0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan3 halaman
Dokumen ini membahas kasus Chandler v. State, dimana Mahkamah Agung Mississippi
memutuskan bahwa pengadilan tidak menyalahgunakan kebijaksanaannya dengan menjatuhkan
hukuman penjara seumur hidup tanpa syarat (LWOP) kepada pelaku pembunuhan remaja
meskipun tidak ada temuan bahwa pelaku tidak dapat diperbaiki. Keputusan ini
bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung AS dalam kasus Miller dan Montgomery
Dokumen ini membahas kasus Chandler v. State, dimana Mahkamah Agung Mississippi
memutuskan bahwa pengadilan tidak menyalahgunakan kebijaksanaannya dengan menjatuhkan
hukuman penjara seumur hidup tanpa syarat (LWOP) kepada pelaku pembunuhan remaja
meskipun tidak ada temuan bahwa pelaku tidak dapat diperbaiki. Keputusan ini
bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung AS dalam kasus Miller dan Montgomery
Dokumen ini membahas kasus Chandler v. State, dimana Mahkamah Agung Mississippi
memutuskan bahwa pengadilan tidak menyalahgunakan kebijaksanaannya dengan menjatuhkan
hukuman penjara seumur hidup tanpa syarat (LWOP) kepada pelaku pembunuhan remaja
meskipun tidak ada temuan bahwa pelaku tidak dapat diperbaiki. Keputusan ini
bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung AS dalam kasus Miller dan Montgomery
Courses : English Law Lecturer : Riska Alkadri, S.H.,
Jurnal ini membahas mengenai perlakuan bagaimana Mahkamah Agung di Mississipi
menerapkan hidup bebas bersyarat yang diberikan kepada pelaku pembunuhan yang masih dalam usia kriteria remaja, usia ini dianggap sebagai usia yang tidak sepenuhnya bersalah dalam melakukan tidak pembunuhan, dimana pengadilan yang memvonis harus mempertimbangkan usia remaja dalam memberikan keputusan. Sementara Miller merupakan sebagai contoh orang yang mendapatkan perlindungan substantive ini, namun pengadilan tidak memedulikan persyaratan prosedural, dan pengadilan negara bagian memiliki variasi dalam interpretasi mandat mereka sehingga pada akhirnya pengadilan menjelaskan bahwa Miller berlaku surut di Montgomery. Baru-baru ini, di Chandler v. State, 9 Mahkamah Agung Mississippi menegaskan bahwa pengadilan persidangan telah memuaskan Miller dan tidak menyalahgunakan kebijaksanaannya dalam membenci pelaku pembunuhan remaja di LWOP, bahkan meskipun pengadilan menjatuhkan beban pada dirinya untuk memberikan bukti yang meringankan dari kapasitasnya untuk rehabilitasi dan tidak membuat catatan bahwa dia tidak dapat diperbaiki. Dilihat dari kasus Chandler, seorang remaja yang terlibat skandal pembunuhan dengan cara menembakkan pistol 2 kali tepat kea rah saudaranya karena dia ketahuan mencuri ganja dari dalam rumahnya dengan dalih untuk diberikan kepada pacarnya yang telah dihamili. Sehingga Hakim Kitchens menentukan bahwa Chandler harus dihukum LWOP. Kita tahu bahwa kasus Chandler ini memeiliki banyak pertimbangan yang dijadikan hakim dalam memutus perkaranya Hakim menyoroti bahwa Chandler telah berusia "17 tahun, 6 bulan dan 13 hari" pada saat kejahatan terjadi, dan analisisnya dimulai dengan daftar hak istimewa yang luas yang tersedia untuk anak berusia tujuh belas tahun pada umumnya, termasuk mengemudi, bergabung dengan militer dengan persetujuan orang tua, mendapatkan aborsi tanpa izin orang tua, dan menerima sertifikat pilot swasta. Hakim Kitchens kemudian mencatat bahwa Chandler “cukup dewasa untuk menjadi ayah seorang anak dengan pacarnya dan menjual obat-obatan. ” Namun hal ini tampaknya memberikan perdebatan sehingga menimbulkan beberapa pihak yang pro dan kontra terhadap pengenaan LWOP, Hakim King juga memberikan pendapat berbeda untuk menantang mayoritas yang berpendapat bahwa penyalahgunaan kebijaksanaan adalah standar peninjauan yang tepat. Bergantung pada preseden kasus hukuman mati, Justice King menyimpulkan bahwa pengenaan LWOP pada remaja memerlukan pengawasan tinggi yang sama seperti hukuman mati karena merupakan hukuman paling berat yang tersedia. Mayoritas Chandler menafsirkan Miller dan Montgomery secara serampangan, dan dengan demikian, pengadilan membuatnya jauh lebih kecil kemungkinannya bahwa pelaku pembunuhan remaja di Mississippi akan menerima "peluang yang berarti untuk mendapatkan pembebasan" yang dijanjikan Mahkamah Agung. Pengadilan Miller mencatat bahwa LWOP wajib untuk pelaku pembunuhan anak-anak adalah tidak konstitusional sebagian karena "ketidakmampuan yang terkait dengan pemuda" dapat mencegah pelaku remaja dari sepenuhnya membantu pengacara mereka. Sangat tidak sesuai dengan pengakuan Pengadilan apabila kaum muda untuk sebuah pengadilan hukuman menempatkan beban pada pelaku remaja untuk membuktikan bahwa dia adalah anggota kelas yang harus dilindungi. Namun demikian yang dilakukan oleh mayoritas Chandler. Chandler yang menerima audiensi dendam dalam terang Miller dan Montgomery dapat memikul beban seperti itu karena mereka tidak lagi remaja, penolakan pengadilan untuk mengakui anggapan yang mendukung pembebasan bersyarat masih merupakan prosedur yang tidak tepat sehingga menghalangi sebab bukti yang meringankan seperti kesaksian dari anggota keluarga, teman, atau mantan guru menjadi lebih sulit diperoleh ketika pelaku telah ditahan selama periode waktu yang sesuai. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada pernyataan di Montgomery menyatakan “Miller tidak memerlukan pengadilan untuk membuat penemuan fakta mengenai sifat tidak dapat diperbaiki seorang anak, ” tetapi pernyataan ini ditepis oleh klarifikasi empat kalimat kemudian: “Bahwa Miller tidak memaksakan persyaratan pencarian fakta secara formal tidak membuat Amerika bebas menghukum seorang anak yang kejahatannya mencerminkan ketidakmatangan sementara.” Tujuh dari sebelas pengadilan tertinggi negara bagian yang secara langsung menangani pertanyaan tersebut telah menyatakan bahwa pengenaan LWOP pada pelaku pembunuhan remaja memerlukan sebuah temuan yang tidak dapat diperbaiki. Pengadilan- pengadilan ini sering menyimpulkan bahwa LWOP “di luar kekuasaan pengadilan untuk memaksakan” Pengadilan-pengadilan ini sering menyimpulkan bahwa LWOP “di luar kekuasaan pengadilan untuk memaksakan” tanpa adanya temuan semacam itu karena pengadilan harus menentukan apakah remaja tersebut merupakan salah satu pelanggar langka yang hukumannya diijinkan. Namun berbeda dengan alasan dari Mahkamah Agung Mississippiyang mengambil keuntungan dari garis yang Mahkamah Agung berikan kepada pengadilan negara bagian di Miller dan Montgomery dengan menolak untuk menerapkan prosedur (seperti persyaratan bahwa hakim yang menjatuhkan hukuman membuat temuan permanen tidak dapat diperbaiki pada catatan) yang akan melindungi hak yang ingin dijamin oleh Mahkamah Agung. Perlu kita ingat juga bahwa pengadilan tidak mengakui adanya dugaan terhadap LWOP, banyak dari para terdakwa, seperti Chandler, yang telah menerima pemeriksaan ulang di Mississippi telah mendapatkan hukuman mereka ditegakkan meskipun ada kesempatan kedua. Menurut saya sendiri pun penerapan LWOP juga baiknya dikaji ulang karena kesalahan apapun yang dilakukan oleh remaja juga harus ada pertanggung jawabannya untuk menebus segala kesalahn yang telah dibuat dalam artian tindak pisana. Karean pada dsasarnya remaja merupakan makluk yang masih dalam proses pendewasaan sehingga banyak melibatkan emosi jiwa dan raga dalam setiap kgiatanya, namun kembali lagi kita lihat bahwa tidak semua tindak pisana yang dilakukan remaja akan bergitu mudahnya dapat diampuni hanya dengan kata rehabilitasi saja.