Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Barik, Vol. 4 No.

2, Tahun 2022, 116-130


https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/JDKV/
e-ISSN: 2747-1195

SEMIOTIKA TANDA VISUAL FILM PENYALIN CAHAYA

Renardi Rahadian Oetomo1, Tri Cahyo Kusumandyoko2


1
Jurusan Desain, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
renardi.18117@mhs.unesa.ac.id
2
Jurusan Desain, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
tricahyo@unesa.ac.id

Abstrak
Kurangnya rasa empati masyarakat membuat penegakkan hukum untuk kasus kejahatan seksual di
Indonesia terbilang buruk. Para korban kejahatan seksual kerap kali mendapat kesulitan dalam proses
menegakkan keadilan atas dirinya. Oleh karena itu, peran media massa saat ini sangatlah penting dalam
mengubah pola pikir serta tingkah laku masyarakat, terlebih dengan adanya perkembangan teknologi
dan informasi. Inovasi yang terus muncul dalam media massa menjadikan penyampaian informasi
semakin canggih dari sebelumnya, salah satunya melalui film. Penyalin Cahaya merupakan salah satu
karya di dunia perfilman Indonesia yang mengangkat problematika kejahatan seksual di Indonesia. Film
ini menggambarkan perspektif bagaimana perjuangan korban kejahatan seksual dalam mendapatkan
keadilan atas kejahatan yang terjadi pada dirinya. Penelitian ini akan membahas film Penyalin Cahaya
menggunakan metode kualitatif dan menggunakan pendekatan semiotik berdasarkan teori John Fiske,
dengan tujuan untuk mengetahui makna serta pesan yang tersirat dalam film ini. Berdasarkan teori
semiotika John Fiske, proses analisis terbagi menjadi 3 tahapan yaitu level realitas, level representasi
dan level ideologi. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa perilaku yang dialami korban
kejahatan seksual di Indonesia tidak terlepas dari ideologi Patriarki yang masih melekat di masyarakat,
serta adanya unsur feminisme dalam upaya korban yang mayoritas kaum perempuan untuk speak up
dan berani membela satu sama lain.

Kata Kunci: Kejahatan Seksual, Penyalin Cahaya, Semiotika, John Fiske

Abstract
The lack of community empathy make slaw enforcement for sexual crime cases in Indonesia fairly bad,
Victims of sexual crimes often face obstacles, unjustices and even criminalization in the process of
enforcing justice against them. Therefore, the role of the mass media today is very important in changing
people’s mindsets and behavior, especially with the development of technology and information
Innovations that continue to appear in the mass meda make the delivery of information more
sophisticated than before, one of which is through films. Penyalin Cahaya is one of the works in the
Indonesian film industry that raises the problem of sexual crime in Indonesia. This film depicts the
perspective of how victims of sexual crimes struggle to get justice for the crimes that happened to them.
This study will duscuss the film Penyalin Cahaya using qualitative methods and using a semiotic
approach baed on John Fiske’s theory, with the aim of knowing the meaning and messages implied in
this film. Based on John Fiske’s semiotic theory, the analysis process is divided into 3 stages, namely
the level of reality, the level of representation and the level of ideology. The result of this study indicate
that behavior experienced by victims of sexual crimes in Indonesia cannot be separated from the
pstrsrchal ideology that is still inherent in society, as well as the element of feminism in the efforts of
female victims to speak up and defend one another.

Keywords: Sexual Crime, Penyalin Cahaya, Semiotics, John Fiske

116
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

PENDAHULUAN
Kejahatan seksual merupakan masalah yang
kerap kali terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Terjadinya berbagai bentuk kejahatan yang
berkaitan dengan seksualitas sering disebut
sebagai kejahatan kesusilaan atau pelecehan
seksual. Menurut Collier (1998), pengertian Pendahuluan mencakup latar belakang
pelecehan seksual di sini merupakan segala bentuk Gambar 1. Hasil Studi Barometer Kesetaraan Gender
perilaku yang bersifat seksual yang tidak (Sumber: Indonesian Judicial Research Society, 2020).
diinginkan oleh yang mendapatkan perlakuan
tersebut, dan pelecehan seksual yang dapat terjadi Seorang mahasiswi di Universitas Gajah
atau dialami oleh tidak hanya perempuan Mada (UGM), Baiq Nuril seorang guru di
melainkan kaum pria pun berpotensi. Pelecehan Lombok, NTB dan seorang ibu di Luwu Timur,
seksual dapat terjadi Ketika pelaku mempunyai Sulawesi Selatan yang ketiga anaknya diperkosa.
kekuasaan lebih dari pada korban. Kekuasaan bisa Dari beberapa kasus tersebut, para korban justru
datang dalam bentuk status yang lebih tinggi, disalahkan dalam kasusnya, dihukum dan dicap
kekuatan ekonomi, dominasi satu jenis kelamin sebagai gangguan jiwa. Kasus-kasus tersebut
atas yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, hanyalah puncak gunung es dari budaya victim
dll. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh blaming yang cukup kuat terhadap korban tindak
survey Alfred 2 Marks (Collier, 1998) bahwa 62% kejahatan seksual di Indonesia (Yusuf, 2018).
pelaku pelecehan seksual adalah laki-laki, dan Menurut Budiarti (2021), bahkan dalam
hampir semua perempuan mengaku pernah mekanisme pelaporan kejahatan seksual ke pihak
dilecehkan secara seksual oleh laki-laki. kepolisian belum didukung perspektif
Di Indonesia sendiri menurut Catatan perlindungan terhadap korban. Alih-alih
Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2022, jumlah memperoleh perlindungan dan bantuan saat
kasus kejahatan seksual terhadap perempuan melaporkan kejahatan seksual yang dialami, para
sepanjang tahun 2021 tercatat sebanyak 338.496 korban justru mengalami menjadi korban kembali
kasus. Artinya, terjadi peningkatan signifikan (reviktimisasi) serta harus menghadapi pertanyaan
50% kasus KBG (Kekerasan Berbasis Gender) yang seringkali menyudutkan, tidak empatik,
terhadap perempuan yaitu 338.496 kasus di tahun hingga melecehkan (Budiarti, 2021).
2021 dari 226.062 kasus di tahun 2020. Ranah Salah satu faktor penyebabnya adalah
kekerasan tertinggi yang diadukan langsung ke kurangnya rasa empati masyarakat terhadap
Komnas Perempuan terjadi di ranah Personal yaitu korban kejahatan seksual. Empati adalah
sebanyak 2.527 kasus, Publik/Komunitas (Tempat kemampuan untuk menyadari, memahami dan
tinggal, tempat kerja, tempat pendidikan dan menghargai perasaan orang lain (Stein dan Book
cyber) sebanyak 1.273 kasus, dan ranah Negara 2002). Empati adalah “Menyelaraskan diri”
sebanyak 38 kasus. Meskipun angka kasus (peka) terhadap apa, bagaimana dan latar belakang
kejahatan seksual yang tercatat terbilang tinggi perasaan serta pikiran orang lain sebagaimana
dan meningkat setiap tahunnya, akan tetapi dalam orang tersebut merasakan dan memikirkannya.
penangannanya terbilang belum cukup adil. Kurangnya rasa empati terhadap korban kejahatan
Korban kejahatan seksual selama ini sering seksual, menyebabkan masyarakat bersikap acuh
mendapatkan jalan terjal dalam memperjuangkan tak acuh atau bahkan mengabaikan kejadian yang
kasusnya. Berdasarkan rangkaian studi Barometer ada. Karena hanya dengan empati, kita akan bisa
Kesetaraan Gender tahun 2020 oleh Indonesian membantu korban, kita akan bisa membantu
Judicial Research Society (IJRS) yang salah pelaku, dan kita akan bisa membantu orang lain
satunya berbicara dengan 1.586 responden yang yang mungkin terdampak dari kasus kekerasan
terlibat kasus kejahatan seksual, hanya terdapat seksual (Anindyajati, 2020). Oleh sebab itu,
19,2% kasus dimana pelaku dipenjara. penting untuk mengembangkan empati
masyarakat terhadap tragedi kejahatan seksual.
Dengan memiliki empati, masyarakat bisa

