Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif. Karena
banyaknya komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada masyarakat luar
negeri dan adanya ketertarikan masyarakat terhadap gaya hidup masyarakat luar
negeri sehingga banyak bermunculan penyakit-penyakit degeneratif seperti
penyakit kardiovaskuler dan diabetes insipidus akibat gaya hidup yang tidak sehat.
Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan besar akan megalami peningkatan
jumlah penderitanya di masa datang akibat adanya gaya hidup yang tidak sehat
yang dilakukan oleh masyarakat saat ini.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh penurunan
produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic Hormone (ADH) serta kelainan
ginjal yang tidak berespon terhadap kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan
rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri). Polidipsia dan poliuria dengan urin encer,
hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari diabetes insipidus. Pasien
yang memiliki diabetes insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi
sangat dehidrasi bila kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin
encer. Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria.
Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun kedepan
akan mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka
mengantisipasi ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang
paling tepat adalah melakukan pencegahan salah satunya dengan mengatur pola
makan dan gaya hidup dengan yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter,
perawat, dan ahli gizi sangat ditantang untuk menekan jumlah penderita diabetes
melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu dalam hal ini
peran perawat sangat penting yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang
ditimbulkan oleh penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan
Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai penyakit Diabetes Insipidus
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi/pengertian Diabetes Insipidus.
2. Untuk mengetahui epidemiologi/penyebaran Diabetes Insipidus.
3. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetes Insipidus.
4. Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Insipidus.
5. Untuk mengetahui factor resiko Diabetes Insipidus.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis gejala Diabetes Insipidus.
7. Untuk mengetahui patofisiologi Diabetes Insipidus.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Diabetes Insipidus.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien Diabetes Insipidus.
10. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan akibat Diabetes Insipidus.
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien Diabetes Insipidus.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. KONSEP MEDIS


2.1.1 Definisi
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena
kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh
ginjal, atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes
insipidus ditandai oleh polidipsi dan poliuria. Diabetes insipidus adaah suatu
penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi dan fungsi dari ADH.
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic
(ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan
pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2002).

2.1.2 Epidemiologi
Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang
ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini
merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang.

2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,
2007. Jakarta:EGC
1. Diabetes insipidus sentral (neurogenik)
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat
fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan
hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal
ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan
filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus
sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat
kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis
posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam
sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian
sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal
spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus
minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air
sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap
perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di
sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal
seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell
disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi
desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien
hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.
3. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin.
Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus
dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa
haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume
overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi
Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak.
Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus
dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang
dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus
pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana
terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh
digunakan sebagai terapi.
2.1.4 Etiologi
1. Diabetes Insipidus Sentral atau Neurogenik
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, preventikular,
dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH,
menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormone ADH. Kelainan
kelenjar hipotalamus dan pitituari posterior karena genetic atau idiopatik,
disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada
hipotalamus – pitituari, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru-paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder.
Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti :
phenitoin, alcohol, lithium carbonat
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormone ADH sehingga ginjal
terus menerus mengekuarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada
diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisis gagal menghasilkan ADH.
Diabetes Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
a. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease,
pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit : hipokalemia, hipokalsemia
c. Obat-obatan : litium, demoksilin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,
propoksifen
d. Penyakit sikcle cell
Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan,
karena kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus
bahkan tanpa penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan
menyebabkan pasien mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada
henti-hentinya dan mengalami hipernatrimia serta dehidrasi berat.
2.1.5 Faktor Resiko
1. Trauma kepala
2. Operasi otak
3. Kelainan ginjal  berpengaruh pada proses kerja ADH
4. Obat-obatan , ex lithium
5. Kelebihan berat badan
6. Kurang aktifitas

