Anda di halaman 1dari 8

HIPOGONADISME

A. Pengertian
Hipoganadisme adalah suatu keadaan dimana terjadi difisiensi hormon gonad.
Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga
mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin pria.

B. Etiologi
Beberapa peneliti membagi hipogonadisme pada pria ke dalam beberapa
kelompok yang berbeda. Pedoman yang diterbitkan oleh Asosiasi Urologi Eropa pada
tahun 2012 membagi hipogonadisme pada pria menjadi empat kelas, yakni
1. Hipogonadisme primer disebabkan oleh insufisiensi testis;
2. Hipogonadisme sekunder yang disebabkan oleh disfungsi hipotalamus hipofisis;
3. Hipogonadisme onset lambat; dan
4. Hipogonadisme karena insensitivitas reseptor androgen.
(Indrayanto, 2011)
C. Klasifikasi
a. Primer
Untuk hipogonadisme primer tentunya terjadi akibat adanya masalah pada
testis,kadar testoteron yang rendah juga disertai dengan meningkatnya hormon
gonadotropik,seperti:
 Infeksi kelenjar gonad
 Atropi kelenjar gonad
 Kondisi testis yang tidak turun
 Adanya komplikasi dari penyakit gondongan
 Di akibatkan oleh trauma pada testis seperti misalnya dikebiri atau terjadi
kecelakaan
 Adanya infeksi pada testis
 Adanya sindrom Klinefelter
 Sedang menjalani proses pengobatan kanker

1
 Adanya radang pada buah zakar
 Hemokromatosis

b. Sekunder
Hipogonadisme sekunder terjadi disebabkan karena adanya gangguan pada kelenjar
hipotalamus atau pituitari, yaitu suatu bagian otak yang berfungsi sebagai pengantar
sinyal pada testis untuk memproduksi testosteron, seperti contohnya di bawah ini :
 Tumor hifofisis
 Kerusakan hipothalamus untuk mensekresi GnRH.
 Hipersekresi prolaktin di hipofisis anterior
 Hiposekresi FSH dan LH
 Adanya sindrom Kallmann
 Penyakit HIV/AIDS
 Adanya faktor penuaan
 Adanya penyakit tumor
 Kegemukan atau obesitas
 Adanya penggunaan obat-obatan tertentu
 Adanya penyakit peradangan seperti contohnya sarkoidosis, histiositosis dan
TBC

Sementara itu American Association of Clinical Endocrinologists'' membagi


hipogonadisme ini menjadi dua kelas, yakni hipogonadisme hipogonadotropik dan
hipogonadisme hipergonadotropik.
Banyak kasus hipogonadisme hipergonadotropik adalah idiopatik bahkan setelah
penyelidikan yang ekstensif. Dan Hipogonadisme hipogonadotropik dapat disebabkan
baik penyebab kongenital seperti sindrom Kallmann (defisiensi gonadotropin
terisolasi dan anosmia) atau penyebab yang didapat seperti tumor hipofisis, nekrosis

2
hipofisis (sindrom Sheehan), stres dan penurunan berat badan berlebihan (anoreksia
nervosa).

D. Patofisiologi
Folitropin (FSH) dan lutropin (LH dilepaskan dihipofisis anterior, dan
dirangsang oleh pelepasan pulsatil gonadoliberin (gonadotropin-releasing hormone,
GnRH). Sekresi pulsatil dari gonadotropin ini dihambat oleh prolaktin. LH mengatur
pelepasan testosteron dari sel leydig di testis. Testosterone, dengan mekanisme
umpan balik negatif, menghambat pelepasan GnRH dan LH. Pembentukan inhibin,
yang menghambat pelepasan FSH, dan androgen binding protein (ABP) ditingkatkan
oleh FSH di sel Sertoli testis. Testosterone atau dihidrotestosteron yang dibentuk dari
testosterone di sel sertoli dan di beberapa organ meningkatkan pertumbuhan penis,
tubulus seminiferus, dan skrotum. Testosteron dan FSH diperlukan dalam
pembentukan dan pematangan spermatozoa. Selain itu, testosterone merangsang
aktivitas sekretorik prostat (menurunkan viskositas ejakulat) dan vesikula seminalis
(campuran antara fruktosa dan prostaglandin), serta aktivitas sekretorik kelenjar
sebasea dan keringat di daerah aksila dan genitalia. Testosteron meningkatkan
ketebalan kulit, pigmentasi skrotum, dan eritropoiesis.
Testosterone juga mempengaruhi tinggi badan dan postur badan dengan
meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang (anabolisme protein), pertumbuhan
longitudinal, dan mineralisasi tulang serta penyatuan lempeng epifisis.
Testosterone merangsang pertumbuhan laring (kedalaman suara),
pertumbuhan rambut pada daerah pubis dan aksila, pada dada dan wajah (janggut);

