Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN R PASIEN DENGAN

TUBERKULOSIS PARU DI RUANG TERATAI LANTAI 4

Dosen Pembimbing:

Ns. Dwi Setiadi S. Kep

Disusun Oleh:

Rosy Maylinda

(P17120018033)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN TINGKAT 3

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA I

T.A 2020/2021
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman atau bakteri
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sekitar 80% bakteri TB menyerang organ paru-
paru, meski demikian bakteri ini juga dapat menginfeksi organ tubuh lainnya.
Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, struktur
dinding selnya tersusun atas komplek lipida glikolipida yang memiliki zat lilin (wax)
sehingga sulit ditembus zat kimia (Kumar, Abbas and Aster, 2014).

2. Klasifikasi/ Jenis/ Tipe


Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan
sebelum pengobatan dimulai. Klasifikasi penyakit tuberkulosis paru:
Menurut DEPKES (2006):
a. Jenis Infeksi TB
Berdasarkan jenis infeksi:
1) TB Aktif, adalah tuberkulosis yang menyebabkan gejala dan menular.
Beberapa gejala umumnya meliputi batuk lebih dari tiga minggu, keringat di
malam hari, nyeri dada, dan penurunan berat badan.Pengidap TB aktif dapat
menularkan bakteri pada orang lain melalui percikan ludah ketika batuk,
bersin, atau berbicara.
2) TB Laten, penderita tidak menunjukkan gejala dan tidak merasa sakit. Bakteri
tuberkulosis bersifat tidak aktif (dorman) di dalam tubuh pengidap. Karena
itu, penderita tidak bisa menularkannya pada orang lain. Namun TB laten
bisa saja berubah menjadi TB aktif di kemudian hari, sehingga dapat menular
ke orang lain. Jadi penyakit TBC ini tetap perlu diobati.
b. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi menjadi:
1) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah sekurang-kurangnya
2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen
dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
tuberculosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)
2
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+)
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas.
c. Tuberculosis Ekstra-Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1) TBC Ekstra-Paru Ringan
Misalnya: TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TBC Ekstra-Paru Berat
Misalnya: TBC meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, tulang belakang, usus, saluran kencing dan alat kelamin.
d. Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali
lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3) Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lainnya. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/ pindah (Form TB.09).
4) Setelah Lalai (Pengobatan Setelah Default/ Drop Out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA (+).

3. Etiologi
Etiologi penyebab dari penyakit ini adalah bakteri mycobacterium tuberculois. ukuran
dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3- 0,6 mikron dan bentuk dari
3
bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai
selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid
(terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut
dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana
kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan
yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau
dapat mati apabila terkena sinar matahari atau aliran udara (Widoyono, 2011 dalam
Zedadra et al., 2019).
a. Gejala klinis Keluhan yang dirasakan penderita TBC (tuberculosis) dapat
bermacam-macam atau malah banyak penderita ditemukan TBC (tuberculosis)
paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang
banyak terdapat pada penderita TBC (tuberculosis) paru yaitu:
1) Demam biasanya menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang panas
badan dapat mencapai 40-41°c. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TBC (tuberculosis)
yang masuk
2) Batuk gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Sifat bentuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan spuntum).
3) Sesak nafas pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri dada gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
5) Malaise penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
(Handayani B. V., 2009 dalam Formatting Citation).

4. Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response.
sel efektornya adalah makrofag, sedang limfosit merupakan immunoresponse cell.
4
Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis tidak akan sampai
ke alveoli, partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan oleh sistem
mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke alveoli
(Misnadiarly. 2011: 66 dalam Zedadra et al., 2019).

Tuberkulosis yang menginfeksi paru dalam 6 – 8 minggu akan menimbulkan gejala


karena telah mengaktifasi limfosit t helper cd 4 (cluster diffrentiated) agar
memproduksi interferon gamma guna aktifasi makrofag sehingga meningkatkan
kemampuan fagositosisnya. Disamping itu juga diproduksi tnf (tumor necrotizing
factor) oleh limfosit t dan makrofag dimana tnf berperan dalam aktifasi makrofag dan
inflamasi lokal (Misnadiarly, 2011: 67 dalam Zedadra et al., 2019).

