu gangguan pada pembentukan
hormon-hormon tersebut baik berlebih maupun kekurangan, akan mempengaruhi tubuh dan
menimbulkan keabnormalan. Sindrom cushing adalah terjadi akibat kortisol berlebih.

Sindrom Cushing disebabkan hormon kortisol dihasilkan secara berlebihan. Hormon


kortisol dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Secara biologinya, kelenjar berbentuk seakan-akan topi
ini terdiri daripada dua lapisan yang dikenali sebagai korteks (lapisan luar) dan medula (lapisan
dalam). Kelenjar adrenal menghasilkan antara 30 hingga 50 sebatian steroid atau hormon. Tiga
hormon utama yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal ini ialah hormon kortisol, adolsteron dan
hormon androgen.

Sindrom Cushing pula selalunya terjadi pada kaum wanita. Pesakit biasanya juga
mempunyai masalah darah tinggi, peningkatan berat badan dengan rupa bentuk ‘cushingoid’.

Punca utama penyakit sindrom Cushing adalah adenoma korteks adrenal, hiperplasia
menyeluruh, hiperplasia makronodul dan kanser kelenjar adrenal. Rawatan penyakit sindrom
Cushing ialah dengan merawat puncanya. Feokromositoma adalah ketumbuhan yang jarang
ditemui dan ia merembeskan hormon katekolamin. Tanda penyakit adalah peningkatan tekanan
darah, massa abdomen dan serangan panik. Ketumbuhan boleh berpunca dari satu kelenjar
adrenal (74.2%), adrenal ekstra (16.1%) atau kedua-dua kelenjar (9.6%).

Karsinoma korteks adrenal jarang ditemui, bersifat agresif dan mempunyai ketumbuhan
yang telah merebak. Penyakit ini boleh sembuh jika dikesan lebih awal dan menjalani
pembedahan dengan segera.

Sindrom Cushing juga biasa terdapat pada anjing peliharaan atau kuda, yang menunjukkan
simptom yang sama seperti manusia, di mana ia kelihatan bulu kerinting rapat yang tidak gugur
dan kehilangan berat badan dan
B. Tujuan

1. Tujuan umum

mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien sindrom cursing

2. Tujuan khusus

a. Mampu memahami defenisi sindrom cushing

b. Mampu memahami etiologi sindrom cushing

c. Mampu memahami manifestasi klinis sindrom cushing

d. Mampu memahami anatomi fisiologi sindrom cushing

e. Mampu memahami klasifikasi sindrom cushing

f. Mampu memahami patofisiologis sindrom cushing

g. Mampu memahami penatalaksanaan sindrom cushing


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi Pengertian

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang terjadi akibat aktivitas korteks adrenal yang
berlebihan. (KMB, edisi 8; volume 2)

Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolic gabungan dari
peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit, edisi 6, volume 2)

2. Epidemiologi

Insiden terjadinya Sindrom Cushing bisa dikatakan relative jarang terjadi yaitu berkisar
antara 0,7 – 2,4 per satu juta populasi per tahun. Sindrom Cushing muncul perlahan – lahan
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahundan bisa hilang timbul, gejala dari sindrom ini pun
bervariasi. Setiap orang dapat mengalami sindrom cushing, seperti halnya pasien obesitas dengan
diabetes tipe 2 pada pasien tersebut akan terjadi penurunan kontrol kadar glukosa darah dan
hipertensi, dimana prevalensi untuk terjadinya sindrom cushing berkisar antara 2%-5%. Selain
itu, sindrom cushing juga dapat terjadi akibat tumor adrenal maupun pituitari yang mana
kasusnya lebih sering terjadi pada wanita dengan ratio kejadian 5:1 adapun sindrom ini
cenderung menyerang umur 25-40 tahun. ACTH ektopik yang diproduksi misalnya oleh kanker
paru – paru ataupun kanker lainnya juga dapat berisiko menimbulkan sindrom cushing walaupun
kasus ini jarang terjadi sedangkan penggunaan obat-obatan glukokortikoid dengan dosis
farmakologik merupakan kasus yang sering terjadi berkaitan dengan sindrom ini.