3
keberadaannya penting dalam kebotakan pada laki-laki. Hormone ini juga
merangsang libido dan perilaku agresif. Akhirnya, hormone ini merangsang retensi
elektrolit di ginjal, mengurangi konsentrasi lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) di
dalam darah, dan mempengaruhi distribusi lemak. Penurunan pelepasan androgen
dapat disebabkan oleh kekurangan GnRH. Bahkan sekresi GnRH nonpulsatil
merangsang pembentukan androgen secara tidak adekuat. Keduanya dapat terjadi
pada kerusakan di hipotalamus (tumor, radiasi, perfusi yang abnormal, kelainan
genetik) serta sters psikologis dan fisik.
Konsentrasi GnRH (dan analognya) yang tinggi dan menetap akan
menurunkan pelepasan gonadotropin dengan menurunkan jumlah reseptornya.
Penyebab lain adalah penghambatan pelepasan gonadotropin pulsatil oleh prolaktin
serta kerusakan di hipofisis (trauma, infark, penyakit autoimun, tumor, hiperplasia)
atau di testis (kelainan genetic, penyakit sistemik yang berat). Akhirnya, efek
androgen dapat dihambat oleh kelainan enzim pada sintesis hormon, misalnya pada
defisiensi reduktase genetic atau kelainan reseptor testosteron
E. Manifestasi Klinik
1) Defisiensi hormon pada masa kanak-kanak (prepubertas)
Gambaran klinisnya adalah enukoidisme, orang-orang enukoid yang berusia di atas
20 tahun, biasanya tinggi, bahu sempit dan otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip
dengan wanita dewasa). Selain itu genitalia kecil, suara memiliki nada tinggi,
pertumbuhan rambut pubis wanita yaitu segitiga dengan dasar di atas, bukan pola
segitiga yang dasarnya di bawah seperti yang dijumpai pada pria normal.
2) Difisiensi post pubertas
Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami
hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding
dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif
rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot.

4
F. Komplikasi
Akibat hipogonadisme yang terlambat ditangani dapat diobati sesuai dengan
usia orang tersebut pertama kali memiliki hipogonadisme (selama perkembangan
janin, masa pubertas,
atau dewasa).
Masa perkembangan Janin
Seorang bayi mungkin lahir dengan:
o Alat kelamin yang ambigu
o Alat kelamin yang abnormal
Masa pubertas
Perkembangan pada masa pubertas biasanya tidak lengkap atau tertunda,
sehingga menimbulkan:
o Kurangnya atau ketiadaan jenggot serta rambut/ bulu tubuh
o Gangguan pada penis dan pertumbuhan testis
o Pertumbuhan yang tidak proporsional, lengan dan kaki biasanya lebih
panjang
o Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)

5
Masa dewasa,
Komplikasi mungkin termasuk:
o Infertilitas
o Disfungsi ereksi
o Penurunan dorongan seks
o Kelelahan
o Kehilangan atau lemahnya otot
o Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)
o Kurangnya jenggot atau rambut/bulu tubuh dan Osteoporosis
G. Diagnosis
Keterlambatan fisiologis pubertas sangat sulit dibedakan dari hipogonadisme,
karena pada keduanya kadar gonadotropin tetap rendah setelah usia pubertas yang
normal.
Diagnosis harus dipertimbangkan jika pubertas tertunda hingga usia 16-17 tahun.
Kadar LH dan testosteron plasma selama tidur dapat mengidentifikasi anak laki laki
dengan pubertas tertunda yang berada pada ambang pubertas spontan. Hal ini
disebabkan karena peningkatan sekresi LH selama tidur dimulai pada awal pubertas.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan otak, untuk melihat adanya tumor pada hipofise/hipothalamus
2. Pengambilan kadar testoteron serum
3. Kadar gonadotropi serum dan kariotip
4. Test stimulasi dengan klomifen
5. Test stimulasi Gn RH
6. Test stimulasi HCG
7. Analisis semen untuk kuantitas dan kwalitas sperma.

I. Penatalaksanaan

6
Dengan pemberian testoteron dengan dosis yang sesuai untuk hasil yang
maksimal dikombinasikan dengan HCG diberikan 3x seminggu dalam waktu 4-6
bulan sampai kadar testoteron normal. Setelah 6 bulan terapi, bila jumlah sperma
tetap sedikit maka pegobatan dihentikan, bila jumlah sperma meningkat maka terapi
diteruskan.
Terapi pengganti yang saat ini hanya dapat diberikan khususnya pada pria
hipogonad adalah pemberian hormon testostern, pemberian terapi perlu dilakukan
dengan hati-hati dan konsentrasi testosteron perlu tetap dikontrol mengikuti terapi
testosteron, serta tetap memperhatikan kontraindikasi sebelum pemberian terapi
(Dandona et al., 2009)

J. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan otak, untuk melihat adanya tumor pada hipofise/hipothalamus
2. Pengambilan kadar testoteron serum
3. Kadar gonadotropi serum dan kariotip
4. Test stimulasi dengan klomifen
5. Test stimulasi Gn RH
6. Test stimulasi HCG
7. Analisis semen untuk kuantitas dan kwalitas sperma.

7
Daftar Pustaka

Dandona, P., Dhinda, S., Chandel, A., Topiwala., S. 2009. Low Testosterone in Men
with Type 2 diabetes-a Growing Public Health Concern. Diabetes Voice; 54; 27-29.

Indrayanto, Y 2011. Andropause Tesis. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas


Maret Surakarta

Anda mungkin juga menyukai