Anda di halaman 1dari 22

MICROPENIS

Diferensisasi Duktus Genitalia


Mula-mula, baik janin pria dan wanita mempunyai dua pasang duktus
genitalia, yaitu duktus mesonefros (duktus Wolff) dan duktus paramesonefros
(duktus mulleri). Perkembangan sistem duktus genitalis dan genitalia eksterna
berlangsung dibawah pengaruh hormon yang beredar dalam darah
janinselama kehidupan intrauterin. Pada janin laki-laki, sel sertoli di dalam
testis janin menghasilkan suatu zat non-steroid yang dikenal sebagai
substansi penghambat Mulleri (SPM) atau hormon antimulleri (HAM) yang
menyebabkan regresi duktus paramesonefros. Selain zat penghambat ini,
testis juga menghasilkan testosteron (androgen utama yang dihasilkan testis),
yang memasuki sel-sel jaringan sasaran. Di sini, hormon ini dikonversi
menjadi dihrotestosteron (DHT). Testosteron dan DHT berkaitan dengan
suatu protein reseptor spesifik intrasel yang mempunyai afinitas tinggi.
Kompleks testosteron-reseptor menjadi mediator virilisasi duktus mesonefros,
sementara kompleks DHT-reseptor memengaruhi diferensiasi genitalia
eksterna pria.
Pada wanita tidak dihasilkan SPM dan karenanya sistem saluran
paramesonefros dipertahankan dan berkembang menjadi tuba uterin dan
rahim. Faktor pengendali proses ini tidak jelas, tapi bisa melibatkan estrogen
yang dihasilkan ibu, plasenta, atau ovarium janin. Oleh karena tidak terdapat
zat perangsang pembentuka organ pria, maka duktus mesonefro mengalami
regresi.
Micropenis, penis yang kecil dengan panjang maksimal kurang dari
2.5D dibawah rata-rata. mikropenis, merupakan keadaan yang menunjukan
adanya gangguan hormonal maupun nonhormonal. Secara garis besar,
penyebab terjadi micropenis dapat digolongkan menjadi 3 kelompok :
1. Hipogonadotropin hipogonadisme
Pada keadaan ini, terdapat gangguan pada produksi Gonadotropin
Releasing Hormon (GnRH) oleh hipotalamus sehingga
menyebabkan penurunan produksi LH dan FSH oleh hipofisis. hal
ini pada akhirnya menyebabkan berkurangnya produksi testosteron
oleh testis. Keadaan ini dapata dijumpai pada kasus-kasus dengan

1
disfungsu hipotalamus, seperti Kallman syndrome, Prader-Willi
syndrome.
2. Hipergonadotropin hipogonadisme
Hal ini disebabkan karena adanya gangguan pada fungsi testis
sehingga tidak dapat berespon baik terhadap stimulasi dari
hipotalamus-hipofisis. Dapat ditemukan pada kasus disgenesis
gonad.
3. Idiopatik
Pada keadaa ini, analisis hormonal menunjukan adanya aksis
hipotalamus- hipofisis-testis yang normal
Mikropenis dapat terjadi akibat adanya gangguan hormonal yang muncul
setelah usia kehamilan 14 minggu. Diferensiasi genitalia eksterna pada jani
laki-laki selesai pada usia kehamilan 12 minggu. Keadaan ini membutuhkan
produksi testosteron secara normal oleh testis janin, yang distimulasi oleh
human chorionic gonadotropi (hCG) maternal. Pada tahap akhir, pertumbuhan
penis di atur oleh androgen janin. Produksi hormon ini di atur oleh Luteinizing
Hormon (LH) janin, yang merupakan hormon gonadotropin. Adanya
keabnormalan dalam produksi dan fungsi testosteron, serta adanya defisiensi
hormon gonadotropin dapat menyebabkan terjadinya micropenis

Latar belakang

Microphallus atau micropenis didefinisikan sebagai panjang penis yang


merenggang kurang dari 2.5 standar deviasi (SD) dibawah rata-rata untuk
usianya. secara klasik, Biasanya bentuk anatomis serta perbandingan batang
penis dengan diameternya dalam batas normal. Pengukuran penis sebaiknya
dilakukan saat penis dalam keadaan teregang dan harus pula dibedakan
dengan keadaan lain yang dapat menyebabkan penis terlihat lebih kecil,
seperti pada buried penis ataupun pada penis yang terselubungi oleh
perlekatan kulit yang abnormal (webbed penis). Istilah micropenis berkenaan
dengan bentuknya normal, dan istilah microphallus digunakan ketika
berhubungan adanya hypospadia.

2
Rata-rata panjang penis merenggang pada bayi laki-laki cukup bulan 3,5cm.
ukuran kurang dari 2,5cm (2.5 SD dibawah rata-rata), pada bayi laki-laki
lahir yang cukup bulan didefinisikan micropenis dan memerlukan evaluasi.
pertumbuhan penis terutama sepanjang gestasi pertengahan hingga akhir.
Tuladhar et al (1998) melaporkan hubungan antara panjang penis dan usia
gestasional bayi lahir pada usia gestasi 24-36 minggu.

Panjang penis dalam centimeter = 2.27 + 0.16 X (usia gestasi dalam minggu)

Adanya skrotum normal dan testis yang teraba mengindikasikan probabilitas


tinggi karyotype yang normal. Bila testis tidak teraba, uretra penis tidak ada,
atau keduanya, Pemeriksaan sebaiknya dianggap sebagai ambigu dan
dievaluasi untuk gangguan perkembangan seksual.

Setelah beberapa tahun kehidupan awal, pertumbuhan penis sangat sedikit


hingga pubertas ketika kadar testosteron mulai meningkat.

Terkadang, pria lebih tua dibawa ke dokter untuk evaluasi karena ukuran
genital yang kecil. Para lelaki ini biasanya prepubertas dan obesitas. Lebih
sering, individu-individu ini memiliki ukuran penis yang normal pada saat
merenggang, dan penampakan kecilnya tersembunyi di bantalan lemak
suprapubik. namun, bila penis berukuran kurang dari 2.5 SD dibawah rata-
rata, diindikasikan untuk dievaluasi lebih lanjut.

3
Micropenis merupakan keadaan yang didefinisikan penis yang kecil yang
tidak berkaitan dengan ambiguitas genital eksterna seperti hypospadia. Hal ini
disebabkan akibat single gene disorder atau multifactorial disorder (genetic
dan faktor lingkungan). Karena perkembangan genital eksterna pria yaitu
pertumbuhan penis terutama disebabkan oleh efek androgen gonad, gen-gen
yang terlibat dalam produksi gonad dan aksi androgen perifer dapat
memengaruhi perkembangan micropenis.

Enzim5{alpha}-reductase-2 berperan penting dalam diferensiasi seks


pria melalui konversi testosterone menjadi 5{alpha} dihydrotestosterone
(DHT) di jaringan perifer organ target. telah diketahui maskulinisasi duktus
Wolffian terutama disebabkan oleh testosterone, dimana genital eksterna,
uretra, dan prostat disebabkan oleh 5{alpha}DHT. sehingga, defisiensi
5{alpha}-reductase-2, meskipun adanya perkembangan duktus Wolffian,
menghasilkan berbagai derajat pseudohermaphroditism pria dengan genital
eksterna yang tidak termaskulinisasi, terutama tergantung pada aktivitas
residu enzim.

Patofisiologi

Produksi testosteron fetus dan dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT)


penting untuk perkembangan pria normal. Awal gestasi, human chorionic
gonadotropin (hCG) plasenta merangsang perkembangan testis untuk
menghasilkan testosteron melalui pengikatan reseptor hormon lutein (LH).
Mendekati usia gestasi 14 minggu, axis, hypothalamic-pituitary-gonadal fetus
aktif, dan produksi testosteron menurun dibawah pengaruh LH fetal. Oleh
karena itu , pertumbuhan penis setelah trimester awal tergantung pada
produksi testosteron fetal. Testosterone dikonversi oleh enzim 5-alpha
reductase untuk menjadi androgen DHT, yang mana bertanggung jawab atas
virilisasi genital eksternal pria.

Sesaat setelah lahir, gonadotropin (LH dan follicle stimulating hormone


[FSH]) dan produksi testosterone menurun. pada awal umur 1 minggu, kadar
gonadotropin dan testosterone mulai untuk meningkat kembali sampai kadar
pubertas, memuncak pada umur 1-3 bulan, kemudian menurun hingga kadar

4
prepubertas pada usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, pertumbuhan penis
berikutnya terjadi secara paralel dengan pertumbuhan somatik umum.
Pertumbuhan hormon juga berperan dalam pertumbuhan penis karena
micropenis telah diobservasi pada anak-anak dengan defisiensi hormon
pertumbuhan.

Micropenis dapat disebabkan oleh defek dimana saja sepanjang axis


hypothalamic-pituitary-gonadal, aksi androgen, defisiensi hormon
pertumbuhan, atau anomali struktur primer atau itu dapat menjadi bagian dari
sindrom genetik. Penyebab paling sering micropenis adalah keabnormalan
fungsi hypothalamic atau pituitary. Pada keadaan ketidaknormalan fungsi
hypothalamic atau pituitary, secara normal penis dapat berkembang akibat
efek hCG maternal dalam produksi testosterone fetal, tetapi pertumbuhan
penis adekuat tidak terjadi setelah gestasi 14 minggu ketika produksi
testosterone tergantung pada sekresi LH pituitary fetal. Kegagalan produksi
testosterone yang adekuat ke arah akhir gestasi akibat gangguan testicular
primer dapat juga menyebabkan pertumbuha penis yang tidak adekuat.

Defek pada aksi androgen termasuk defisiensi 5-alpha reductase


(kegagalan konversi testosterone menjadi DHT) dan parsial androgen
insensitivity syndrome (PAIS) akibat defek reseptor androgen. Namun,
kebanyakan anak dengan kondisi ini memiliki derajat bervariasi penyatuan
labioskrotal inkomplit, menyebabkan hypospadia dan ambiguitas genital.

Terakhir, sindrom genetik dimana micropenis dapat menjadi salah satu


cirinya adalah Prader-Willi, Klinefelter, dan Noonan syndromes.