117
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

berpikir jernih untuk membantu menuntaskan tahun 2021 yang diproduksi oleh hasil Kerjasama
kasus kekerasan seksual. Rekata Studio dan Kaninga Pictures. Disutradarai
Peran media massa sangat berpengaruh oleh Wregas Bhanuteja dan dibintangi oleh
dalam perkembangan atau bahkan perubahan pola Shenina Cinnamon, Chicco Kurniawan, Lutesha,
pikir serta tingkah laku dari suatu masyarakat, Jerome Kurnia, Dea Panendra, dan Giulio
oleh karena itu kedudukan media massa dalam Parengkuan.
masyarakat sangat penting, terlebih terhadap Mengisahkan tentang Suryani yang akrab di
problematika kejahatan seksual di Indonesia. panggil Sur yang diperankan oleh Shenina
Dengan adanya media massa, masyarakat yang Cinnamon, merupakan seorang mahasiswi baru
tadinya dikatakan tidak beradab dapat menjadi yang tergabung dalam klub teater yang bertugas
masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, membuatkan situs website. untuk klub tersebut.
oleh karena media massa mempunyai jaringan Atas keberhasilan dan pencapaian dalam
yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat pementasan terakhir, klub tersebut berencana akan
sebagai audience tidak hanya orang-perorang dikirim ke Jepang. Dalam rangka merayakannya,
melainkan sudah mencakup jumlah puluhan, mereka memutuskan mengadakan pesta di rumah
ratusan, bahkan ribuan, sehingga pengaruh media salah satu anggota teater dan menghabiskan
massa sangat terlihat di permukaan masyarakat. malamnya dengan berpesta dan minuman keras.
Mengingat kedudukan media massa dalam Celakanya, Sur terbangun di pagi hari saat dirinya
perkembangan masyarakat sangatlah penting, harus melakukan presentasi untuk beasiswa di
maka industri media massa pun berkembang depan petinggi kampus. Namun Sur kehilangan
pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya produk beasiswanya karena foto-fotonya saat ia mabuk
media massa yang semakin beragam seiring beredar di media sosial. Tidak merasa dan tidak
perkembangan teknologi dan informasi. Mulai ingat siapa yang mengambil fotonya tersebut, Sur
dari bentuk audio, visual maupun audio-visual. pun memutuskan untuk menyelidiki siapa yang
Inovasi yang terus muncul dalam media massa mengambil dan menyebarkan fotonya, membuat
sebagai fungsi komunikasi, menjadikan ia harus mencoba untuk mengungkap fakta bahwa
penyampaian informasi semakin canggih dari sebenarnya ia telah dijebak dan mengalami
sebelumnya, salah satunya melalui film. Film pelecehan seksual pada saat itu.
adalah suatu alat untuk menyampaikan berbagai Film ini mencoba menggambarkan perspektif
pesan kepada khalayak umum melalui media nyata dari perjuangan korban kejahatan seksual
cerita, dan juga dapat diartikan sebagai media dalam mencari keadilan atas kasus pelecehan yang
ekspresi artistik bagi para seniman dan insan dialaminya. Bergerak dari dasar fakta kejahatan
perfilman untuk mengungkapkan gagasan dan ide dan pelecehan seksual yang marak terjadi di
cerita yang dimilikinya. Film dalam tujuannya masyarakat, dapat membuka mata kita bahwa
menyampaikan informasi menyajikan bukan banyak sekali penyintas kejahatan seksual yang
hanya sekedar gambar dan suara tanpa makna tidak mendapatkan ruang untuk berbicara dan
(Ardianto, 2009). Film juga sering sekali menjadi mendapatkan keadilan.
salah satu sarana untuk mentransmisikan pesan- Jika dilihat lagi, film ini dapat memberikan
pesan bermakna yang ingin disampaikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana
komunikator kepada audiens massa. Pesan yang perspektif dan gambaran apa yang dirasakan serta
disampaikan dalam film melalui tanda-tanda dialami dari sudut pandang korban yang
tertentu, baik melalui dialog, adegan, visual mengalami kejahatan seksual, sehingga dengan
maupun setting cerita. Tanda tersebut dapat adanya pemahaman tersebut diharapkan mampu
dikenal sebagai semiotika. menambah rasa empati masyarakat terhadap kasus
Salah satu karya film yang mengulas kejahatan seksual terutama pada nasib para
kejahatan seksual adalah “Penyalin Cahaya” atau korbannya dan dapat berfikir jernih dalam
dalam versi bahasa inggris “The Photocopier”. menyikapi kasus kejahatan seksual bahkan turut
Film yang ditayangkan perdana di Busan membantu dalam penyelesaian kasus secara
International Film Festival ini, merupakan film hukum.
dengan genre Drama-Thriller Misteri Indonesia

118
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

Berdasarkan latar belakang tersebut, menjadi tiga sequence yang masing-masing


penelitian perlu dilakukan guna mengungkap menggambarkan secara visual serta cerita
makna yang tersampaikan melalui tanda visual bagaimana bentuk perilaku yang didapatkan oleh
yang ada dalam film “Penyalin Cahaya”. korban kejahatan seksual. Diantaranya Sequence
Sehingga dapat mengerti dan memahami pertama yang menggambarkan perilaku dari
bagaimana sudut pandang serta apa yang masyarakat, Sequence kedua yang
dirasakan korban kejahatan seksual dalam menggambarkan perilaku dari pelaku serta
memperjuangkan keadilan Sequence ketiga yang menggambarkan perilaku
dari sesama korban ataupun gender. Pemilihan
METODE PENELITIAN adegan ini berdasarkan pada tujuan penelitian
Metode yang digunakan adalah kualitatif untuk memahami bagaimana sudut pandang serta
dengan menggunakan teknik analisis semiotik apa yang dirasakan korban kejahatan seksual
berdasarkan teori John Fiske. Dalam penelitian dalam memperjuangkan keadilan, serta guna
yang dilakukan, peneliti mengacu pada 3 tahapan membatasi lingkup penelitian. Kemudian ketiga
dalam konsep semiotika John Fiske berdasarkan sequence dianalisis menggunakan kode televisi
pada kode-kode televisi (Code of Television) berdasarkan teori semiotika John Fiske guna
dalam bukunya yang berjudul “Reading menemukan makna dari tanda visual serta
Television” (2003), meliputi tahapan pertama, menentukan kaitan ideologi dari tanda-tanda
merupakan tahapan Realitas yang diamati dari visual yang muncul.
kode penampilan, berupa pakaian, lingkungan,
perilaku, serta ekspresi. Tahapan kedua,
merupakan tahapan Representatif yang diamati
melalui kode teknik seperti angle kamera, tata
cahaya (lighting), penyuntingan (editing).
Tahapan ketiga, merupakan tahapan Ideologi yang
meliputi patriarki, individualism, ras, kasta, kelas,
materialisme dan kapitalisme.
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis semiotika
berdasarkan teori John Fiske. Tahapan-tahapan
dalam analisis data dalam penelitian ini dibagi
kedalam tiga tahapan yaitu tahapan Realitas,
tahapan Representasi dan tahapan Ideologi.
Dimana ketiga tahapan ini akan dideskripsikan
berdasarkan interpretasi dari peneliti terhadap Gambar 2. Bagan Kerangka Analisis (Sumber: diadaptasi
makna yang sesungguhnya dibalik tanda-tanda dari alur penelitian Semiotika John Fiske. Ilustrasi bagan:
Oetomo. 2022).
semiotik yang ada pada film “Penyalin Cahaya”.
Data yang digunakan sebagai dasar dalam
KERANGKA TEORETIK
penelitian ini adalah data primer dan data
1. Film
sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil
Film merupakan suatu alat untuk
observasi terhadap objek penelitian berupa film
menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak
Penyalin Cahaya dan digunakan sebagai objek
umum melalui media cerita, dan juga dapat
dalam penelitian. Sedangkan data sekunder,
diartikan sebagai media ekspresi artistik bagi para
diperoleh dari literatur-literatur yang mendukung
seniman dan insan perfilman untuk
data primer seperti artikel lepas serta blog yang
mengungkapkan gagasan dan ide cerita yang
berhubungan dengan objek peneliitan dan
dimilikinya (Wibowo, 2014). Berdasarkan
digunakan dalam proses analisis.
pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
Dalam proses analisis, peneliti
bahwa film merupakan suatu karya seni yang
mengobservasi secara menyeluruh isi film
berupa gambar bergerak atau media komunikasi
Penyalin Cahaya, yang kemudian membaginya
yang dapat dilihat serta dipertontonkan dan

