PENDAHULUAN
2.1.2 Epidemiologi
Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang
ditemukan. Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini
merupakan penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang.
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran,
2007. Jakarta:EGC
1. Diabetes insipidus sentral (neurogenik)
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat
fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan
hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal
ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan
filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus
sentral (DIS) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat
kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis
posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam
sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian
sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal
spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus
minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air
sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap
perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di
sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal
seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell
disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi
desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan
hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ kadang
dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien
hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.
3. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin.
Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus
dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa
haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga terjadi volume
overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana konsentrasi
Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak.
Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus
dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang
dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus
pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana
terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh
digunakan sebagai terapi.
2.1.4 Etiologi
1. Diabetes Insipidus Sentral atau Neurogenik
Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, preventikular,
dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH,
menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormone ADH. Kelainan
kelenjar hipotalamus dan pitituari posterior karena genetic atau idiopatik,
disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada
hipotalamus – pitituari, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru-paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder.
Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti :
phenitoin, alcohol, lithium carbonat
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormone ADH sehingga ginjal
terus menerus mengekuarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada
diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisis gagal menghasilkan ADH.
Diabetes Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
a. Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease,
pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut
b. Gangguan elektrolit : hipokalemia, hipokalsemia
c. Obat-obatan : litium, demoksilin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,
propoksifen
d. Penyakit sikcle cell
Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan,
karena kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus
bahkan tanpa penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan
menyebabkan pasien mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada
henti-hentinya dan mengalami hipernatrimia serta dehidrasi berat.
2.1.5 Faktor Resiko
1. Trauma kepala
2. Operasi otak
3. Kelainan ginjal berpengaruh pada proses kerja ADH
4. Obat-obatan , ex lithium
5. Kelebihan berat badan
6. Kurang aktifitas
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Manajemen Kolaboratif
Obat pilihan untuk pasien dengan diabetes insipidus adalah vasopressin.
Diabetes insipidus transien akibat trauma kapitis atau bedah tranfenoidal
juga diberi obat vasopressin 5-10 IU intramuscular (IM) atau subkutan.
Vasopresin mempunyai efek antidiuretik.
Pengobatan yang lazim dipakai untuk pasien dengan diabetes
insipidus. Nefrogenik adalah diet rendah natrium, rendah protein, dan obat
diuretic (Thiaside). Diet yang rendah garam dengan obat diuretik diharapkan
dapat menyebabkan sedikit pengurangan volume cairan. Sedikit
pengurangan volume cairan dapat meningkatkan reabsorpsi natrium klorida
dan air pada tubula renal sehingga sedikit air yang diekskresikan. Diuretic
dapat meningkatkan osmolaritas pada ruang interstitial medular sehingga
lebih banyak air yang diabsorpsi dalam tubulus koligentes. Terapi yang lain
untuk menangani diabetes insipidus nefrogenik adalah pemberian obat anti-
inflamasi nonsteroid. Obat ini mencegah produksi prostaglandin oleh ginjal
dan bisa menambah kemampuan ginjal untuk mengonsentrasi urine.
Apabila pasien menunjukkan tand-tanda hipernatremia disertai dengan
tanda-tanda gangguan SSP, misalnya letargi, disorentasi, hipertermia, pasien
dapat diberikan dekstrosa dalam air atau minum air biasa kalau ia bisa
minum. Penggantian air yang hilang dilakukan dalam 48 jam dengan hati-
hati karena bisa mengakibatkan edema serebral dan kematian.
2. Manajemen Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit, istirahat, dan penyuluhan kesehatan mengenai :
a. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
1) Pantau asupan dan haularan, berat badan setiap hari, berat jenis
urine, tanda vital (ortostatik), turgor kulit, status neurologis
setiap 1-2 jam selama fase akut, kemudian setiap 4-8 jam sampai
pasien pulang.
2) Harus selalu ada air yang siap diminum oleh pasien. Letakkan
air dekat dengan pasien.
3) Beri cukup waktu untuk istirahat. Pasien sering terganggu
tidurnya karena poliuria dan nokturia.
b. Penyuluhan pasien:
1) Uji diagnostic: Tujuan, prosedur, dan pemantauan yang
diperlukan.
2) Obat : Manajemen mandiri, cara pemakaian, dosis, frekuensi,
serta efek samping.
2.1.10 Komplikasi
1. Hipertonik enselopati
2. Gagal tumbuh
3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam jumlah
besar.
2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama : Gangguan tidur
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Buang air kecil yang sering dan perasaan dahaga yang hebat akan
mengganggu istirahat pasien
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Trauma, inflamasi yang pernah terjadi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga dan pengaruhnya
terhadap diabetes insipidus
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Istirahat Tidur
Pola istirahat klien akan terganggu karena BAK yang sering dan
dahaga yang hebat.
b. Pola Aktivitas : Aktivitas terganggu karena BAK yang sering
c. Pola Nutrisi
Klien mengalami penurunan nafsu makan akibat dari dehidrasi.
d. Pola Eliminasi
Pada eliminasi urine klien mengalami sering BAK.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah, lemas
TTV : Nadi, Suhu, TD, RR
BB : Sama atau kurang dari berat badan sebelumnya.
Kepala dan wajah : Wajah sayu,mata cowong
Mulut : Bibir kering, mulut pucat
Dada : Nafas cepat dan dangkal
Jantung : Denyut cepat tapi lemah
Ekstremitas : Ekstrimitas dingin
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes defripasi cairan
b. Pengukuran kadar vasopressin plasma
c. Pengukuran osmolalitas plasma serta urin.
3.1. Pengkajian
1. Identitas diri klien
Nama : Tn.X
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya
Suku : Indonesia
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh sering buang air kecil pada malam hari dan selalu
merasa haus yang berlebihan terutama air dingin.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengalami poliuria, polidipsia, dan dehidrasi
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit adanya cedera otak 3 minggu yang lalu
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita gangguan pada kelenjar hipofisis
yang memungkinkan terjadinya penularan sebelumnya
e. Pola manajemen koping stress
Klien mengatakan suka merokok jika sedang stress.
f. Kondisi spiritual
Klien mengatakan penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari
Tuhan
g. Pola peran hubungan
1) Komunikasi : Dalam berkomunikasi klien berkomunikasi baik
dengan keluarganya.
2) Hubungan dengan orang lain: Sosialisasi klien dengan orang lain
selain keluarganya baik.
3) Kemampuan keuangan: Keluarga pasien dapat digolongkan dalam
kelompok sosial kelas bawah.
3. Pemeriksaan fisik (Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi
pemeriksaan fisik umum per sistem dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breath), B2 (blood), B3 (brain), B4
(bladder), B5 (bowel) dan B6 (bone).
a. B1 (breath)
Tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki riwayat
asma dan suara nafas normal.
b. B2 (blood)
Suara jantung vesikuler. Perfusi perifer baik.
c. B3 (brain)
Bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil normal, orientasi tempat-
waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan
baik, penghidu baik.
d. B4 (bladder)
Poliuria sangat encer ( 10 liter ) dengan berat jenis 1.010, osmolalitas
urin 50-150 mosmol/L. Minum 4-5 lt/hr karena selalu merasa haus
e. B5 (bowel)
Mukosa kering, polidipsia, penurunan berat badan, dehidrasi, dan
konstipasi.
f. B6 (bone)
Kulit bersih, turgor kulit buruk, dan tidak ada nyeri persendian.
4. Data Laboratorium
a. Osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (normal = 300-450 mosmol/L).
b. Osmolalitas plasma >295 mosmol/L (normal = <290 mosmol/L).
c. Urea N: <3 mg/dl.(normal = 3 - 7,5 mmol/L).
d. Kreatinin serum: 75 IU/L. (normal = <70 IU/L).
e. Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (normal = 0,1 - 0,3 mg/dl).
f. Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (normal = 0,3 – 1 mg/dl).
g. SGOT: 38 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L).
h. SGPT: 18 U/L. (normal = 0 - 25 IU/L)
i. Data tambahan : poliuria= 10 liter dengan berat jenis 1.10, osmolitas
urin 50-150 mOml/liter.
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1. 1 DS : Kegagalan sekresi ADH Kekurangan volume
Merasa haus yang ↓ cairan
berlebihan Urin hipotonis melewati
DO : tubulus ginjal
Input 4-5 lt/hari, ↓
Output : 10 liter keluaran Na ↑
Turgor kulit buruk ↓
Mukosa kering Urin masuk ke collecting
duck
↓
Osmolalitas urin ↑
↓
Merangsang haus
(polidipsia)
↓
Ekskresi ↑
↓
Keseimbangan cairan
terganggu
↓
Asupan tidak adekuat
↓
Hipovolemia
↓
Kekurangan volume
cairan
2. 2 DS : Produksi ADH↓ Perubahan Eliminasi
- Klien mengatakan ↓ Urin
banyak kencing di Sintesis ADH tidak
malam hari memenuhi kebutuhan
- Klien mengatakan ↓
selalu merasa haus Produksi urin ↑
- Klien mengatakan ↓
mengalami cidera Poliuria
otak 3 minggu ↓
yang lalu Perubahan Eliminasi
Urin
DO :
Poliuria (10 liter)
50-150 mOml/liter.
3. 3 DS : Reabsorbsi air di tubulus Gangguan pola istirahat
Pasien mengatakan ginjal ↓ tidur
sulit tidur karena ↓
harus bangun pada Produksi urin ↑
malam hari untuk ↓
buang air kecil Poliuria
↓
DO : Nocturia
Badan lemas dan mata ↓
cowong Gangguan pola istirahat
tidur
4. 4 DS : Tidak ada riwayat Kurang pengetahuan
Klien mengungkapkan diabetes insipidus
kurang tahu tentang keluarga
penyakitnya ↓
Minimnya informasi
DO : tentang pengobatan
Klien terlihat cemas ↓
dan depresi yang Tidak menjalankan
mengakibatkan instruksi dengan adekuat
kesalahan informasi ↓
atau kekurangan Kurang pengetahuan
informasi
5. 5 DS : Urin hipotonis melewati Kerusakan integritas
Pasien mengatakan tubulus ginjal kulit
sering buang air kecil ↓
dan selalu merasa keluaran Na ↑
haus ↓
Urin masuk ke collecting
DO : duck
Input 4-5 lt/hari, ↓
Output : 10 liter Osmolalitas urin ↑
turgor kulit buruk ↓
Mukosa kering Merangsang haus
(polidipsia)
↓
Ekskresi ↑
↓
Dehidrasi
↓
Turgor kulit buruk
↓
Kerusakan integritas
kulit
3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan Gangguan elektrolit
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan Peningkatan produksi urin
3. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan Nokturia
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Dehidrasi
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan Kurang informasi.
Kriteria Hasil :
- Integritas kulit yang
baik dapat
dipertahankan(sensasi,
elastisitas,temperature,
hidrasi, pigmentasi
- Perfusi jaringan baik
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
5 Kurang Tujuan : 1. Menjelaskan proses
pengetahuan setelah dilakukan tindakan penyakit
keperawatan 1x24 jam (pengertian,
diharapkan pengetahuan etiologi,
pasien menjadi adekuat patofisiologi, tanda
dan gejala)
Kriteria Hasil : 2. Menentukan tingkat
- Pasien dan keluarga pengetahuan klien
menyatakan pemahaman sebelumnya
tentang penyakit, 3. Diskusikan
kondisi, prognosis, dan perubahan gaya
program pengobatan hidup
- Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
- Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan pasien atau
petugas kesehatan
lainnya
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Diabetesinsipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic
(ADH). Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan
pengeluaran urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2001).
Diabetus insipidus merupakan suatu penyakit langka yang jarang ditemukan.
Menurut sebuah konsorsium Europian Partner, menyatakan ini merupakan
penyakit langka yang terdapat 1 : 2000 orang. Penyebab terjadinya Diabetes
Insipidus antara lain : Defisiensi ADH ( diabetes insipidus sentral) yang mungkin
kongenital atau didapat, disebabkan oleh defek SSP, trauma kepala, infeksi ,
tumor otak, atau idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal pada ADH ( diabetes
insipidus nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau supresi
ADH sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia).
4.2. Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan
mengetahui asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem
Endokrin mulai dari definisi, penyebaran penyakit, klasifikasi, etiologi,
manifestasi klinis, factor resiko, pemeriksaan penunjang, penatalaksaandan
komplikasi. Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu dan menguasai
konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada gangguan
sistem Endokrin yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun langsung ke rumah
sakit dan berhadap langsung dengan seorang klien.
DAFTAR PUSTAKA