Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPOPITUITARISME
Dosen Pengampu: Sri Iswahyuni,S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun oleh:
1. Auliya Sa’adah DA117008
2. Enjellola Veronika Devi DA117017
3. Fajar Nurhidayat DA117020
4. Indriani Cahayaningsih DA117027
5. Nur Indah Setyasih DA117038
6. Yusuf Dwi Indriyanto DA117055

PRODI DIII KEPERAWATAN


STIKES MAMBA’UL ULUM SURAKARTA
2018/2019
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPOPITUITARISME

A. Pengertian
Hipopituitarisme adalah kondisi hipofungsi kelenjar hipofisis (pituitary gland), dapat
terjadi akibat penyakit pada kelenjar hipofisis atau penyakit hipotalamus (Brunner, 2013
:324).
Hipopituitarisme adalah keadaan dimana terdapat defisit atau kekurangan satu,
beberapa atau semua hormon-hormon yang dihasilkan oleh pituitary. Kegagalan produksi
seluruh hormone dari pituitary disebut Panhipopituitarisme (Tarwoto, 2012:42).
Hipopituitarisme dikenal sebagai panbipopituitarisme, merupakan sindrom kompleks
ditandai dengan disfungsi metabolik, imaturitas seksual, dan retardasi pertumbuhan (jika
menyerang saat masa kanak-kanak), dan disebabkan oleh defisit hormon yang disekresi
oleh kelenjar pituary anterior (Gamblian, 2011:207).
Hipopituiarisme didefinisikan sebagai sekresi hormone hipofisis yang tidak cukup.
Secara umum, akan diperoleh hilangnya fungsi dari pituiari anterior mengikuti rangkaian
hormone GH, LH/FSH, TSH, ACTH, dan PRL (DG, 2011).
Hipopituitarisme suatu kegagalan kelenjar hipofisis anterior sebagian atau total untuk
menghasilkan hormon utamanya seperti kortikotropin, thyroid stimulating hormone
(TSH), luteinizing hormone (LH), growth hormone (GH), dan prolaktin (Kimberly,
2011:426).

B. Etiologi
Etiologi hipopituitarisme menurut Kimberly (2011:426):
1. Tumor.
2. Defek kongenital.
3. Hipoplasia atau aplasia kelenjar hipofisis.
4. Infaks hipofisis.
5. Hipofisisektiomi total atau sebagaian meleui pembedahan, iradiasi, atau agens kimia
6. Penyakit granulomatosa.
7. Defisiensi hormone yang dilepaskan hipotalamus.
8. Idiopatik.
9. Infeksi.
10. Trauma.

Etiologi hipopituitarisme menurut Tarwoto (2012:43) penyebab hipopituitarisme


diantaranya:
1. Adenomas pituary.
2. Pembedahan atau operasi pituitary.
3. Terapi radiasi, pengobaan dengan eksterna radiasi seperti pada karsinoma
nasopharyngeal, tumor otak kemungkinan dapat merusak kelenjar pituitary.
4. Implamasi pituitary.
5. Terapi pada hiperpituari yang lama sehingga dapat menurunkan produksi hormon.
6. Genetik, diduga karena fakor mutasi gen.
7. Kelebihan zat besi, keadaan overload besi misalnya pada talasemia, tranfusi darah
akan mengakibatkan penurunan jumah sel hipofisis.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik hipopituitarisme menurut Tarwoto (2012:45), tanda dan gejala
hipopituitarisme tergantung dari jenis hormon yang berkurang, antara lain:
1. Defisit ACTH yang menyebabkan deficit kortisol. Tanda dan gejala diantaranya
kelemahan, keletihan, berat badan menurun, nyeri abdomen, tekanan darah
menurundan menurunya serum sodium.
2. Defisit TSH yang menyebabkan deficit hormone tiroid. Gejala yang muncul angara
lain kelemahan, keletihan peningkatan berat badan, perasaan dingin, suhu tubuh
rendah, konstipasi, kesulitan konsentrasi dan mengingat, kulit dingin dan pucat.
3. Defisit LH dan FSH pada wanita, dapat mengalami gangguan siklus menstruasi,
infertile, menurunya libido, vagina kering, dan osteoporosis. Pada laki-laki terjadi
penurunan libido, kesulitan ereksi, impoten dan infertile.
4. Defisit GH, pada anak-anak pertumbuhan menjadi lambat dan meningkatnya lemak
tubuh. Pada orang dewasa dapat mengakibatkan menurunya energy dan aktivitas
fisik, perubahan komposisi tubuh (peningkatan lemak dan penurunan massaotot dan
resiko gangguan kardiovaskuler)
5. Defisit PRL, air susu ibu tidak dapat keluar.
6. Deficit antidiuretik hormone, mengakibatkan diabetes insipidus (DI), gejalanya
meningkatnya rasa haus dan sering buang air kencing.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi manifestasi klinis dari hipopituitarisme yaitu
etiologi dari hipopituitarisme itu sendiri, usia penderita, dan kecepatan serta derajat
kekurangan hormon pituitary. Manifestasi klinis hipopituitarisme sangat beragam,
bergatung pada jenis hormon yang kurang (Aditya, 2017).