Tuberkulosis ditandai dengan berbagai gejala seperti batuk keras selama 3 minggu
atau lebih, nyeri dada, batuk dengan darah/sputum, badan lemas dan mudah
kelelahan, berat badan menurun, nafsu makan menurun, menggigil, demam dan
berkeringat pada malam hari. Tidak semua orang yang terinfeksi bakteri TBC
(tuberculosis) akan menjadi sakit. tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TBC
(tuberculosis) laten dan TBC (tuberculosis) aktif. Pada TBC (tuberculosis) laten,
bakteri TBC (tuberculosis) hidup di dalam tubuh penderita namun tidak menyebabkan
sakit ataupun munculnya suatu gejala. Pada kondisi ini tubuh dapat melawan bakteri
sehingga mencegah bakteri untuk tumbuh (Syamsudin, 2013 :154 dalam Zedadra et
al., 2019).

Pada TBC (tuberculosis) aktif, bakteri yang semula tidak aktif di dalam tubuh
akhirnya menjadi aktif dikarenakan sistem imun yang tidak dapat mencegah bakteri
tumbuh. Kebanyakan orang yang menderita penyakit ini akan mudah untuk
menyebarkan bakteri TBC (tuberculosis) kepada orang lain. Infeksi TBC
(tuberculosis) terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuklei yang mengandung
TBC (tuberculosis). Bakteri ini akan dimakan oleh makrofag alveolus sehingga
sebagian besar dari bakteri ini akan rusak atau terhambat. Sejumlah kecil bakteri ini
dapat memperbanyak diri secara intraseluler dan akan terlepas bebas ketika makrofag
mati. Jika bertahan hidup, maka bakteri ini akan tersebar melalui kanal limfatik atau
aliran darah menuju jaringan dan organ yang letaknya lebih jauh (termasuk area nodus
limfatik, bagian apeks paruparu, ginjal, hati, otak dan tulang). Proses diseminasi ini
akan menyebabkan sistem imun untuk memberikan respon. Sekitar 5 % dari ruang

5
yang telah terinfeksi TBC (tuberculosis) akan berkembang menjadi bentuk aktif
dalam waktu 2 tahun setelah infeksi (Syamsudin, 2013 :154 dalam Zedadra et al.,
2019).

5. Komplikasi
Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC itu dalam 2 kategori yaitu :
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis
5) TB usus
b. Komplikasi Lanjut
1) Obstruksi jalan napas
2) Kor pulmonale

6
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru
5) Sidrom gagal napas

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan diagnostik
b. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3
kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan
kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA
positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali.
Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA negative
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan Terhadap Sputum)
M. tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau
bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh
sebab itu bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam dalam pewarnaan dengan
metode Ziehl Neelsen (Poeloengan, Komala and Noor, 2014).
d. Skin test (PPD, Mantoux)
Menurut Dirjen Pelayanan Kesehatan RI, tes Mantoux atau uji tuberkulin
dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya bakteri penyebab TBC di
dalam tubuh seseorang.
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negative
2) Indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) Indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) Reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin.
e. Rontgen Dada
7
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium
dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f. Pemeriksaan Histology/ Kultur Jaringan
Laboratorium histopatologi merupakan laboratorium yang menangani spesimen
berupa jaringan. Spesimen yang didapatkan di laboratorium patologi anatomik
akan diolah dan menghasilkan suatu sediaan mikroskopis yang menjadikan dasar
pelaporan untuk keperluan diagnosis ataupun yang lainnya.
g. Biopsi Jaringan Paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya
nekrosis.
h. Pemeriksaan Elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
i. Analisa Gas Darah (AGD)
Tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j. Pemeriksaan Fungsi Paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis).

7. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
1) Tujuan Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan pada penderita Tuberkulosis paru selain untuk
menyembuhkan atau mengobati penderita juga dapat mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam
bentuk paket yaitu dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket
obat untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan. Kombinasi Dosis Tetap

8
(KDT) mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB yaitu
(Departemen Kesehatan, 2011):
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep.
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
2) Obat-obat Anti Tuberkulosis
a) Obat-obat Primer
Obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi
dapat menimbulkan resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat
tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan dengan kombinasi
dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitif. Berikut obat
anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), (2017):
- Isoniazid
Isoniazid (INH) merupakan devirat asam isonikotinat yang
berkhasiat untuk obat tuberculosis yang paling kuat terhadap
Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid terhadap basil yang tumbuh pesat. Efek samping dari
isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia, dan neuritis
optic.
- Rifampisin
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak
dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat
sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Efek samping dari
rifampisin adalah gangguang saluran cerna, terjadi gangguan sindrim
influenza, gangguan respirasi, warna kemerahan pada urine, dan
udem.
- Pirazinamid

