Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PASIEN DENGAN

MASALAH HIPOGONADISME HIPOGONADOTROPIK

Pembimbing Klinik : Ns. Dewi Rejeki,. S.Kep

Dosen Pembimbing : Bara miradwiyana, S.KP, MKM

Disusun oleh : Reta riski kinasih P17120019072

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA 1

TAHUN 2021
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi

Hipogonadisme adalah suatu kondisi ketika kelenjar seks tubuh memproduksi


sangat sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan hormon. Kelenjar gonad
pada pria terdapat pada testis, sedangkan pada wanita terdapat pada ovarium
(indung telur). Hormon seks berperan penting dalam perkembangan organ
seksual sekunder, yaitu payudara pada wanita dan testis pada pria, serta
rambut pubis pada keduanya. Hormon seks juga berperan dalam siklus
menstruasi dan produksi sperma.
Hipogonadotropik hipogonadisme (HH) merupakan sindrom klinis kegagalan
gonad karena adanya defisiensi gonadotrophin releasing hormone (GnRH)
pada hipotalamus atau gonadotropin pada pituitari. Membedakan HH menjadi
kongenital dan didapat memiliki implikasi klinis yang sangat penting.
Penyebab kongenital umumnya jarang terjadi tetapi cenderung memiliki
dampak yang lebih signifikan pada fungsi reproduksi karena adanya
gangguan perkembangan gonad pada fase awal.

Dua tipe hipogonadisme, yaitu:

1) Hipogonadisme primer. Hipogonadisme primer terjadi akibat masalah


pada kelenjar gonad. Kelenjar tersebut sudah mendapatkan sinyal
perintah dari otak untuk memproduksi hormon seks, tetapi kelenjar
tersebut tidak dapat memproduksinya.
2) Hipogonadisme sekunder. Hipogonadisme sekunder terjadi akibat
masalah pada otak. Kesalahan terdapat pada hipotalamus dan kelenjar
pituitary yang mengendalikan kerja kelenjar gonad.

B. Penyebab Hipogonadisme
1) Penyebab dari hipogonadisme primer, antara lain:
1. Hemokromatosis (terlalu banyak zat besi pada tubuh).
2. Infeksi berat.
3. Kelainan genetik, seperti sindrom Turner dan Klinefelter.
4. Operasi pada organ seksual.
5. Penyakit autoimun, seperti hipoparatiroidisme
6. Penyakit hati dan ginjal.
7. Radiasi.
8. Testis yang tidak turun.
2) Penyebab dari hipogonadisme sekunder, antara lain:
1. Defisiensi nutrisi.
2. Gangguan kelenjar pituitari.
3. Infeksi seperti HIV//AIDS.
4. Kecelakaan pada kelenjar pituitari atau hipotalamus.
5. Kelainan genetik, seperti sindrom Kallmann, yaitu ketika
hipotalamus tidak berkembang secara normal.
6. Obesitas.
7. Operasi otak.
8. Penggunaan jenis obat yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh
dalam jangka panjang.
9. Penurunan berat badan yang cepat.
10. Penyakit peradangan seperti tuberkulosis.
11. Radiasi.
12. Terdapat tumor dekat kelenjar pituitari.

C. Gejala Hipogonadisme
1) Pada pria:

• Impotensi.

• Kehilangan gairah seksual.

• Kehilangan massa otot.

• Kehilangan rambut di tubuh.

• Kesulitan konsentrasi.

• Mandul.

• Osteoporosis.
• Payudara membesar.

• Pertumbuhan penis dan testis terhambat.

• Tubuh mudah lelah.

2) Pada wanita:

• Badan terasa panas.

• Kekurangan bulu-bulu pada tubuh.

• Keluarnya cairan putih kental dari payudara.

• Masa menstruasi berkurang atau tidak terjadi sama sekali.

• Penurunan gairah seksual.

• Pertumbuhan payudara berjalan lambat atau tidak tumbuh sama


sekali.

• Perubahan pada energi tubuh dan suasana hati.

D. Patofisiologi
Menurut Yenni (2020) menyatakan bahwa Dasar patofisiologi
hipogonadisme adalah gangguan pada salah satu level atau lebih aksis
hipotalamus-hipofisis-gonad dalam memproduksi hormon testosteron
pada pria dan estrogen-progesteron pada wanita. Pembentukan hormon
seks pada pria berlangsung di testis dan pada wanita berlangsung di
ovarium.
Patofisiologi hipogonadisme dibedakan menjadi hipogonadisme primer
dan sekunder. Hipogonadisme primer pada wanita dan pria terjadi ketika
steroidogenesis testis atau ovarium tidak cukup untuk menyintesis
hormon seks secara adekuat. Hipogonadisme sekunder terjadi ketika
sinyal dari hipotalamus/hipofisis ke testis atau ovarium tidak mampu
merangsang produksi testosteron di sel Leydig pada pria serta produksi
estrogen dan progesteron di sel teka dan sel granulosa pada Wanita.
Produksi Estrogen dan Progesteron :
Pada ovarium, luteinizing hormone (LH) bekerja pada sel teka dan
follicle stimulating hormone (FSH) bekerja pada sel granulosa. Pada
perkembangan ovarium, sintesis estrogen dari kolesterol memerlukan
peran dari sel teka dan sel granulosa. Sel teka memiliki vaskularisasi
tinggi dan menggunakan kolesterol untuk menyintesis androstenedion
dan testosteron oleh hormon LH. Androstenedion dan testosteron akan
ditransfer melewati basal lamina untuk menuju sel granulosa yang tidak
memiliki vaskularisasi. Sel granulosa bagian mural kaya akan aromatase
dan dengan hormon FSH, sel ini akan menghasilkan estradiol.
Testosteron juga disekresi ke perifer darah dan dikonversi menjadi
dihidrotestosteron pada kulit dan menjadi estrogen pada jaringan
adiposa.

Peran Estrogen dan Progesteron dalam Sistem Reproduksi Wanita


: Estrogen dan progesteron memiliki peran penting untuk perkembangan
karakteristik seks sekunder wanita. Estrogen mengatur perkembangan
sistem duktus payudara dan progesteron mengatur perkembangan
kelenjar. Pada sistem reproduksi, estrogen berperan dalam fertilisasi,
kehamilan, dan persalinan dengan adanya perubahan pada endometrium,
penebalan mukosa vagina, penipisan mukus serviks, dan perkembangan
uterus dan kontraksi.
Progesteron merangsang aktivitas sekretorik pada estrogen-primed
endometrium, meningkatkan viskositas mukus serviks, menghambat
kontraksi uterus, dan meningkatkan suhu tubuh basal. Kedua steroid
gonad berperan penting dalam kontrol positive feedback dan negative
feedback terhadap sekresi gonadotropin.

Produksi Testosteron :
Pada testis, testosteron diproduksi oleh sel Leydig melalui stimulasi
kelenjar pituitari anterior yang merangsang produksi hormon FSH dan
LH. Ketika LH mengikat reseptor cAMP pada sel Leydig, maka akan
menyebabkan peningkatan level cAMP. Peningkatan kadar cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) memicu ekspresi 2 protein, yaitu
STAR (the steroidogenic acute regulatory protein) dan CYP11A1 (the
cholesterol side chain cleavage enzyme). STAR akan memicu masuknya
kolesterol dari membran luar mitokondria ke membran dalam
mitokondria. CYP11A1 akan mengonversi kolesterol menjadi
pregnenolon. Pregnenolon dikonversi menjadi progesteron oleh enzim
3β-hidroksisteroid dehidrogenase. Progesteron akan dikonversi lagi
menjadi androstenedion oleh enzim CYP17. Androstenedion ini yang
akan dikonversi menjadi testosteron.