3. Penyebab/faktor predisposisi

Sindrom Cushing dapat terjadi akibat :

1) Pemberian glukokortikoid jangka panjang,


2) Tumor adrenal jinak/ganas
3) Hyperplasia Kortiko Hipofisis
4) Adenoma Hipofisis
5) Hyperplasia Adrenal Kortiko Autonom
4. Patofisiologi

Sindrom Cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme. Hiperfungsi korteks adrenal
mungkin disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofisis yang abnormal dan berlebihan, seperti
adanya adenoma hipofisis dan hyperplasia hipofisis kortokotrop. Disini masih kurang jelas
apakah hyperplasia timbul akibat gangguan pelepasan CRH oleh neurohipotalamus, kelebihan
ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH, atau karena berkurangnya sensitivitas system
control umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah. ACTH juga dapat disekresi berlebihan pada
pasien-pasien dengaan neoplasma yang memiliki kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan
peptida mirip ACTH baik secara kimia maupun secara fisiologi. ACTH berlebihan yang
dihasilkan dalam keadaan ini menyebabkan rangsangan yang berlebihan terhadap sekresi kortisol
oleh korteks adrenal, dan disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar
ACTH yang tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma dan bukan dari kelenjar
hipofisisnya. Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH. Neoplasma-
neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan-jaringan yang berasal dari lapisan
neuroektodermal selama perkembang an embrional, misalnya karsinoma sel oat paru, karsinoid
bronkus, timoma, dan tumor sel-sel pulau di pancreas. Beberapa tumor ini mampu menyekresi
CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH ektopik merangsang sekresi ACTH hipofisis yang
menyebabkan terjadinya sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Hal ini tersebut
yang nantinya akan menimbulkan terjadinya sindrom cushing dependen ACTH.

Hiperfungsi korteks adrenal dapat terjadi tanpa tergantung pada kontrol ACTH seperti pada
tumor atau hyperplasia korteks adrenal nodular bilateral dengan kemampuannya untuk
menyekresi kortisol secara autonomi dalam korteks adrenal (sindrom cushing independent
ACTH). Tumor korteks adrenal yang akhirnya menjadi sindrom cushing dapat jinak (adenoma)
atau ganas (karsinoma). Adenoma korteks adrenal dapat menyebabkan sindrom cushing berat
namun biasanya berkembang secara lambat, dan gejala dapat timbul bertahun-tahun sebelum
diagnosis ditegakkan. Sebaliknya, karsinoma adrenokortikal berkembang secaraa cepat dan
dapaat menyebabkan metastasis serta kematian.

Sindrom cushing dapat disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam
dosis farmakologik (iatrogen). Sindrom cushing ini dijumpai pada penderita arthritis rheumatoid,
asma, limfoma, dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagia agen
antiinflamasi.

Peningkatan glukokortikoid (kortisol) akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti


metabolisme protein, karbohidrat, lemak, peningkatan sekresi lambung, system kekebalan tubuh,
dan secara tidak lagsung berpengaruh terhadap sekresi hormone androgen dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid mempunyai efek katabolic dan antianabolik pada protein, yang menyebabkan
penurunan kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk menyintesis protein. Sehingga akan
terjadi metabolisme protein yang berlebihan yang mengakibatkan terjadinya kehilangan protein
pada jaringan seperti kulit, otot, tulang, dan pembuluh darah selain itu juga akan terjadi
penurunan fungsi imun akibat penurunan fungsi limfa. Secara klinis kulit mengalami atrofi dan
mudah rusak; luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptur serabut-serabut elastis pada kulit
menyebabkan warna tegang berwarna ungu (striae). Otot – otot juga akan mengalami atrofi dan
menjadi lemah. Penipisan dinding pembuluh darah dan lemahnya jaringan penyokong
perivaskuler menyebabkan mudah timbul luka memar. Keadaan ini dapat cukup parah sehingga
akan mengakibatkan terjadinya petekie atau ekimosis yang luas pada lengan atas bila pasien
diukur tekanan darahnya. Matriks protein tulang menjadi hilang dan menyebabkan keadaan
osteoporosis. Keadaan ini mungkin merupakan komplikasi serius dari kelebihan glukokortikoid
karena menyebabkan tulang menjadi rapuh dan terjadinya fraktur patologis.