D. Patofisiologi
Hipopituitarisme dapat disebabkan dari hipofisis itu sendiri maupun dari hipotalamus.
Berkurangnya seluruh hormon pituitari jarang sekali terjadi, yang paling sering terjadi
adalah berkurangnya produksi satu atau sedikit hormon pituitari diantaranya ACTH dan
TSH. Berkurangnya atau tidak adanya hormon ini akan berakibat pada insufisiensi pada
kelenjar target yaitu kelenjar adrenal dan kelenjar tiroid.
Pada hipopituitari manifestasi klinik yang sering muncul adalah menurunnya sintesis
sekresi dari gonadotropin LH dan FSH pada laki-laki mengakibatkan kegagalan
testikular yaitu terjadi penurunan produksi testosteron dari sel leydig dan menurunnya
spermatogenesis dari tubulus seminiferus. Menurunnya produksi testosteron
mengakibatkan lambatnya pubertas dan infertil pada laki-laki dewasa. Pada wanita
defisiensi atau tidak adanya hormon gonadotropin mengakibatkan kegagalan, ovulasi dan
kegagalan mempertahankan korpus liteum sehingga wanita menjadi inferlite. Defisiensi
LH dan SH dapat juga mengakibatkan kegagalan dalam pembentukan seks sekunder.
Hormon lain yang paling sering terjadi pada gangguan hipopituitarisme adalah
sekresi, sintesis, pelepasan dari GH sehingga produksi somatomedin. Somatomedin
merupakan hormon yang diproduksi di hati dan dipengaruhi langsung dari GH.
Somatomedin berperan langsung dalam peningkatan pertumbuhan tulang dan kartilago.
Dengan demikian defisiensi GH atau somatomedin pada anak-anak mengakibatkan
penurunan pertumbuhan dan postur yang pendek (Tarwoto, 2012:44).
E. Pathway

Tumor, defek kongenital, hipoplasia atau aplasia kelenjar hipofisis,

Infaks hipofisis, hipofisisektiomi total atau sebagaian, penyakit granulomatosa,

defisiensi hormone yang dilepaskan hipotalamus, idiopatik, infeksi, dan trauma.