9
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan
pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis
dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari pirazinamid
adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal hati.
- Etambutol
Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan
bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah
tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping
penurunan tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap
kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.
- Streptomisin
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi
sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk menghambat
pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisin semakin jarang
digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari
streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan pendengaran,
dan kemerahan pada kulit.
b) Obat-obat sekunder
Obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang disebabkan oleh
kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping
yang tidak dapat ditoleransi. Berikut yang termasuk obat sekunder adalah
kaproemisin, sikliserin, macrolide generasi baru (asotromisin dan
klaritromisin), quinolone dan protionamid.
3) Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
a) Tahap intensif (2-3 bulan)
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat setiap hari dan
diawasi langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit
menjadi tidak menularkan penyakit dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA
negative (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
10
dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
b) Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga dapat mencegah
terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisipn, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolode, dan Amoksisilin + Asan Klavulanat,
derivate Rifampisin/INH.
c) Terapi Komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang
dilakukan sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional
atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis (Budhi
Purwanto, 2013). Modalitas penyembuhan adalah metode penyembuhan
yang digunakan bersama dengan pengibatan berbasis obat dan tindakan
pembedahan sebagai upaya pemenuhan pelayanan holistic. Titik
akupresur ini dilakukan peijatan setiap titiknya minimal 3 menit. Berikut
yaitu titik akupresur untuk mengurangi batuk berdahak pada penderita
penyakit tuberculosis sebagai berikut :
- Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 3 jari di bawah
jari kaki, di sela-sela antara jari tengah dan jari manis.
- Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 2 jari di bawah
jari-jari kaki, di sela-sela antara ibu jari dan jari telunjuk.
- Titik refleksi tenggorokkan pada punggung kaki di antara sela-sela
ibu jari dan jari telujuk.
- Titik refleksi tenggorokan ditemukan pada telapak tangan di sela-sela
jari telunjuk dan jari tengah.
- Titik refleksi untuk meredakan batuk yang berada di telapak tangan
bagian 2 jari dibawah ibu jari.

11
- Titik refleksi untuk meredakan batuk pada dibawah tulang tengkorak
kepala, tulang tengah punggung leher kiri dan kanan, dan di sebelah
tulang belikat atas sebelah kanan dan kiri.

8. Prognosis
Resolusi penuh umumnya diharapkan dalam kasus-kasus non-MDR-dan non-XDR
TB, ketika pengobatan dengan obat anti TB telah selesai. Dari penelitian penelitian
yang diterbitkan yang melibatan DOT sebagai strategi pengobatan TB, tingkat
kekambuhan berkisar 0-14%. Di negara negara dengan tingkat TB yang rendah,
kekambuhan brasanya terjadi dalam waktu 12 bulan setelah pengobatan TB selesai Di
negara-negara dengan tingkat TB yang lebih tinggi, sebagian besar kambuh setelah
pengobatan yang tepat, yang terjadi lebih banyak adalah kasus reinfeksi daripada
kasus kekambuhan.

Prognosis yang buruk ditandai dengan adanya keterlibatan TB ekstrapulmoner, pada


orang tua, dan riwayat pengobatan sebelumnya yang buruk. Untuk kasus dengan
resistens: obat, pasien dengan resistensi hanya rifampisin saja Mempunyai prognosis
yang lebih banyak daripada kasus MDR-TB tetapi mempunyai risiko yang lebih
tinggi terjadi kegagalan pengobatan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medik, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan tanggal pengkajian.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk berdarah,
sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk membuang/mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen

12
(menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama yaitu selama tiga minggu
atau lebih.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi pleura,
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
f) Aktivitas/istirahat : kelelahan umum, kelemahan, napas pendek karena kerja,
kesulitan tidur atau demam malam hari. Tandanya yaitu : takikardia,
takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak.
g) Integritas ego : gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/putus asa, menurunnya
produktivitas. Tandanya yaitu menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan
ansietas, ketakutan.
h) Makanan/cairan : kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna dan penurunan
berat badan. Tandanya yaitu : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.
i) Nyeri dan keamanan : nyeri dada meningkat karena pernafasan, batuk berulang.
Tandanya yaitu : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi dan gelisah.
j) Pernapasan : batuk (produktif atau tidak produktif), napas pendek, riwayat
terpajan Tuberkulosis dengan individu terinfeksi. Tandanya yaitu : peningkatan
frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura),
pengembangan pernapasan tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan
penurunan premitus (cairan pleural atau penebalan pleural), bunyi napas
:menurun/ tidak ada secara bilateral atau unilateral (efusi pleura/pneumotoraks),
bunyi napas : tubuler atau bisikan pektoral diatas lesi luas. Karakteristik sputum :

13
hijau purulen, mukoid kuning, atau bercak darah, airway ditandai dengan SpO2 .
Tandanya yaitu : akral dingin, sianosis dan hipoksemia.
k) Keamanan : adanya kondisi penurunan imunitas secar umum memudahkan infeksi
sekunder, contoh AIDS, kanker dan tes HIV positif. Tandanya yaitu : demam
rendah atau sakit panas akut.
l) Interaksi Sosial : perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular. Tandanya
yaitu: denial.
m) Penyuluhan dan Pembelajaran : riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum /
status kesehatan buruk, gagal untuk membaik / kambuh TB, tidak berpartisipasi
dalam terapi. Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan /
gangguan dalam terapi obat dan bantuan diri dan pemeliharaan / perawatan rumah
(Kunoli, 2012).
n) Pemeriksaan Penunjang Darah : ditemukan peningkatan leukosit dan laju endap
darah (LED). Sputum : BTA pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3
batang kuman pada satu sediaan dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml
sputum. Test tuberculin : Mantoux tes (PPD). Rontgen : Foto PA (Kunoli, 2012).

2. Diagnosa
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
5) Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi

(Nanda Nic-Noc, 2015)

3. Intervensi
Intervensi keperawatan merupakan bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, dan memecahkan masalah yang
tertulis (Bulechek, 2016).

14
a. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan sifat basil mikobakterium
tuberkulosa yang tahan hidup setelah disekresikan.
Tujuan :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran
infeksi
2) Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman

Kriteria hasil :
1) Mencegah/menurunkan risiko penyebaran infeksi
2) Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
Intervensi :
1) Kaji patologi penyakit (fase aktif atau bta (+)) dan potensial penyebaran
infeksi melalui batuk, bersin, meludah, bicara.
2) Identifikasi orang lain yang beresiko tertular : anggota keluarga, sahabat
3) Anjurkan untuk batuk / bersin dengan menutup mulut/hidung dengan tissue
yang dissposible
4) Buang tissue bekas tersebut pada tempat yang layak
5) Anjurkan untuk meludah atau mengeluarkan dahak pada wadah yg telah
diberikan desinfektan
6) Kaji kontrol penyebaran infeksi, gunakan masker atau isolasi pernafasan
7) Identifikasi faktor resiko infeksi berulang seperti status nutrisi, adanya dm,
penggunaan kortikosteroid, hiv, kanker dsb.
8) Anjurkan untuk pemeriksaan dahak ulang sesuai anjuran
9) Kolaborasi pemeberian pengobatan OAT(obat anti tbc).
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
Tujuan :
1) Jalan nafas klien paten, mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan
perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas, berpartisipasi
dalam program pengobatan
Kriteria Hasil :
1) Produksi sputum menurun (5)
2) Frekuensi napas membaik (5)
3) Pola napas membaik (5)

15
Intervensi

1) Latihan batuk efektif :

Observasi :

1) Identifikasi kemampuan batuk


2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4) Monitor input dan output cairan (missal jumlah dan karakteristik

Terapeutik :

1) Atur posisi semi-fowler atau fowler


2) Pasang perlak dan bangkok pangkuan pasien
3) Buang secret pada tempat sputum

Edukasi :

1) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif


2) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
3) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam sampai 3 kali
4) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3

Kolaborasi :

1) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran (jika perlu)


c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolar Tujuan :
1) Gangguan pertukaran gas akan berkurang
2) Status pernafasan : pertukaran gas tidak akan terganggu
3) Status pernafasan : ventilasi tidak akan terganggu
Kriteria hasil :
1) Fungsi paru dalam batas normal
2) Ekspansi paru yang simetris
3) Tidak menggunakan otot bantu untuk bernafas
Intervensi:

16
1) Manajemen jalan nafas : memfasilitasi kepatenan jalan nafas
2) Terapi oksigen Rasional : memberikan oksigen dan memantau efektivitasnya
3) Bantuan ventilasi
4) Pantau tanda tanda vital

d. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Peningkatan kebutuhan Metabolisme


Tujuan :
1) Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolism
Kriteria Hasil :
1) Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)
2) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat (5)
3) Sikap terhadap makanan sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat (5)
4) Perasaan cepat kenyang menurun (5)
5) Napsu makan membaik (5)
6) Frekuensi makan membaik (5)
Intervensi
Manajemen Nutrisi
Observasi :
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan (jika perlu)
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5) Berikan suplemen makanan (jika perlu)
Edukasi :

17
1) Anjurkan posisi duduk (jika perlu)
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (anti emetik jika perlu)
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan (jika perlu)

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi


Tujuan : pasien mendapat kecukupan informasi
Kriteria Hasil :
1) Perilaku sesuai anjuran meningkat (5)
2) Pertanyaan tentang yang dihadapi menurun (5)
3) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun (5)
Intervensi
Edukasi Kesehatan
Observasi :
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi factor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik :
1) Sediakan materi dan media Pendidikan kesehatan
2) Jadwalkan Pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3) Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :
1) Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu
masalah (Meirisa, 2013).
18
a. Risiko penyebaran infeksi
1) Menunjukan penurunkan penyebaran infeksi
2) Melakukan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
1) Menunjukan penurunan sputum
2) Frekuensi napas membaik menjadi normal
3) Pola napas membaik
c. Gangguan pertukaran gas
1) Menunjukan fungsi paru dalam batas normal
2) Ekspansi paru menjadi simetris
3) Bernafas dengan normal
d. Defisit nutrisi
1) Porsi makan membaik
2) Mengetahui makanan yang sehat
3) Perasaan cepat kenyang menurun
4) Meningkatnya nafsu makan
5) Frekuensi makan banyak
e. Defisit pengetahuan
1) Meningkatnya perilaku sesuai anjuran
2) Meningkatnya pengetahuan
3) Mengerti masalah yang dihadapi

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press.

Bahrudin, M. Najib, Moch.. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan. (Vol.1).

Carpernito, Lynda Juall . 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta, EGC

DEPKES. (2004). Pedoman Pengobatan Pasien TB. Jakarta: DEPKES RI.

Depkes RI. (2011). TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK.

19
Gale, Danielle, Charette, Jane. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta, EGC

Herchiine, TE. Tuberculosis. [online]. [cited March 5, 2021]. Avaliable from:


https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#aw2aab6b2b6

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/KMB1Komprehensif.
pdf diunduh pada 6 maret 2021 pukul 16.08

http://eprints.ums.ac.id/21032/29/NASKAH_PUBLIKASI.pdf diunduh pada 6 maret 2021


pukul 16.38

https://osf.io/pfx9n/download/?format=pdf#:~:text=Evaluasi%20merupakan%20tahap
%20akhir%20yang,tindakan%2C%20dan%20pelaksanaan%20telah%20tercapai
diunduh pada 6 maret 2021 pukul 19.30

Kumar, V., Abbas, A. K. and Aster, J. C. (2014) Buku Ajar Patologi Robbins. 9th edn. Edited
by I. M. Nasar and S. Cornain. Singapore: Elsevier Saunders.

Kunoli, J. F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Perpustakaan Nasional


Katalog Dalam Terbitan (KDT).

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.
Zedadra, O., Guerrieri, A., Jouandeau, N., Seridi, H., Fortino, G., Spezzano, G., Pradhan-
Salike, I., Raj Pokharel, J., The Commissioner of Law, Freni, G., La Loggia, G.,
Notaro, V., McGuire, T. J., Sjoquist, D. L., Longley, P., Batty, M., Chin, N.,
McNulty, J., TVERSK, K. A. A., … Thesis, A. (2019). No Title. Sustainability
(Switzerland), 11(1), 1–14.
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?
sequence=12&isAllowed=y
%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchg
ate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATE
GI_MELESTARIKAN_

20

Anda mungkin juga menyukai