Mortalitas/Morbiditas

Saat micropenis berkaitan dengan hypopituitarisme dan hipoadrenalisme,


fetus dapat berkembang menjadi hipoglikemia, abnormalitas elektrolit,
hipotensi, dan syok. Bayi dengan hipoplasi nervus optik atau aplasia berhak
mendapat perhatian khusus sebab defek ini dapat bermaksud defisiensi
hormon pituitary. Kegagalan mengenali keterkaitan ini paada neonatus yang
sakit parah dapat menyebabkan kematian. Bayi-bayi yang bertahan pada

5
periode awal kehidupan dapat menunjukan berbagai derajat pertumbuhan
buruk dan kegagalan pertumbuhan, bergantung pada potensi defisiensi
hormon yang berkaitan atau sindrom genetik.

Psikososial yang dapat timbul seperti identitas jenis kelamin,


penampilan fisik, dan perilaku seksual. Perhatian ini harus di tangani secara
dini .

Seks

Dari terminasi, microphallus adalah keadaan pria secara eksklusif. namun,


pembeda antara pria dengan micropenis dan cryptorchidism dan wanita
dengan clitoromegaly sangat penting dan mungkin sulit.

Usia

Micropenis paling sering dikenali dan dievaluasi secepatnya pada periode


bayi baru lahir (newborn period), tetapi penundaan evaluasi dapat juga terjadi.

Klinis

Anamnesis

Hipoglikemia neonatus, sering pada 24 jam pertama kehidupan, berkaitan


dengan defisiensi hormon pituitary lainnya, termasuk panhypopituitarisme,
defisiensi hormon pertumbuhan, dan insufisiensi adrenal. Ciri lainnya dapat
berkaitan dengan hypopituitarisme selama periode neonatus kelahiran
sungsang, hipoplasia atau aplasia nervus optik, nystagmus, atau defek
midline, dan kolestasis dengan hyperbilirubinemia direk berkepanjangan.

Pertumbuhan yang buruk atau gagal tumbuh juga berkaitan dengan


defisiensi hormon pituitary lainnya. Indera penciuman yang abnormal
(anosmia atau hyposmia) memberi kesan Kallmann syndrome
(hypogonadotropic hypogonadism dengan olfaktori yang abnormal).

Anomali kongenital lainnya dapat menjadi petunjuk adanya sindrom genetik.

6
Riwayat keluarga pada anak yang terkena dapat mengesankan bentuk
keluarga yang defisiensi hormonal (autosomal recessive), defek
steroidogenesis (autosomal recessive), atau insensitivitas androgen (X-
linked). Riwayat keluarga yang meninggal tanpa dapat dijelaskan pada tahun
pertama kehidupan dapat juga mengesankan adanya defisiensi hormon
pituitary, insufisiensi adrenal, atau keduanya.

Pemeriksaan Fisik

Penis diukur pada sisi dorsal, ketika merenggang, dari simfisis pubik ke ujung
1
gland penis. Evaluasi awal untuk menentukan etiologi micropenis terletak di
central (hipotalamik/pituitari) atau testikuler dilakukan oleh endokrinologi
pediatrik. Karyotyping merupakan keharusan pada seluruh pasien dengan
micropenis. 2

Fungsi endokrin testikuler dinilai (testosteron, kadar LH, dan FSH). Pada
pasien dengan testis yang tidak teraba dan hipogonadotropik hipogonadisme,
laparoskopi sebaiknya dilakukan untuk mengonfirmasi tidak adanya sindrom
testis atau testis intra-abdominal undescended hipoplastik. Pemeriksaan ini
dapat ditunda hingga usia 1 tahun. 2

Bayi atau anak dengan micropenis menjalani pemeriksaan adanya


dismorfik atau defek kongenital lainnya. Pemeriksaan ini termasuk inspeksi
seksama pada wajah dan mulut untuk melihat adanya cleft lip atau cleft
palatum atau indikasi hipoplasi midfasial lainnya.

Kecepatan pertumbuhan abnormal mengesankan didefisiensi hormon


pertumbuhan dengan atau tanpa defisiensi hormon pituitary. Dilakukan

7
pemeriksaan genital, termasuk pengukuran panjang penis merenggang dan
lokasi serta ukuran testis.

Teknik yang tepat untuk mengukur penis menggunakan penggaris keras


yang di dekatkan pada simfisis pubik pada sudut kanan. Traksi yang lembut
pada penis untuk merenggangkannya ke arah atas sepanjang penggaris
hingga ke ujung hambatan yang meningkat.

Sebagai alternatif, metode yang tidak terlalu traumatik dengan


menggunakan jari telunjuk sebagai penggaris terhadap simfisis. Traksi lembut
diletakan pada jari telunjuk lainnya sebagai penanda terhadap penggaris, dan
gunakan meteran untuk menentukan panjang penis.

Satu atau kedua tes dapat secara abnormal turun akibat testosteron juga
berperan dalam turunnya testikuler.

Penyebab

Kebanyakan penyebab micropenis akibat dari defisiensi testosterone fetal.


Defisiensi testosterone dapat disebabkan oleh defek dimana saja di
sepanjang axis hypothalamic-pituitary-gonadal atau defek aksi androgen
(defisiensi 5-alpha reductase atau partial androgen insensitivity syndrome
[PAIS]). 5 -reductase-2 dikode oleh gen SRD5A2 berperan penting dalam
diferensiasi seks pria dengan mengubah testosterone menjadi 5
dihydrotestosterone di jaringan target perifer. Hasil penelitian pada pasien
jepang, micropenis dapat disebabkan oleh mutasi gen SRD5A2, terutama
R227Q dan polimorfisme V89L tidak memiliki andil perkembangan
micropenis.

Micropenis dapat juga disebabkan oleh defisiensi hormon pertumbuhan.


apalagi, ini dapat terjadi sebagai anomali idipatik struktur primer atau dapat
pula berkaitan dengan sindrom genetik. Penyebab micropenis paling sering
adalah keabnormalitasan fungsi hypothalamic atau pituitary yang
mengakibatkan terjadinya hypogonadotropic hypogonadism. Penyebab

8
tersering berikutnya adalah gangguan testikuler primer yang mengakibatkan
terjadinya hypergonadotropic hypogonadism.

 Keadaan yang berkaiatan dengan hypogonadotropic hypogonadism


o Defisiensi hormon pituitary multipel : keadaan ini sebagai
tambahan dari mutasi faktor transkripsi (PROP-1, LHX3);
namun, evaluasi genetik bukan merupakan bagian dari evaluasi
diagnostik rutin.
o Kallmann syndrome: Anosmia (berkurangnya kemampuan
penciuman) atau hyposmia ciri yang mencolok pada Kallmann
syndrome, yang terjadi pada 1 per 10.000 pria. Hal yang
mendasari keabnormalan ini adalah gagalnya migrasi hormon
gonadotropin-releasing (GnRH) dan neuron olfactorius dari
placode ke lokasi yang seharusnya di hypothalamus dan bulbus
olfactorius. Sekitar setengah dari pria dengan Kallmann
syndrome terlahir dengan micropenis. Pola pewarisannya
autosomal dominant (gen FGFR1/KAL-2), autosomal recessive,
atau X-linked recessive (gen KAL-1). Keterkaitan anomali
lainnya dapat berupa cleft lip dan cleft palatum, congenital heart
disease, renal agenesis, ketulian sensorineural, abnormalitas
visual, synkinesia (gerakan imej cermin), ataxia cerebellar,
metacarpal pendek, atau pes cavus.bulbus olfatori yang
abnormal atau tidak ada atau lipatan sulci dapat terlihat di MRI
otak pada 90% pasien.
o Septo-optic dysplasia (SOD): ciri utama SOD adalah trias
ketiadaan dari septum septum pellucidum, hypoplasia nervus
optic, dan hypopituitarism. nystagmus dapat pula terjadi.
Defisiensi hormon pituitary multipel dapat terlihat pada saat
kelahiran atau berkembang beberapa tahun kemudian. Mutasi
gen HESX1 (RPX) telah diketahui berhubungan dengan SOD.
o Hypogonadotropic hypogonadism idiopatik : sensasi penciuman
normal pada keadaan ini, hal ini yang membedakannya dengan
Kallman syndrome.

9
 Keadaan yang berkaitan dengan penurunan produksi testosterone dan
hypergonadotropic hypogonadism
o Anorchia: pada keadaan ini ketiadaan testes suatu individu
dengan karyotype pria yang normal, micropenis terjadi ketika
degenerasi testikuler setelah kira-kira gestasi 12-14 minggu.
degenerasi testikuler ini terjadi akibat torsi atau keadaan vaso-
occlusive di uterus.
o Defek reseptor LH: mutasi Autosomal recessive ditemukan pada
gen LHCGR dan menyebabkan hipoplasia sel Leydig pada
pria. fenotip genital bervariaso dari penampilan wanita normal
hingga pria dengan micropenis.
o Defek pada steroidogenesis testosterone: bentuk tidak
sempurna dari defisiensi 17 beta-hydroxysteroid dehydrogenase
tipe 3 dapat menyebabkan micropenis, tetapi genitalia lebih
sering wanita dalam penampakannya atau jarang ambigu.
Enzyme 17-beta-hydroxysteroid dehydrogenase secara normal
mengubah androstenedione menjadi testosterone. pada
keadaan defisiensi, rasio androstenedione-testosterone
meningkat. (setelah perangsangan hCG pada keadaan
prepubertas) dan diekspresikan sebagai rasio testosterone-
androstenedione kurang dari 0.8. individu tersebut mengalami
virilization yang dalam saat pubertas.
 Defisiensi 5-Alpha Reductase: 5-alpha reductase mengubah
testosterone menjadi DHT, yang mana ini diperlukan untuk virilization
genital eksternal pria. genital pada kebanyak anak dengan kondisi
autosomal recessive yang biasanya lebih ambigu, dengan derajat yang
lebih bervariasi penyatuan labioskrotal inkomplit dan
hypospadia. tanda abnormalitas biokimia adalah peningkatan rasio
testosterone-ke-DHT (biasanya >30:1) setelah perangsangan hCG bila
prepubertas. individu tersebut juga mengalami virilization saat
pubertas.
 PAIS: PAIS disebabkan oleh defek reseptor androgen. micropenis
bukan manifestasi khas pada PAIS karena genital biasanya lebih