Terjadi gangguan pada jaringan dan kelenjar

Mal fungsi kelenjar hipofisis anterior

Produksi hormone terganggu

Hipopituitarisme

Defisiensi Defisiensi Perubahan struktur Perubahan


kortiokotropin hormone tubuh dan fungsi status kesehatan
gonadotropin tubuh

Menurunnya Produksi LH dan Perubahan Kurang


kekuaan otot FSH penampilan informasi

Intoleransi Ketidakefektifan Gangguan Koping individu


aktivitas pola seksualitas citra tubuh tidak efektif

Ansietas

Defisit
perawatan diri
(Nurzahrotin, 2015)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang hipopituitarisme menurut Tarwoto (2012:51), meliputi:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan kadar hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari
seperti ACTH, GH, TSH, FSH, LH, MSH, ADH, Oksitosin.
b. Hormon-hormon yang terkait dengan pengaturan dari hipotalamus seperti TRH,
GnRH, Somatostatin, GHRH, CRH, Prolaktin Releasing Factor (PRF),
dopamine.
c. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar target dari pituitari seperti
hormon tiroid, hormon paratiiroid, kelenjar adrenal, gonad.
2. Radiologi
a. Ro’ kepala, mengetahui adanya trauma kepala, edema serebri.
b. CT Scan, mengetahui adanya tumor.
c. MRI, melihat lebih detail potongan-potongan otak untuk mengidentifikasi
kelainan otak termasuk tumor.

G. Penatalaksanaan
Penataaksanaan hipopituitarisme menurut Kimberly (2011:427) antara lain:
1. Pembedahan
Jika adanya tumor hipofisis.
2. Terapi sulih hormon
Anak-anak yang mengalami hipopituitarisme juga dapat membutuhkan terapi sulih
hormone tiroid dan adrenal, ketika mereka mencapai masa pubertas, dan hormone
seks.
3. Terapi pengganti endokrin untuk organ yang terganggu.

Jenis terapi hipopituitarisme menurut Tarwoto (2012:46), yang dapat dilakukan


diantaranya:
1. Pada hipoadrenalisme, seperti gangguan sekresi ACTH pada kekurangan
gukokortikoid, diberikan cortisone aceatat, hidrokortison atau prednisone.
2. Hipothiroidisme, pemberian tiroksin.
3. Hipogonadism, pemberian esterogen, progesterone pada wanita dan testosterone
pada laki-laki.
4. Deficit GH dapat diberikan levodopa, insulin atau bromocriptine.
H. Komplikasi
Komplikasi dari hipopituitarisme menurut Kimberly (2011:426) antara lain:
1. Defisiensi GH
2. Defisiensi TSH
3. Defisiensi kortikotropin
4. Defisiensi gonadotropin dan prolaktin
5. Apopleksi hipofisis (kedaruratan medis)
6. Demam tinggi, syok, koma, dan kematian
7. Diabetes insipidus

I. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian hipopituitarisme menurut Tarwoto (2012:48), pengkajian pada
gangguan hipopituitarisme meliputi:
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dikaji untuk menggali informasi mengenai adanya faktor
penyebab, keturunan atau faktor lain yang berkaitan dengan keluhan yang dirasakan.
2. Riwayat keluarga
Dikaji riwayat keluarga berkaitan dengan penyakit endokrin.
3. Keluhan utama
a. Gejala umum
1) Adanya kelemahan.
2) Nyeri kepala.
3) Depresi.
4) Gangguan tidur.
b. Gejala spesifik
1) Perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh dan nadi terjadi pada pasien
dengan hipertiroid, penurunan suhu tubuh dan nadi lambat terjadi pada
hipotiroid.
2) Kardiovaskuler, adanya papitasi pada hipertiroid dan phenochromocytoma.
3) Integumen, adanya perubahan warna seperti hiperpigmentasi dipersendian
pada penyakit Addison, kulit kering, kasar, keras dan bersisik.
4) Musculoskeletal, adanya kelemahan, nyeri pada persendian.
5) Perkemihan, sering miksi pada gangguan ADH dan Diabetes Insipidus.
6) Persarafan, adanya perubahan status mental, depresi, penurunan kesadaran,
tremor, kejang, gangguan sensorik, motorik dan reflek, dan gangguan saraf
kranial.
7) System gastrointestinal, adanya pembesaran lidah, penurunan berat badan,
polipagia, poliuria, polidipsi biasanya terjadi pada pasien DM.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum, kaji kesadaran pasien, memori dan pola komunikasi.
b. Tanda-tanda vital, kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh,
pernapasan, nadi, dan perubahan tekanan darah.
c. Pemeriksaan kulit, observasi tekstur dan distribusi rambut, cata adanya
kebotakan. Kaji warna, strie, ekimosis. Palpasi keadaan kulit, tenderness,
tekstur, dan turgor.
d. Pemeriksaan kepala, catat bentuk dan proporsi kepala, keadaan kulit kepala,
benjolan rahang, penurunan bibir dan hidung. Observasi ekspresi wajah, tanda-
tanda kecemasan dan depresi.
e. Pemeriksaan mata, lihat dan palpasi alis mata, kesimetrisan, pergerakan bola
mata, dan lapang pandang.
f. Pemeriksaan mulut, catat adanya pertumbuhan gigi yang tidak rata, inspeksi
warna mukosa mulut dan ukuran lidah.
g. Pemeriksaan leher, perhatikan bentuk, kesimetrisan, palpasi adanya pembesaran
kelenjar tiroid. Observasi adanya kesulitan menelan dan perubahan suara.
h. Pemeriksaan dada, inspeksi dada, papasi pengembangan dada dan taktil
fremitus, auskultasi bunyi napas dan suara jantung.
i. Pemeriksaan abdomen, inspeksi bentuk abdomen, massa, skar dan jejas, asites,
nyeri tekan, bising usus, dan pembesan limpa dan hati.
j. Pemeriksaan genetalia, catat adanya atropi tesis, klitoris, distribusi rabut pubis.
k. Pemeriksaan ekstremitas, kaji bentukdan kesemitrisan ekstremitas, kekuatan
otot, pembesaran tangan dan kaki, nyeri sendi dan tunkei obesitas.
l. Pemeriksaan neurologi, akukan pemeriksaan motorik, sensorik, reflek dan
fungsi saraf kranial.

J. Diagnosis Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunya kelemahan otot.
2. Deficit perawatan diri berhubungan dengan menurunya kekuatan otot.
3. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan defisit hormon gonadotropin.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh.
5. Ansietas berhubungan dengan koping individu yang tidak efektif.

K. Fokus Intervensi
Intervensi keperawatan menurut Nanda NIC – NOC edisi revisi jilid 2 :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan menurunya kelemahan otot.
Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan Rasional
Hasil
Setelah dilakukan a. Observasi tingkat a. Untuk melakukan
tindakan keperawatan toleransi aktivitas klien. intervensi selanjutnya.
1x24 jam diharapkan b. Mengajarkan pasien b. Melatih kekuatan otot
mengalami ROM akif dan pasif. pasien.
peningkatan aktivitas c. Berikan pengetahuan c. Memberikan informasi
dengan criteria hasil: tentang pentingnya kepada pasien.
1. Pasien dapat latihan ROM. d. Merencanakan latihan
beraktivitas secara d. Kolaborasi dengan untuk menunjang
mandiri. fisioterapi untuk kesembuhan pasien.
2. Pasien tidak lemah. menambah proses
latihan

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunya kekuatan otot.


Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan Rasional
Hasil
Setelah dilakukan a. Observasi tingkat a. Partisipasi maksimal
tindakan keperawatan partisipasi opimal. dapat memaksimalkan
selama 1x24 jam b. Latih kekuatan otot perawatan diri.
diharapkan klien padat pasien dengan b. Membiasakan otot
aktif dalam aktivitas menggerak-gerakan untuk bergerak
perawatan diri dengan otot tangan, kaki dan sehingga kembali
criteria hasil : yang lainnya. keadaan awal.
1. Mengidentifikasi c. Beri dorongan c. Dapat memberikan
kemampuan mengekspresikan kesempatan kepada
aktifitas perasaan tentang klien untuk melakukan
perawatan. kurang perawatan diri. perawatan diri.
2. Melakukan d. Kolaborasi dengan ahli d. Memberi bantuan
kebersihan optimal fisioterapi . kepada klien untuk
setelah bantuan mengembangkan
dalam perawatan rencana terapi dan
diberikan. mengidentifikasi
kebutuhan alat
penyokong khusus.

3. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan deficit hormon gonadotropin.


Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan Rasional
Hasil
Setelah dilakukan a. Observasi kepada a. Agar perawat dapat
tindakan keperawatan pasien mengenai pola mengetahui
selama 1x24 jam seksualitas yang biasa perkembangan pola
diharapkan pola dilakukan dan seksualitas terhadap
seksual kembali bagaiman diagnosis jalanya penyakit.
normal dengan criteria saat ini dapat b. Menjaga privasi sangat
hasil : mempengaruhi pola penting agar klien
1. Mengungkapkan tersebut. merasa tidak malu.
dan mendiskusikan b. Pertahankan privasi c. Untuk membuat klien
perasaan terkait dan kerahasiaan klien. nyaman dengan
seksualitas c. Membangun perawat.
bersama pasangan. kepercayaan dengan d. Komunikasi terbuka
klien. dapat mengidentifikasi
d. Dorong pasien untuk penyesuaian masalah.
berbagi pikiran atau
masalah dengan
keluarga.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh.
Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan Rasional
Hasil
Setelah dilakukan a. Observasi perasaan a. Mengkaji sejauh mana
tindakan keperawatan klien tentang gambaran tingkat penolakan
selama 1x24 jam dan harga diri. terhadap kenyataan
diharapkan klien b. Tingkatkan komunikasi akan kondisi fisik
memiliki kembali citra terbuka, hindari kritik tubuh untuk
tubuh yang positif, atau penilaian terhadap mempercepat
dengan criteria hasil : perilaku klien. penyembuhan.
1. Klien dapat c. Motivasi individu b. Membantu tiap
menerima untuk bertanya individu untuk
perubahan tubuh. mengenai masalah, memahami area dalam
penangganan, program sehingga salah
perkembangan, dan pahaman tidak terjadi.
prognosa kesehaan. c. Pengetahuan tentang
d. Berikan dukungan proses perjalanan
klien untuk penyakit memudahkan
mengungkapkan klien secara bertahap
kekhawatirannya. menerima keadaanya.
d. Mengidentifikasi
kekhawatirannya
merupakan satu
tahapan pening dalam
mengatasinya.

5. Anisetas berhubungan dengan koping individu yang tidak efektif.


Tujuan dan Kriteria Intervensi keperawatan Rasional
Hasil
Setelah dilakukan 1. Observasi sejauh mana 1. Untuk mengetahui
tindakan selama 1x24 klien mengetahui tentang intervensi selanjutnya.
jam diharapkan penyakitnya.
ansietas teratasi, 2. Beri kesempatan klien 2. Diharapkan dapat
dengan criteria hasil : untuk mengekspresikan memberikan
1. Klien tidak cemas perasaanya. gambaran sejauh
lagi. 3. Jelaskan pada klien mana kien
tentang penyakitnya dan mengetahui tentang
prosedur pengobatan. penyakitnya.
4. Kolaborasi dengan tim 3. Agar kien mengetahui
medis dengan pemberian penyakitnya dan
obat anti ansietas, missal prosedur
deazipam. pengobatannya.
4. Meningkatkan
reaksasi dan
menurunkan
kecemasan.
Daftar Pustaka

Bilotta, Kimbery A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan.


Jakarta:EGC.

Brunner & Suddart. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart, Ed 12. Jakarta:
EGC.

DG, Gardener , Shoback D. 2011. Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. United
State: MaGraw. https://www. google.com/url?sa =t&source =web
&rct=j&url=https://simdom.unud.ac.id/upoads/ diakses 27 Februari 2019.

Nugraha, Aditya dkk. 2017. Seorang Penderita Hipopituitarisme Akibat Karsinoma. Udunaya
Journal Of Udunaya Medicine, 1, 57-62. www .jpdunud.org/index .php/jpd /artice /
view/7 diakses 27 Februari 2019.

Nurarif, Amin Huda dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: Media
Action.

Gamblian, Vivian C. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks.

Nurzahrotin, Binta dkk. 2015. Makalah Keperawatan Endokrin II: Asuhan Keperawatan
Hipopituitarisme.https://www.google.com/amp/s/dokumen.tips/amp/dokumen.tips/a
mp/documents/askep-hipopituitarisme-.html diakses 11 Maret 2019.

Tarwoto. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai