ESAI REPOSITORI
MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL
KELAS PARALEL 2
Disusun oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM SARJANA
DEPOK
JUNI 2021
Idealnya media massa merupakan sarana penyampaian pesan yang objektif dan
dapat dipertanggungjawabkan. Media massa mengemas informasi yang terjadi dengan
semenarik mungkin agar masyarakat tertarik untuk membaca atau mencari tahu lebih
lanjut, seperti pada pemberitaan kasus kekerasan seksual yang baru-baru ini sedang
hangat dibicarakan. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat
bagaimana media mengkonstruksikan realitas yang juga dipakai untuk melihat bagaimana
peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Framing merupakan metode penyajian
realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan
di belokkan secara halus dengan memberikan penonjolan terhadap aspek tertentu, dengan
menggunakan istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan alat
ilustrasi. Dengan kata lain bagaimana realitas dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh
media (Nurlutfiyah, 2014). Namun, masih banyak media yang saat memberitakan kasus
kekerasan terhadap perempuan, utamanya kasus kekerasan seksual, tidak berpihak pada
korban. Pemberitaan seringkali mengeksploitasi korban, membuka akses informasi
korban kepada publik, sampai pemilihan judul yang pada akhirnya membuat masyarakat
berpikir bahwa korban ‘pantas’ menjadi korban kekerasan. Kebiasaan masyarakat yang
cenderung selalu menyalahkan korban dan menutup mata pada pihak yang sesungguhnya
bersalah adalah bentuk nyata dari langgengnya kekerasan seksual terhadap perempuan di
Indonesia (Rahayu & Agustin, 2018). Kekerasan seksual diberitakan dalam media massa
dengan sudut pandang yang menyalahkan korban. Pemberitaan kekerasan terhadap
perempuan yang menyalahkan korban (blaming the victim) mengarah pada sadisme
seksual. Penyebaran informasi kekerasan seksual menjadi vulgar dengan dramatisasi
situasi yang justru menyudutkan korban. Berita dengan judul kontroversial juga banyak
ditulis oleh media sekarang mencerminkan berita yang tidak sensitif terhadap perasaan
korban dan nilai keadilan. Korban pun seringkali dijadikan sebagai korban kembali dalam
pemberitaan (revictimization) (Rahayu & Agustin, 2018).
Stereotip adalah persepsi atau kepercayaan yang dianut mengenai kelompok atau
individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Keyakinan ini
menimbulkan penilaian yang cenderung negatif bahkan merendahkan orang lain
(Saguni, 2014). Gender stereotype berbeda dengan stereotipe yang lain karena sifatnya
lebih preskriptif, yaitu mempercayai bahwa perempuan/laki-laki “seharusnya” memiliki
karakteristik tertentu (Kassin, 2017). Persoalan ketimpangan relasi kuasa antara pelaku
dan korban adalah akar kekerasan seksual terhadap perempuan yang diperparah ketika
satu pihak (pelaku) memiliki kendali lebih terhadap korban (Rossy & Wahid, 2016).
Pemberitaan tentang isu yang dipandang melalui stereotip gender cenderung merugikan
perempuan karena terus menerus memproyeksikan peran perempuan berdasarkan
stereotip (Sobur, 2012). Dalam teori mengenai hostile sexism, yaitu perasaan negatif
terhadap kemampuan, nilai, dan tantangan perempuan terhadap kekuatan laki-laki.
Perempuan juga seringkali diobjektifikasi dan dibungkam. Beberapa sosok perempuan
juga dituduh ikut menjadi penyebab terjadinya tindak kekerasan. Dalam studi Helem
tentang laporan kejahatan seksual ditemukan bahwa perempuan memang sering
disalahkan atas tindakan “provokatif” mereka, namun tidak semua korban kejahatan
seksual direpresentasikan dengan cara yang persis sama (Carolyn & Karen, 2006).
Stigmatisasi yang secara persisten menerima stereotip, dianggap menyimpang dan
didevaluasi di masyarakat. Dalam memberitakan kasus yang berhubungan dengan
perempuan, media seringkali menggunakan judul pemberitaan yang sensasional,
berkonotasi negatif, dan menimbulkan kontroversi yang bertujuan meningkatkan
penjualan. Hal ini justru semakin menegaskan posisi perempuan sebagai sosok lemah
dan minoritas di masyarakat (Putri, 2012).
Media massa memiliki peran yang besar dalam menyebarkan dan menyuburkan
perspektif victim blaming pada kasus kekerasan seksual. Hal tersebut dapat menggiring
opini publik terkait perspektif yang salah mengenai korban. Kentalnya budaya patriarki di
Indonesia memperparah fenomena victim blaming ini. Cara media membingkai informasi
mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan yang tidak adil dan cenderung
perempuan diobjektifikasi sebagai makhluk yang lemah membentuk gender stereotype
dan stigmatisasi terhadap korban kekerasan seksual. Seharusnya, media dapat
menjunjung tinggi kode etik dalam penyampaian informasi dengan berlaku adil dan
melindungi perempuan sebagai korban kekerasan seksual.
Daftar Pustaka
Byerly, Carolyn M and Karen Ross. (2006). Women and Media, A Critical Introduction.
Australia: Blackwell Publishing.
Esfand, M. (2012). Woman Self and Defense Merdeka dari Rasa Takut. Jakarta: Visi Media
Indrasty, R., Wibawa, D., & Rojudin, R. (2018). Gender dalam kasus kekerasan terhadap
perempuan di media online. Annaba: Jurnal Ilmu Jurnalistik, 1(1), 90-112.
Kassin, S., Fein, S., & Markus, H. R. (2017). Social Psychology (10th Ed.). Cengage Learning.
Kompas. com (2021). Sejak Awal Januari, Kementerian PPPA Catat 426 Kasus Kekerasan
Seksual. Kompas.com.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/19/17082571/sejak-awal-januari-kementerian-
pppa-catat-426-kasus-kekerasan-seksual.
Najib, F. D. (2020). Blaming The Victim: Objektifikasi Korban Kekerasan Seksual Dalam
Pemberitaan di Media Online Balairungpress. com. Interaksi Online, 8(2), 53-63.
Rahayu, M., & Agustin, H. (2018). Representasi Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Di
Situs Berita Tirto. Id. Jurnal Kajian Jurnalisme, 2(1), 115-134.
Richmond-Abbott, Marie. (1992). Masculine and Feminine: Gender Roles Over The Life Cycle
(2nd ed.). United States of America: Mc-Graw-Hill.
Rossy, A. E., & Wahid, U. (2016). Analisi Isi Kekerasan Seksual Dalam Pemberitaan Media
Online Detik. Com. Jurnal Komunikasi, 7(2), 152-164.
Sastriyani, Siti Hariti. (2009). Gender and Politics. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sobur (2012). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik,
dan Analisis Framing . Bandung: Remaja Rosdakarya.