10
ambigu. Kadar gonadotropin dan testosterone meningkat pada kondisi
ini. karena gen yang mengkode reseptor androgen terletak pada
kromosom X, PAIS diwariskan secara X-linked.
 Defisiensi Hormon Pertumbuhan
 Sindrom-Sindrom Genetik
o Klinefelter syndrome (47,XXY) dan poly X syndromes lainnya:
ciri-ciri sindrom ini hypergonadotropic hypogonadism,
perawakan tinggi, gynecomastia, testes kecil, penambahan
panjang tungkai, dan meningkatnya risiko dalam kesulitan
belajar.
o Prader-Willi syndrome: ciri-ciri sindrom ini hypergonadotropic
hypogonadotropic hypogonadism, cryptorchidism, hypotonia
pada bayi, gagal tumbuh pada bayi dengan obesitas hipotamus
selanjutnya, developmental delay, perawakan pendek, tangan
dan kaki kecil, instabilitas emosional (perseveration,
obesessions dan compulsions), almond-shaped eyes, dan
triangular mouth. Sindrom ini terjadi pada 1:20,000 kelahiran
bayi.
o Bardet-Biedl syndrome: ciri-ciri sindrom ini antara lain
hypogonadotropic hypogonadism, developmental delay, retinitis
pigmentosa, obesitas, perawakan pendek, polydactyly,
displasia renal hingga menjadi end-stage renal disease, fibrosis
hepatik, dan hilangnya pendengaran. pola pewarisan sindrom ini
autosomal recessive.
o Noonan syndrome: ciri-ciri sindrom ini antara lain perawakan
pendek, webbed neck, hypertelorism, ptosis, low posterior
hairline, low-set ears, pectus excavatum, cryptorchidism,
valvular pulmonary stenosis, lymphedema, dan perdarahan
yang abnormal. sindrom ini diwariskan secara autosomal
dominant, walaupun hampir setengah dari semua kasus
memperlihatkan mutasi baru.
o CHARGE syndrome: sindrom ini didefinisikan dengan
Coloboma, Heart disease, Atresia choanae, Retarded growth

11
and development, Genital anomalies dan Hypogonadism, dan
anomali telinga serta ketulian. Neuropathic bladder,
hydronephrosis, vesicoureteral reflux, dan obstruksi
ureteropelvic junction dapat pula di amati abnormalitas ginjal
dan urinary tract didapat dapat terjadi, USG vesica urinari dan
ginjal serta voiding cystourethrography (VCUG) dilakukan pada
pasien yang dicurigai memiliki sindrom ini.
o Robinow syndrome: ciri-ciri sindrom ini antara lain
hypergonadotropic hypogonadism, cryptorchidism, hipoplasia
atau ketiadaan genitalia, wajah rata dengan nares yang
mendekat, hypertelorism, kedudukan telinga yang rendah,
lengan pendek, abnormalitas tulang iga, dan abnormalitas
spinal.pewarisan pola sindrom ini autosomal dominant.
o Rud syndrome: ciri-ciri sindrom ini antara lain hyposmia,
developmental delay, congenital ichthyosis, epilepsy, dan
perawakan pendek.

Diagnosis banding
5-Alpha-Reductase Hypopituitarism
Deficiency
Adrenal Hypoplasia Hypopituitarism (Panhypopituitarism)
Ambiguous Genitalia and Kallmann Syndrome and Idiopathic
Intersexuality Hypogonadotropic Hypogonadism
Androgen Insensitivity Klinefelter Syndrome
Syndrome
CHARGE Syndrome Noonan Syndrome
Genital Anomalies Panhypopituitarism
Growth Hormone Deficiency Prader-Willi Syndrome
Hypogonadism Smith-Lemli-Opitz Syndrome

Kajian Laboratorium

Analisis kromosom direkomendasikan untuk konfirmasi kromosom seks dan


untuk mengevaluasi adanya keterkaitan sindrom genetik. Bila dicurigai
adanya Prader-Willi syndrome, pada analisis kromosom ditemukan delesi pita
15q11-13 secara paternal (70%), disomy unipaternal maternal (25%), atau
defek methylation-specific paternal (5%).

12
Gonadotropin (LH dan FSH) mencapai kadar pubertas pada bayi laki-laki
sehat , memuncak pada usia 1-3 bulan. nila tertinggi dan terendah pada masa
ini membantu menyempitkan diagnosis banding.

Kadar Testosterone dan DHT , sebelum dan sesudah stimulasi hCG,


dapat diukur untuk evaluasi respon testis terhadap stimulasi gonadotropin dan
terhadap defisiensi 5-alpha reductase (diindikasikan dengan meningkatnya
rasio testosterone-terhadap-DHT).

Observasi bayi dengan micropenis (terutama bila ditemukan


keabnormalitasan lainnya yang berkaitan dengan hypopituitarism) untuk
membuktikan adanya gangguan metabolik. Bila hypoglycemia terjadi, segera
ambil sampel darah sebelum glukosa intravena di berikan. Sampel darah
dilakukan untuk memeriksa glukosa, insulin, hormon pertumbuhan, dan kadar
kortisol. Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, kadar growth hormone dan
kortisol dapat diukur setelah stimulasi glukagon. Pada bayi yang dicurigai
hypopituitarism, ukur kadar total dan free thyroxine (T4) untuk mengecek
adanya hypothyroidism. Kadar Thyrotropin-stimulating hormone (TSH) rendah
pada hypothyroidism sekunder dan tersier. pada anak-anak jarang memiliki
hasil postitif test skrinning hypothyroidismnya pada saat baru lahir.

Pencitraan

Pada keadaan ambiguitas genital, USG pelvis sering membantu. adanya


uterus dan oavrium menguatkan sebagai bayi perempuan yang virilisasi
(46,XX). Saat hypopituitarism dicurigai, MRI kepala harus dilakukan untuk
mengevaluasi daerah hypothalamic dan pituitary. Pada Kallmann syndrome,
abnormalitas sistem olfactory dapat terlihat.

Test Lainnya

Tes stimulasi GnRH dapat dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan


kelenjar pituitary dalam merespon dan memproduksi LH dan FSH.

Terapi testosterone (testosterone enanthate atau cypionate 25-50 mg


tiap bulan selama 3-6 bulan) memiliki implikasi diagnostik dan terapetik. Bila

13
setelah pengobatan androgen , tidak didapatkan peningkatan terlalu besar
pada ukuran penis (<0.9 cm), mengesankan adanya insensitivitas androgen.

Tata Laksana
Pengobatan
Tujuan tata laksana micropenis adalah untuk menambah ukuran penis
sehingga dapat mencapai ukuran normal sesuai dengan usianya. Insufisiensi
pituitari atau testikuler diobati oleh endokrinologist pediatrik. Pada pasien
dengan kegagalan testikuler dan terbukti sensitif androgen, terapi androgen
direkomendasikan selama masa kanak dan saat pubertas untuk merangsang
pertumbuhan penis (Level of evidence 2; Grade of recommendation: B). Pada
keadaan insensitif androgen, fungsi seksual dipertanyakan dan konversi
kelamin dapat dipertimbangkan. Belum ada kesepakatan mengenai dosis,
cara pemberian, waktu, dan durasi testosteron. Tata laksana ini baru dapat
dilaksanakan bila diyakini ukuran testis dapat bertambah sebagai respon
terhadap pemberian testosteron. Testosterone merupakan androgen utama
sebagian besar dibentuk di sel interstitial (Leydig) dalam testis. pada jaringan
target, testosteron diubah menjadi bentuk aktif (DHT) oleh 5-alpha reductase.
Testosterone mengatur perkembangan dan pemeliharaan organ seks pria dan
karakteristik sekunder seks pria. Testosteron juga menghasilkan efek sistem
anabolik untuk meningkatkan erythropoietin, produksi protein, dan retensi
kalsium.
Terapi testosterone dalam bentuk injeksi intramuscular (IM) selama 3-6
bulan telah digunakan untuk meningkatkan ukuran penis pada bayi dan anak.
Terapi testosterone secara luas ditemukan efektif dalam mengobati
micropenis akibat defisiensi testosterone.
Pada tahun 1999, Bin-Abbas et al menunjukan bahwa 1 atau 2 dari 3
injeksi testosterone (25-50 mg) di berikan dalam interval 4 minggu pada masa
infant atau masa kanak cukup meningkatkan ukuran penis dalam mencapai
ukuran sesuai usia. Regimen yang digunakan testosterone cypionate atau
enanthate (Andro-LA, Delatest, Depo-Testosterone) dengan dosis :

14
WAKTU PEMBERIAN DOSIS/ADMINISTRASI DURASI
Bayi 25mg/IM 1x/bulan dalam 3-6bulan
Anak 50mg/IM 1x/bulan dalam 3-6bulan
Remaja laki-laki dengan
hypogonadisme :
Inisiasi pubertas 40-50 mg/m2/dosis IM tiap bulan
fase pertumbuhan akhir 100 mg/m2/dosis IM tiap bulan
pemeliharaan virilisasi 100 mg/m2/dosis IM tiap 2 minggu

Bila setelah pengobatan androgen , tidak didapatkan peningkatan terlalu


besar pada ukuran penis (<0.9 cm), mengesankan adanya insensitivitas
androgen. Krim testosteron juga dipergunakan, namun absorbsinya sangat
bervariasi dan dosis sulit dikontrol. Dengan penggantian dosis yang tepat,
pasien dapat mecapai ukuran penis dewasa dan aktivitas seksual dan
identitas kelamin yang sesuai.
Bayi dengan defisiensi hormon lainnya (defisiensi growth hormone,
hypothyroidism, insufisiensi adrenal) sebaiknya menerima penggantian
hormon yang tepat.
Pembedahan
Penegasan jenis kelamin dengan dilakukannya genitoplasty. Karena
kebanyakan anak laki-laki dengan micropenis dan descended testes sensitif
terhadap terapi testosterone, dipertimbangkan genitoplasty hanya pada
keadaan ekstrim yang mana terjadi insensitivitas testosterone. Beberapa
penulis mempertanyakan kebijakan gender reassignment (penegasan jenis
kelamin). Sirkumsisi sebaiknya dihindari, atau paling tidak ditunda, hingga
evaluasi yang tepat, penegasan jenis kelamin, dan terapi selesai. Bila
berkaitan dengan pertumbuhan penis, terapi testosterone dapat memudahkan
sirkumsisi.