Selanjutnya, testosteron akan mengikat kuat pada sex hormone binding


globulin (SHBG) sekitar 30-45%, albumin (50-70%), dan sisanya
menjadi testosteron bebas/tidak berikatan (0,5-3%).[7] Bioavailabilitas
testosteron yang dihitung/diperiksa merupakan testosteron yang
berikatan dengan albumin dan testosteron bebas. Hormon testosteron ini
selanjutnya akan dipecah menjadi estradiol oleh enzim aromatase (0,3%),
dihidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-alfa reductase(6-8%), dan
sisanya tetap berupa testosteron.

Peran Testosteron dalam Sistem Reproduksi Pria :


Hormon estradiol berfungsi sebagai feedback hipotalamus-hipofisis,
resorpsi tulang, penutupan epifiseal, ginekomastia, dan efek terhadap
vaskular dan perilaku. Dihidrotestosteron berfungsi untuk mengatur
genitalia eksterna, pertumbuhan prostat, jerawat, pertumbuhan rambut
wajah dan badan, dan kerontokan rambut kepala. Testosteron berfungsi
sebagai duktus wolffian, bentuk tulang, massa otot, dan spermatogenesis.

E. Komplikasi Hipogonadisme
Beberapa komplikasi hipogonadisme, antara lain:
a. Disfungsi ereksi.
b. Gairah seksual menurun.
c. Gangguan perkembangan janin, seperti ambiguous genitalia.
d. Gangguan pertumbuhan penis dan testis.
e. Ginekomastia.
f. Kekurangan rambut pada tubuh.
g. Mandul.
h. Osteoporosis.
i. Pengurangan massa otot.
j. Pertumbuhan tidak proporsional, seperti lengan atau tungkai yang
lebih panjang.
k. Tubuh mudah lelah.

F. Pemeriksaan penunjang Hipogonadisme

Diagnosis dapat dengan melakukan wawancara medis, pemeriksaan


fisik, serta pemeriksaan penunjang berupa:

1) Pemeriksaan sperma pada pengidap pria.


2) Pemeriksaan darah. Dokter akan melakukan untuk mengukur kadar
hormon LH dan FSH.
3) Pemeriksaan kadar zat besi.
4) Pemeriksaan kadar hormon prolaktin.
5) Pemeriksaan hormon tiroid.
6) Pemeriksaan genetik.
7) USG untuk mengetahui gangguan pada indung telur, seperti kista
ovarium.
8) CT scan atau MRI untuk memeriksa kemungkinan tumor pada
kelenjar hipofisis.

G. Pengobatan Hipogonadisme

Pengobatan hipogonadisme adalah dengan cara menggunakan terapi


hormon pengganti, yaitu:
- Pada pria digunakan hormon testosteron dengan suntikan, koyo, gel,
atau pil yang bukan ditelan tetapi diletakkan di bawah lidah.
- Pada wanita digunakan kombinasi hormon estrogen dan
progesteron, karena hormon estrogen jika digunakan tunggal dapat
meningkatkan risiko kanker endometrium. Namun, pada wanita
yang sudah dilakukan histerektomi atau pengangkatan rahim, hanya
diberikan terapi estrogen saja. Hormon dapat diberikan melalui pil,
atau koyo (patch). Jika hasrat seksual menurun, dapat diberikan
hormon testosteron dosis rendah. Jika ada masalah menstruasi atau
infertilitas, dapat diberikan hormon hCG atau pil yang mengandung
FSH untuk menstimulasi keluarnya sel telur.
- Sedangkan pada hipogonadisme akibat tumor pituitary, pengobatan
dilakukan dengan radiasi, obat-obatan, atau pembedahan untuk
menghilangkan tumornya.
H. Pencegahan Hipogonadisme
Hipogonadisme akan sulit untuk dicegah jika disebabkan oleh kelainan
genetik, autoimun, tumor, infeksi, dan sebagainya. Di lain sisi,
hipogonadisme dapat dicegah apabila disebabkan oleh obesitas,
penurunan berat badan yang cepat, serta malnutrisi. Caranya adalah
dengan menerapkan gaya hidup sehat seperti diet sehat dan olahraga
teratur, agar hormon tubuh tetap stabil.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a) Identitas Klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,


alamat, pekerjaan, agamadan suku bangsa.
b) Keluhan Utama : Klien sering mengeluh mual-muntah, kelemahan,
daya tahan terhadap stress menurun
c) Riwayat kesehatan : merasa lemah, mual muntah, kurang subur,
gelisah
d) Riwayat kesehatan terdahulu : Apakah ada riwayat gangguan kelenjar
endokrin sebelumnya.
e) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah ada diantara keluarga klien
yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami
oleh klien
f) Data dasar pengkajian
• Aktifitas/istirahat
Gejala : otot lemah, gangguan berat, Sulit bergerak/berjalan,
Tonus otot menurun
Tanda : letargi, koma, Penurunan kekuatan otot
• Sirkulasi
Gejala : nyeri dada , Kesemutan pada ekstremitas, Penyembuhan
yang lama
Tanda : kulit panas, kering, dan kemerehan, Bola mata cekung,
Peningkatan tekanan darah
• Integritas ego
Gejala : mengalami stress yang berat baik emosional maupun
fisik, Masalah financial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda : ansietas, Emosi labil, depresi
• Makanan/cairan
Gejala : hilang nafsu makan, mual/muntahPenurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari/minggu
Tanda : turgor kulit jelek, Membaran mukosa kering, Kekakuan
abdomen, muntah.
• Neorosensori
Gejala ; sakit kepala , Penurunan toleransi terhadap keadaan
dingin atau stress
Tanda : gangguan status mental dan perilaku, Bicara cepat dan ,
rasa kecap dan penciuman berlebihan
• Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri kepala, nyeri otot, kaku perut, Nyeri tulang
belakang, nyeri ekstremitas
Tanda : wajahnya meringis, tampak sanagt hati-hati
• Keamananan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit,Tidak toleransi terhadap
panas, keringat yang berlebihan
Tanda : kulit rusak, lesi, Menurunnya kekuatan umum/rentan ,
meningkat diatas 37,4 derajat C, Kulit halus, hangat, dan
kemerahan, rambut tipis mengkilat dan lurus.
• Seksualitas
Gejala : masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita , Hilangnya tanda-tanda seks sekunder pada wanita,
Menurunnya .
Tanda : amenorea, impoten, dan penurunan libido

g. Pemeriksaan penununjang
1) Gambaran radiogram tengkorak (akromegali)
Tampak pembesaran dan destruksi sela tursika, kalfaria tebal dan
tampak penonjolan nyata dari sinus paranasalis, sudut mandibular
menjadi bulat,serta gigi yang tidak bisa menggigit.
2) Pemeriksaan radiografik tangan (akromegali) Adanya
pertambahan jaringan linak dan peningkatan densitas tulang,
palang berbentuk segiempat dan peningkatan bantalan ujung
palangterminal.
3) CT scan tulang kerangka tubuh : Menunjukkan adanya perubahan
fisiologi lengkungan tulang belakang.
4) Pemeriksaan rontgenologis sella tursika
5) Photo polos kepala
6) Politomografi berbagai arah
7) CT scan
8) Angiografi serebral
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut PPNI (2016) masalah yang mungkin muncul pada penderita
hipogonadisme menurut buku SDKI yaitu :
1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur dan fungsi tubuh
diakibatkan oleh defisiensi gonad
2. Disfungsi seksual b.d perubahan struktur dan fungsi organ seks
diakbatkan oleh defisiensi gonad
3. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan
dan perawatan atau minim informasi yang didapat
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan menurut Siki (2017) yaitu :
1) Dx 1 : Manajemen citra tubuh
2) Dx 2 : Edukasi seksualitas
3) Dx 3 : Reduksi Ansietas

DAFTAR PUSTAKA

HCP.nebido.com. Diakses pada 2021. Hypogonadism

https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/hipogonadisme/patofisi
ologi

PPNI. 2016. Standar diagnosis keperawatan Indonesia. PPNI : Jakarta

PPNI. 2017. Standar Intervensi keperawatan Indonesia. Ppni: jakarta

Anda mungkin juga menyukai