119
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

memiliki fungsi untuk menyampaikan sebuah level sebelumnya diproses. Tahapan ini
pesan kepada khalayak umum. berkaitan dengan kode-kode ideologi, dalam
level ini semua elemen yang berasal dari
2. Semiotika John Fiske tahapan sebelumnya, Realita dan Reresentasi
Berkaitan dengan pendekatan semotika akan dikombinasikan dan dikaitkan dengan
berdasarkan pada teori John Fiske, dapat dilihat nilai-nilai ideologi seperti patriarki,
dari bukunya yang berjudul Introduction to feminisme, individualism, kapitalisme dan
Communication Studies (1990) bahwa teori masih banyak lagi.
semiotika yang ia gagas mengambil konsep dari
semiotika Charles Sanders Peirce dan juga Dapat dikatakan bahwa pendekatan
Ferdinand de Saussure. John Fiske mengambil semiotika berdasarkan teori John Fiske sangat
tiga unsur utama yang harus ada di dalam setiap mudah diaplikasikan terutama setelah
pendekatan semiotik berupa makna dan tanda, perkembangan teknologi dimana media dan juga
acuan tanda dan penggunaan tanda itu sendiri. teknologi menjadi sangat berkembang. Beberapa
Namun, setiap teori pasti memiliki keunikan dan studi terdahulu yang menggunakan teori semiotika
juga bidang kajian yang berbeda. Pada pendekatan John Fiske, membuktikan bahwa teori yang ia
berdasarkan teori Charles Sander Peirce, lebih gagas masih berlaku dan dapat diterapkan dengan
menekankan pada logika dan juga nilai atau baik hingga saat ini dan juga untuk masa
makna dibalik tanda-tanda itu sendiri, seingkali ia mendatang. Dalam perkembangannya sekarang
sebut sebagai grand theory dalam semiotika. dapat dilihatm sebuah objek media tidak akan
Semiotika Peirce juga memfokuskan pada konsep dapat berjalan dari beberapa bentuk realitas yang
sign, object dan interpretation. Kemudian pada menjadi elemen pembangun didalamnya.
pendekatan semiotika berdasarkan teori Ferdinand Selanjutnya, representasi yang sering dibilang
de Saussure, lebih menaruh fokusnya pada tanda menjadi kode teknis juga menjad hal yang sangat
itu sendiri. Dibandingkan oleh konsep teori dari krusial karena setiap objek buatan harus
kedua penggagas teori semiotika modern tersebut, menggunakannya. Selanjutnya, ideologi selalu
konsep pendekatan semotik yang dimiliki oleh ada di setiap objek secara sadar maupun tidak
John Fiske lebih pada apabila digunakan untuk sadar, pengarang atau pembuat objek seringkali
mengkaji produk media atau produk budaya. dipengaruhi oleh pemikiran atau ideologi yang
Dalam perspektif John Fiske, setiap objek harus dimilikinya.
dianalisis melalui tiga tahapan yaitu:
3. Mise en Scene
a. Level Realita Dalam dunia perfilman, Mise en Scene
Pada tahapan pertama ini berkaitan dengan memiliki arti “Putting in The Scene” yang berasal
permukaan dan aspek yang tampak dari objek. dari kata Perancis. Mise en Scene sendiri
Kode-kode yang termasuk dalam level pertama merupakan sebuah aspek penting yang terdapat
ini yakni meliputi penampilan berupa pakaian, pada elemen sinematik dalam sebuah film. Mise
tata rias, lingkungan, perilaku, dialog, ekspresi, en Scene sebagai unsur pendukung memegang
gerak serta suara peran penting dalam sebuah film yang akan
membawa kekuatan tersendiri pada cerita di dalam
b. Level Representasi sebuah film. Dalam setiap film yang dirproduksi
Pada tahapan kedua, kode-kode yang termasuk tentu terlebih dahulu memperhatikan secara
dalam level kedua ini berkaitan dengan kode- matang aspek Mise en Scene yang ingin
kode teknik, seperti angle kamera, tata cahaya diterapkan dalam setiap film yang diproduksi.
(lighting), penyuntingan (editing), music dan Film-film yang membawa isu sosial di masyarakat
suara (backsound). tentu memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri
dalam penerapan aspek Mise en Scene dalam
c. Level Ideologi pembuatannya, termasuk dalam film Penyalin
Pada tahapan terakhir merupakan level Cahaya, oleh karena itu aspek Mise en Scene
pemaknaan dimana semua informasi dari level- dalam penelitian digunakan untuk membantu

120
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

dalam mengindentifikasi tanda pada tahapan level dalam pebuatan film sangat berperan penting
realita dan representasi dalam proses analisis. dalam membangun suasana maupun mood
Menurut Pratista (2008) Mise en Scene sendiri yang terdapat di dalam film.
yang terdapat dalam film memiliki empat aspek,
yaitu: d. Pemain dan Pergerakan
Aspek aktor dan pergerakan merupakan
unsur yang akan memotivasi setiap unsur
naratif yang terdapat di dalam sebuah film.
Seorang aktor sangat di tuntut untuk mampu
melakukan pergerakan yang akan membangun
aspek dramatis disetiap alur certia sehingga
pesan-pesan yang ada bisa tersampaikan
dengan baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 3. Bagan aspek film Mise-en-Scene Berdasarkan obervasi dengan mengamati
(Sumber: Pratista, 2008).
film Penyalin Cahaya, terdapat 3 sequence dari
keseluruhan film yang masing-masing adegan
a. Latar (Setting)
menggambarkan perilaku yang dialami korban
Dalam struktur Mise en Scene, setting
kejahatan seksual. Dalam sequence pertama,
(latar) berkaitan dengan semua properti yang
menggambarkan perilaku dari masyarakat.
terdapat di dalam sebuah film. Properti yang
Sequence kedua, menggambarkan perilaku dari
dimaksud dapat berupa rumah, pintu, kursi,
pelaku, kemudian pada sequence ketiga
gitar, lampu, dsb. Dalam film, setting yang
menggambarkan perilaku dari sesama korban atau
digunakna senantiasa dibuat dengan senyata
sesame gender.
mungkin agar sesuai dengan konteks yang
terdapat dalam alur cerita dalam film.
A. Sequence Pertama (1:30:40-1:36:40)
Pada adegan pertama, menampilkan pihak
b. Kostum dan Tata Rias
dewan kampus yang telah menerima pengaduan
Adapun kostum dan tata rias yang dalam
Sur atas kejahatan seksual yang menimpanya,
sebuah film merupakan semua unsur yang
kemudian mengundang Sur beserta kedua orang
dipakai oleh aktor disaat proses akting pada
tuanya, dan karakter Rama bersama
saat pembuatan film beserta semua aksesoris
pengacaranya. Akan tetapi, bukannya bersikap
yang dipakainya. Kostum dan tata rias yang
adil dan melakukan pengusutan, dewan kampus
dipakai oleh aktor berfungsi untuk
malah mengecam Sur sebagai korban dengan
mencerminkan konteks yang terdapat dalma
berbagai tuduhan lain serta lebih memihak Rama
alur cerita film. Menurut Pratista (2008)
sebagai pelaku. Selain itu, Bapak Sur sebagai
kostum dalam film memiliki fungsi sebagai
keluarga yang sepatutnya membela anaknya,
penunjuk ruang dan waktu, status sosial,
malah bersikap sebaliknya.
kepribadian aktor, sedangkan warna kostum
Kemudian adegan berganti, yang
yang digunakan para aktor menandakan simbol
menampilkan karakter Sur yang sedang klarifikasi
serta motif penggerak cerita.
di depan kedua orang tuanya, dewan kampus,
karakter Rama dan khalayak umum bahwa
c. Pencahayaan (Lightning)
tuduhan yang ia laporkan kepada kode etik
Aspek cahaya dalam pembuatan film
kampus atas kejahatan seksual yang menimpanya
berfungsi unutk memanipulasi setiap gambar
adalah rekayasa belaka.
yang ada disetiap adegan film yang
Pada sequence ini, dalam adegan-adegan
menyangkut kualitas, arah, sumber dan warna.
tersebut cenderung menunjukkan bagaimana
Tanpa cahaya seluruh unsur yang dipadukan
sikap masyarakat yang bersikap tidak adil pada
dalam pembuatan film tidak akan terlihat
korban kejahatan seksual, dengan tidak mau
bahkan tidak memiliki wujud. Pencahayaan