2.1.6 Manifestasi Klinis


1. Poliuria : haluaran urin harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan
urin yang sangat encer, berat jenis urin 1,001 sampai 1,005. Biasanya
mempunyai awitan yang mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada
orang dewasa.
2. Polidipsia : rasanya sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari
terutama sangat membutuhkan air yang dingin.
3. Dehidrasi
4. Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi
dari dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan
muntah dan kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa
terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental.
Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.
5. Gejala lain :
a. Penurunan berat badan
b. Bola mata cekung
c. Hipotensi
d. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan
pucat
e. Anoreksia
2.1.7 Patofisiologi
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal
dan mengontrol tekanan osmotic ekstra seluler. Ketika produksi ADH menurun
secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mengabsorbsi air, sehingga air banyak
diekskresikan menjadi urin, urinnya menjadi sangat encer dan banyak (poliuria)
sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmolitas serum. Peningkatan
osmolitas serum akan merangsang kemoreseptor dan sensasi haus korteks
cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral (polidipsi). Akan
tetapi bila mekanisme ini tidak adekuat atau tidak ada, dehidrasi akan semakin
memburuk. Pada diabetes mellitus urin banyak mengandung glukosa sedangkan
pada diabetes insipidus urin tidak mengandung glukosa dan sangat encer.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes
insipidus urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan
menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya
jumlah urin pada pasien DIN.
2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa
volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini
diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
b. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit
setiap jam
c. Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau
setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
d. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam
keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua
sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4
% tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini
dilanjutkan dengan :
1) Uji nikotin
a) Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-
dalam sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b) Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan
osmolalitas setiap sampel urine sampai osmolalitas/berat
jenis urin menurun dibandingkan dengan sebelum
diberikan nikotin.
2) Uji Vasopresin :
a) Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b) Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada
dieresis berikutnya atau 1 jam kemudian.
3. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis
bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas
urin osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat
jenis urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295
mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih
dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan laboraturium menunjukkan
kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak
normal.
4. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus
dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes
insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus
dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar
osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas
akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis
yang baik (800-1200).
5. Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada
hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan
diabetes insipidus parsial dengan polidipsia primer.
6. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium
seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid,
atau makin melebarnya sutura.
7. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar
pitutaria anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut
titik terang atau isyarat terang.

2.1.9 Penatalaksanaan
1. Manajemen Kolaboratif
Obat pilihan untuk pasien dengan diabetes insipidus adalah vasopressin.
Diabetes insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah tranfenoidal
juga diberi obat vasopressin 5-10 IU intramuscular (IM) atau subkutan.
Vasopresin mempunyai efek antidiuretik.
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes
insipidus. Nefrogenik adalah diet rendah natrium, rendah protein, dan obat
diuretic (Thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik diharapkan
dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit
pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida
dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretic
dapat meningkatkan osmolaritas pada ruang interstitial medular sehingga
lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain
untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-
inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi prostaglandin oleh ginjal
dan bisa menambah kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urine.
Apabila pasien menunjukkan tand-tanda hipernatremia disertai dengan
tanda-tanda gangguan SSP, misalnya letargi, disorentasi, hipertermia, pasien
dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa kalau ia bisa
minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-
hati karena bisa mengakibatkan edema serebral dan kematian.
2. Manajemen Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan kesehatan mengenai :
a. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
1) Pantau asupan dan haularan, berat badan setiap hari, berat jenis
urine, tanda vital (ortostatik), turgor kulit, status neurologis
setiap 1-2 jam selama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai
pasien pulang.
2) Harus selalu ada air yang siap diminum oleh pasien. Letakkan
air dekat dengan pasien.
3) Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu
tidurnya karena poliuria dan nokturia.
b. Penyuluhan pasien:
1) Uji diagnostic: Tujuan, prosedur, dan pemantauan yang
diperlukan.
2) Obat : Manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi,
serta efek samping.
2.1.10 Komplikasi
1. Hipertonik enselopati
2. Gagal tumbuh
3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam jumlah
besar.
2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama : Gangguan tidur
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Buang air kecil yang sering dan perasaan dahaga yang hebat akan
mengganggu istirahat pasien
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Trauma, inflamasi yang pernah terjadi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga dan pengaruhnya
terhadap diabetes insipidus
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Istirahat Tidur
Pola istirahat klien akan terganggu karena BAK yang sering dan
dahaga yang hebat.
b. Pola Aktivitas : Aktivitas terganggu karena BAK yang sering
c. Pola Nutrisi
Klien mengalami penurunan nafsu makan akibat dari dehidrasi.
d. Pola Eliminasi
Pada eliminasi urine klien mengalami sering BAK.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah, lemas
TTV : Nadi, Suhu, TD, RR
BB : Sama atau kurang dari berat badan sebelumnya.
Kepala dan wajah : Wajah sayu,mata cowong
Mulut : Bibir kering, mulut pucat
Dada : Nafas cepat dan dangkal
Jantung : Denyut cepat tapi lemah
Ekstremitas : Ekstrimitas dingin
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes defripasi cairan
b. Pengukuran kadar vasopressin plasma
c. Pengukuran osmolalitas plasma serta urin.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Devisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
2. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan poliuria.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nokturia
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu
makan menurun