Metabolisme karbohidrat juga dipengaruhi oleh kenaikkan kadar glukokortikoid yang tinggi.
Glukokortikoid merangsang glikoneogenesis dan mengganggu kerja insulin sel-sel perifer,
sehingga penderita akan mengalami hiperglikemia. Sedangkan pada penderita yang mengalami
penurunan kemampuan kerja insulin akan mengalami respon abnormal terhadap uji toleransi
glukosa, hiperglikemia puasa, dan manifestasi klinis diabetes militus.

Metabolisme lemak juga mengalami peningkatan sehingga akan mempengaruhi distribusi


jaringan adipose yang akan berujung pada penimbunan lemak. Hal ini ditandai dengan terjadinya
obesitas, moon face, memadatnya fosa supraklavikularis, dan tonjolan servikodorsal (buffalo
hump). Obesitas trunkus dengan ektremitas atas dan bawah yang kurus akibat atrofi otot
memberi penampilan klasik berupa penampilan cushingoid.

Sedangkan meningkatnya androgen akan menyebabkan terjadinya virilisasi pada wanita yang
ditandainya dengan timbulnya ciri-ciri maskulin dan hilangnya ciri-ciri feminism.

Aktifitas sekresi lambung ditingkatkan oleh glukokortikoid. Sekresi asam klorida dan pepsin
dapat meningkat pada individu tertentu yang mendapat glukokortikoid. Juga diduga bahwa
faktor-faktor protektif mukosa dirubah oleh steriod dan faktor-faktor ini dapat mempermudah
terjadinya ulkus.

5. Klasifikasi

Sindrom Cushing ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Dependen ACTH ditandai dengan peningkatan kadar ACTH


a) Hiperfungsi korteks adrenal non tumor
b) Sindrom ACTH ektopik
b. Independen ACTH ditandai dengan peningkatan kadar kortisol dan penurunan kadar
ACTH
a) Hiperplasia korteks adrenal autonomy
b) Hiperfungsi korteks adrenal tumor (Adenoma dan Karsinoma)

6. Gejala Klinis

Penderita sindrom cushing biasanya mengalami :

a. Oftalmik
a) Katarak
b) Glaukoma
b. Kardiovaskuler
a) Hipertensi
b) Gagal jantung kongestif
c. Endokrin / metabolic
a) Obesitas
b) Moon face
c) Buffalo hump
d) Retensi natrium
e) Hipokalemia
f) Alkalosis metabolic
g) Hiperglikemia
h) Ketidakteraturan siklus haid
i) Impotensi
j) Keseimbangan nitrogen yang negative
k) Perubahan metabolisme kalsium
l) Supresi adrenal
d. Fungsi imun
a) Penurunan fungsi inflamasi
b) Gangguan kesembuhan luka
c) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
e. Skeletal
a) Osteoporosis
b) Fraktur spontan
c) Nekrosis aseptik femur
d) Fraktur kompresi vertebra
f. Gastrointestinal
a) Ulkus peptikum
b) Pankreatitis
g. Muskuler
a) Miopati
b) Kelemahan otot
h. Dermatologi
a) Penipisan kulit
b) Petekie
c) Ekimosis
d) Strie
e) Jerawat
i. Psikiatrik
a) Perubahan emosi
b) Psikosis
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : moon face, jerawat, katarak, ekimosis, petekie, buffalo hump.
b. Palpasi : kulit tipis, adanya edema
c. Pengukuran berat badan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
peningkatan berat badan, seperti obesitas
d. Pengukuran lingkar lengan dan paha (ekstrimitas atas dan bawah), untuk mengetahui
apakah terjadi atrofi otot
e. Pengukuran tanda – tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu.

8. Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah,
natrium, kadar kalium, dan jumlah sel eosinofil. Selain itu, dilakukan juga
pengambilan sampel urin untuk mengetahui kadar kortisol plasma dan sampel darah
untuk menentukan variasi diurnal yang normal pada kadar kortisol plasma.
b. Pemeriksaan CT Scan, USG, atau MRI
c. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui lokasi jaringan adrenal atau mendeteksi
tumor pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis.
9. Diagnosis/kriteria diagnosis

Seseorang dapat dikatakan menderita sindrom cushing apabila memperlihatkan gejala-gejala


sindrom cushing dan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya :

a. peningkatan kadar natrium serta glukosa darah,


b. penurunan kadar kalium serum,
c. penurunan jumlah sel-sel eosinofil serta menghilangnya jaringan limfoid.
d. pada pemeriksaan urin didapatkan juga peningkatan kadar kortisol plasma.

10. Teraphy/tindakan penanganan


a. Operasi pengangkatan tumor, khususnya untuk tumor hipofisis

terapi pilihan utama karena tingkat keberhasilannya cukup tinggi.

a) Radiasi kobalt

Hal tersebut dilakukan jika terdapaat bukti hiperfungsi hipofisis namun


tumor tidak dapat ditemukan.

b) Pemberian obat-obatan kimia (metyrapon, aminoglutethimidine, mitotane,


ketokonazol) yang mampu menyekat atau merusak sel-sel korteks adrenal
penghasil kortisol juga mampu mengontrol kelebihan kortisol  ini
dilakukan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut
disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat
dihilangkan secara tuntas.
c) Adrenalektomi total
Jika ketiga terapi diatas tidak berhasil, maka dilakukan pemotongan pada
kelenjar adrenal secara total yang diikuti dengan pemberian kortisol dosis
fisiologik.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

A. Data dasar, meliputi :

a) Identitas Pasien

Nama {dengan menggunakan inisial}, Jenis Kelamin, Umur, Status Perkawinan, Agama,
Suku Bangsa, Pendidikan , Bahasa yang digunakan, Pekerjaan, Alamat, Diagnosa Medis,
Sumber Informasi.

b) Identitas Penanggung

Nama {dengan inisial}, Jenis Kelamin, Umur, Agama, Status Perkawinan, Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan pasien,

B. Riwayat Keperawatan, meliputi :

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji alasan masuk rumah sakit, keluhan utama, dan kronologis keluhan. Keluhan
utama dengan menganalasis data subyektif, seperti :

a. Pasien mengatakan nyeri dan merasa tidak nyaman.


b. Pasien mengatakan mual dan muntah.
c. Pasien mengatakan sering berkemih tapi sedikit
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Apakah pasien dulu sering mengonsumsi obat-obatan yang mengandung
glukokortikoid
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarganya pernah ada yang mengalami
penyakit yang serupa
4) Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak
penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien,
mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya,
tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.
C. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

Dikaji 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson

a. Biologis ( oksigenasi, makan, minum, eliminasi, gerak aktivitas, kebutuhan tidur,


pengaturan suhu tubuh, kebersihan diri )

Misalnya :

 perubahan pola napas akibat perubahan psikologi, obesitas


 perubahan pola makan akibat meningkatnya metabolism
 perubahan gerak dan aktivitas akibat osteoporosis, fraktur patologis, obesitas,
buffalo hump, kelemahan otot, atrofi otot
b. Psikologis ( rasa nyaman, aman, pengetahuan belajar, rekreasi)

Misalnya :

 Gangguan rasa nyaman yang diakibatkan oleh nyeri


 Kecemasan akibat citra diri yang terganggu karena obesitas, buffalo hump, atrofi
otot, kelemahan otot
c. Sosial

Misalnya :

 Krisis percaya diri akibat perubahan bentuk tubuh seperti obesitas dan buffalo
hump sehingga malu bergaul dengan sesama
d. Spiritual

D. Pengkajian Fisik, meliputi :

a. Keadaan Umum, yaitu dengan mengobservasi bentuk tubuh, warna kulit,


kesadaran, dan kesan umum pasien (saat pertama kali MRS)
b. Gejala Kardinal, yaitu dengan mengukur TTV (suhu, nadi, tekanan darah,
dan respirasi) yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c. Keadaan Fisik, yaitu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
dari kepala sampai kaki, fokuskan pada inspeksi dan palpasi untuk
mengetahui adanya tanda-tanda seperti moon face, buffalo hump, obesitas,
jerawat, ekimosis, petekie, katarak, penipisan kulit, edema, dan atrofi
otot.
d. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah, natrium,
kadar kalium, dan jumlah sel eosinofil. Selain itu, dilakukan juga pengambilan sampel urin untuk
mengetahui kadar kortisol plasma dan sampel darah untuk menentukan variasi diurnal yang
normal pada kadar kortisol plasma. Pemeriksaan hormon.

 Pemeriksaan CT Scan, USG, atau MRI

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui lokasi jaringan adrenal atau mendeteksi tumor pada
kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis.

2) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Pre operasi

1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh ditandai


dengan atrofi otot dan kelemahan
2. Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi metabolic dan
perubahan sirkulasi ditandai dengan strie dan petekie.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik dan
gangguan fungsi seksual
4. Nyeri berhubungan dengan agen cedera (kimia) ditandai dengan sekresi HCl dan
pepsin meningkat
5. Risiko cedera dan infeksi berhubungan dengan imunitas didapat tidak adekuat

b. Post operasi
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi
2. Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi pada sel basal dan
epitel.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
sekunder akibat atau radiasi.
3) Rencana Tindakan

Pre operasi

1) Dx 1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh ditandai dengan


atrofi otot dan kelemahan

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas perawatan- mandiri,

Kriteria Hasil :

 Pasien mengatakan perasaannya lebih baik


 Pasien mengatakan adanya peningkatan rasa nyaman
 Pasien dapat melakukan aktifitas dan latihan sesuai dengan yang dengan yang
dianjurkan
 Otot pasien tidak mengalami atrofi lebih lanjut lagi

Intervensi :

1. Anjurkan pasien melakukan aktivitas ringan

Rasional : Mencegah komplikasi imobilitas dan meningkatkan rasa percaya diri

2. Ciptakan lingkungan yang tenang

Rasional : Lingkungan yang tenang akan membantu pasien untuk beristirahat sehingga dapat
mengurangi kelemahan

2) Dx 2 : Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi metabolic dan


perubahan sirkulasi ditandai dengan strie dan petekie.

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama .... x 24 jam, diharapkan gangguan
pada kulit pasien berkurang,

Kriteria hasil :

 Adanya perbaikan kulit (petekie dan striea berkurang)


 Pasien mengatakan bintik-bintik merah pada kulitnya mulai berkurang
 Tidak adanya tanda-tanda infeksi (kemerahan, peningkatan suhu, bengkak, nyeri dan
perubahan fungsi)
 Tubuh pasien bebas daerah-daerah ekimosis
Intervensi :

1. Rawat kulit Pasien

Rasional : untuk menghindari trauma pada kulit yang rapuh

2. Ubah posisi pasien (terutama untuk pasien bedtress)

Rasional : untuk mencegah kerusakkan kulit seperti dekubitus

3) Dx.3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik dan gangguan
fungsi seksual

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama ....x 24 jam diharapkan rasa
percaya diri pada pasien dapat meningkat

Kriteria hasil :

 Pasien mengatakan perasaan tentang perubahan penampilan, fungsi seksual, dan tingkat
aktivitas yang lebih baik
 Pasien mampu bersosialisasi dengan orang lain

Intervensi :

1. Memberikan HE tentang dampak yang ditimbulkan oleh perubahan pada diri pasien

Rasional : Pemberian HE dapat meningkatkan pengetahuan sehingga pasien dapat


menerima perubahan pada dirinya

2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk memilih makanan yang rendah natrium dan kalori
Rasional : Menyeimbangkan kadar natrium dan kalori dalam tubuh pasien
3. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran dan
pandangan terhadap dirinya
Rasional : untuk menjalin hubungan saling percaya
4. Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional dari pasien
Rasional : mencegah adanya stigma dari orang – orang terdekat

4) Dx. 4 : Nyeri berhubungan dengan agen cedera (kimia) ditandai dengan sekresi HCl dan
pepsin meningkat

Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri
berkurang

Kriteria hasil :

 Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang, misalnya dari skala 5 menjadi 3


 Pasien tampak rileks/tenang
 Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, untuk dewasa TTV normal yaitu :

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Pernapasan : 12-20x/menit

Denyut nadi : 60-100x/menit

Suhu : 36,8-37,2oC

 Pasien dapat tidur/istirahat dengan tenang

Intervensi:

1. Kaji nyeri dengan PQRST, yaitu kaji faktor yang menyebabkan nyeri, kualitas dan
kuantitas nyeri, cari lokasi nyeri, lamanya dan intensitas (0-10) nyeri, perhatikan tanda-
tanda non verbal seperti peningkatan gelisah, merintih, menggelepar.
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus,
serta untuk mengetahui penyebaran nyeri sehingga lebih fokus melakukan tindakan untuk
mengurangi nyeri
2. Ukur TTV
Rasional : untuk mengetahui kondisi umum pasien
3. Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
Rasional : memberikan rasa nyaman kepada pasien
4. Ajari teknik relaksasi, misalnya : distraksi, relaksasi progressif, guide imagery, nafas
dalam, dan sebagainya.
Rasional : membantu mengurangi rasa nyeri pasien dan dapat membuat pasien lebih
relaks

Kolaborasi :

5. Beri analgesic sesuai indikasi

Rasional : mengurangi rasa nyeri pasien

5) Dx. 5 : Risiko cedera dan infeksi berhubungan dengan imunitas didapat tidak adekuat

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan …. x 24 jam diharapkan pasien mengalami


penurunan risiko cedera dan infeksi

Kriteria hasil :

 Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, kenaikan suhu, nyeri, bengkak,
dan tanda – tanda infeksi lainnya seperti inflamasi
 Pasien bebas dari fraktur atau cedera jaringan lunak
Intervensi :

1. Ciptakan lingkungan yang aman

Rasional : Lingkungan yang aman mencegah risiko cedera

2. Observasi kondisi pasien lebih sering

Rasional : untuk mengetahui efek anti-inflamasi dari kortikosteroid yang biasanya


menyaamarkan menyamarkan tanda-tanda infeksi

Post operasi

1. Dx. 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang

Kriteria hasil :

 Pasien mengatakan nyerinya berkurang misalnya, skala 7 menjadi skala 5


 TTV dalam batas normal, untuk orang dewasa :

Tekanan darah : sistolik 100-140; diastolic 70-90

Nadi : 60-100 kali per menit

Pernapasan : 12-20 kali per menit

Suhu : 36o-38o C

 Pasien nampak rileks

Intervensi :

1. Kaji nyeri dengan PQRST (faktor penyebab, kualitas, lokasi, dan lamanya nyeri)
Rasional : mengetahui skala nyeri pasien
2. Ukur TTV (suhu, nadi, tekanan darah, dan respirasi)
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
3. Ajari teknik relaksasi, misalnya : distraksi, relaksasi progressif, guide imagery, nafas
dalam, dan sebagainya.
Rasional : membantu mengurangi rasa nyeri pasien dan dapat membuat pasien lebih
relaks
Kolaborasi :

4. Berikan analgesic

2. Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan luka post operasi

Tujuan : Setelah diberikan intervensi keperawatan .. x 24 jam, diharapkan klien tidak mengalami
perluasan infeksi.

Kriteria hasil:

 TTV dalam batas normal, untuk orang dewasa :

Tekanan darah : sistolik 100-140; diastolic 70-90

Nadi : 60-100 kali per menit

Pernapasan : 12-20 kali per menit

Suhu : 36o-38o C

 Tidak terdapat tanda-tanda perluasan infeksi

Intervensi:

1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada daerah post operasi


Rasional : mengetahui adanya tanda-tanda perluasan infeksi
2. Kaji TTV pasien
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
3. Lakukan perawatan pada luka dan daerah post operasi
Rasional : mencegah invasi microorganism
4. Lakukan perawatn luka dengan prinsip streril
Rasional : mencegah terjadinya infeksi silang
5. Pantau keadaan leukosit dalam darah
Rasional :mengetahui adanya peningkatan infeksi

Kolaborasi

6. Pemberian antibiotic

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi pada sel basal dan epitel.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatam selama…x 24 jam diharapkan terjadi


perbaikan pada jaringan yang mengalami kerusakan akibat efek radiasi.
Kriteria hasil:

 Kulit tidak kemerahan lagi.


 Suhu di sekitar tempat radisi menurun.
 Tidak terjadi pembengkakan.
 Tidak terasa nyeri.
 Tidak terjadi perubahan fungsi.

Intervensi:

1. Observasi daerah yang terkena radiasi.


Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi di areal radiasi.
2. Ukur TTV.
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien.
3. Cegah perluasan dampak dari radiasi.
Rasional : Mengurangi resiko infeksi pada areal lain
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder akibat
kemoterapi atau radiasi.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien
mampu menerima penampilan dirinya.

Kriteria hasil:

 Pasien mengatakan perasaan tentang perubahan penampilan sekunder akibat kemoterapi


atau radiasi
 Pasien mampu bersosialisasi dengan orang lain
 Pasien mengungkapkan kalau ia tidak malu terhadap penampilannya.

Intervensi:

1. Memberikan HE tentang dampak yang ditimbulkan oleh perubahan pada diri pasien
Rasional : Pemberian HE dapat meningkatkan pengetahuan sehingga pasien dapat
menerima perubahan pada dirinya
2. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai pikiran dan
pandangan terhadap dirinya
Rasional : untuk menjalin hubungan saling percaya
3. Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional dari pasien
Rasional : mencegah adanya stigma dari orang – orang terdekat

4) Evaluasi
Pre Operasi :

1) Dx 1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh ditandai dengan


atrofi otot dan kelemahan

S:

 Pasien mengatakan perasaannya lebih baik


 Pasien mengatakan adanya peningkatan rasa nyaman

O:

 Pasien dapat melakukan aktifitas dan latihan sesuai dengan yang dianjurkan
 Otot pasien tidak mengalami atrofi lebih lanjut lagi

A : Tujuan tercapai sebagian

P : pertahankan daan lanjutkan intervensi keperawatan no. 1 dan 2

2) Dx 2 : Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi metabolic dan


perubahan sirkulasi ditandai dengan strie dan petekie.

S : Pasien merasa lega karena bintik-bintik merah pada kulitnya mulai berkurang

O:

 Tidak adanya tanda-tanda infeksi (kemerahan, peningkatan suhu, bengkak, nyeri dan
perubahan fungsi)

 Tidak ada ekimosis pada tubuh pasien

 Petekie dan striea berkurang

 Bintik – bintik merah (petekie) pada kulit klien berkurang

A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi

3) Dx. 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik dan gangguan
fungsi seksual

S : Pasien mengatakan bahwa ia telah menerima keadaannya saat ini

O : Pasien mampu bersosialisasi (tidak menarik diri) dengan orang lain


A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi

4) Dx. 4 : Nyeri berhubungan dengan agen cedera (kimia) ditandai dengan sekresi HCl dan
pepsin meningkat

S : Pasien mengatakan bahwa nyeri berkurang, misalnya dari skala 5 menjadi 3

O:

 Pasien tampak rileks/tenang

 Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, untuk dewasa TTV normal yaitu :

Tekanan darah : sistolik 100-140; diastolic 70-90

Nadi : 60-100 kali per menit

Pernapasan : 12-20 kali per menit

Suhu : 36o-38o C

 Pasien dapat tidur/istirahat dengan tenang

A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi

5) Dx. 5 : Risiko cedera dan infeksi berhubungan dengan imunitas didapat tidak adekuat

S:-

O:

 Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi seperti, kemerahan, kenaikan suhu, nyeri, bengkak, dan
tanda – tanda infeksi lainnya seperti inflamasi

 Pasien bebas dari fraktur atau cedera jaringan lunak

A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi

Post Operasi
1. Dx. 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi.

S : Pasien mengatakan nyerinya berkurang misalnya, skala 7 menjadi skala 5

O:

 TTV dalam batas normal, untuk orang dewasa :

Tekanan darah : sistolik 100-140; diastolic 70-90

Nadi : 60-100 kali per menit

Pernapasan : 12-20 kali per menit

Suhu : 36o-38o C

 Pasien nampak rileks

A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi

2. Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan luka post operasi

S:-

O:

 TTV dalam batas normal, untuk orang dewasa :

Tekanan darah : sistolik 100-140; diastolic 70-90

Nadi : 60-100 kali per menit

P ernapasan : 12-20 kali per menit

Suhu : 36o-38o C

 Tidak terdapat tanda-tanda perluasan infeksi

A : tujuan tercapai

P : pertahankan kondisi

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi pada sel basal dan epitel.
S : Pasien mengatakan bahwa kulitnya tidak terasa perih lagi dan tidak terasa nyeri lagi

O:

 Kulit pasien tidak kemerahan lagi.

 Tidak terjadi pembengkakan.

A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder akibat
kemoterapi atau radiasi.

S : Pasien mengungkapkan bahwa ia tidak merasa malu tentang kondisi/ penampilannya setelah
menjalani kemoterapi atau radiasi

O : Pasien mampu bersosialisasi (tidak menarik diri) dengan orang lain

A : Tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hipotalamus mensekresi CRF, yang mengatur sekresi ACTH oleh hipofisis anterior.
ACTH kemudian akan merangsang korteks adrenal menghasilkan hormone adrenokortikal.
Adanya desakan massa tumor di hipofisis dalam sela tursika mengakibatkan pasien merasa
pusing. Wajah moon face diakibatkan adanya penumpukan lemak khas gejala Cushing Sindrom.
Striae dan lemah yang dirasakan pasien terjadi akibat mobilisasi protein dari jaringan otot.
Amenore dan rambut yang tumbuh berlebih adalah konsekuensi dari berlebihnya sekresi adrenal.
Hiperpigmentasi terjadi karena meningkatnya sekresi ACTH yang juga menentukan
pembentukan melanin. Sifat retensi Na yang juga dimiliki oleh kortisol menyebabkan terjadi
hipertensi pada kasus hiperkortisisme.

Diagnosis Cushing Sindrom didasarkan pada gejala-gejala klinis, hasil pemeriksaan CT


Scan, dan dexamethason- test.

Penatalaksanaan primer Cushing Sindrom adalah dengan tindakan operasi tumor hipofisis
atau pengangkatan kelenjar adrenal. Sedangkan pilihan kedua adalah dengan obat – obatan.

B. SARAN

Sebaiknya pasien menjalani operasi pengangkatan tumor hipofisis dahulu, kemudian mungkin
juga dapat dikombinasikan dengan obat – obatan penghambat sintesis hormone adrenokortikal.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta


FKUI, 1982. Kapita Selekta Kedokteran,Media Aesculapius, Jakarta
Long, Barbara, C, 1996, Keperawatan Medikal Bedah, Yayasan IAPK, Bandung.
Greenspan, Francis S, 1998, Endokrinologi Dasar dan Klinik, EGC, Jakarta.
Guyton, Arthur C, 1983, Fisiologi Kedokteran Edisi 5, EGC, Jakarta.
Natta H, David, 1984, Terapi Medik, Edisi 17, EGC, Jakarta.
Robins, dkk., 1995, Buku Ajar Patologi II, EGC, Jakarta.
Price, Sylvia. A., 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, EGC,
Jakarta.
Harrison, dkk, 2000, Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
NANDA, 2001/2002, Diagnosa Keperawatan NANDA

Anda mungkin juga menyukai