121
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

mendengarkan mereka dan cenderung memihak pada umumnya. Dalam aspek lingkungan ini,
pada korban. dapat memberikan gambaran bahwa berbagai
lapisan masyarakat bisa saja bersikap tidak adil
1. Analisis Tahapan Level Realita pada korhan kejahatan seksual, bahkan dari
Pada Analisis Level Realita, meliputi pada aspek kalangan akademisi yang terididik dan berasal
penampilan berupa pakaian, lingkungan, ekspresi, dari lingkungan perguruan tinggi.
dan perilaku dalam adegan.
c. Aspek Perilaku
a. Aspek Pakaian dan Riasan Dalam sequence ini, gambaran
Pada aspek pakaian. Pada karakter Sur ketidakadilan yang dialami korban kejahatan
terlihat menggunakan kaos polos, dengan outer seksual dapat dilihat melalui perilaku dari
berupa jaket dengan bawahan celana panjang. pihak dewan kampus yang tidak bersikap adil
Serta membawa tas ransel dibelakangnya. pada kasus korban, serta malah mengecam dan
Sedangkan pada riasan wajah, karakter Sur menyalahkan korban atas laporan kasus
terlihat kumal dan nampak lelah. Pada karakter kejahatan seksual yang ia adukan. Hal ini
orang tua Sur, terlihat pakaian yang digunakan menjadi gambaran, bagaimana ketidakadilan
oleh bapak Sur berupa kemeja berkerah dengan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang
bawahan celana kain hitam, sedangkan ibu Sur seharusnya berkewajiban untuk melindungi
menggunakan kaos hitam dan jaket putih korban serta mengusut kasus, malah bersikap
dengan bawahan celana panjang hitam. Secara sebaliknya.
keseluruhan pakaian orang tua Sur terlihat Serta perilaku Bapak Sur yang malah
kusam dan pudar, ditambah riasan wajah yang menyalahkan Sur atas apa yang terjadi
nampak kumal. Pada karakter dewan kampus, kepadanya. Hal ini juga menggambarkan
terlihat menggunakan atasan kemeja batik dan bahwa oknum-oknum yang malah mengecam
bawahan celana kain. Dan pada riasan terlihat dan menyalahkan korban, tidak hanya
tidak menonjol serta secara keseluruhan dilakukan oleh perangkat atau aparat yang
nampak rapih. Pada karakter Rama dan berwajib. Melainkan bahkan keluarga korban
pengacaranya, karakter Rama terlihat sendiri, yang pada seharusnya menjadi support
menggunakan kaos putih polos dan outer system pertama bagi korban guna
kimono serta bawahan celana panjang. menyemangati dan melindunginya.
Sedangkan pengacara Rama menggunakan Kemudian perilaku karakter Rama
setelan jas yang terlihat rapih dan sopan. sebagai pelaku. Yang dalam adegan tersebut
Dalam aspek pakaian, dominasi warna melindungi diri dengan cara menuduh Sur
yang digunakan oleh beberapa karakter pada dengan tuduhan atas kasus lain guna menutupi
adegan adalah warna hijau tua, dimana kejahatan seksual yang ia lakukan kepada Sur.
menurut Seta (2013) warna hijau memiliki arti Hal ini sebagai gambaran, bagaimana pelaku
positif berupa Kesehatan, keseimbangan, kejahatan seksual di Indonesia yang selalu
rileks, serta kemudaan. Sedangkan makna menyerang balik korban dengan tuduhan-
negatif dari warna ini dapat memberi kesan tuduhan lain.
pencemburu, licik, jenuh, serta melemahkan
pikiran dan fisik. d. Aspek Ekspresi
Pada aspek ekspresi dalam adegan,
b. Aspek Lingkungan gambaran sikap acuh tak acuh serta
Dalam sequence ini. Dalam adegan ketidakpedulian masyarakat pada korban
tersebut karakter Sur berada di lingkungan kejahatan seksual terlihat pada saat Sur sedang
perguran tinggi dengan keadaan sekitar meminta maaf di hadapan umum.
kampus yang terlihat kondusif. Serta pada Dalam frame tersebut, terlihat ekspresi datar
adegan Sur yang sedang klarifikasi juga dari karakter lain saat sedang menyaksikan Sur
terlihat beberapa mahasiswa yang klarifikasi dan meminta maaf di depan umum.
sebagaimana terdapat pada lingkungan kampus Ekspresi datar dari raut wajah mereka yang

122
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

seakan-akan acuh tak acuh dan bersikap tidak b. Pada aspek pencahayaan, menggunakan
peduli dengan apa yang terjadi kepada Sur teknik Natural Light serta Side Lighting dalam
sebagai korban. Bahkan posisi mereka berada beberapa bagain dalam adegan. Penggunaan
berdiri di belakang Rama sebagai pelaku Natural Light yang digunakan ketika sedang
seakan-akan mendukung dan lebih bearda di outdoor dengan memanfaatkan
mempercayai apa yang dikatakan pelaku. cahaya alami yang ada di lokasi. Sedangkan
Selain itu, ekspresi Sur yang menahan Side Lighting merupakan teknik dimana
tangis saat berbicara, menjelaskan betapa cahaya yang masuk dari samping frame guna
hancur serta sedihnya perasaan Sur yang tahu meng-highlight seseorang atau objek di
bahwa tidak ada yang bisa membela, dalamnya. Teknik pencahayaan ini dalam
mendukung bahkan melindunginya saat ini penerapannya digunakan untuk membawa
termasuk keluarganya sendiri. mood dan kesan dramatis dalam sebuah
adegan.
2. Analisis Tahapan Level Representasi
Dalam adegan ini, pada Analisis Level c. Pada aspek penyuntingan (editing),
Representasi peneliti menemukan kesimpulan Sepanjang adegan tersebut, dapat dilihat
bahwa kode-kode teknik yang ada pada adegan bahwa dominasi warna dalam color grading
yang menggambarkan ketidakadilan yang terjadi yang digunakan dalam adegan di dominasi
pada korban kejahatan seksual terlihat melalui oleh warna bumi yaitu coklat tua dan hijau tua.
aspek sudut dan pergerakan kamera, pencahayaan, Dimana warna coklat sendiri merupakan
serta penyuntingan yang ada dalam adegan. campuran dari warna merah, kuning dan biru
atau jingga, yang memiliki makna positif
a. Pada aspek sudut dan pengambilan kamera, berupa keseriusan, hangat, alam,
dalam adegan ini, teknik dalam sudut kesederhanaan, keandalan, dan dukungan.
pengambilan gambar menggunakan Normal Sedangkan untuk makna negatifnya berupa
Shoot dengan tujuan untuk memfokuskan pada kurang humor, berat serta kuno. Selain itu,
interaksi dan aktivitas yang ada. Sedangakan terdapat juga warna hijau yang merupakan
ukuran gambar yang digunakan adalah kombinasi dari wanra kuning dan biru, yang
Medium Close Up, Medium Shot, dan Full memiliki makna positif berupa harapan,
Shot. Selain itu, teknik pergerakan kamera keberuntungan, stabilitas dan konsentrasi.
yang di gunakan dalam adegan ini adalah Sedangkan makna negatif berupa kegagalan
Follow dimana kamera bergerak mengikuti dan kemalangan.
objek dan teknik Zoom dimana kamera Sedangakan pada teknik transisi yang
bergerak jauh dan mendekat objek. digunakan, dalam beberapa adegan, teknik
Penggunaan teknik Normal Shoot pada transisi yang digunakan adalah Straight Cut.
salah satu bagian dari adegan, menciptakan Sesuai dengan namanya, teknik ini
efek perspektif yang menimbulkan kesan ber- menggabungkan secara langsung dua shot
volume pada objek. Hal ini dapat dalam satu adegan. Penggunaan teknik ini
menggambarkan banyaknya karakter dalam bertujuan untuk memperlihat emosi/ekspresi
satu frame melalui lapisan-lapisan yang karakter, dialog serta informasi penting dalam
terbentuk dari efek perspektif tersebut. suatu cerita.