2.2.3 Intervensi Keperawatan


NO Dx.Kep NOC NIC
1 Devisit volume Tujuan : 1. Pantau masukan dan
cairan Kebutuhan volume pengeluaran, catat warna
cairan kembali normal dan volume cairan
2. Pertahankan untuk
Kriteria Hasil : memberikan cairan paling
Intake output sedikit 2500ml/hari dalam
seimbang batas yang dapat di
urine, berat badan dan toleransi jantung jika
tanda-tanda vital pemasukan cairan melalui
dalam batas normal. oral sudah dapat di berikan.
3. Kaji nadi perifer,pengisian
kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
4. Ukur berat badan setiap
hari
5. Kaji tanda- tanda vital
2 Perubahan pola Tujuan : 1. Kaji pola berkemih seperti
eliminasi urin Pola eliminasi urin frekuensi dan jumlahnya.
kembali normal Bandingan keluaran urin
dan masukan cairan dan
Kriteria Hasil : catat berat jenis urin
- Pasien akan 2. Palpasi adanya distensi
mengungkapkan kandung kemih dan
pemahaman observasi pengeluaran
tentang kondisi cairan
- Pasien akan 3. Anjurkan pasien untuk
mempertahankan minum/masukan cairan (2-
keseimbangan 4 /hr) termasuk juice yang
masuk keluarnya mengandung asam askorbat
urin 4. Bersihkan daerah perineum
dan jaga agar tetap kering
lakukan perawatan kateter
bila perlu
5. Berikan pengobatan sesuai
indikasi seperti: vitamin
dan atau antiseptik
urinarius.
3 Gangguan pola Tujuan : 1. Berikan kesempatan untuk
tidur Pasien bisa tidur dan beristirahat/tidur sejenak,
mampu menentukan anjurkan latihan saat siang
kebutuhan atau waktu hari, turunkan aktivitas
tidur mental/fisik pada sore hari
2. Evaluasi tingkat
Kriteria Hasil : stress/orientasi sesuai
- Pasien akan perkembangan hari demi
mampu hari
menciptakan 3. Berikan makanan kecil sore
pola tidur yang hari, susu hangat mandi dan
adekuat dengan masase punggung
penurunan 4. runkan jumlah minum pada
terhadap pikiran sore hari. Lakukan
yang melayang- berkemih sebelum tidur
layang 5. Putarkan musik yang
- Pasien akan lembut atau suara yang
melaporkan jernih
dapat beristirahat
dengan cukup
4 Perubahan Tujuan : 1. Timbang berat badan tiap
nutrisi kurang Nafsu makan pasien hari
dari kebutuhan kembali normal. 2. Anjurkan istirahat sebelum
tubuh makan
Kriteria Hasil : 3. Sediakan makanan dalam
Pasien akan ventilasi yang baik,
menunjukkan berat lingkungan menyenangkan,
badan stabil atau dengan situasi tidak
peningkatan berat terburu-buru, temani
badan sesuai sasaran 4. Dorong pasien untuk
dengan nilai menyatakan perasaan
laboraturium normal masalah mulai makan diit
dan tidak ada tanda 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
malnutrisi
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
1. Identitas diri klien
Nama : Tn.X
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya
Suku : Indonesia
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh sering buang air kecil pada malam hari dan selalu
merasa haus yang berlebihan terutama air dingin.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, dan dehidrasi
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit adanya cedera otak 3 minggu yang lalu
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pada kelenjar hipofisis
yang memungkinkan terjadinya penularan sebelumnya
e. Pola manajemen koping stress
Klien mengatakan suka merokok jika sedang stress.
f. Kondisi spiritual
Klien mengatakan penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari
Tuhan
g. Pola peran hubungan
1) Komunikasi : Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi baik
dengan keluarganya.
2) Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan orang lain
selain keluarganya baik.
3) Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat digolongkan dalam
kelompok sosial kelas bawah.
3. Pemeriksaan fisik (Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi
pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breath), B2 (blood), B3 (brain), B4
(bladder), B5 (bowel) dan B6 (bone).
a. B1 (breath)
Tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat
asma dan suara nafas normal.
b. B2 (blood)
Suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik.
c. B3 (brain)
Bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-
waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan
baik, penghidu baik.
d. B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 10 liter ) dengan berat jenis 1.010, osmolalitas
urin 50-150 mosmol/L. Minum 4-5 lt/hr karena selalu merasa haus
e. B5 (bowel)
Mukosa kering, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi, dan
konstipasi.
f. B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, dan tidak ada nyeri persendian.
4. Data Laboratorium
a. Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal = 300-450 mosmol/L).
b. Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal = <290 mosmol/L).
c. Urea N: <3 mg/dl.(normal = 3 - 7,5 mmol/L).
d. Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal = <70 IU/L).
e. Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal = 0,1 - 0,3 mg/dl).
f. Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal = 0,3 – 1 mg/dl).
g. SGOT: 38 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L).
h. SGPT: 18 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L)
i. Data tambahan : poliuria= 10 liter dengan berat jenis 1.10, osmolitas
urin 50-150 mOml/liter.

ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. 1 DS : Kegagalan sekresi ADH Kekurangan volume
Merasa haus yang ↓ cairan
berlebihan Urin hipotonis melewati
DO : tubulus ginjal
Input 4-5 lt/hari, ↓
Output : 10 liter keluaran Na ↑
Turgor kulit buruk ↓
Mukosa kering Urin masuk ke collecting
duck

Osmolalitas urin ↑

Merangsang haus
(polidipsia)

Ekskresi ↑

Keseimbangan cairan
terganggu

Asupan tidak adekuat

Hipovolemia

Kekurangan volume
cairan
2. 2 DS : Produksi ADH↓ Perubahan Eliminasi
- Klien mengatakan ↓ Urin
banyak kencing di Sintesis ADH tidak
malam hari memenuhi kebutuhan
- Klien mengatakan ↓
selalu merasa haus Produksi urin ↑
- Klien mengatakan ↓
mengalami cidera Poliuria
otak 3 minggu ↓
yang lalu Perubahan Eliminasi
Urin
DO :
Poliuria (10 liter)
50-150 mOml/liter.
3. 3 DS : Reabsorbsi air di tubulus Gangguan pola istirahat
Pasien mengatakan ginjal ↓ tidur
sulit tidur karena ↓
harus bangun pada Produksi urin ↑
malam hari untuk ↓
buang air kecil Poliuria

DO : Nocturia
Badan lemas dan mata ↓
cowong Gangguan pola istirahat
tidur
4. 4 DS : Tidak ada riwayat Kurang pengetahuan
Klien mengungkapkan diabetes insipidus
kurang tahu tentang keluarga
penyakitnya ↓
Minimnya informasi
DO : tentang pengobatan
Klien terlihat cemas ↓
dan depresi yang Tidak menjalankan
mengakibatkan instruksi dengan adekuat
kesalahan informasi ↓
atau kekurangan Kurang pengetahuan
informasi
5. 5 DS : Urin hipotonis melewati Kerusakan integritas
Pasien mengatakan tubulus ginjal kulit
sering buang air kecil ↓
dan selalu merasa keluaran Na ↑
haus ↓
Urin masuk ke collecting
DO : duck
Input 4-5 lt/hari, ↓
Output : 10 liter Osmolalitas urin ↑
turgor kulit buruk ↓
Mukosa kering Merangsang haus
(polidipsia)

Ekskresi ↑

Dehidrasi

Turgor kulit buruk

Kerusakan integritas
kulit
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Gangguan elektrolit
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan Peningkatan produksi urin
3. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan Nokturia
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Dehidrasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi.