Edukasi pasien

Menjelaskan pasien dengan gambaran yang jelas terhadap permasalahan


anak mereka, termasuk hasil yang diharapkan dalam pengobatan.

15
Konsultasi

Konsultasi dilakukan segera setalah mengetahu bayi memiliki micropenis,


konsultasikan pada endocrinologis pediatrik. Pada beberapa kasus,
keterlibatan urologist pediatrik juga membantu. Dukungan psychological dan
layanan sosial juga bermanfaat

Follow-up
Pada bayi baru lahir yang dirawat, bayi dengan microphallus harus di
monitor terhadap hypoglycemia. Monitor bayi dengan micropenis dan
masalah pertumbuhan dan perkembangan berikutnya. Bila terdapat masalah
muncul, evaluasi, dan pengobatan secara tepat.
Banyak anak dengan micropenis, terutama mereka dengan defisiensi
gonadotropin, tidak memiliki pubertas spontan atau tidak sempurna. Pada
kasus tersebut, testosterone digunakan untuk menginisiasi pubertas, dengan
dosis secara bertahap meningkat hingga mencapai dosis pengganti dewasa
(adult replacement dose) yang menirukan pubertas alami.
Pada mereka dengan hypogonadotropic hypogonadism yang
menginginkan fertilitas, hCG dan rekombinan FSH dapat diberikan untuk
memicu sekresi testosterone dan spermatogenesis pada waktu yang tepat
oleh dokter spesialis dalam pengobotan reproduktif.

Prognosis

Prognosis laki-laki dengan micropenis akibat defisiensi gonadotropin atau


testosterone biasanya baik. Individu ini secara umum berespon baik terhadap
terapi testosterone dan berfungsi normal sebagai seorang yang dewasa.
Namun, walaupun ukuran penis berpotensi memiliki ukuran yang mendekati
normal dan sensitif, infertilitas biasanya dapat diharapkan. Prognosis lebih
dipertanyakan pada anak dengan insensitivitas androgen, terutama dengan
ambiguitas genital yang jelas.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Feldman KW, Smith DW. Fetal phallic growth and penile standards for
newborn male infants. J Pediatric. 1975;86(3):395-8.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1113226
2. Aaronson IA. Micropenis; medical and surgical implications. J Urol
1994;152:4-14. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8201683
3. Burstein S, Grumbach MM, Kaplan SL. Early detemination of androgen-
responsiveness is important in the management of microphallus. Lancet
1979;2(8150):983-6. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/91775
4. Choi SK, Han SW, Kim DH, de Lignieres B. Transdermal
dihydrotestoterone therapy and its effect on patients with microphallus. J
Urol 1993;150:657-60. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8326617
5. diamond M. Pediatric Management of ambiguous and traumatized
genitalia. J Urol 1999;162:1021-8.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10458424
6. Bin-Abbas B, Conte FA, Grumbach MM, Kaplan SL. Congenital
hypogonadotrophic hypogonadism and micropenis: effect of testosterone
treatment on adult penile size. Why sex reversal is not indicated.
JPediatric 1999;134(5):579-83.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10228293
7. Relly JM, Woodhouse CR. Small penis and the male sexual role. J Urol
1989;142: 569-71. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2746779
8. Husmann DA. The androgen insensitive micropenis: long-term follow-up
into adulthood. JPediatric Endocrinol Metab 2004;17(8):1037-41.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15379413 Tuladhar R, Davis PG,
Batch J. Establishment of a normal range of penile length in preterm
infants. J Paediatr Child Health. Oct 1998;34(5):471-3.

9. Robertson J, Shilkofski N. Mean Stretched Penile Length. The Harriet


Lane Handbook. 2005;277.

17
10. Bin-Abbas B, Conte FA, Grumbach MM. Congenital hypogonadotropic
hypogonadism and micropenis: effect of testosterone treatment on adult
penile size why sex reversal is not indicated. J
Pediatr. May 1999;134(5):579-83.

11. Achermann JC, Hughes IA. Disorders of Sex Development. In:


Kronenberg. Williams Textbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia,
PA: Saunders Elsevier; 2008:Chapter 22.

12. Achermann JC, Ozisik G, Meeks JJ. Genetic causes of human


reproductive disease. J Clin Endocrinol Metab. 2002;87:2447-2454.

13. Arrigo T, De Luca F, Maghnie M. Relationships between neuroradiological


and clinical features in apparently idiopathic hypopituitarism. Eur J
Endocrinol. Jul 1998;139(1):84-8.

14. Bourgeois MJ, Jones B, Waagner DC. Micropenis and congenital adrenal
hypoplasia. Am J Perinatol. Jan 1989;6(1):69-71.

15. Brinkmann A, Jenster G, Ris-Stalpers C. Molecular basis of androgen


insensitivity. Steroids. Apr 1996;61(4):172-5.

16. Danon M, Friedman SC. Ambiguous genitalia, micropenis, hypospadias,


and cryptorchidism. In: Pediatric Endocrinology. 3rd ed. Philadelphia,
Pa:. WB Saunders;1996:297-301.

17. Dissaneevate P, Warne GL, Zacharin MR. Clinical evaluation in isolated


hypogonadotrophic hypogonadism (Kallmann syndrome). J Pediatr
Endocrinol Metab. Sep-Oct 1998;11(5):631-8.

18. Drugs: Testosterone. MD Consult. Available at


www.mdconsult.com. Accessed 15 May 2008.

19. Feldman KW, Smith DW. Fetal phallic growth and penile standards for
newborn male infants. J Pediatr. Mar 1975;86(3):395-8.

18
20. Gad YZ, Nasr H, Mazen I. 5 alpha-reductase deficiency in patients with
micropenis. J Inherit Metab Dis. Mar 1997;20(1):95-101.

21. Grumbach MM. A window of opportunity: the diagnosis of gonadotropin


deficiency in the male infant. J Clin Endocrinol
Metab. May 2005;90(5):3122-7.

22. Hartke DM, Palmer JS. Anomalies of the penis. J Men's Health Gend. Sept
2006;3(3):244-249.

23. Hayes FJ, Seminara SB, Crowley WF. Hypogonadotropic


hypogonadism. Endocrinol Metab Clin North Am. 1998;27:739-763.

24. Melmed S, Kleinberg D. Anterior Pituitary. In: Kronenberg. Williams


Textbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia, PA: Saunders
Elsevier; 2008:Chapter 8.

25. Quigley CA. Editorial: The postnatal gonadotropin and sex steroid surge -
Insights from the androgen insensitivity syndrome. J Clin Endocrinol
Metab. 2002;87:24-28.

26. Ragan DC, Casale AJ, Rink RC. Genitourinary anomalies in the CHARGE
association. J Urol. Feb 1999;161(2):622-5.

27. Sinnecker GH, Hiort O, Dibbelt L. Phenotypic classification of male


pseudohermaphroditism due to steroid 5 alpha-reductase 2 deficiency. Am
J Med Genet. May 3 1996;63(1):223-30.

28. Styne DM, Grumbach MM. Puberty: Ontogeny, Neuroendocrinology,


Physiology, and Disorders. In: Kronenberg. Williams Textbook of
Endocrinology. 11th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2008:Chapter
24.

29. Toogood AA, Stewart PM. Hypopituitarism: clinical features, diagnosis, and
management. Endocrinol Metab Clin North Am. Mar 2008;37(1):235-61.

30. Esoterix Endocrinology, Calabasas Hills, CA 91301.

19
LAMPIRAN
PROSEDUR SPESIMEN USIA Reference Values (SI)

Testosteronefree S ♂ pmol/L
Cord 17–76
1–15 day 5.2–107
1–3 mo 11.4–62
3–5 mo 2.4–49
5–7 mo 1.4–16.6
1–10 yr 0.5–2.1
Pubertal not defined
Adult 180–971
♀ pmol/l

Cord 13.9–55
1–15 day 1.7–8.7
1–3 mo 0.3–4.5
3–5 mo 1.1–3.8
5–7 mo 0.5–0.8 0.7–2.1
1–10 yr 0.4–0.9 0.5–2.1

20
Pubertal not defined
Adult 0.8–1.4 3.8–21.8

Follicle stimulating S Tanner USIA ♂


hormone (FSH)
1 <9.8 yr 0.26–3.0 U/L
2 9.8–14.5 1.8–3.2
3 10.7–15.4 1.2–5.8
4 11.8–16.2 2.0–9.2
5 12.8–17.3 2.6–11.0
Adult 2.0–9.2
Tanner USIA ♀
1 <9.2 yr 1.0–4.2 U/L
2 9.2–13.7 1.0–10.8
3 10.0–14.4 1.5–12.8
4 10.7–15.6 1.5–11.7
5 11.8–18.6 1.0–9.2
Adult Follicular 1.8–11.2 U/L
Midcycle 6–35
Luteal 1.8–11.2
Postmenopause 30–120
Luteinizing S Tanner USIA ♂
hormone (LH)
1 <9.8 yr 0.02–0.3 mIU/mL
2 9.8–14.5 0.2–4.9
3 10.7–15.4 0.2–5.0
4–5 11.8–17.3 0.4–7.0
Adult 1.5–9
Tanner USIA ♀
1 <9.2 yr 0.02–0.18 mIU/mL
2 9.2–13.7 0.02–4.7
3 10.0–14.4 0.10–12.0
4–5 10.7–15.6 0.4–11.7
Adult Follicular 29
Midcycle 18–49
Luteal 2–11

21
Dihydrotestosterone S Tanner USIA ♂
(DHT)
1 <9.8 <0.10 nmol/L
2 9.8–14.5 0.10–0.59
3 10.7–15.4 0.28–1.14
4 11.8–16.2 0.76–1.79
5 12.8–17.3 0.83–2.24
Adult 1.03–2.93
S Tanner USIA ♀
1 <9.2 yr <0.10 nmol/L
2 9.2–13.7 0.17–0.41
3 10.0–14.4 0.24–0.65
4 10.7–15.6 0.14–0.45
5 11.8–18.6 0.10–0.62
Adult Follicular 0.14–0.76
Luteal 0.14–0.76

Thyroxine , free S Full-term infants


3 days 26–631 pmol/L
Infants
12–33 pmol/L
Prepubertal children
10–28 pmol/L
Pubertal children and adults
10–30 pmol/L

Thyroxine, total W Newborn screen 80–283 nmol/L


(filter paper)

22

Anda mungkin juga menyukai