3. Analisis Tahapan Level Ideologi


Pada tahapan Level Ideologi, dalam adegan
ini peneliti menyimpulkan adanya unsur ideologi
Patriarki dalam adegan, Patriarki sendiri menurut
Adipoetra (2016) Patriarki secara harfiah
memiliki arti kekuasaan atau patriarch, kata
patriarki sendiri awalnya digunakan untuk
Gambar 4. Efek perspektif yang timbul dalam frame menyebut keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-
(Sumber: Film Penyalin Cahaya)

123
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

laki. Akan tetapi, seiring berkembangnya waktu, sedih serta merasa miris dengan yang terjadi pada
definisi pada istilah Patriarki menjadi semakin Sur. Sedangkan karakter laki-laki hanya
luas. Menurut Adipoetra (2016) istilah Patriarki menampilkan ekspresi datar tanpa mimik.
umum digunakan untuk menyebut kekuasaan laki-
laki, hubungan kuasa laki-laki terhadap
perempuan serta sistem yang membuat perempuan
tetap dikuasai melalui beragam cara. Meskipun
dalam kasus kejahatan seksual, kemungkinan
korban pada laki-laki tetap ada. Akan tetapi,
mayoritas kasus di Indonesia terjadi kepada
korban perempuan. Selain itu, menurut Munti
(2005) Patriarki merupakan suatu sistem otoritas
laki-laki yang menindas perempuan, baik melalui
institusi sosial dan politik. Bahkan sistem Patriarki Gambar 5. Karakter Perempuan yang tertangkap dalam
frame (Sumber: film Penyalin Cahaya)
juga menyebabkan hak kaum perempuan untuk di
dengar terbilang kecil. Misalnya, dalam
B. Sequence Kedua (1:51:18-1:59:59)
kehidupan bersosial, keputusan atau pendapat
Pada adegan pertama, diceritakan ketika
yang diambil oleh laki-laki lebih diperhitungkan
karakter Sur dan kawan-kawannya sedang
dan didengar daripada pendapat dari kaum
menyusun rencana untuk melaporkan atas apa
perempuan. Selain itu, dalam konteks profesi,
yang mereka alami kepada pihak berwajib. Tiba-
kaum laki-laki dianggap lebih cakap dan terampil
tiba Karakter Rama beserta anak buahnya datang
dalam melakukan suatu pekerjaan daripada kaum
dengan mobil ambulans dan menyamar sebagai
perempuan.
petugas fogging penyakit Demam Berdarah.
Dalam adegan ini tidak adanya tanggapan
Seketika Sur dan kawan-kawannya tidak
dan penyusutan atas kasus kejahatan seksual yang
berdaya dikarenakan asap fogging yang membuat
dilaporkan Sur menunjukkan bahwa unsur
sesak nafas dan juga mereka di sekap olah anak
Patriarki sangat berperan besar dalam kasus
buah dari Rama. Karakter Rama pun datang
kejahatan seksual. Bahkan, pihak kampus serta
dengan berkostum seolah-olah berperan sebagai
bapak Sur lebih mempercayai dan mendengar apa
Perseus yang datang ke sarang Medusa. Karakter
yang diucapkan karakter Rama sebagai pelaku.
Rama pun mengambil paksa barang bukti atas
Dalam salah satu bagian dari adegan ini, terlihat
kejahatannya berupa handphone dan kemudian
bagaimana karakter Sur yang sedang berdebat
membakarnya.
dengan karakter pengacara, dewan kampus dan
Setelah selesai menghilangkan barang bukti,
bapak Sur sendiri yang pada karakter-karakter
karakter Rama beserta anak buahnya kembali ke
tersebut merupakan laki-laki. Dan hanya ibunda
ambulans lalu pergi. Karakter Sur pun yang dalam
Sur yang tidak mengucapkan sepatah kata pun,
keadaan setengah sadar dikarenakan asap fogging
serta hanya menangis mencoba menenangkan Sur.
berusaha mengejar akan tetapi gagal dan akhirnya
Perilaku diamnya ibunda Sur merupakan
jatuh pingsan.
gambaran bagaimana ia sebagai perempuan yang
Pada sequence ini memberikan gambaran
tau bahwa tindak kejahatan seksual telah terjadi
bagaimana usaha pelaku kejahatan seksual dalam
kepada anaknya, akan tetapi tidak bisa berbicara
membungkam korban serta berusaha untuk
dan memutuskan diam dalam perdebatan tersebut.
menghilangkan barang bukti. Adegan ini
Selain itu, pada bagian dalam adegan dimana
merupakan bagian klimaks dimana pada adegan
karakter Sur sedang klarifikasi di depan umum.
ini sisi gelap dari karakter Rama yang sebelumnya
Dapat dilihat bahwa jumlah karakter laki-laki serta
diperkenalkan begitu baik ditampilkan dan
perempuan yang muncul dalam frame tidak
berbanding terbalik. Serta dikemas dengan cara
sebanding. Dimana jumlah karakter laki-laki jauh
yang unik, dimana kisah Medusa dan Perseus yang
lebih banyak daripada karakter perempuan.
di awal film sudah diperkenalkan sebagai latar
Kemudian dalam aspek ekspresi, hanya karakter
belakang cerita dari kisah Sur ini, menjadi
perempuan lah yang terlihat memasang ekspresi
bermakna ketika karakter Rama datang dan

124
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

berperan seolah-olah menjadi karakter Perseus serta pekat, memberikan efek buram serta
dan sedang datang ke sarang Medusa. mengurangi jarak pandang dan menghalangi
kemampuan pandangan mata. Hal ini menjadi
1. Analisis Tahapan Level Realita simbol sebagaimana usaha-usaha korban
Pada Analisis Level Realita, usaha pelaku dalam mendapat keadilan kasus kejahatan
kejahatan seksual dalam membungkam dan seksual di Indonesia yang abu-abu dan selalu
menghilangkan barang bukti dapat dilihat pada menadapatkan hasil yang tidak pasti. Selain itu
aspek penampilan berupa pakaian, lingkungan, aroma dari asap fogging yang membuat
ekspresi, perilaku dan dialog dalam adegan. kesulitan bernafas bahkan sesak. Menjadi
simbol sebagaimana kondisi korban kejahatan
a. Pada aspek pakaian, Dalam adegan ini, seksual yang selalu mendapatkan ancaman dan
karakter Rama menggunakan helm/penutup kecaman dari pelaku bahkan aparat sehingga
kepala yang memiliki aksen sayap di samping kesulitan untuk angkat bicara dan
kanan dan kiri. Menurut Stewart (2006), dalam mengungkapkan apa yang terjadi pada mereka.
mitologi Yunani helm yang digunakan perseus Selain itu, suara sirine ambulans yang
tersebut adalah Helm Kegelapan (aidos kynee) nyaring serta slogam 3M yang digaungkan
yang merupakan sebuah helm/penutup kepala melalui pengeras suara seakan hendak
yang mampu menciptakan efek pemakainya menutupi teriakan pertolongan dari Sur dan
dijadikan tidak terlihat sehingga dinamakan kawan-kawan. 3M sendiri merupakan
juga helm tak kasat mata (Helmet of singkatan dari Menguras, Mengubur, dan
Invisibility). Menurut William (2004) helm ini Menutup. Hal ini merupakan simbol yang
pernah dipakai oleh beberapa tokoh mitologi sangat kuat terhadap bagaimana sikap pelaku
termasuk oleh Hades, Athena, Hermes dan terhadap korban kejahatan seksual di
Perseus. Hal ini seolah-olah menjadi simbol Indonesia.
bagaimana pelaku kejahatan seksual yang Menguras, sebagaimana korban
selalu berusaha untuk menutupi, membungkam kejahatan seksual yang selalu di eksploitasi
bahkan menghilangkan bukti-bukti kejahatan secara seksual atas dirinya, direnggut harga
mereka agar tidak terungkap dan pelaku tidak dirinya bahkan dilecehkan hingga seakan
diketahui seolah menghilang tanpa jejak. dirinya tak berharga lagi. Menutup,
Selain itu, dalam adegan ini karakter Rama sebagaimana pelaku selalu menyudahi
juga menggunakan kain jarik bermotif batik kejahatannya tanpa ada tanggung jawab
berwarna hijau sebagai penutup bagian bawah. kepada pelaku, bahkan meninggalkan bekas
Kain batik sendiri merupakan salah satu trauma luka serta psikologis, seakan korban
warisan budaya Indonesia dan dapat dikatakan kejahatan seksual ibarat lubang yang setelah
sebagai simbol dari Bangsa Indonesia dalam gali begitu dalam kemudian di tutup dan
adegan, meskipun Rama memerankan karakter dibiarkan begitu saja. Mengubur,
Perseus yang berasal dari mitologi Yunani. sebagaimana pelaku berusaha melupakan
kejahatannya, mengubur dalam-dalam tentang
b. Pada aspek lingkungan, dalam adegan ini korban serta nasibnya, menghilangkan segala
karakter Sur dan kawan-kawan sedang berada bukti sehingga seakan-akan ia tak pernah
di salah satu posko kesehatan di salah satu melakukan kejahatan kepada korban dan tidak
perkampungan pinggiran ibukota sedang terjadi apa-apa.
merencanakan cara untuk mereka agar bisa
melaporkan kejahatan yang mereka alami. c. Pada aspek perilaku, gambaran dominasi
Kemudian karakter Rama bersama dengan pelaku dalam membungkam korban dapat
anak buahnya datang menyamar sebagai terlihat melalui perilaku karakter Rama yang
petugas fogging penyakit demam berdarah. datang mengenakan kostum Perseus dan
Mereka kemudian menyekap Sur dan kawan- seolah-olah berperan sebagai Perseus yang
kawannya di balik asap fogging yang datang ke sarang Medusa. Yang kemudian
dihasilkan. Adanya asap fogging yang lebat berjalan menghampiri karakter Sur dan kawan-

125
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

kawannya sembari melantunkan syair-syair level realita sebelumnya. Sehingga pesan serta
tentang kisah Perseus dan Medusa serta dengan makna yang ada dapat dikemas dengan baik.
bergerak secara elok dan berirama. Kemudian
mengambil paksa handphone yang berisi a. Pada aspek sudut dan pergerakan kamera,
barang bukti yang ada di genggaman Sur dan dalam adegan ini sudut kamera yang
membakarnya. Berdasarkan mitologi Yunani digunakan adalah Normal Shoot. Dengan
dalam kisah Methamorphoses karangan Ovid, ukuran pengambilan gambar yang digunakan
dikisahkan bahwa Medusa dahulu memiliki adalah Medium Close Up, Medium Shot, dan
paras yang sangat cantik. Hingga paras Full Shot. Sedangkan pergerakan kamera yang
cantiknya tersebut dapat menggoda para dewa digunakan adalah Following dimana
salah satunya Poseidon, sang Dewa Laut, pergerakan kamera bergerak mengikuti
saudara dari Hades dan Zeus. Hingga suatu pergerakan kemanapun objek bergerak.
saat Poseidon begitu menginginkannya hingga Penggunaan Normal Shoot dalam sudut
kemudian ia mengajak Medusa ke kuil Athena kamera berfungsi untuk memfokuskan pada
dan memperkosanya disana, Athena aktifitas dan interaksi karakter.
mengetahui ulah Poseidon tersebut, ia pun
murka atas tindakan Poseiden yang tidak b. Pada aspek pencahayaan dalam adegan,
senonoh terjadi dan dilakukan dikuilnya. digunakan beberapa teknik yaitu Side Lighting
Athena pun balas dendam, dan mengubah dimana cahaya yang masuk berasal dari
sosok Medusa untuk memiliki rambut ular dan samping frame. Dengan tujuan untuk meng-
berbadan ular agar tidak ada lagi pria yang bisa highlight seseorang atau objek di dalamnya.
mendekatinya. Dan mengutuk Medusa, barang Teknik pencahayaan ini dalam penerapannya
siapa yang menatap langsung matanya, akan digunakan untuk membawa mood dan kesan
langsung berubah menjadi batu. dramatis dalam sebuah adegan. Kemudian
Hal ini menjadi simbol dominasi pelaku digunakan juga Back Lighting dalam beberapa
serta patriarki atas ketidakadilan yang dialami shot dimana pemasangan arah lampu
korban kejahatan seksual yang selalu mendapat menghadap objek, akan tetapi diposisikan di
imbas dan hukuman atas kejahatan yang belakang guna memisahkan antara objek dan
dilakukan pelaku yang selalu berlindung pada background.
kekuatan, kekuasaan, harta serta dominasi
gender yang ada pada dirinya. c. Pada aspek penyuntingan (editing), dalam
adegan ini dominasi warna dalam color
d. Pada aspek ekspresi dalam adegan ini terlihat grading yang digunakan dalam adegan adalah
raut wajah dari karakter Sur dan kawan- warna hijau tua. Dimana warna hijau sendiri
kawannya yang histeris, panik dan juga syok merupakan kombinasi dari warna kuning dan
atas penyekapan yang Rama lakukan. Terlebih biru, yang memiliki makna positif berupa
Sur terlihat marah ketika satu-satunya barang harapan, keberuntungan, stabilitas dan
bukti yang cukup kuat yang mereka miliki, konsentrasi. Sedangkan makna negatif berupa
diambil dan dihancurkan oleh Rama. kegagalan dan kemalangan.
Sedangakan pada adegan, ekspresi Rama Sedangkan teknik transisi yang terdapat
terlihat menghayati dan mendalami peran pada adegan ini diantaranya Straight Cut yang
Perseus, sekaligus senang karena telah berhasil esuai dengan namanya, teknik ini
menghilangkan barang bukti atas kejahatan menggabungkan secara langsung dua shot
yang ia lakukan. dalam satu adegan. Penggunaan teknik ini
bertujuan untuk memperlihat emosi/ekspresi
2. Analisis Tahapan Level Representasi karakter, dialog serta informasi penting dalam
Dalam adegan ini, pada Analisis Level suatu cerita.
Representasi terdapat kode-kode teknik yang Selain itu, terdapat juga teknik Split L Cut
menguatkan pesan serta makna yang ada pada dimana dalam transisinya suara dari shot
sebelumnya tidak di cut dan bersambung ke

126
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

shot selanjutnya. Dalam praktek yang telah dilakukan Rama kepada beberapa
penggunaanya, teknik ini bertujuan untuk korban dan seketika memukulnya langsung
memfokuskan pada percakapan/dialog dihadapannya.
karakter serta menciptakan perpindahan shot Kemudian adegan pun di tutup dengan
yang terkesan natural dan smooth. karakter Sur dan kawan-kawannya yang
menghadapkan wajahnya kearah mesin fotokopi.
3. Analisis Tahapan Level Ideologi Pada adegan terakhir ini, menggambarkan
Pada tahapan Level Ideologi dalam adegan usaha terakhir dari karakter Sur dan kawan-
ini, peneliti menyimpulkan adanya unsur ideologi kawannya dalam menuntut keadilan. Meskipun
Patriarki dalam lingkup kekuasaan dan dominasi setelah sebelumnya mereka sempat dibungkam
yang tergambarkan melalui perilaku karakter dan barang bukti mereka dihancurkan. Akan tetapi
Rama yang berusaha membungkan serta semangat serta trkad mereka tetap ada. Hingga
menghilangkan barang bukti yang dimiliki oleh pada akhirnya, warga kampus pun mulai
Sur dan kawan-kawannya melalui tindak menyadari dan satu per satu korban yang awalnya
penyergapan dan penyekapan. Dalam salah satu bungkam, berani untuk membuka suara mereka.
bagian di dalam adegan tersebut, karakter Rama Adanya adegan ini sebagai penutup dalam
yang tiba-tiba datang dan menyekap Sur, datang film mengandung sebuah jawaban dan titik terang
menggunakan pakaian dan seolah-olah berperan akan kasus kejahatan seksual. Meskipunn di
sebagai Perseus. Dimana kisah Medusa dan ending terkesan menggantung. Akan tetapi pesan
Perseus sendiri merupakan simbol dari dan makna yang tersirat yang ada pada adegan
kemenangan Patriarki. dapat tersampaikan.

C. Sequence Ketiga (2:00:22-2:06:19) 1. Analisis Tahapan Level Realita


Pada bagian akhir dalam film, setelah Dalam tahapan Analisis Level Realita,
sebelumnya diceritakan Sur dan kawan-kawannya penggambaran usaha korban untuk mendapatkan
telah kehilangan barang bukti untuk bisa titik terang dalam kasusnya tergambarkan melalui
melaporkan Rama ke pihak berwajib. Yang aspek penampilan seperti pakaian, lingkungan,
mereka miliki sekarang hanyalah sebuah dokumen perilaku serta ekspresi yang muncul pada adegan.
fisik bukti-bukti yang masih disimpan Sur dalam
map plastik berwarna kuning. a. Pada aspek pakaian yang digunakan karakter
Dalam adegan ini, karakter Sur dan salah satu dalam adegan ini merupakan pakaian yang
kawannya yang bernama Kak Farah berjalan di umum digunakan oleh kalangan mahasiswa
sekitaran kampus untuk mengambil mesin dan seusianya. Dimana pakaian bebas dan
fotokopi milik karakter Amin dan membawanya rapih dengan dominasi bumi berupa hijau tua.
menuju bagian rooftop di salah gedung kampus Meskipun ada beberapa karakter yang
mereka. menggunakan warna lain seperti karakter Kak
Disana Sur dan Kak Farah sempat berbincang, Farah, akan tetapi dominasi warna hijau tua
hingga pada akhirnya memutuskan untuk meng- cukup menonjol dalam frame.
copy satu-satunya dokumen berisi bukti yang
masih mereka miliki, kemudian menuliskan cerita b. Pada aspek lingkungan, latar belakang adegan
mereka dan menyebarkannya dari atas gedung berada di area kampus yang sedang dalam
hingga tersebar oleh angin. Warga kampus pun kegiatan perkuliahahan, hal ini terlihat dari
melihat dan membacanya. Hingga satu persatu suasana yang sunyi serta sepi di awal adegan,
warga kampus berdatangan ke rooftop kampus serta menjadi berkurumun ketika di
yang ternyata juga merupakan korban dari pertengahan adegan. Selain itu latar tempat
Tindakan kejahatan seksual dan ikut menuliskan fotokopi milik Amin dan juga sanggar Teater
cerita serta memperbanyak dan menyebarkannya. Matahari juga muncul dalam adegan ini.
Singkat cerita, karakter Anggun pun sebagai
sutradara dari Teater Matahari yang menggarap c. Pada aspek perilaku, penggambaran usaha
Drama Medusa dan Perseus mengetahui kejahatan korban dalam mendapat titik terang atas

127
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

kasusnya tergabarkan pada perilaku karakter yang dilakukan Rama. Adanya karakter Tariq
dalam adegan ini. Terutama pada unsur warna sebagai salah satu dari korban merupakan
kuning yang ada pada map plastik berisi bukti sebuah potret bahwa kejahatan seksual tidak
terakhir yang dibawa Sur, serta kertas-kertas hanya menimpa kaum perempuan. Meksipun
salinan bukti yang disebarkan. Penggunaaan dalam tingkat kasusnya, pada kaum perempuan
warna kuning pada kedua objek ini, merujuk lebih tinggi, akan tetapi tidak sedikit juga kasus
pada pemaknaan serta arti dari warna kuning yang terjadi serta tidak menutup kemungkinan
sendiri, yang menurut Arsitur Studio (2020) hal itu juga akan terjadi pada kaum laki-laki.
panjang gelombang warna kuning relatif
panjang dan pada dasarnya mampu d. Pada aspek ekspresi, dalam adegan ini
merangsang emosional, oleh karena itu kuning karakter Sur dan kawan-kawannya
adalah warna yang paling kuat secara menunjukkan ekspresi kecewa, sedih serta rasa
psikologis. Selain itu, warna kuning juga keputusasaan. Hal ini dikarenakan pada adegan
memiliki makna positif berupa optimisme, sebelumnya, barang bukti yang mereka
kepercayaan diri, harga diri, serta kekuatan dapatkan telah dihilangkan oleh Rama dan
emosial. Akan tetapi secara bersamaan juga satu-satunya yang mereka miliki hanyalah
memiliki arti negatif berupa kerapuhan sebuah bukti kecil dan cerita pahit yang masih
emosinal, ketakutan, kecemasan hingga mereka ingat.
depresi. Hal ini menggambarkan bagaimana
rasa optimis dan kekuatan emosional dari 2. Analisis Tahapan Level Representasi
karakter Sur dan kawan-kawannya untuk Dalam adegan ini, pada tahapan analisis
menapat titik terang melalui bukti-bukti yang Level Representasi, makna tergambarkan melalui
mereka miliki. Akan tetapi secara bersamaan kode teknik berupa sudut dan pengambilan
pula, mereka merasa cemas bahkan rapuh kamera, pencahayaan, serta penyuntingan yang
secara emosional ketika bukti-bukti yang terdapat pada adegan.
mereka sebar malah tidak membuahkan hasil
bahkan menjadi bumerang untuk mereka. a. Pada aspek sudut dan pengambilan kamera
Sebagaimana apa yang dirasakan korban dalam adegan, sudut kamera yang digunakna
kejahatan seksual di Indonesia, saat mereka cukup beragam yaitu Low Angle, Normal
memutuskan untuk speak up atas apa yang Angle dan High Angle. Dimana masing-masing
terjadi kepada mereka. sudut memberikan kesan serta visual yang
Selain itu, adegan dimana karakter Sur berbeda. Sudut Low Angle di beberama shoot
dan Kak Farah yang menggunakan mesin memberikan kesan dominasi, dan kuat pada
fotokopi kemudian memperbanyak bukti yang objek. Sudut Normal Angle yang paling
mereka miliki, yang kemudian menggugah dominan pada adegan lebih pada bertujuan
perasaan korban lain untuk akhirnya berani memfokuskan pada aktivitas serta interaksi
speak up. Menjadi gambaran bagaimana objek. High Angle di beberapa bagian adegan
korban baru akan di dengar atau bahkan memberikan kesan dramatis dan sinematik
mendapat dukungan ketika mereka berani pada interaksi objek. Selain itu pada ukuran
untuk mengutarakannya, meskipun banyak pengambilan gambar, digunakan beberapa
kecaman, ancaman serta ketidakadilan yang teknik berupa Medium Close Up, Medium
mereka dapatkan. Akan tetapi, pada akhirnya Shot, dan Full Shot. Kemudian pada
saat mereka berani bersuara dan saling pergerakan kamera, menggunakan teknik
mendukung makan titik terang pun akan mulai Following, dimana kamera mengikuti
terlihat. pergerakan objek.
Kemudian pada adegan ini, ketika
karakter Sur, Kak Farah serta korban-korban b. Ada aspek pencahayaan, dalam adegan
lainnya sedang berada di rooftop. Datang menggunakan teknik Natural Light serta Side
karakter Tariq yang merupakan satu-satunya Lighting dalam beberapa bagian dalam adegan.
korban laki-laki dalam kasus kejahatan seksual Penggunaan Natural Light yang digunakan