3.3. Intervensi Keperawatan


NO Dx.Kep. NOC NIC
1 Kekurangan Tujuan : 1. Kaji dan pantau
volume cairan Setelah dilakukan tindakan TTV dan catat jika
tubuh keperawatan 2x24 jam ada perubahan
diharapkan kebutuhan 2. Berikan cairan
cairan pasien terpenuhi. sesuai kebutuhan
3. Catat intake dan
Kriteria Hasil : output cairan
- Mempertahankan urin 4. Monitor dan
output sesuai dengan timbang BB
usia dan BB, BJ urin 5. Monitor status
normal. hidrasi (suhu tubuh,
- TTV dalam batas kelembaban
normal. membrane mukosa,
- Tidak ada tanda-tanda warna kulit)
dehidrasi, elastisitas 6. Kolaborasi dengan
turgor kulit baik, dokter untuk
membrane mukosa pemberian cairan IV
lemban, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.
2 Perubahan Tujuan : 1. Monitor dan kaji
eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan karakteristik urin
keperawatan 2x24 jam meliputi frekuensi,
diharapkan gangguan konsistensi, bau,
eliminasi urin teratasi volume, dan warna
2. Batasi pemberian
Kriteria Hasil : cairan sesuai
- Karakteristik urin kebutuhan
meliputi warna, berat 3. Catat waktu terakhir
jenis, jumlah, bau klien eliminasi urin
normal 4. Intruksikan
- Tidak terjadi nocturia klien/keluarga untuk
- Pola eliminasi normal mencatat output
urin klien
3 Gangguan pola Tujuan : 1. Jelaskan pentingnya
tidur Setelah dilakukan tindakan tidur yang adekuat
keperawatan 1x24 jam 2. Ciptakan
diharapkan pola tidur pasien lingkungan yang
tidak terganggu nyaman
3. Kolaborasi
Kriteria Hasil : pemberian obat
- Jumlah jam tidur dalam tidur
batas normal 6-8 4. Bantu pasien untuk
jam/har mengidentifikasi
- Pola tidur, kualitas factor yang
dalam batas normal menyebabkan
- Perasaan segar sesudah kurang tidur
tidur atau istirahat 5. Dekatkan pispot di
- Mampu tempat tidur
mengidentifikasikan
hal-hal yang
meningkatkan tidur
4 Kerusakkan Tujuan : 1. Jaga kebersihan
intergritas kulit setelah dilakukan tindakan kulit
keperawatan 2x24 jam 2. Oleskan lotion atau
diharapkan turgor kulit minyak pada kulit
membaik yang tertekan

Kriteria Hasil :
- Integritas kulit yang
baik dapat
dipertahankan(sensasi,
elastisitas,temperature,
hidrasi, pigmentasi
- Perfusi jaringan baik
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
5 Kurang Tujuan : 1. Menjelaskan proses
pengetahuan setelah dilakukan tindakan penyakit
keperawatan 1x24 jam (pengertian,
diharapkan pengetahuan etiologi,
pasien menjadi adekuat patofisiologi, tanda
dan gejala)
Kriteria Hasil : 2. Menentukan tingkat
- Pasien dan keluarga pengetahuan klien
menyatakan pemahaman sebelumnya
tentang penyakit, 3. Diskusikan
kondisi, prognosis, dan perubahan gaya
program pengobatan hidup
- Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
- Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan pasien atau
petugas kesehatan
lainnya
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Diabetesinsipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic
(ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan
pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2001).
Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan.
Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini merupakan
penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang. Penyebab terjadinya Diabetes
Insipidus antara lain : Defisiensi ADH ( diabetes insipidus sentral) yang mungkin
kongenital atau didapat, disebabkan oleh defek SSP, trauma kepala, infeksi ,
tumor otak, atau idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal pada ADH ( diabetes
insipidus nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau supresi
ADH sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia).

4.2. Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan
mengetahui asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem
Endokrin mulai dari definisi, penyebaran penyakit, klasifikasi, etiologi,
manifestasi klinis, factor resiko, pemeriksaan penunjang, penatalaksaandan
komplikasi. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu dan menguasai
konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada gangguan
sistem Endokrin yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun langsung ke rumah
sakit dan berhadap langsung dengan seorang klien.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,Amin H.dkk.2013. Panduan Penyusunan Askep Profesional : Aplikasi


Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC.Yogyakarta: Mediaction
Price, Sylvia A.dkk.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai