Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelenjar hipofisis kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisis
mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa
hormone hipofisis memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana
mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme
umpan balik, oleh organ lainnya, dimana kadar hormone endokrin lainnya dalam
darah memberikan sinyal kepada hipofisis untuk memperlambat atau
mempercepat pelepasan hormonnya. Jenisnya ada kelenjar hipofisis anterior dan
posterior.
Hipofungsi kelenjar hipofisis (Hipopituitarisme) dapat terjadi akibat
penyakit pada kelenjar hipofisis sendiri atau pada hipotalamus; namun demikian,
akibat kedua keadaan ini pada hakikatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi
akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis. Panhipopituitarisme (penyakit
simmond) merupakan keadaan tidak adanya seleruh sekresi hipofisis dan penyakit
ini jarang dijumpai. Microsisi hipofisis pasca partus (syndrome Sheehan)
merupakan penyebab lain kegagalan hipofisis anterior yang jarang. Keadaan ini
lebih cenderung terjadi pada wanita yang mengalami kehilangan darah,
hipovolemia dan hipotensi pada saat melahirkan.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan konsep dan asuhan
keperawatan pada penderita hipopituitarisme.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasikan definisi dari hipopituitarisme
2. Mengidentifikasikan etiologi, patofisiologi dan manifestasi
hipopituitarisme serta segala hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.
3. Mengidentifikasikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita
hipopituitarisme.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi
hipofisis. Hipopituitarisme merupakan defisiensi hormon tiroid, adrenal, gonadal
dan hormon pertumbuhan akibat penyakit hipofisis. Pada setiap pasien dengan
defisiensi hormonal ini, kemungkinan adanya defisiensi lain harus dicari. Kadang-
kadang timbul akut berupa apopleksi hipofisis dimana terdapat infark hemoragik
pad atumor hipofisis, biasanya disertai nyeri disertai kepala berat mendadak dan
seringkali bersama dengan defek lapanng pandang. Hipopituitarisme memilki
prevalensi 30/100.000. (Gledle Jonathan, 2005:143)
Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi
kelenjar hipofisis, terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan
munculnya masalah dan manifestasi klinis yang berkaitan dengan defisiensi
hormon-hormon yang dihasilkannya.

2.2. Klasifikasi
1. Hypophyseal Cachexia (Penyakit Simmonds) :
a. Dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa.
b. Lebih sering pada wanita dengan perbandingan 2 : 1
c. Penderita dapat hidup bertahun-tahun dengan penyakitnya, kadang-
kadang sampai 30-40 tahun.
Gejala-gejala klinik biasanya disebabkan oleh insufiensi adrenal, thyroid
atau gonad, yang terjadi sekunder akibat hipopituitarisme. Kombinasi
kelenjar yang mengalami insufiensi itu bisa berbagai macam ; yang paling
sering ialah kombinasi hipothyroidisme dan hipoadrenalisme.
2. Hypophyseal Dwarfism ( Jenis Lorain-Levi ):
a. Pada anak yang sedang tumbuh
b. Terjadi dwarfisme yang simetrik.
Penyebab yang paling sering ialah ; craniopharyngioma. Kadang-kadang
juga disebabkan juga oleh : nekrosis iskhemik, kista, atau radang.
3. Sindrom Froehlich ( Dystrophia Adiposogenitalis ):
a. Obesitas jenis eunuchoid.
b. Pertumbuhan yang tidak sempurna daripada gonad dan genital.
c. Ciri-ciri sex sekunder tidak ada, disfungsi seksual, dan kulit yang
halus.
d. Terjadi pada usia muda.
e. Dapat menyerang baik laki-laki maupu wanita dengan perbandingan
yang sama. (dr. Sutisna Himawan, 1994)

2.3. Etiologi
1. Penyakit pada kelenjar hipofisis atau pada hipotalamus
2. Kraniokaringoma (tumor pada hipofisis serebri) dan tumor hipofisis non
secreting
3. Perubahan iskemik karena perdarahan pascapartum (sindrom sheena) atau
akibat syok septik, menimbulkan infrak pada hipofisis
4. Infeksi : ensefalitis viral dan bakteremia
5. Kerusakan pada hipofisis akibat terapi radiasi
6. Trauma termasuk pembedahan atau benturan

2.4. Patofisiologi
Infusiensi hipofisis pada umumnya memengaruhi semua kelenjar hormon
yang secara normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Oleh karena itu,
manifestasi klinis dari panhipopituitarisme merupakan gabungan pengaruh
metabolic akibat kekurangan sekresi masing-masing hormon hipofisis.
Beberapa proses patologik dapat mengakibatkan infusiensi hipofisis dengan
cara merusak sel-sel hipofisis normal: (1) tumor hipofisis, (2) thrombosis vascular
yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal, (3) penyakit
granulomaltosa infiltrative, dan (4) idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat
autoimun.
Sindrom klinis yang diakibatkan oleh panhipopituitarisme pada anak-anak
dan orang dewasa berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan
somatic akibat defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan
kosenkuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai
pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genetalia eksterna gagal
berkembang. Selain itu sering pula ditemukan berbagai derajat infusiensi adrenal
dan hipotiroidisme; mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan
memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban; kulit biasanya pucat
karena tidak adanya MSH.
Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi
hipofisis sering mengikuti kronologi sebagai berikut: defisiensi GH,
hipogonadisme, hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena orang dewasa
telah menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa
dengan hipopituitarisme adalah normal. Manifestasi defisiensi GH mungkin
dinyatakan dengan timbulnya kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan
terhadap hipoglikemia puasa. Bersamaan dengan terjadinya hipogonadisme, pria
menunjukkan penurunan libido, impotensi dan pengurangan progresif
pertumbuhan rambut dan bulu di tubuh, jenggot dan berkurangnya perkembangan
otot.
Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau amenorea, merupakan
tanda awal dari kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh atrofi payudara dan
genetalia eksterna. Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai
tingkatan hipotiroidisme dan infusiensi adrenal. Kurangnya MSH akan
mengakibatkan kulit pasin ini kelihatan pucat. Kadang kala pasien
memperlihatkan kegagalan hormon hipofisis saja. Dalam keadaan ini, penyebab
defisiensi agaknya terletak pada hipotalamus dan mengenai hormon pelepasan
yang bersangkutan. Pada pasien dengan panhipopituitarisme, tingkat dasar
hormon tropic ini rendah, sama dengan tingkat produksi hormon kelenjar target
yang dikontrol oleh hormon-hormon tropik ini.
Pasien dengan hipopituitarisme, selain memiliki tingkat hormon basal yang
rendah, juga tidak merespons terhadap pemberian hormon perangsang sekresi. Uji
fungsi hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada pasien ini dengan menyuntikkan
(1)insulin untuk menghasilkan hipoglikemia, (2) CRH, (3) TRH, dan (4) GnRH.
Hipoglikemia dengan kadar serum glukosa yang kurang dari 40 mg/dl, normalnya
menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan kortisol; CRH merangsang pelepasan
ACTH dan kortisol; TRH merangsang pelepasan TSH dan prolaktin; sedangkan
GnRH merangsang pelepasan FSH dan LH. Pasien dengan panhipopitutarisme
gagal untuk merespon empat perangsang sekresi tersebut. Selain studi biokimia,
juga disarankan pemeriksaan radiografi kelenjar hipofisis pada pasien yang
diperkirakan menderita hipofisis, karena tumor-tumor hipofisis seringkali
menyebabkan gangguan-gangguan ini.

2.5. Patway

Trauma, tumor, radiasi pada kepala dan leher

Terjadi gangguan pada jaringan dan kelenjar di sekitar

Mal fungsi kelenjar hipofisis anterior

Produksi hormon terganggu

HIPOPITUITARISME

Defisit hormon Perubahan struktur tubuh


Defisiensi Perubahan status kesehatan
gonadotropin dan fungsi tubuh
kortiokotropin

Menurunnya kelemahan Perubahan penampilan Kurangnya informasi


Produksi LH dan FSH
otot

GANGGUAN CITRA Koping individu tidak


INTOLERANSI GANGGUAN POLA
TUBUH efektif
AKTIVITAS SEKSUAL

ANSIETAS

DEFISIT
PERAWATAN DIRI
2.6. Manifestasi Klinis
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang
oleh hormon-hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung
kepada jenis hormon apa yang kurang. Gejala-gejalanya biasanya timbul secara
bertahap dan tidak disadari selama beberapa waktu, tetapi kadang terjadi secara
mendadak dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa anterior.
1. Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa
menyebabkan:
a. Terhentinya siklus menstruasi (amenore)
b. Kemandulan
c. Vagina yang kering
d. Hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
2. Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan:
a. Impotensi
b. Pengkisutan buah zakar
c. Berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
d. Hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan
rambut wajah).
3. Kekurangan gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga
menderita:
a. Celah bibir atau celah langit – langit mulut
b. Buta warna
c. Tidak mampu membaui sesuatu.
4. Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan
sedikit gejala atau tidak menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa
menyebabkan lambatnya pertumbuhan, kadang-kadang menjadi cebol
(dwarfisme).
5. Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala
berupa :
a. Kebingungan
b. Tidak tahan terhadap cuaca dingin
c. Penambahan berat badan
d. Sembelit
e. Kulit kering.
6. Kekurangan kortikotropin saja jarang terjadi, bisa menyebabkan kurang
aktifnya kelenjar adrenal, yang akan menimbulkan gejala berupa:
a. Lelah
b. Tekanan darah rendah
c. Kadar gula darah rendah
d. Rendahnya toleransi terhadap stres (misalnya trauma utama,
pembedahan atau infeksi).
7. Kekurangan prolaktin yang terisolasi merupakan keadaan yang jarang
terjadi, tetapi bisa menjelaskan mengapa beberapa wanita tidak dapat
menghasilkan air susu setelah melahirkan.
8. Sindroma Sheehan merupakan suatu komplikasi yang jarang terjadi, dimana
terjadi kerusakan sebagian kelenjar hipofisa. Gejalanya berupa lelah,
rontoknya rambut kemaluan dan rambut ketiak serta ketidakmampuan
menghasilkan air susu.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17
hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika.
a. Foto polos kepala.
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional).
c. Pneumoensefalografi.
d. CTScan.
e. Angiografi serebral.
3. Pemeriksaan Lapang Pandang.
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan.
b. Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optik.
4. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron.
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon,
dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon
serum.
d. Tes provokatif.

2.8. P enatalaksanaan
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang
kurang. GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari
tehnik rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA), dapat digunakan untuk
mengobati pasien dengan defesiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter
spesialis.
GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme
hipofisis, dapat menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH
manusia rekombinan juga dapat digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien
dewasa dengan panhipopituitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan
dengan cara disuntikan. Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target
akibat defesiensi hipofisis untuk jangka waktu yang lama, hanya diberikan
sebagai alternatif.
1. Kausal Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi, bila gejala-
gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi substitusi
a. Hidrokortison Antara 20-30 mg selama 5 hari, diberikan per-Or,
umumnya sisesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid, yaitu 10-
15mg waktu pagi dan 10mg waktu malam. Cairan perinfus NaCl,
glukosa, steroid dan vasoreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron
enantot atau testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu.
Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan
siklus haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki –
laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’ bila
terdapat dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal :
akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
4. Defisiensi hormon hos diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk
defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH
dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi
gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau
HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur

2.9. Komplikasi
1. Kardiovaskuler: hipertensi, tromboflebitis, tromboembolisme, percepatan
aterosklerosis
2. Imunologi: peningkatan risiko infeksi dan penyamaran tanda-tanda infeksi
3. Perubahan mata: glaucoma, lesi kornea
4. Musculoskeletal: pelisutan otot, kesembuhan luka yang jelek, osteoporosis
dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis
aseptic kaput femoris.
5. Metabolic: perubahan pada metabolism glukosa sindrom penghentian
steroid
6. Perubahan penampilan: muka seperti bulan (moonface), pertambagan berat
badan, jerawat.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Identitas Diri Klien
Nama : Tgl. Masuk RS :
Tempat/Tgl.Lahir : Sumber Informasi :
Umur : Keluarga yg didapat dihub. :
Jenis Kelamin : Pendidikan :
Alamat : Pekerjaan :
Sts. Perkawinan : Alamat :
Agama : Lain-lain :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Lama kerja :

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Nyeri, Pertumbuhan lambat, Ukuran otot dan tulang kecil, Tanda – tanda
seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut
axila, payudara dan penis tidak berkembang, tidak mengalami haid,
Interfilitas, Impotensi, Libido menurun, Nyeri senggama pada wanita.
b. Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien,
serta riwayat radiasi pada kepala.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit
hipopituitarisme.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan
melakukan aktivitas
2) Tanda : Kelelahan otot, peningkatan kebutuhan tidur
b. Eliminasi
Gejala : penurunan pengeluaran urin dan feses
c. Integritas ego
1) Gejala : Perasaan tak berdaya
2) Tanda : Ansietas, takut
d. Makanan/cairan
Gejala : Muntah, mual, penurunan berat badan
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala
f. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : Sakit kepala
2) Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati
g. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh
h. Seksualitas
Gejala : Perubahan libido, perubahan aliran menstruasi

4. Pemeriksaan Fisik
a. B1 : Vesikuler, tidak terjadi sesak napas. RR : 20-24x/menit
b. B2 : Hipotensi
c. B3 : Normal
d. B4 : Poliuri
e. B5 : Konstipasi
f. B6 : Lemah, cepat lelah
g. Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan
ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria
amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
h. Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
Tergantung pada penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain
sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum danfungsi
nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
i. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
j. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :
1) Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
2) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen,
prolaktin, testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang
mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormone.
3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola seksual berhubungan dengan defisit hormon gonadotropin.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunnya kelemahan otot.
3. Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan
fungsi tubuh.

3.3. Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan pola Tujuan : 1. Pertahankan privasi
seksual Setelah dilakukan dan kerahasiaan.
tindakan keperawatan 2. Observasi pasien
1x24 jam diharapkan mengenai pola
pola seksual kembali seksualitas yang biasa
normal dilakukan dan
bagaimana diagnosis
Kriteria Hasil : saat ini dapat
Mengungkapkan dan mempengaruhi pola
mendiskusikan tersebut.
perasaan terkait 3. Dorong pasien untuk
seksualitas bersama berbagi pikiran atau
pasangan. masalah dengan
keluarga.
No. Diagnosa NOC NIC
4. Membangun
kepercayaan dengan
pasien.
2. Intoleransi Tujuan : 1. Observasi tingkat
aktivitas. Setelah dilakukan toleransi aktivitas klien
tindakan keperawatan 2. Berikan lingkungan
1x24 jam diharapkan tenang dan perlu
mengalami peningkatan istirahat
aktivitas. 3. Anjurkan klien untuk
beristirahat bila pasien
Kriteria Hasil : merasa lelah dan nyeri
Klien beraktifitas secara 4. Observasi kemampuan
mandiri, klien tidak untuk berpartisipasi
lemah pada aktifitas yang
diinginkan atau
dibutuhkan
5. Batasi aktivitas dengan
penghematan energi
3. Ansietas Tujuan : 1. Observasi sejauh mana
Setelah dilakukan klien mengetahui
tindakan keperawatan tentang penyakitnya
1x24 jam diharapkan 2. Beri kesempatan klien
ansietas teratasi. untuk mengekspresikan
perasaanya
Kriteria Hasil : 3. Jelaskan pada klien
Klien tidak cemas lagi. tentang penyakitnya
dan prosedur
pengobatanya
4. Kolaborasikan dengan
tim medis dengan
pemberian obat anti
ansietas, misal
diazepam
4. Defisit perawatan Tujuan : 1. Tingkatkan partisipasi
diri Setelah dilakukan optimal.
tindakan keperawatan 2. Evaluasi kemampuan
1x24 jam diharapkan untuk berpartisipasi
klien dapat aktif dalam dalam setiap aktivitas
aktivitas perawatan diri. perawatan.
3. Beri dorongan untuk
Kriteria Hasil : mengekspresikan
1. Mengidentifikasi perasaan tentang
kemampuan aktifitas kurang perawatan diri.
perawatan.
2. Melakukan kebersihan
optimal setelah bantuan
dalam perawatan
No. Diagnosa NOC NIC
diberikan
5. Gangguan citra Tujuan : 1. Observasi perasaan
tubuh Setelah dilakukan klien tentang gambaran
tindakan keperawatan dan harga diri
1x24 jam diharapkan 2. Motivasi individu
klien memiliki kembali untuk bertanya
citra tubuh yang positif. mengenai masalah,
penanganan,
Kriteria Hasil : perkembangan dan
Klien dapat menerima prognosa kesehatan
perubahan. 3. Tingkatkan komunikasi
terbuka, hindari
kritik/penilaian
terhadap perilaku klien
4. Berikan dukungan
klien untuk
mengungkapkan
kekhawatirannya

3.4. Evaluasi
1. Klien dapat mengungkapkan pengertian tentang efek dari diagnosis terhadap
pola seksual
2. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
3. Kecemasan klien dapat teratasi.
4. Klien dapat aktif dalam aktivitas perawatan diri.
5. Klien dapat menerima perubahannya.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Hipopituitarisme adalah insupisiensi hipofisis akibat kerusakan lobus
anterior kelenjar hipofise. Panhipopituitarisme (penyakit simmond) adalah tidak
terdapatnya sekresi semua hipofisis secara total dan merupakan kondisi yang
jarang terjadi. Nekrosis hipofisis post partum (sindrom Sheehan) adalah penyebab
tidak umum dari gagal hipofisis anterior.
Kondisi lebih sering terjadi pada wanita dengan kelainan darah hebat,
hipovolemia, dan hipotennsi saat melahirkan. Hipopituitarisme merupakan
komplikasi radiasi pada kepala dan leher. Kerusakan kelenjar hipofise total oleh
trauma, tumor atau lesi vaskuler menghilangkan semua stimuli yang normmalnya
diterima oleh tiroid, kelenjar gonad, dan kelenjar adrenal

4.2. Saran
Kami yakin makalah ini banyak kekurangannya maka dari itu kami sangat
mengharapkan saran dari teman-teman dalam penambahan untuk kelengkapan
makalah ini,karna dari saran yang kami terima dapat mengkoreksi makalah yang
kami buat ini.atas saran dari teman-teman kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.


Ganong, W.F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 14. Jakarta: EGC.
Michael, T. McDermott. 2005. Secret Series Endocrinology. Colorado: Mosby-
Year Book.
Noer, Sjaifoelah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi
ketiga.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Rumoharbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta: EGC.
Scanlon, Valerie C. 2006. Essentials of Anatomy and Physiology Fifth
edition. New York: F.A. Davis Company.
Smeltzer, Suzane. 2001. Buku Ajar Keperawatan Brunner & Suddarth Edisi ke 8.
Jakarta: EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth, (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
volume 2. Jakarta : EGC
Doenges Marilynn E, Moorhouse Mary Frances.Geissler Alice C. 1999.Rencana
Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien), Edisi 3,.Jakarta .EGC

Anda mungkin juga menyukai