128
Renardi Rahadian Oetomo, Jurnal Barik, Vol. 4 No. 2, Tahun 2022, 116-130

ketika sedang bearda di outdoor dengan merupakan laki-laki dengan tingkat ekonomi yang
memanfaatkan cahaya alami yang ada di tinggi.
lokasi. Sedangkan Side Lighting merupakan Pada film Penyalin Cahaya ini, berdasarkan
teknik dimana cahaya yang masuk dari analisis pada ketiga sequence tersebut,
samping frame guna meng-highlight seseorang memperlihatkan bahwasanya kasus kejahatan
atau objek di dalamnya. Teknik pencahayaan seksual yang terjadi di Indonesia tidak terlepas
ini dalam penerapannya digunakan untuk dari adanya ideologi Patriarki yang masih melekat
membawa mood dan kesan dramatis dalam di masyarakat. Dimana pelaku akan melakukan
sebuah adegan. kejahatan tersebut ketika ia memiliki kekuasaan
lebih dari pada korban, berupa posisi jabatan yang
3. Analisis Tahapan Level Ideologi lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, serta dominasi
Pada tahapan analisis Level Ideologi, dapat jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin
disimpulkan adanya unsur Feminisme yang yang lain. Selain itu, masih melekatnya ideologi
nampak dalam adegan. Menurut Sa’idah (2003) Patriarki membuat rasa empati sebagian besar
Feminisme merupakan suatu kesadaran akan masyarakat terhadap korban kejahatan seksual
penindasan dan eksploitasi terhadap perempuan terbilang sedikit. Dimana korban kejahatan
yang terjadi baik dalam keluarga, di tempat kerja, seksual, yang mayoritas perempuan dianggap
maupun di masyarakat serta adanya tindakan sadar kotor, menjijikan bahkan dicap dengan sentimen
akan laki-laki maupun perempuan untuk yang negatif. Bahkan aparat penegak hukum yang
mengubah keadaan tersebut secara leksial. seharusnya mengusut kasus kejahatan seksual
Dalam adegan ini, adanya unsur feminisme yang diadukan korban, terkadang malah
dapat terlihat pada bagian adegan, dimana para meyepelekan, hingga mengecam kembali korban.
korban yang mayoritas perempuan, berkumpul Hal itu dikarenakan ideologi Patriarki yang masih
dan bersatu untuk membeberkan bukti kejahatan melekat membuat sebagian besar masyarakat
Rama hingga akhirnya bisa membuka mata publik lebih mempercayai dan menendengar ucapan
dan menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi. pelaku yang mayoritas laki-laki dari pada
Meskipun diantara korban tersebut terdapat mendengar apa yang dirasakan oleh korban.
karakter laki-laki, namun mayoritas perempuan Selain itu, stigma korban kejahatan seksual
yang bergerak Bersama merupakan gambaran sebagai wanita penggoda melekat seiring unsur
yang cukup akan adanya unsur Feminisme di Patriarki yang menganggap gender laki-laki lebih
dalam adegan. Dimana mayoritas korban terhormat dan lebih dominan dari pada
perempuan yang pada awalnya diam dan tidak perempuan.
mau membuka suaranya, pada akhirnya sadar dan Kemudian pada film penyalin Cahaya ini,
memutuskan untuk memberanikan diri serta dimana upaya-upaya korban dalam
tergerakkan untuk berani menceritakan apa yang memperjuangkan keadilannya tidak terlepas dari
sebenarnya terjadi. adanya unsur feminisme yang melekat. Dimana
kebanyakan korban kejahatan seksual di Indonesia
KESIMPULAN DAN SARAN hanya mendapatkan empati serta dukungan dari
Kejahatan seksual dalam film Penyalin sesama kaum perempuan. Hal itu dikarenakan
Cahaya menggambarkan bagaimana karakter Sur beberapa perempuan yang ikut merasakan apa
sebagai korban yang berjuang untuk mendapat yang dirasakan korban yang kemudian
titik terang atas kasusnya. Kejahatan seksual yang memutuskan keterbukaan untuk mau mendengar
menimpanya membuat Sur sebagai korban berada apa yang mereka rasakan. Selain itu, sesama kaum
dalam posisi yang sulit dan tidak mudah perempuan yang menjadi korban kejahatan
mendapatkan dukungan serta simpatik seksual, yang kemudian bertemu dan saling
masyarakat. Terlebih karakter Sur sebagai mendukung serta menguatkan hingga akhirnya
perempuan dan berada pada tingkat ekonomi yang mereka berani untuk speak up dan menceritakan
lemah membuat dirinya seolah-olah tidak dapat apa yang mereka alami.
melawan dan membela harga dirinya atas apa Meskipun korban kejahatan seksual di
yang dilakukan karakter Rama sebagai pelaku dan Indonesia nyatanya tidak hanya terjadi kepada

129
“Semiotika TandaVisual Film Penyalin Cahaya”

kaum perempuan. Akan tetapi, mengerti serta Fiske. John. 2003. Reading Television,London:
memahami apa yang korban kejahatan seksual Routledge
rasakan menjadi gambaran penting bagi Ginanti, Nabila. 2020. “Analisis Semiotika Pesan
masyarakat untuk lebih berempati serta setidaknya Moral Dalam Film Dua Garis Biru”.
mau untuk mendengar terlebih dahulu apa yang Diploma thesis, Universitas Islam
korban kejahatan seksual rasakan terlepas dari Kalimantan MAB.
gender mereka. Karena bagaimana pun, rasa Hansen, William. 2004, Handbook of Classical
trauma yang mereka dapatkan membuat mereka Mythology. World Mythology. Santa
sulit untuk membela diri mereka bahkan hanya Barbara: ABC-CLIO
untuk sekedar menceritakannya. Hidayat, Rony O. 2015, “Representasi
Nasionalisme dalam Film Habibie dan
REFERENSI Ainun” Jurnal Visi Komunikasi, 14(1),1-15
Anindyajati, Gina. 2020. “Perlunya Empati Hirmawan, Pratista. 2008. Memahami
dalam Menghadapi Kasus Film,Yogyakarta: Homerian Pustaka.
KekerasanSeksual” diunduh pada tanggal 20 Michael W. Stewart. 2006, Greek Mythology:
April 2022, dari From The Illiad To The Fall Of TheLast
https://mediaindonesia.com/humniora/28256 Tyrant
0/perlunya-empati-dalam-menghadapi- Pah, T., dan Darmastuti, R. 2019. “Analisis
kasuskekerasan-seksual Semiotika John Fiske Dalam Tayangan
Ardianto, Elvinaro dkk. 2009. KomunikasiMassa; Lentera Indonesia Episode Membina
Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Potensi Para Penerus Bangsa di Kepulauan
Rekatama Media Sula”. Jurnal Comunnicare: Journal of
Bambang Mudjiyanto, dan Emilsyah Nur. 2013. Communication Studies, 6 (1),1-22.
“Semiotika Dalam Metode Penelitian https://doi.org/10.37535/101006120191
Komunikasi”. Jurnal Pekomnas, 16 (1): 73- Putri, Siska. 2022. “Analisis Semiotik pada Film
82 Penyalin Cahaya” diunduh pada tanggal 20
https://doi.org/10.30818/jpkm.2013.1160108 April 2022, dari
Collier, R. 1998. Pelecehan Seksual.Hubungan https://www.kompasiana.com/sisu03/61eae9
Dominasi Mayoritas dan Minoritas. Alih 9280a65a258c6244b2analisis-semiotik-
Bahasa: Hariati, E.N. Yogyakarta : Tiara pada-filmpenyalin-cahaya-2021
Wacana. Seta, Rasantika M. 2013. “Mengenal Efek
Dzulfikar, Luthfi T. 2022. “Pakar Menjawab: Psikologi Warna” diunduh pada tanggal 24
Kenapa Korban Kekerasan Seksual Minta April 2022, dari
Maaf atau. Menarik Laporannya?” diunduh https://idea.grid.id/read/09696314/mengenal
pada tanggal 20 April 2022, dari -efek-psikologi-warna
https://theconversation.com/pakar- Stein, Steven. 2002. Ledakan EQ: 15 Prinsip
menjawab-kenapa-banyak-korban- Dasar Kecerdasan Emosional Meraih
kekerasan-seksual-malah-minta-maaf-atau- Sukses, Bandung: Kaifa
menarik-laporannya-177460
Fiske, John. 1990. Introduction to Communication
Studies, London:Routledge.

130

Anda mungkin juga menyukai